Surat Ad-Dukhan 28-36

Rate this item
(0 votes)
Surat Ad-Dukhan 28-36

 

Surat Ad-Dukhan 28-36

كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آَخَرِينَ (28) فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ (29)

demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. (44: 28)

Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh. (44: 29)

Setelah Firaun dan pasukannya binasa di Sungai Nil, semua yang ditinggalkan Firaun diwarisi oleh Bani Israel, dan tanpa kerja keras, semua harta kekayaan Firaun jatuh ke tangan mereka.

Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ash Shu’ara, setelah Firaun dan pasukannya tenggelam, dan kekuasaannya runtuh, sebagian Bani Israel kembali ke Mesir dan menjadi penguasa di wilayah Firaun.

Ayat-ayat di atas menekankan bahwa penindasan Firaun sedemikian besar sampai ketika ia binasa tidak ada seorang pun yang merasa kehilangan, dan tidak meneteskan air mata untuknya.

Langit dan bumi menyambut kebinasaan Firaun dan para pengikutnya, dan tidak merasa sedih.

Dari dua ayat tadi ada dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kebinasaan kaum zalim merupakan salah satu sunah Ilahi yang merupakan peringatan dan pelajaran.

2. Terdapat sejenis perasaan dan kemampuan berpikir di alam semesta ini, jadi tidak hanya manusia, bahkan alam materi pun merasa senang dengan kebinasaan orang zalim.

وَلَقَدْ نَجَّيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنَ الْعَذَابِ الْمُهِينِ (30) مِنْ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ كَانَ عَالِيًا مِنَ الْمُسْرِفِينَ (31) وَلَقَدِ اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ (32) وَآَتَيْنَاهُمْ مِنَ الْآَيَاتِ مَا فِيهِ بَلَاءٌ مُبِينٌ (33)

Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksa yang menghinakan, (44: 30)

dari (azab) Fir'aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. (44: 31)

Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. (44: 32)

Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata. (44: 33)

Nabi Musa as bangkit melawan Firaun yang zalim. Firaun adalah penguasa yang suka menumpahkan darah, dan zalim, dan menganggap dirinya lebih unggul dari orang lain, dan terdepan dalam kezaliman.

Firaun dan para pengikutnya menyiksa Bani Israel sedemikian keras. Mereka menyembelih bayi laki-laki Bani Israel dan membiarkan hidup anak-anak perempuan untuk menjadi pelayan. Mereka memaksa Bani Israel melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan kerja paksa.

Akhirnya Allah Swt membebaskan Bani Israel yang tertindas dari cengkeraman penindasan Firaun, melalui kebangkitan Nabi Musa as. Bani Israel tidak hanya terbebas dari penindasan Firaun, bahkan mewarisi seluruh kekayaan penguasa lalim itu, sehingga mereka menjadi kaum yang kuat dengan wilayah kekuasaan yang luas.

Selain harta kekayaan, Allah Swt juga memberikan anugerah lain kepada Bani Israel yang menjadi ujian bagi mereka. Turunnya hidangan-hidangan khusus langit yang disebut dalam surat Al Baqarah sebagai "Manna wa Salwa", atau terbelahnya batu kesulitan, atau mengalirnya 12 sumber air untuk Bani Israel.

Akan tetapi semua ini adalah ujian, karena Allah Swt menguji sebagian orang dengan bala dan musibah, dan menguji yang lainnya dengan kenikmatan. Di dalam Al Quran, musibah dan kesulitan berat, juga kekayaan dan kesejahteraan serta kekuasaan, bisa menjadi ujian. Bani Israel saat di bawah penindasan Firaun berada dalam ujian, dan saat meraih kekuasaan dan kekayaan serta memiliki semua, mereka juga berada dalam ujian.

Akan tetapi Bani Israel tidak mensyukuri nikmat-nikmat yang sudah diberikan Allah Swt, dan gagal melalui ujian tersebut.

Dari empat ayat tadi ada empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Masyarakat yang membantu Nabi Tuhan, dan mengikuti ajarannya, bisa selamat dari kekuasaan orang-orang zalim.

2. Mencari keunggulan, berlebihan dan melewati batas adalah sifat Firaun, meski orang-orang yang memiliki sifat ini bukan Firaun.

3. Sebab kebinasaan suatu kaum atau bangsa adalah sifat tak terpuji, dan perbuatan buruk mereka.

4. Apa yang diberikan Allah Swt kepada orang atau masyarakat adalah perantara untuk menguji mereka, dan bukan alasan keunggulan mereka di sisi Tuhan.

إِنَّ هَؤُلَاءِ لَيَقُولُونَ (34) إِنْ هِيَ إِلَّا مَوْتَتُنَا الْأُولَى وَمَا نَحْنُ بِمُنْشَرِينَ (35) فَأْتُوا بِآَبَائِنَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (36)

Sesungguhnya mereka (kaum musyrik) itu benar-benar berkata, (44: 34)

"tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan, (44: 35)

maka datangkanlah (kembali) bapak-bapak kami jika kamu memang orang-orang yang benar". (44: 36)

Seiring berakhirnya pembahasan Bani Israel dan Firaun, ayat-ayat di atas kembali menjelaskan tentang orang-orang musyrik Mekah, dan menggambarkan perkataan mereka tentang Maad atau Hari Akhir seperti ini, “Akhir kehidupan tidak lain adalah kematian yang kalian saksikan ini, tidak ada apa pun setelah itu, apalagi sampai kita dihidupkan kembali.”

Seolah sangat yakin dengan akidahnya tersebut mereka berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Jika kamu berkata benar bahwa orang-orang mati bisa hidup kembali, maka hidupkan kembali ayah-ayah kami yang sudah meninggal bertahun-tahun lalu, di dunia ini, sehingga kami menyaksikannya dan kami percaya.”

Jelas bahwa Hari Akhir untuk menghukum atau mengganjar manusia, dan bukan sunatullah menghidupkan kembali manusia di dunia ini. Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh nabi, orang-orang keras kepala dan yang selalu mencari alasan, akan berkelit dan mengatakan itu sebagai sihir dan tipuan, lalu menolak menerimanya.

Dari tiga ayat tadi ada dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Mengungkap kembali pandangan para penentang, dan menjawab pandangan tersebut merupakan metode Al Quran untuk membuktikan keyakinan orang-orang mukmin.

2. Pengingkaran terhadap dunia setelah kematian, tidak berdasarkan argumen, tapi klaim tanpa dalil yang selalu disampaikan orang-orang kafir sepanjang sejarah umat manusia.

Read 712 times