Surat Muhammad ayat 18-20
فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ (18)
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang? (47: 18)
Di pembahasan sebelumnya diisyaratkan orang-orang yang keras kepala dan suka menghina para utusan Tuhan. Sementara ayat ini menyebutkan mereka yang mengingkari Ma’ad (Hari Kebangkitan) yang mengatakan, “Selama kami tidak menyaksikan Kiamat dengan mata kepala kami sendiri, maka kami tidak akan beriman kepadanya, sementara argumentasi akan kemungkinan terjadinya Kiamat sangat jelas.”
Jika mereka benar-benar mencari kebenaran, maka mereka akan mengimani Hari Kiamat dengan argumentasi logika dan akal sebelum mereka menyaksikan terjadinya hari tersebut. Dan jika kini mereka tidak beriman, ketika mereka menyaksikan Kiamat, maka iman mereka tidak berguna. Sama seperti manusia yang sakit ketika dokter mendiagnosa penyakitnya dan memberinya resep, tapi pasien mengatakan, selama aku belum menyaksikan kematian, aku tidak percaya terhadap penyakitkan dan aku tidak butuh pengobatan. Jelas bahwa saat itu (kematian datang) obat dan pengobatan tidak lagi berguna dan penyesalan tidak bermanfaat.
Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang kafir dan mereka yang mengingkari Ma’ad (Hari Kebangkitan) karena keras kepala, tidak memanfaatkan peluang untuk bertobat dan sejatinya mereka mensia-siakan kesempatan yang diberikan Tuhan.
2. Banyak argumentasi dan tanda terjadinya Hari Kiamat, tapi ini bagi mereka yang bersedia mendengarkan dan memiliki hati mencari kebenaran.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ (19)
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (47: 19)
Menyikapi sikap keras kepala orang kafir, ayat ini kepada Rasulullah Saw mengatakan, “Kamu juga harus konsisten dengan jalanmu, dan ketahuilah kekuatan lain selain kehendak Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini tidak bermanfaat, dan tidak ada yang mampu melemahkan Tuhan. Oleh karena itu, berlindunglah kepada-Nya di setiap keadaan dan bertawakallah kepada-Nya serta jangan takut akan banyaknya musuh.”
Kelanjutan ayat ini menekankan poin bahwa orang beriman harus menjaga takwa kepada Tuhan dan jika mereka tergelincir atau melakukan kesalahan, segera meminta ampun kepada Tuhan.
Rasulullah Saw sendiri juga meminta ampun bagi dirinya dan orang-orang mukmin. Jelas bahwa para nabi terbebas dari dosa dan maksud dari istighfar nabi bukan meminta ampunan dari dosa, tapi mengindikasikan spirit tawadhu dan khusyu’ di hadapan Tuhan, ketika manusia merasa dirinya selalu bersalah di hadapan-Nya. Karena risalah para nabi merupakan tugas dan tanggung jawab yang berat, yang diamanatkan Tuhan kepada para nabi. Mereka harus senantiasa merasa belum menunaikan tanggung jawabnya sesuai yang diinstruksikan, sehungga mereka tidak akan lalai dari usaha dan perjuangan serta tidak harus puas dengan apa yang telah mereka lakukan.
Dengan demikian, di Al Quran bukan saja khusus berkaitan dengan Rasulullah Saw, tapi juga disebutkan permintaan ampunan dari para nabi sebelumnya.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh ucapan dan perilaku kita harus dilandasi tauhid sehingga kita tidak bersandar pada kekuatan manusia yang palsu atau kita tidak akan takut kepada mereka.
2. Pria dan wanita beriman termasuk mereka yang dimintakan ampunan oleh Rasulullah Saw. Beliau selain membimbing masyarakat, juga meminta bantuan Tuhan untuk keselamatan dan kebersihan serta kesucian jiwa mereka.
3. Para rasul juga seperti seluruh masyarakat, dari jenis manusia sendiri dan memiliki keterbatasan seperti manusia pada umumnya. Oleh karena itu, mereka juga membutuhkan rahmat ilahi untuk menutupi kekurangannya.
وَيَقُولُ الَّذِينَ آَمَنُوا لَوْلَا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَأَوْلَى لَهُمْ (20)
Dan orang-orang yang beriman berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. (47: 20)
Ayat ini mengisyaratkan kondisi sulit umat muslim di masa awal Islam dan menyatakan, “Tekanan musuh mendorong umat Muslim meminta ijin kepada Rasulullah Saw untuk berperang dan melawan. Mereka mengatakan, mengapa tidak turun ayat yang mengijinkan mereka berperang ? Namun ketika sejumlah ayat diturunkan dan perintah untuk melawan juga diturunkan, sejumlah orang yang sebelumnya berbicara mengenai jihad dan perang, mulai mundur dan mereka ketakutan.”
Berbeda dengan orang mukmin sejati yang tetap konsisten berjihad hingga diambang kematian, dan siap syahid serta berkorban di jalan Tuhan, orang-orang munafik sangat ketakutan bahkan sebelum perang terjadi. Mereka bahkan hampir mati ketika mendengar perintah jihad.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mungkin banyak yang mengumbar klaim, tapi dalam praktek dan di medan perang, orang mukmin sejati dan orang munafik akan terlihat nyata.
2. Meski Islam adalah agama rahmat, tapi ada perintah jihad melawan orang zalim dan penindas, serta perintah perang.
3. Takut berjihad dan lari dari medan perang merupakan indikasi lemahnya iman dan sifat munafik.