Ayat ke 32
Artinya:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (4: 32)
Allah Swt menciptakan makhluk berdasarkan perbedaan dan bukan pembedaan demi mengatur alam dengan sempurna. Sebagian diciptakan dalam bentuk benda mati, sebagian berupa tumbuhan dan yang lainnya diciptakan dalam bentuk hewan dan manusia. Dari jenis manusia juga diciptakan sebagian laki-laki dan sebagiannya perempuan. Yang lebih unik lagi, tidak ada dua manusia yang benar-benar sama dari segala sisi. Setiap manusia tidak hanya berbeda pada jasad, tapi juga ruh mereka.
Perbedaan antara manusia berdasarkan hikmah dengan tujuan memenuhi pelbagai kebutuhan manusia. Bila kita menyaksikan sebuah kendaraan, untuk membuatnya diperlukan ban yang lentur serta baja yang kokoh untuk motornya, begitu juga kaca yang jernih untuk penglihatan pengemudi. Sebuah mobil juga memerlukan lampu sebagai penerang di malam hari. Artinya, dalam membuat sebuah kendaraan dibutuhkan ribuan suku cadang yang masing-masing berbeda dari segi bentuk, jenis dan kinerjanya, tapi semua bersinergi secara harmonis membentuk sebuah mobil. Alam juga demikian.
Alam dengan segala keagungannya terdiri dari miliaran makhluk hidup dan juga benda mati yang berbeda-beda. Setiap ciptaan Allah ini mengemban tugas dan peran yang berbeda, tapi diperlukan demi keberlangsungan alam ini. Dalam sistem sosial, manusia punya beragam bakat dan potensi yang bila disinergikan dapat menjadi kekuatan yang luar biasa. Potensi dan bakat ini bila diaktualkan dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Patut dicamkan bahwa perbedaan bukan pembedaan atau diskriminasi. Karena pertama, Allah tidak pernah berutang kepada makhluk yang akan diciptakan-Nya, sehingga dapat menuntut model penciptaannya sesuai dengan keinginannya. Kedua, perbedaan yang ada itu berdasarkan hikmah dan bukan atas dasar kezaliman, kedengkian dan kikir.
Begitu juga, sekiranya Allah menuntut kewajiban yang sama dari semua manusia, maka perbuatan seperti ini tidak adil dan puncak dari kezaliman, sekalipun Allah memberikan fasilitas yang sama kepada mereka. Karena menurut ayat dan riwayat, Allah menghendaki tugas atau tanggung jawab dari manusia sesuai dengan kemampuan mereka. Allah dalam surat at-Thalaq ayat ke-7 menyatakan, "La Yukallifullahu nafsan illa ma ataha, Allah tidak memaksa siapapun, kecuali sesuai dengan apa yang telah diberikan kepadanya."
Tapi ada poin lain bahwa antara manusia dan makhluk yang lain terdapat perbedaan yang inti. Manusia diberi akal dan kemampuan berpikir sehingga mampu memilih sesuai dengan kehendaknya. Kelebihan ini menjadi landasan bagi manusia untuk menciptakan kemajuan, atau sebaliknya kehancuran. Dengan kata lain, Allah memberikan kemampuan lain bagi manusia yang dapat diraihnya dengan usaha seperti ilmu, kekuasaan dan kekayaan.
Manusia harus bekerja keras untuk meraih keberhasilan. Karena segala kemalasan itu sumbernya manusia sendiri, bukan Allah. Dengan demikian, ketika ayat ini menyinggung masalah nikmat Allah, maka yang pertama itu terkait dengan nikmat yang dianegerahkan oleh Allah dan tidak perlu dicari. Jadi kita tidak boleh dengki akan apa yang diberikan oleh Allah kepada sebagian yang lain dan jangan pula berharap sesuatu yang tidak pantas. Sebagaimana dalam nikmat yang harus dicari dengan susah payah, setiap pria dan perempuan akan memperoleh bagiannya sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mari melihat potensi yang kita miliki dan memanfaatkannya, ketimbang melihat milik orang lain.
2. sekalipun kita berusaha keras, tapi jangan menghapus peran Allah dalam menyampaikan rezeki. Bekerjalah sambil berdoa.
3. Harapan harus diletakkan pada tempatnya. Karena harapan yang berlebihan penyebab kehinaan.
4. Perempuan berhak atas hartanya yang didapat dari warisan, mahar atau gaji.
Ayat ke 33
Artinya:
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (4: 33)
Sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya yang menyebut setiap perempuan dan pria pemilik harta yang diusahakannya, ayat ini menetapkan pria dan wanita berhak mewarisi harta ayah, ibu atau kerabat mereka. Ayat ini melanjutkan bahwa selain warisan dan hasil dari kerja yang diperoleh, segala bentuk perjanjian yang sah yang dilakukan dengan orang lain juga sah dan terhitung menjadi miliknya. Dalam sejarah disebutkan, sebelum Islam terdapat sejenis perjanjian di kalangan Arab dimana dua orang berjanji saling membantu. Bila satu dari mereka mengalami kerugian, maka yang lain wajib menggantikannya, bahkan setelah meninggalpun mereka saling mewarisi harta temannya. Agama Islam menerima perjanjian yang serupa dengan asuransi ini, tapi menolak masalah hak waris di antara keduanya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Warisan dalam Islam merupakan aturan ilahi dan tidak seorangpun boleh mengubahnya.
2. Wajib menepati janji, khususnya perjanjian yang memiliki nilai uang yang menyebabkan kerugian pihak lain. Janji itu harus dihormati, sekalipun pihak lain telah meninggal.