Surat al-Mulk 6-14
وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6) إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8)
Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (67: 6)
Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, (67: 7)
hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" (67: 8)
Dalam budaya Islam, mereka yang dengan keras kepala mengingkari keberadaan Tuhan dan mengikuti jalan kekafiran dan kemusyrikan akan dihukum oleh Tuhan di Hari Kebangkitan dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Tempat dimana api meletus dan terdengar suara yang sangat mengerikan.
Panasnya neraka seolah-olah meledak dan terkoyak akibat besarnya amarah dan kemurkaan terhadap penghuni neraka, mendidih dan mengaum seperti orang yang sedang marah ingin meledak.
Namun yang lebih berat dari hukuman fisik ini adalah teguran dan tuduhan dari para penjaga neraka, yang bertanya kepada mereka, “Tidakkah ada yang memperingatkan kamu dan memberitahukan kepadamu tentang amalan-amalan yang akan membawa kamu ke neraka, sehingga pada hari ini kamu terjebak dalam hukuman seperti ini?"
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Setelah Tuhan menyempurnakan hujjah (bukti) terhadap manusia, mereka yang membangkang dengan pengetahuan dan sengaja, akan mendapat siksa.
2. Azab neraka selain membakar fisik manusia, juga menyiksa jiwa mereka dengan celaan dan penghinaan terhadap ahli neraka.
قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ (9) وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ (10) فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ (11)
Mereka menjawab: "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar". (67: 9)
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (67: 10)
Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (67: 11)
Menanggapi para malaikat yang bertanggung jawab atas neraka, penghuni neraka mengakui bahwa Tuhan telah mengutus orang untuk membimbing mereka dan bahwa mereka telah mendengar peringatan dari para utusan ilahi, namun mereka tidak menerima kebenaran dan menolak tunduk terhadapnya; Yang lebih buruk lagi, mereka menyebut nabi-nabi Allah tersesat dan menyesatkan manusia.
Orang-orang yang menganggap dirinya tercerahkan dan paham di dunia serta menganggap orang-orang beriman sebagai orang-orang yang naif dan mudah tertipu, akan mengakui di Hari Kebangkitan bahwa seandainya kita mempunyai telinga untuk mau mendengar dan mendengarkan perkataan para nabi, atau setidak-tidaknya kita akan menggunakan akal kami dan tidak mengikuti hawa nafsu, hari ini tempat kami bukanlah neraka.
Dalam budaya Islam, akal dianggap berharga dalam dua hal, yang pertama adalah bahwa akal membantu manusia dalam memahami wahyu Ilahi dan sabda Rasulullah/ yang lainnya adalah manusia dengan bantuan akal (tidak bergantung pada wahyu Ilahi) dengan ketelitian dalam sistem penciptaan yang menakjubkan akan menyadari adanya sang Pencipta yang pandai, berkuasa dan bijaksana, sehingga ia berhenti melakukan hal-hal buruk dan salah.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tuhan menjelaskan hak dan kebenaran kepada manusia melalui akal dan wahyu, dan tidak menyisakan alasan bagi siapa pun.
2. Ajaran para nabi sesuai dengan akal dan selaras dengannya. Oleh karena itu, dengan memikirkan dan merenungkan ajarannya, seseorang menyadari kebenaran misinya.
3. Karena keras kepala dan penentangan terhadap kebenaran, maka perbuatan manusia sampai pada titik di mana ia menganggap para nabi berada dalam kesalahan besar dan menganggap dirinya sebagai orang yang tercerahkan.
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (12) وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (13) أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (67: 12)
Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (67: 13)
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (67: 14)
Menyusul penjelasan kondisi orang-orang kafir dan musyrik di hari kiamat, ayat-ayat ini pertama-tama membahas tentang nasib orang-orang mukmin di hari kiamat dan mengatakan, “Barangsiapa yang senantiasa menghindari berbuat maksiat, apalagi secara rahasia, maka dialah yang akan mendapat rahmat Allah dan ampunan serta akan mendapat pahala Ilahi yang besar di hari kiamat.
Golongan ini mengetahui bahwa Allah mengetahui setiap perkataan yang mereka ucapkan, baik yang terbuka maupun yang tersembunyi, dan lebih dari itu, apa yang ada dalam pikiran dan hati mereka dan belum terucap, Allah mengetahuinya.
Bagaimana bisa diasumsikan bahwa Tuhan tidak mengetahui keadaan makhluk-Nya, padahal Dialah penciptanya dan mengetahui segala detail dan rahasia alam semesta.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Iman kepada Tuhan akan efektif ketika manusia bukan saja menunjukkan dalam kondisi zahir, tapi juga dalam kondisi rahasia dan tersembunyi, ia tidak akan melanggar petintah-Nya.
2. Tuhan mengetahui niat dan motivasi kita, oleh karena itu, kita jangan berbuat riya' dan mengejar tindakan lahiriah.
3. Iman kepada ilmu Allah yang mendalam dan menyeluruh merupakan faktor terbaik yang menghindarkan manusia dari berbuat dosa dan melakukan hal-hal buruk dan dosa.