Surah al-Qalam 17-33
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20)
Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari, (68: 17)
dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), (68: 18)
lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, (68: 19)
maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (68: 20)
Episode sebelumnya berbicara mengenai orang kaya dan berkuasa Mekah yang menolak beriman kepada Rasulullah Saw karena kesombongan meerka, dan mereka malah menghina Rasul dan para pengikutnya. Ayat kali ini memperingatkan mereka bahwa jangan membanggakan harta dan anak-anaknya karena jika Allah Swt menginginkan, maka kalian akan kehilangan mereka dalam sekejab seperti para pemilik kebun.
Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pemilik sebuah kebun, yang kisahnya rupanya terkenal di kalangan masyarakat Mekkah, dan Allah Swt mengutibnya; Sebuah kebun yang pemiliknya adalah seorang dermawan dan setiap tahun pada saat panen, ia membagikan sebagian hasil kebunnya kepada fakir miskin dan yang membutuhkan.
Namun ketika beliau meninggal, anak-anaknya memutuskan untuk memotong bagian orang yang membutuhkan dan merampas hasil kebun dari mereka. Atas kehendak Tuhan, petir menyambar di malam hari dan seluruh pohon di taman itu terbakar dan berubah menjadi tumpukan abu.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Harta dan kekayaan adalah salah satu ujian Tuhan, apakah bagian dari orang yang membutuhkan telah diberikan atau tidak?
2.Mencatut bagian orang yang membutuhkan akan memicu murka Tuhan, dan membuat pemilik harta tidak mendapat rahmat Ilahi.
3.Terkadang manusia memperhitungkan dirinya sendiri, tapi hasilnya malah berbeda dengan perkiraan dan keinginannya.
فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29)
lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: (68: 21)
"Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". (68: 22)
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. (68: 23)
"Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". (68: 24)
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya). (68: 25)
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), (68: 26)
bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)". (68: 27)
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" (68: 28)
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". (68: 29)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat ini mengatakan: Para pemilik kebun, berharap dapat menuai hasil panennya yang berlimpah, memutuskan untuk pergi ke kebun pagi-pagi sekali, jauh dari pandangan orang-orang miskin dan yang membutuhkan, dan memanen buah-buahan sekaligus sebelum orang-orang miskin ini menyadarinya. Tanpa menyadari bahwa di malam hari, petir mematikan telah mengubah kebun mereka menjadi tumpukan abu, mereka bergerak menuju kebun di pagi hari. Ketika mereka sampai di kebun, mereka terkejut dan berkata bahwa mereka salah jalan dan kehilangan kebun kami, ini bukan kebun kami!
Namun tak lama kemudian, ketika mereka lebih memperhatikan, mereka menyadari bahwa mereka tidak salah jalan menuju kebun tersebut dan bahwa ini adalah kebun mereka sendiri. Sebaliknya, mereka salah dalam memilih jalan hidup yang benar. Mereka ingin merampas hak orang yang membutuhkan, tetapi dengan murka ilahi dan turunnya petir surgawi, mereka justru merampas diri mereka sendiri.
Sementara itu, salah seorang di antara mereka yang lebih bijaksana berkata kepada saudara-saudaranya: Sudah kubilang sejak awal, janganlah menjadi orang yang tidak bersyukur kepada Allah dan berikanlah hak-hak orang yang dirampas. Akhirnya, melihat kebun yang terbakar, saudara-saudara itu terbangun dan mengakui keputusan mereka yang salah. Mereka menyalahkan diri sendiri di hadapan Tuhan dan berkata: Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan/kami telah merampas diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan.
Dari sembilan ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Allah Swt meletakkan hak di harta bagi orang-orang yang membutuhkan. Jika hak ini tidak diberikan, maka murka Allah yang akan menanti.
2. Dalam budaya Islam, infak dan pengorbanan menjadi landasan untuk menerima berkah Ilahi, dan sebaliknya tamak dan pelit, akan mencegah kesuksesan manusia dan memanfaatkan harta benda tersebut.
3. Terkadang menyesal tidak ada artinya, dan tidak akan memulihkan kerugian sebelumnya. Tapi akan bermanfaat bagi masa depan supaya manusia tidak mengulangi kesalahannya.
4. Dalam menganalisa dan menyelidiki peristiwa-peristiwa yang pahit dan menyakitkan, kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, mari kita lihat kesalahan dan kekeliruan apa yang kita sendiri lakukan sehingga kita terjebak dalam tragedi yang begitu pahit dan menyakitkan.
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. (68: 30)
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas". (68: 31)
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (68: 32)
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (68: 33)
Pemilik kebun, meskipun mengakui kesalahannya, masing-masing ingin menyalahkan satu sama lain karena Anda membuat proposal seperti itu dan menjadi penyebab masalah dan kerugian ini; Sedangkan saran orang lain bukanlah alasan untuk diamnya manusia atau menerima sudut pandangnya yang salah. Dengan cara ini, dapat dikatakan bahwa mereka semua terlibat dalam melakukan dosa ini.
Bagaimanapun, pemilik kebun menyadari kesalahan besar mereka dan mengakui kekejaman dan pemberontakan mereka. Mereka menghadap kepada Tuhan dan berkata: Kami berharap Tuhan mengampuni kami dan memberi kami kebun yang lebih baik daripada kebun ini.
Pada ayat terakhir yang berkaitan dengan kisah ini, dinyatakan dalam kesimpulan umum: Siksa Allah seperti ini dan siksa akhirat lebih besar dari itu. Maksudnya, jika kamu mabuk dan sombong karena fasilitas materi dan kekayaan serta merampas hak fakir miskin, maka kamu akan mendapat nasib buruk dunia dan akhirat, tentunya siksa akhirat semakin berat.
Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jangan menyalahkan orang lain saat kita ingin membenarkan kesalahan kita, serta melemparkan kesalahan kepada orang lain.
2. Pengakuan dosa, penyesalan dan taubat jika dilakuan dengan benar-benar dihadapan Tuhan, maka akan diterima; Tapi jika hanya diungkapkan dengan lisan, maka tidak akan efektif.
3. Tangan Tuhan terbuka untuk mengganti kerugian yang kita alami. Oleh karena itu, orang-orang berdosa tidak boleh kecewa dan tidak menganggap dirinya kalah selamanya.
4. Merampas hak-hak orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan akan mengakibatkan hukuman dunia dan akhirat.