Surah al-Qalam 34-41
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (34) أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (35) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (36)
Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. (68: 34)
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? (68: 35)
Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (68: 36)
Dalam episode sebelumnya dibahas nasib buruk pemilik kebun yang merampas hak orang-orang miskin dari hasil kebun. Ayat ini membandingkan orang baik dan buruk, serta menyatakan, mereka yang bersih dalam kehidupan duniawinya, Tuhan di hari Kiamat akan memberi mereka kebun yan luas, dan memiliki hasil dan nikmat yang melimpah.
Orang yang mempunyai kebun di dunia, karena ia merampas hak orang-orang yang membutuhkan dari hasil kebunnya, maka kebunnya terbakar dan menjadi abu, tetapi orang yang tidak mempunyai kebun di dunia ini, karena amal saleh dan keutamaannya, akan mendapat kebun indah dan penuh keberkahan di akhirat yang tiada tandingannya. Menariknya, berbeda dengan kebun-kebun dunia yang panennya kadang tertimpa musibah, taman surga yang indah penuh dengan berkah yang tidak pernah dirugikan atau ditimpa musibah.
Lanjutan ayat tersebut menunjukkan khayalan palsu dari sebagian orang kaya, penjahat dan orang-orang yang berbuat jahat, dan mengatakan: Mereka mengira bahwa hari kiamat itu seperti dunia; Di sana, seperti di dunia, mereka akan menikmati segala macam nikmat, dan seperti orang-orang beriman yang masuk surga, mereka juga akan mendapat tempat di surga.
Menanggapi anggapan salah ini, Tuhan berfirman: Bagaimana mungkin hamba yang jujur bisa seperti orang yang memberontak dan jahat?! Bagaimana mereka bisa membuat penilaian yang salah dan memiliki ekspektasi yang salah tempat?
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Baik seseorang mempunyai kebun dan hidup sejahtera, atau miskin dan melarat dan tidak berdaya, bagaimana pun yang penting adalah hendaknya ia bertaqwa, jujur, dan tekun agar ia bernasib baik di dunia dan di akhirat.
2. Hukuman dan pahala ilahi berdasarkan keadilan, dan orang baik dan buruk tidak sama di sisi Tuhan.
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ (37) إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ (38) أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ (39) سَلْهُمْ أَيُّهُمْ بِذَلِكَ زَعِيمٌ (40) أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (41)
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, (68: 37)
bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. (68: 38)
Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? (68: 39)
Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (68: 40)
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. (68: 41)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan penilaian keliru sekelompok manusia terkait diri mereka, dan ayat ini menyatakan, "Mereka yang menganggap dirinya ahli surga dan meyakini memiliki posisi di sisi Tuhan dan juga mendapat pahala, apakah mereka memiliki argumentasi dari keyakinannya tersebut? Ataukah mereka memiliki bukti dari kitab samawi atas anggapannya tersebut bahwa di hari Kiamat mereka akan satu level dengan orang-orang beriman dan bertakwa? Ataukah mereka memiliki perjanjanjian dengan Tuhan, di mana berdasarkan perjanjian tersebut apa yang mereka inginkan akan dikabulkan oleh Tuhan? Siapa yang memberi jaminan kepada mereka?
Poin terakhir adalah hal-hal yang mereka sembah sebagai sekutu Tuhan dan berlindung kepada mereka dalam kehidupan, akankah mereka menjadi perantara di hari kiamat dan membawa mereka kepada keinginan mereka?
Bahkan, ayat-ayat ini bernada bertanya-tanya, menegur orang-orang yang sombong dan angkuh karena harta dan status duniawi, serta mempertanyakannya dalam beberapa hal:
Atas dasar rasional apa kalian menilai bahwa pada hari kiamat nanti kalian akan ditempatkan di samping orang yang suci dan baik?
Atas dasar kitab samawi manakah, kalian menganggap berhak mendapat pahala ilahi?
Dengan mempercayai perjanjian manakah kalian menganggap diri kalian layak mendapatkan surga ilahi?
Siapa yang memberi jaminan kepada kalian bahwa di hari kiamat, dia akan memberi syafaat kepada kalian, sehingga kalian akan duduk bersama auliya Allah?
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mari kita berhati-hati untuk tidak memiliki gagasan dan ilusi yang salah tentang diri kita dan tidak menganggap diri kita sebagai penghuni surga dan penerima nikmat Tuhan tanpa alasan yang rasional dan naratif.
2. Kehendak Allah Swt tidak mengikuti keinginan dan kecenderungan manusia, di mana kita menganggap apa yang kita inginkan akan terkabul.
3. Penilaian sejati atas akhir perbuatan manusia di dunia dan akhirat adalah tanggung jawab Allah, dan tidak seorang pun berhak menghakimi dirinya sendiri maupun orang lain.