Ayat ke 153
Artinya:
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (12: 153)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, al-Quran mengkritik Ahlul Kitab yang membeda-bedakan para nabi dengan menerima yang ini dan menolak yang itu. Ayat ini menyinggung salah satu syarat yang diberikan oleh kaum Yahudi Madinah untuk menerima Islam dan mengatakan, "Mereka meminta kepada Nabi Muhammad Saw bahwa al-Quran, sebagaimana Taurat, hendaknya diturunkan dari langit secara sekaligus. Padahal penurunan wahyu adalah hak Allah, bukan hak nabi. Selain itu diturunkan sekaligus atau bertahap wahyu ilahi tersebut, tidak memiliki pengaruh tentang hak dan bathilnya wahyu, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-An'am ayat 7, "Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan diatas kertas, yang dapat mereka pegang dengan tangan, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, "Iini tidak lain hanyalah sihir yang nyata."
Waktu itu al-Quran sebagai pendorong semangat Nabi Muhammad Saw, mengatakan, "Janganlah engkau wahai Muhammad merasa sedih karena orang-orang Yahudi itu mengajukan syarat atau alasan seperti itu. Karena sebelum ini pun, nenek moyang mereka pernah meminta kepada Musa as untuk dapat melihat Allah dengan mata kepala mereka. Sifat keras kepala itulah yang telah mengakibatkan turunnya azab ilahi terhadap mereka. Meskipun hujjah dan bukti-bukti yang dibawa oleh Musa as sudah sempurna, namun mereka masih saja mau menjadikan patung anak sapi sebagai sesembahan seraya melupakan Allah Swt. Namun dikarenakan mereka bertaubat dan kembali ke jalan lurus, Allah pun mengampuni mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mencari kebenaran berbeda dengan mencari-cari alasan. Orang yang benar-benar mencari hak dan hakikat, akan merasa puas, ketika dalil dan hujjah sudah jelas baginya. Tetapi orang yang hanya mencari-cari alasan, setiap hari akan mengajukan permintaan-permintaan baru.
2. Sifat keras kepala, dan ingkar mendatangkan kemarahan ilahi di dunia ini. Jangan sekali-kali kita mengambil sikap memerangi agama samawi para nabi.
Ayat ke 154
Artinya:
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (12: 154)
Ayat ini mirip dengan ayat 63 dan 93 Surat al-Baqarah, berbicara mengenai cara-cara perjanjian Tuhan dengan Bani Israel, mengatakan, "Dengan kehendak Allah Gunung Thur terangkat dari tempatnya dan berada diatas kepala mereka. Waktu itu Nabi Musa as menjelaskan perjanjian-perjanjian Allah dan kaum ini pun menerimanya; yang di antaranya ialah menyembah kepada Tuhan yang Esa, berbuat baik kepada kedua orang tua, membantu orang-orang miskin, mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat." Perjanjian-perjanjian ini secara terperinci disebutkan di dalam surat al-Baqarah ayat 40 dan ayat 83.
Ayat ini juga menyinggung dua hal; pertama, sewaktu memasuki Baitul Maqdis untuk bertaubat dari dosa-dosa, mereka harus melakukannya dalam keadaan khusyu dan merendah diri seraya bersujud. Kedua, pada hari Sabtu mereka harus menghentikan segala bentuk usaha dan kerja. Mereka harus menghormati hukum Allah yang melarang penangkapan ikan pada hari itu. Tetapi mereka melanggar hukum-hukum Allah ini dan tidak mentaatinya, meskipun Allah Swt telah mengambil sumpah yang berat terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima suatu agama, tidak hanya dengan akal dan hati, tetapi perjanjian dan hukum-hukum Ilahi pun harus ditaati secara nyata.
2. Tempat-tempat suci khususnya masjid-masjid memiliki tatakrama khusus yang harus dijaga guna menghormati kemuliaannya.
3. Sibuk bekerja di waktu yang dikhususkan untuk melakukan ibadah, merupakan sejenis pelanggaran terhadap hukum-hukum Ilahi.
Ayat ke 155
Artinya:
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. (12: 155)
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang perjanjian Allah sementara Gunung Thur diangkat di atas kepala Bani Israel, ayat ini mengatakan, meski mereka telah menyaksikan semua tanda-tanda atau ayat-ayat Allah ini, namun mereka kembali mengabaikan perjanjian itu. Mereka bukan bukan hanya melanggar perintah-perintah Allah, tetapi juga mengingkari mukjizat. Lebih buruk lagi, mereka sampai tega membunuh nabi-nabi Allah. Dalam rangka membela sikapnya, mereka seraya mengatakan bahwa hati kami telah terikat kepada perbuatan-perbuatan ini. Kalaupun kami melakukan penyimpangan, maka yyang demikian itu bukan atas kehendak kami.
Al-Quran dalam menjawab pernyataan mereka, mengatakan, kekafiran, sifat keras kepala kalian itulah yang telah menyebabkan hati kalian tertutup. Akhirnya, kalian tidak dapat lagi menemukan jalan keselamatan dan kebahagiaan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kufur nikmat kadang-kadang membuat mereka yang sesungguhnya telah mendapatkan kemerdekaan berkat perjuangan para nabi mereka, menjadi pembunuh nabi mereka itu.
2. Balasan Allah merupakan hasil dari pemikiran dan perbuatan kita sendiri. Perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan dengan ikhtiar dan keinginan sendiri, mendatangkan balasan-balasan yang bersifat paksaan dan tak dapat ditolak.