Ayat ke 4-5
Artinya:
Dan tidak ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustakannya). (6: 4)
Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan. (6: 5)
Dalam pembahasan sebelumnya, Allah Swt menghitung sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya dalam menciptakan langit, bumi dan manusia, agar manusia memahami terbatasnya kehidupan di dunia dan semua akan musnah. Ayat ini mengatakan, meski sebagian manusia melihat beberapa tanda kekuasaan Allah di alam ini termasuk di dalam perwujudan diri mereka sendiri, tapi masalah iman berada di tangan manusia dan tidak dapat dibohongi.
Sebagian manusia bukannya tidak melihat tanda-tanda kebesaran dan kebenaran Allah, tapi pada intinya mereka sejak awal memang tidak ingin menerima kebenaran. Mirip manusia yang sedang tidur nyenyak. Sekalipun dipanggil dan digoyang agar bangun, tapi ia tetap tertidur dengan nyenyaknya. Berbeda dengan seseorang yang tidur biasa. Begitu dipanggil, ia langsung terbangun. Tapi perlu dicamkan, kondisi manusia tertidur nyenyak itu tidak selamanya, pada suatu waktu ia akan terbangun juga ketika menghadapi kondisi buruk. Tapi sayangnya ketika terbangun, mereka tetap pada sikapnya menolak kebenaran.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bagi mereka yang keras kepala dan tidak mau menerima kebenaran, maka argumentasi apapun yang diberikan tidak akan diterimanya.
2. Orang Kafir yang keras kepala tidak memiliki logika dan cara yang ditempuh adalah menghina kaum Muslimin dan keyakinan mereka.
Ayat ke 6
Artinya:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (6: 6)
Ayat ini ditujukan kepada mereka yang keras kepala dan tidak bersedia menerima kebenaran dan mengatakan, tidakkah kalian telah mempelajari sejarah dan nasib kaum terdahulu yang musnah? Apakah kalian masih menyangka lebih kuat dan memiliki fasilitas lebih banyak bila dibandingkan dengan mereka, sehingga bisa terbebas dari segala bentuk kemampuan dan kekuasaan Kami? Padahal sebagian dari mereka bahkan memiliki kemampuan yang tidak kalian punya. Tapi mereka menyalahgunakan nikmat Allah Swt untuk berbuat dosa. Mereka akhirnya Kami binasakan dan menggantikannya dengan kaum yang lain. Selain memperhitungkan perbuatan setiap orang, Kami juga memperhitungkan nasib mereka sebagai sebuah masyarakat. Bila sebuah masyarakat melakukan perbuatan dosa, maka setiap anggota masyarakat yang tidak bereaksi menolak perbuatan itu akan terhitung juga sebagai pelaku dosa.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Belajar dari sejarah merupakan cara al-Quran mendidik masyarakat muslim dan juga metode dakwah yang dipakai para nabi.
2. Sikap dan tingkah laku masyarakat merupakan unsur terjadinya sebuah peristiwa sejarah. Hancurnya sebuah masyarakat akibat berbuat dosa merupakan Sunnatullah dalam sejarah manusia.
3. Fasilitas materi bukan simbol kebahagiaan atau kesengsaraan. Sebaliknya, kebanyakan masalah materi yang melalaikan manusia, sehingga membuat mereka berbuat aniaya.
Ayat ke 7
Artinya:
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (6: 7)
Dalam sejarah disebutkan bahwa sekelompok kaum Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad Saw, "Karena kami telah beriman kepadamu, mintalah kepada Allah agar menurunkan firmannya dalam bentuk kertas yang telah tertulis ayat-ayat. Hal itu disebabkan Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa as dalam bentuk tulisan pada lempengan batu. Nabi Musa kemudian membawa lempengan batu itu kepada masyarakat."
Ayat ini diturunkan sebagai jawaban permintaan mereka. Dalam ayat ini disebutkan, permintaan mereka itu hanya alasan. Karena bila permintaan mereka dipenuhi, mereka bakal mengatakan bahwa ini hanya sihir dan tipu daya serta bukan mukjizat ilahi. Karena ternyata sebagian masyarakat waktu itu tetap juga tidak beriman, sekalipun telah melihat lempengan Taurat. Lebih buruk dari itu, mereka juga menyebut lempengan Taurat itu sebagai sihir yang memperdayakan manusia.
Ayat ke 8-9
Artinya:
Dan mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?" dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentulah selesai urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun). (6: 8)
Dan kalau Kami jadikan rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan dia seorang laki-laki dan (kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri. (6: 9)
Permintaan lain dari orang-orang Musyrik kepada Nabi Muhammad Saw sebagai syarat keimanan mereka adalah menyaksikan malaikat pembawa wahyu atau Nabi Saw sendiri harus melihat malaikat itu. Sebagai jawabannya dua ayat mengatakan, apabila kalian ingin melihat malaikat, maka malaikat itu terlebih dahulu berbentuk manusia. Karena selama dalam bentuknya sebagai malaikat, maka kalian tidak akan pernah bisa melihatnya. Ditambahkan juga bahwa kalian sendiri mengatakan bila ia seperti manusia, maka kami tidak akan beriman kepada Allah. Itu berarti kalian meminta hal ini hanya untuk menyelamatkan diri dan sejak awal kalian memang tidak ingin beriman. Ayat ini menyebutkan bahwa Allah Swt telah mengetahui sikap keras kepala mereka dan alasan yang dibuat-buat.
Allah Swt tidak menurunkan azab-Nya kepada kaum Musyrikin pada dasarnya merupakan anugerah bagi mereka. Karena bila hal dilakukan dan kemudian mereka tetap tidak beriman, maka sudah barang tentu Allah Swt akan menurunkan azab-Nya. Selain itu Allah Maha Mengetahui bahwa segala alasan yang mereka utarakan itu dibuat agar mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dua ayat ini dengan gamblang melaranag manusia tidak boleh bersikap sombong terhadap orang lain. Semestinya manusia harus menaati dan menerima utusan Allah. Karena para nabi tidak hanya menyampaikan wahyu, tapi mereka merupakan cerminan teladan dan perbuatan umat manusia. Tidak ada malaikat satupun yang dapat menjadi teladan bagi manusia. Karena keinginan dan kebutuhan manusia berbeda dengan malaikat.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia yang siap menerima kebenaran akan menerimanya dengan dalil sekecil apapun. Berbeda dengan orang yang keras kepala dan suka mencari alasan untuk mengingkarinya.
2. Metode dakwa para nabi adalah memberi petunjuk lewat wahyu Allah kepada seluruh manusia agar menerimanya. Karena bila mukjizat telah disampaikan, maka tidak ada lagi kesempatan. Hanya ada dua pilihan; beriman atau binasa.