Ayat ke 37
Artinya:
Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (6: 37)
Dalam berbagai riwayat sejarah disebutkan, para pembesar Quraisy yang musyrik sewaktu tidak mampu melakukan perlawanan terhadap al-Quran, mengatakan, Quran tidak mampu menjadi kitab mukjizat, kalau memang betul apa yang dikatakan, maka ia harus menunjukkan berbagai mukjizatnya sebagaimana mukjizat-mukjizat Nabi Musa dan Isa as sehingga kita bisa menerima kebenarannya!?
Sudah jelas sekali pernyataan mereka ini bukan mencari hakikat! tetapi untuk melarikan diri dari menerima al-Quran dan kenabian Nabi Muhammad Saw dengan mengetengahkan alasan-alasan semacam ini. Dan apabila Nabi Saw membawakan mukjizat yang serupa dengan mukjizat-mukjizat para Nabi as terdahulu, maka pastilah mereka juga akan meminta mukjizat yang lainnya. Karena mereka memang tidak mencari hakikat, dan mereka ini sebagaimana orang-orang pada zaman nabi-nabi terdahulu akan mengatakan bahwa mukjizat merupakan sihir dan alat menipu, dan pada gilirannya Rasulullah akan disebut sebagai tukang sihir dan pembohong.
Pada suatu hari seseorang sedang tidur, beberapa kali saja kita memanggilnya, dia sudah terbangun. Tetapi berbeda dengan seseorang yang sedang berpura-pura tidur, berapa kalipun kita panggil dan bangunkan, tetapi dia masih saja tidak bangun, karena memang dia tidak mau bangun. Begitu juga manusia-manusia dalam menghadapi panggilan kebenaran terbagi dalam dua kelompok; yaitu sebagian orang yang dengan mendengar panggilan kebenaran langsung terbangun dari tidur dan kelalainnya terus segara menyambutnya. Sedang yang lainnya berpura-pura tidak mendengar dan terus enak-enakan saja, mereka tidak mau menerima kebenaran, betapapun kebenaran tersebut dikemas dalam bentuknya yang indah dan kita paparkan kepada mereka, mereka tetap tidak jalan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan mukjizat ialah menetapkan kenabian seseorang, dan sekaligus menjadi penyempurna hujjah kepada masyarakat. Mukjizat bukan untuk memenuhi berbagai keinginan tak terbatas mereka yang keras kepala dan main-main saja.
2. Allah Swt mampu melaksanakan setiap pekerjaan, sedang kemampuan dan Maha Kuasa dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-Nya, dan mampu juga menunjukkan setiap mukjizat apapun yang diinginkan oleh masyarakat. Tetapi hal ini tidak transparan dengan kebijaksanaan-Nya, karena dalam sejarah juga telah ditunjukkan, betapa mukjizat demi mukjizat itu tidak menyebabkan orang-orang yang keras kepala itu mendapat petunjuk.
Ayat ke 38
Artinya:
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (6: 38)
Ayat ini memberikan peringatan kepada umat manusia, betapa berbagai mukjizat tidak membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia, bahkan semua jenis hewan-hewan baik yang melata di muka bumi maupun yang terbang bagai burung-burung di langit sama seperti manusia yang merupakan makhluk yang memiliki kemampuan mengerti dan merasa. Sebagaimana dalam kisah Nabi Sulaiman as dalam al-Quran yang telah disinggung berbicara dengan hewan semut dan burung hud-hud. Alhasil jelas sekali bahwa perasaan dan intelegensia itu memiliki tahap dan tingkat, sedang manusia memiliki tingkat perasaan dan intelegensia yang paling baik dibandingkan dengan berbagai hewan, yang kesemuanya masih di bawah manusia. Meski pada diri manusia juga disebutkan ada yang memiliki intelegensia dan perasan yang rendah seperti seorang anak yang baru dilahirkan, yang oleh kebanyakan masyarakat dianggap sebagai belum berakal dan berpengetahuan.
Setelah menjelaskan masalah perasaan dan intelegensia bagi makhluk yang ada, ayat ini menyinggung berkumpulnya mereka di padang Mahsyar dan mengatakan, mereka akan dikumpulkan di padang Mahsyar pada Hari Kiamat, sebagaimana dalam ayat 5 surat at-Takwir yang artinya, Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.
Dalam riwayat-riwayat Islam juga telah disinggung tentang Hari Kiamat bagi binatang-binatang, juga dijelaskan balasan akhirat dan contoh-contoh kezaliman mereka terhadap yang lainnya. Alhasil standard perasaan dan intelegensia binatang-binatang tidak dibatasi dalam sebuah batasan, dimana mereka juga memiliki kewajiban sebagaimana manusia-manusia. Karena kewajiban tertentu telah dibebankan kepada mereka. Bahkan maksud dari ayat di atas ialah berhubungan dengan penetapan dan pengambilan standard perasaan dan intelegensia tersebut. Kendatipun apabila seorang remaja berusia 12 tahun ia telah mengerti bahwa membunuh itu jahat dan jelek, tetapi dia dengan sengaja melakukan pembunuhan, maka menurut undang-undang internasional ia tetap dijatuhi hukuman, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatanannya menurut batas kemampuan dan kepahamannya.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Undang-undang kehidupan sosial tidak dikhususkan bagi manusia saja, tetapi binatang-binatang juga bermasyarakat.
2. Mengenai hak bagi binatang-binatang, kita tidak boleh melakukan kezaliman atau menganiaya mereka. Karena mereka juga seperti kita mempunyai hak untuk hidup dan memiliki sejenis pengetahuan dan perasaan.
3. Allah telah menciptakan alam semesta, dan mensenyawakan gerakan seluruh makhluk-Nya menuju kepada Allah Swt, karena gerakan ini merupakan sejenis fithrah rububiyat.
Ayat ke 39
Artinya:
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus. (6: 39)
Ayat ini menyebutkan akar kebohongan terhadap ayat-ayat Allah yaitu keras kepala yang menguasai hati orang-orang yang menentang dan ingkar tersebut. Orang yang keras kepala itu tidak mengijinkan mereka mendengarkan kebenaran, sehingga mereka akan mengakui hakikat itu. Egoisme dan merasa bangga diri akan menghantarkan mereka tenggelam dalam kegelapan yang pada gilirannya mereka dijauhkan dari melihat hakikat.
Lanjutan ayat tersebut menjelaskan betapa petunjuk dan kesesatan disandarkan kepada Allah Swt. Tetapi hal ini jelas bahwa Allah Swt telah menetapkan sebab-sebab hidayah yakni petunjuk yaitu berupa akal dan kenabian Nabi Muhammad yang dianugerahkan kepada semua umat manusia. Namun apabila seseorang meremehkan dan tidak menerima hidayah mendasar ini, maka peluang untuk mendapatkan hidayah-hidayah berikutnya tertutup. Atau dengan ungkapan lain terjerumus dalam perbuatan-perbuatan jahat dan jelek, serta terus menerus melaksanakan pekerjaan itu akan menyebabkan peluang untuk menerima kebenaran menjadi hilang, sekalipun melaksanakan perbuatan-perbuatan baik itu menjadi unsur dominan menerima dan mengakui kebenaran tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Balasan keras kepala adalah terjerumus kedalam kegelapan, yang menyebabkan manusia dijauhkan dari mengetahui kebenaran dan hakikat.
2. Balasan terhadap orang yang membohongkan ayat-ayat Allah Swt di dunia ialah tersesat dan kebingungan dalam kehidupan dunia ini.(