Ayat ke 33-34
Artinya:
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. (6: 33)
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu. (6: 34)
Nabi Muhammad Saw senantiasa menyeru kaum Musyrikin menuju ke arah yang benar melalui dialog rasional, tetapi mereka tidak saja menolak, bahkan dengan cara keras kepala melakukan penghinaan dan tuduhan yang tidak senonoh kepada Nabi Saw. Namun Nabi Muhammad sangat sedih dan menyayangkan sikap mereka, karena itu Allah Swt beberapa kali dalam Al-Quran mengingatkan kepada Nabi-Nya agar tetap bersabar, dan mengatakan, dikarenakan mereka membohongkanmu, dan tertimpa putus asa lalu mereka juga membohongkan Allah dan ayat-ayat-Nya.
Selain itu engkau bukanlah nabi pertama yang telah dibohongkan dan diingkari, bahkan disepanjang sejarah ditemukan para nabi itu disiksa dan dibohongkan oleh para penentangnya, dan cara inilah yang ditempuh oleh para penentang itu. Tetapi Sunnatullah dalam menghadapi perlakuan dan sikap mereka tersebut, yaitu menolong dan memenangkan kebenaran, dengan syarat mereka yang berada pada jalan hak tersebut senantiasa komitmen pada Iman dan amal perbuatan mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengingkari kebenaran dan membohongkan ayat-ayat Allah tidak merugikan keduanya, namun sesungguhnya ia telah menganiaya diri sendiri. Bahkan mereka akan dijauhkan dari berkah dan pengaruh-pengaruh positif kebenaran dan ayat-ayat tersebut.
2. Jalan yang benar terbuka lebar tidak ada hambatan, tetapi merealisasikan cita-cita para nabi senantiasa dengan menanggung berbagai kesulitan.
3. Para pemimpin Ilahi tidak boleh menunggu pernyataan mereka diterima dan ditaati oleh seluruh masyarakat.
Ayat ke 35
Artinya:
Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil (6: 35)
Ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai cara yang tidak benar yang dilakukan oleh para penentang dalam menghadapi pernyataan para nabi yang logis dan argumentatif. Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw, dengan mengatakan, janganlah kamu menyangka bahwa apabila mereka tidak mau beriman, itu menunjukkan berbagai ajaran yang kamu bawa itu kurang atau salah, bahkan cara kamu menyeru mereka tidak benar. Karena kekurangan itu ada pada diri mereka sendiri yang tidak mau dan sanggup menerima kebenaran, dan kamu tidak dibenarkan memaksa mereka dalam menerima kebenaran.
Allah Swt tidak menginginkan hal semacam ini, namun apabila Dia berkehendak demikian, maka pastilah semua umat manusia terpaksa tunduk dihadapan kebenaran. Tetapi Allah Swt memberi ikhtiyar kepada umat manusia, sehingga mereka sendirilah yang dengan kehendaknya memilih jalannya sendiri. Lanjutan ayat ini menyebutkan, segala bentuk ketidakmampuan dalam menanggung pembohongan para penentang, sebagai tanda tidak mengertinya atau kejahilan terhadap Sunnatullah ini, lalu ayat tersebut berbicara kepada Nabi Saw dengan mengatakan, jangan berharap semacam itu kepada orang-orang jahil.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt mengutus utusan yang menjadi penyebab masyarakat mendapatkan petunjuk, dan Dia memang menginginkan semua masyarakat mendapat petunjuk. Namun hikmah Allah berjalan pada relnya dan manusia tetap merdeka, dan dengan ikhtiyarnya menerima petunjuk.
2. Menuruti hawa nafsu dan keinginan-keinginan yang tidak pada tempatnya adalah suatu alasan yang dicari-cari, dan merupakan pekerjaan orang-orang jahiliah. Karena itu dengan alasan apapun mereka tidak siap menerima kebenaran.
Ayat ke 36
Artinya:
Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nya-lah mereka dikembalikan. (6: 36)
Al-Quran dalam berbagai ayat menyebut orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran sebagai orang yang tuli, dan mereka yang tidak terpengaruh pada seruan kebenaran bagaikan orang yang sudah mati. Karena itu, meskipun orang-orang itu memiliki telinga, tetapi tidak siap mendengar kebenaran, maka orang-orang tersebut seperti tidak memiliki telinga dan bisu. Meskipun orang-orang itu memiliki akal dan hati, tetapi sayangnya mereka tidak terpengaruh pada seruan kebenaran, karena itulah mereka bagaikan orang mati yang sudah tidak lagi memiliki kemampuan merasakan dan mengerti.
Alhasil sewaktu Hari Kiamat Allah Swt membangkitkan orang-orang mati semacam ini, dan dengan memperhatikan kenyataan dan fenomena-fenomena Hari Kiamat hal ini dapat membangkitkan mereka dari tidur dan kekhilafannya, sehingga mereka beriman, tetapi apalah artinya beriman kepada Allah pada Hari Kiamat, ia tidak ada artinya sama sekali.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Kafir yang keras kepala, bagaikan orang-orang mati yang hidup, yang justru kematianlah merupakan sebuah jalan untuk membangkitkan dan menyadarkan mereka.
2. Nilai kemanusiaan terletak pada kehidupan maknawi dan ruhi, tetapi kehidupan maknawi juga bermakna kehidupan seperti hewan yang juga makan dan tidur.
3. Kami bertanggung jawab dalam memberikan suguhan terhadap hati. Sedang perhitungan orang-orang Kafir yang tidak mau menerima kebenaran ada ditangan Allah, sedang kita dalam agama tidak berhak untuk memaksa mereka.