Ayat 29-30
Artinya:
Dan tentu mereka akan mengatakan (pula) : hidup hanyalah kehidupan kita didunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan. (6: 29)
Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Allah berfirman : Bukankah (kebangkitan) ini benar ?! Mereka menjawab : Sungguh benar, demi Tuhan kami ! Allah berfirman : karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkarinya. (6: 30)
Setelah ayat-ayat sebelumnya, dimana al-Quran telah menjelaskan akidah kaum Musyrikin mengenai Allah, Kitab Samawi dan para nabi as, ayat ini juga menyinggung akidah mereka yang batil mengenai penafian Hari Kiamat, dan mengatakan, mereka beranggapan bahwa kehidupan mereka di dunia ini terbatas, dan akan berakhir dengan kematian, meski mereka tanpa menunjukkan sebuah dalil mengenai penafian Hari Kiamat dengan mengatakan, selain kehidupan ini, tidak ada lagi kehidupan berikutnya.
Ayat berikutnya masih melanjutkan pembicaraan kepada Nabi Muhammad Saw, orang-orang semacam ini pada Hari Kiamat sewaktu dihadapkan di depan pengadilan Ilahi, mereka berdiam diri namun kondisinya seperti orang kebingungan dan linglung. Mereka bersumpah bahwa Hari Kiamat adalah benar, tetapi apa gunanya pengakuan ini bagi mereka yang takut dan bingung. Itupun telah dijelaskan bahwa pada Hari Kiamat hal-hal seperti tersebut itu tidak ada artinya. Dengan alasan inilah ia tidak bisa mencegah azab Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Musyrik dan Kafir selalu menolak pernyataan para ilmuwan yang jujur dan mengira bahwa dengan mengingkari urusan maknawi dan Hari Kiamat, perkara ini menjadi musnah dan hilang.
2. Pada Hari Kiamat hakim tertingginya adalah Allah Swt sendiri.
Ayat ke 31
Artinya:
Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan, sehingga apabila Hari Kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata : Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang Hari Kiamat itu, sambil mereka memikul dosa-dosa diatas punggungnya. Ingatlah amatlah buruk apa yang mereka pikul itu. (6: 31)
Pada Hari Kiamat semua orang akan terputus dengan sanak keluarga, harta dan kedudukan mereka. Manusia akan memahami dengan menyaksikan berbagai peristiwa di Hari Kiamat, pahala dan siksa Allah yang merupakan penguasa mutlak, sedemikian rupa penyaksian ini sehingga manusia itu dibawa kepada penyaksian batin, dan seakan telah bertemu dengan Allah Swt. Ayat ini mengatakan, membohongkan Hari Kiamat tidak ada bahayanya bagi Allah, tetapi justru membahayakan bagi sipembohong itu sendiri. Karena itu, pertama, janganlah berpikir untuk menyiapkan bekal yang tidak bermanfaat pada Hari Kiamat. Kedua, dengan melakukan pelanggaran dan dosa, berarti telah menyiapkan beban berat yang harus dipikulkan di atas pundaknya sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Barangsiapa yang memahami bahwa kematian merupakan akhir dari kehidupan ini, maka sesungguhnya dia telah melakukan transaksi dengan dunia yang fana ini, dan ini merupakan kerugian terbesar.
2. Hari Kiamat adalah hari pembalasan dan kerugian. Karena itu apalah untungnya menderita kerugian pada hari itu yang tidak ada hasilnya.
Ayat ke 32
Artinya:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung Akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, maka tidakkah kamu memahaminya ?! (6: 32)
Dalam beberapa ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa orang-orang yang mencintai dunia menyebutkan kehidupan ini sebagai terbatas pada kehidupan dunia saja. Mereka mengingkari kehidupan akhirat. Ayat ini merupakan jawaban terhadap pemikiran batil ini, dan mengatakan, mereka hanya hidup dengan tujuan duniawi saja, hingga di kalangan orang-orang tua dan anak-anak telah tersusun permainan harta, kedudukan dan tempat tinggal, yang layaknya bagai sebuah serial yaitu seseorang mengenakan baju seorang raja, sedang yang lainnya memerankan peranan budak. Tetapi saat-saat berikutnya semua pakaian tersebut ditanggalkan dan disisikan. Semua memahami hal-hal yang bersifat hayalan itu telah lenyap. Dunia tanpa akhirat tidak lebih dari sekedar permainan.
Perlu diperhatikan bahwa ayat ini dan ayat-ayat yang mirip dengannya dalam al-Quran al-Karim yang mencela kedudukan ini, namun tidak menafikan dunia secara mutlak. Karena dunia tanpa akhirat menjadi tidak bernilai, bahkan terkadang disebut sebagai permainan. Tapi di sisi lain, dunia sebagai pengantar untuk akhirat. Dunia bagaikan tanah persawahan dan bila manusia merawat dengan baik dan benar tanah persawahan itu maka ia akan menghasilkan tanaman padi yang baik dan bermanfaat. Bila dunia adalah tanah persawahan, maka akhirat adalah tempat manusia menikmati hasil dari usahanya itu.
Sayangnya dalam menghadapi pemikiran ini ada yang mengambil sikap ekstrim dan menyimpang ini. Mereka berpikiran bahwa hidup itu hanya untuk di akhirat dan akhirnya mereka melupakan urusan dunia dan memisahkan diri dengan dunia dan masyarakat. Orang-orang seperti ini lalu mengharamkan segala sesuatu yang disyariatkan oleh Allah Swt dan lupa bahwa Allah Swt telah menciptakan segalanya di dunia ini untuk dinikmati oleh manusia demi mencapai kesempurnaan spiritualnya dan bersyukur dengan memanfaatkannya.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaklah kita waspada agar tidak lupa urusan akhirat saat bersenang-senang dengan dunia.
2. Dalam menghadapi orang-orang yang mencintai dunia dan mengikuti hawa nafsu, agama dan orang-orang Mukmin mengajak orang lain untuk berpikir agar tidak lengah akan tipuan dunia.
3. Bersikap rasional dan takwa merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Akal senantiasa menyeru manusia untuk berbuat yang bersih dan dan terpuji. Sedang takwa juga dapat mencegah pemikiran manusia dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan.