Ayat ke 25
Artinya:
Dan diantara mereka ada orang yang mendengarkan bacaan-mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan diatas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya, dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya, sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantuhmu, orang-orang kafir itu berkata : Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu. (6: 25)
Ayat ini menyinggung keras kepala sebagian Musyrikin. Mereka yang senantiasa berpegang teguh dan keras kepala dengan pemikiran kolot, serta keyakinan batil senantiasa menolak dengan keras kepala dalam menghadapi keyakinan dan akidah yang benar. Mereka tidak saja menunjukkan berbagai alasan seperti tidak pernah mendengar atau tidak mau menerima, dan menganggap bermusuhan dengan hal tersebut. Bahkan mereka menyebut ayat-ayat al-Quran sebagai poin-poin mitos dan khurafat. Sekalipun dalam ayat ini telah disinggung ketidakpahaman dan tidak mau menerima kebenaran sebagai ciri khas perbuatan mereka. Dengan ungkapan lain mereka menyembah hawa nafsu. Karena fenomena ini tercermin pada akal dan perasaan mereka. Hal ini seakan menunjukkan Allah Swt menciptakan mereka tanpa memberi kekuatan untuk memahami, merasa dan mendengarkan.
Padahal Allah Swt menciptakan otak sebagai alat berfikir bagi manusia itu jernih, bening seperti kaca sehingga dapat memahami hakikat sedemikian gamblangnya. Namun perbuatan dosa dan kejahatan dapat menyebabkan otak tersebut tercemari, sehingga pandangan jelek manusia ini dikarenakan cermin yang jernih tersebut tertutupi oleh debu-debu tebal. Kini otaknya bagaikan kaca cermin bergelombang yang segala sesuatunya ditunjukkan melenceng dan miring. Sudah barang tentu dalam kondisi seperti ini, keadaan manusia tidak mampu menerima kebenaran, bahkan timbul emosinya untuk melakukan debat kusir.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Membaca dan mendengarkan ayat-ayat al-Quran memiliki kemuliaan, sekaligus memberi kesan positif dalam hati manusia.
2. Orang-orang Kafir tidak memiliki jawaban yang rasionil dalam menghadapi logika al-Quran dan Islam. Karena itu yang bisa mereka lakukan hanyalah tuduhan, ejekan dan debat kusir.
Ayat ke 26
Artinya:
Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an, mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari. (6: 26)
Orang-orang Musyrik melarang masyarakat mendengarkan ayat-ayat al-Quran dan nasihat Nabi Saw dan mereka sendiripun menjauhkan diri dari itu. Tetapi ketahuilah bahwa sikap itu dapat berakibat hancurnya diri mereka sendiri, namun mereka tidak mengerti. Ayat ini merupakan lanjutan dari keterangan ayat sebelumnya yang menjelaskan mengenai keras kepala kaum Musyrikin, dan mengatakan, mereka tidak saja menjauhkan diri dari Nabi, nasihat beliaupun tidak pernah mereka dengarkan, sehingga ayat-ayat al-Quran tidak pernah sampai ke telinga mereka. Bahkan mereka mencegah masyarakat untuk melakukan itu, sehingga orang lain pun tidak mendengar dan menerima ajaran-ajaran Islam.
Padahal kecemerlangan kebenaran senantiasa tidak tertutupi oleh awan. Oleh sebab itu pada suatu hari ia pasti muncul dan mengalahkan kebatilan. Atas dasar itulah upaya orang-orang yang tesesat untuk menyesatkan orang lain itu akan mengalami kegagalan disebabkan kehancuran akan merenggut mereka. Alhasil orang-orang yang tersesat itu tidak mampu mencapai hakikat, sehingga tidak bisa menerima kebenaran.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Waspadai mereka yang berbicara atas nama kebebasan berpendapat, agar jangan terperosok ke dalam kekufuran. Serta jangan memberi peluang kepada mereka untuk berbicara soal kebenaran agar orang-orang yang ingin mencari kebenaran mendapat petunjuk.
2. Para pemimpin kufur dan syirik tidak lebih hanya melempangkan jalan kehancuran orang lain, meski mereka tidak menyadari malapetaka dan kehancuran diri mereka sendiri.
Ayat ke 27
Artinya:
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke Neraka, lalu mereka berkata : kiranya kami dikembalikan (ke Dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (6: 27)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disinggung pergaulan dan sikap yang tidak benar sekelompok manusia dalam menghadapi seruan kebenaran Nabi Muhammad Saw. Ayat ini juga menyinggung nasib buruk mereka pada Hari Kiamat, dan mengatakan, janganlah mengira bahwa semua perbuatan mereka itu tidak ada balasannya, ketahuilah bahwa balasan dan siksa senantiasa menunggu mereka.
Siksaan dan balasan tersebut akan merenggut dan membangunkan tidur mereka. Tetapi apalah artinya jalan lain untuk kembali kedunia sudah tidak ada lagi, sehingga mereka tidak bisa menebus kesalahan-kesalahan masa lalu, betapapun lisan mereka memohon untuk bisa kembali ke dunia, tetapi harapan tinggallah harapan. Para pendosa itu akan mengulangi permohonan tersebut sewaktu sakaratul maut sudah berada dileher mereka. Bahkan sewaktu mereka masuk di liang kubur dan hadir pada Hari Mahsyar, tetapi harapan dan permohonan itu tidak akan pernah dikabulkan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selama kita masih hidup kesempatan masih terbuka, maka berpikirlah untuk menebus kesalahan masa lalu dan perbaikan untuk masa depan. Karena setelah mati tidak ada lagi kesempatan untuk kembali.
2. Hari Kiamat adalah hari pembalasan dan kerugian. Karena perbuatan-perbuatan yang belum dibalas harus mendapatkan balasannya, sedang pelanggaran yang telah mereka lakukan juga harus mendapatkan perhitungannya.
Ayat ke 28
Artinya:
Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka, kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke Dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (6: 28)
Ayat ini menyinggung sebuah point penting dalam mengetahui sikap dan perilaku manusia, dan mengatakan, kadang-kadang manusia juga tertipu oleh dirinya sendiri. Ia menginginkan fitrah dirinya tertutupi, apalagi kalau ia telah melakukan perbuatan dosa, ia pasti memahami dan menyadari. Namun dikarenakan ia tidak menggunakan fitrahnya, maka sesuatu yang belum ia pahami itu pasti diusahakan agar dia memperoleh sejenis kepahaman ini.
Al-Quran dalam berbagai ayatnya mengatakan, perbuatan yang jelek dan dosa pada Hari Kiamat bagi para pendosa akan menjadi jelas dan gamblang, dan segala sesuatu yang telah mereka usahakan akan jelas dan nyata bagi mereka. Ayat ini mengatakan, dikarenakan mereka masih beranggapan bahwa harapan untuk kembali ke dunia itu ada, maka semua perbuatan jelek dan dosa bagi mereka telah nyata, tetapi kesadaran ini sementara dan cepat berlalu. Apabila mereka bisa kembali lagi ke dunia, pastilah mereka akan kembali melakukan perbuatan dosa dan jelek.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemberian kesempatan bagi beberapa orang adalah merupakan harapan agar mereka bisa melakukan perbaikan, sebagaimana kesempatan taubat yang diberikan kepada para pendosa di dunia. Tetapi dikarenakan jiwa mereka telah tercemari kotoran dan dosa, maka mereka tetap tidak bisa melihat kotoran dan dosa itu, dan tidak bisa melakukan perbaikan.
2. Sesuatu yang di dunia dapat menggerakkan nalurinya, sehingga kita dapat menyadarkan orang lain, maka pada Hari Kiamat perbuatan baik itu akan nyata dan jelas.