کمالوندی

کمالوندی

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, kepada para pejabat tinggi Amerika Serikat, mengatakan, perundingan disertai dengan kebijakan sanksi dan tekanan, tidak bisa diterima oleh Tehran.

Perundingan tidak langsung Iran dan Amerika Serikat, diselenggarakan pada hari Sabtu, di Muscat, ibu kota Oman, dan dituan rumahi oleh Menteri Luar Negeri Oman.
 
Jubir Kemlu Iran Esmaeil Baghaei, Senin (14/4/2025) dalam jumpa persnya mengkritik sikap kontradiktif AS yang menjatuhkan sanksi baru di tengah berjalannya perundingan tidak langsung dengan Iran.
 

Esmaeil Baghaei, menjelaskan bahwa tujuan Republik Islam Iran, dari perundingan dengan AS, adalah pencabutan sanksi menindas, dan melanggar hukum.
 
Pada saat yang sama, Jubir Kemlu Iran, mengungkapkan bahwa lokasi perundingan tidak langsung Iran dan AS, putaran kedua masih belum ditentukan sampai saat ini.
 
“Menurut Iran, perundingan langsung tidak berguna selama AS masih terus menggunakan bahasa-bahasa ancaman, oleh karena itu perundingan minggu depan juga dilakukan secara tidak langsung,” ujarnya.
 
Baghaei menegaskan, “Salah satu alasan perundingan tidak langsung adalah karena Anda tidak bisa mengaku sedang melakukan perundingan tapi pada saat yang sama melanjutkan kebijakan tekanan dan sanksi, metode semacam itu tidak bisa diterima.”
 
 
Kunjungan Grossi ke Tehran
 
Jubir Kemlu Iran, terkait kunjungan Dirjen Badan Energi Atom Internasional, IAEA, ke Tehran, mengatakan bahwa kesepakatan sudah dicapai untuk lawatan ini, dan harus dilakukan pekan ini.
 
“Iran, menuntut jaminan atas hak-haknya oleh IAEA, dan kunjungan ini akan dilakukan dalam kerangka, dan rutinitas normal dalam hubungan Iran dan IAEA,” ujarnya.
 
 
Israel Pemain Destruktif di Kawasan Asia Barat
 
Jubir Kemlu Iran menambahkan, situasi tegang di kawasan Asia Barat, disebabkan oleh perilaku salah satu pemain yang sangat destruktif bernama Rezim Zionis.
 
“Ketidakamanan di kawasan Asia Barat, disebabkan oleh genosida, dan pembunuhan terhadap orang-orang Palestina, oleh Rezim Zionis,” tegasnya.
 
 
Lawatan Menlu Iran ke Moskow
 
Ditanya soal interaksi Iran dengan Cina dan Rusia, Baghaei, menuturkan, “Kesepakatan nuklir JCPOA dari sisi hukum merupakan dokumen yang tersambung dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, dan sebuah kesepakatan yang hidup. Iran, dalam kerangka JCPOA, dan Resolusi 2231 DK PBB, akan melanjutkan interaksi serta negosiasi dengan seluruh negara penandatangan JCPOA.”
 
Ia menambahkan, “Akhir minggu ini Menlu Iran, Sayid Abbas Araghchi, akan melakukan kunjungan ke Rusia, dan kesempatan ini akan digunakan untuk membicarakan perkembangan terbaru terkait perundingan Muscat.”
 
 
Protes atas Sanksi-Sanksi Eropa terhadap Iran
 
Ditanya soal berlanjutnya langkah tidak konstruktif Eropa terhadap Iran, dan kemungkinan penerapan sanksi baru atas Tehran, Baghaei menerangkan, “Pihak Eropa, dengan bersandar pada penafsiran eksklusif atas hak asasi manusia, menganggap dirinya berhak menilai langkah pihak lain, dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka.” 

 

Meskipun Republik Islam Iran hingga kini masih menghadapi tekanan sanksi, tapi perdagangan negara ini, terutama di sektor non-minyak tetap tumbuh baik dengan pertumbuhan 21 persen.

Pertumbuhan 21% perdagangan non-minyak Iran dengan 15 negara tetangga, penyelenggaraan pertemuan puncak ekonomi antara Afghanistan dan Iran di Kabul, penekanan Iran dan Qatar pada pengembangan kerja sama di sektor energi, ekspor Iran senilai $2 miliar ke Eurasia, dan produksi lebih dari 600.000 ton aluminium ingot pada tahun 1403 Hs menjadi tajuk utama berita ekonomi Iran yang paling penting dalam paket berita Pars Today kali ini:

Perdagangan non-minyak Iran dengan 15 negara tetangga tumbuh 21%

Foroud Askari, Kepala Bea Cukai Iran hari Sabtu mengumumkan bahwa perdagangan nonmigas Iran dengan 15 negara tetangga pada tahun 1403 Hs mencapai $74,317 miliar, dengan pertumbuhan sebesar 21 persen.

Jumlah perdagangan non-nyak terbesar antara Iran dan negara-negara tetangga pada tahun 1403 Hs dengan Uni Emirat Arab sebesar $29,183 miliar, Turki sebesar $19,363 miliar, Irak sebesar $12,508 miliar, Pakistan sebesar $3, 129 miliar, dan Afghanistan sebesar $2,479 miliar.

Selain itu, pada tahun 1403 Hs, perdagangan non-minyak Iran dengan Arab Saudi, Turki, Qatar, dan Afghanistan mengalami peningkatan terbesar di antara negara-negara tetangga dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekspor Iran ke Eurasia senilai $2 miliar

Dalam laporan terbarunya, Bea Cukai Iran mengumumkan bahwa ekspor Iran ke negara-negara anggota Uni Ekonomi Eurasia pada tahun 1403 H mencapai lebih dari $2 miliar, dengan peningkatan 20 persen.

Volume ekspor Iran ke negara-negara Eurasia tahun lalu adalah 5,59 juta ton, yang meningkat 21% dibandingkan periode yang sama tahun 1402 Hs. Selama periode ini, barang senilai $1,121 miliar diekspor ke Federasi Rusia, $505 juta ke Armenia, $278 juta ke Kazakhstan, $111 juta ke Kirgistan, dan $21 juta ke Belarus.

Pertemuan ekonomi Afghanistan dan Iran diadakan di Kabul

Pekan lalu, Kepala urusan ekonomi pemerintah Taliban Afghanistan mengumumkan diadakannya pertemuan teknis antara perwakilan Afghanistan dan Iran untuk sepenuhnya melaksanakan perjanjian ekonomi antara kedua negara.

Pertemuan tersebut membahas peningkatan perdagangan bilateral, menyelesaikan permasalahan yang ada di sektor transit dan menyediakan fasilitas yang diperlukan, menjalin kerja sama bersama di bidang modernisasi sektor pertanian, melaksanakan keputusan yang dibuat di sektor transportasi, berinvestasi di pertambangan, dan menyediakan lebih banyak fasilitas di sektor bea cukai.

Produksi aluminium ingot lebih dari 600 ribu ton pada tahun 1403

Produksi aluminium ingot Iran mencapai lebih dari 600.000 ton pada tahun 1403 H. Empat perusahaan besar Iran memproduksi 604.526 ton aluminium ingot tahun lalu. Selama periode ini, 232.110 ton"bubuk alumina, 390.887 ton aluminium hidrat dan 725.335 ton bauksit juga diproduksi di Iran.

Iran dan Qatar tekankan pengembangan kerja sama di sektor energi

Rabu lalu, Menteri Perminyakan Iran Mohsen Paknejad, dalam pertemuan dengan Duta Besar Qatar untuk Tehran Saad Abdullah Saad Al Mahmoud Al Sharif menekankan pengembangan kerja sama antara kedua negara di sektor energi.

Setelah pertemuan tersebut, Menteri Perminyakan Iran mengatakan,"Iran menyambut baik kehadiran negara-negara asing, terutama negara-negara tetangganya, dalam industri minyak Iran".

 

Para profesor Universitas Harvard telah menggugat pemerintahan Trump karena mengancam akan menghentikan pendanaan ke lembaga pendidikan tersebut dengan dalih kelemahan dalam menekan gerakan mahasiswa anti-Zionis di universitas tersebut.

Para profesor Universitas Harvard menggugat pemerintah AS pada hari Minggu karena meninjau hampir $9 miliar dalam kontrak dan hibah federal dengan dalih kegagalan pihak rektorat menekan gerakan mahasiswa anti-Zionis di universitas tersebut.

Menurut Pars Today, para profesor tersebut mengumumkan bahwa pemerintah AS sedang mencoba secara ilegal merusak kebebasan akademis dan kebebasan berekspresi di kampus.

Iran: Rezim Zionis Berusaha Memusnahkan Palestina

Pada Minggu malam, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei mengutuk serangan rezim Zionis terhadap Rumah Sakit Baptis di Gaza dan menekankan,"Serangan terhadap infrastruktur perawatan kesehatan Palestina tidak hanya merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949 dan aturan hukum humaniter internasional, tetapi juga merupakan bagian dari rencana untuk melakukan genosida dan memusnahkan Palestina".

 

Ketika tentara Israel melancarkan operasi militernya di Jalur Gaza dengan penyensoran, para analis meyakini bahwa kebijakan kerahasiaan itu tidak hanya memiliki alasan militer, tetapi juga menguntungkan kabinet Netanyahu yang dilanda krisis.

Tehran, Pars Today- Surat kabar Zionis, Yedioth Ahronoth dalam sebuah laporan mengungkapkan bahwa Eyal Zamir, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Rezim Zionis, dan Effie Defrin, Juru Bicara IDF, sengaja menahan diri untuk tidak menerbitkan informasi yang terkait dengan operasi militer yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, serta jumlah korban sipil, dengan bersikeras pada kebijakan penyensoran dan kerahasiaan. Pada saat yang sama,  mayoritas opini publik Israel tidak mendukung kelanjutan perang tersebut.

Menurut surat kabar Zionis ini, tentara Israel telah memberikan dua alasan utama untuk kebijakan kerahasiaan ini.

Pertama, mencegah gerakan perlawanan Islam Hamas mengakses informasi mengenai arah dan sifat operasi saat ini. 

Kedua, kecenderungan para komandan tentara rezim Zionis melaksanakan operasi militer tanpa mengumumkannya ke publik, dan membicarakan rinciannya setelah mencapai hasil yang diinginkan.

Praktik ini khususnya diikuti oleh Eyal Zamir; Seseorang yang mengakui dalam pidato pelantikannya bahwa "Hamas belum dikalahkan dan kita akan menghadapi perang gesekan multi-front selama bertahun-tahun".

Surat kabar Yedioth Ahronoth mengingat bahwa selama operasi darat tentara Israel di Gaza tahun lalu, lembaga militer menerbitkan informasi harian tentang kemajuan perang dan mengizinkan wartawan untuk melakukan laporan lapangan dan wawancara dengan pasukan militer.

Tujuan tindakan ini adalah untuk menyampaikan suara prajurit dan perwira kepada keluarga mereka dan publik Israel. Namun, dalam situasi saat ini, bahkan memperlihatkan wajah prajurit dan perwira dengan pangkat di bawah brigadir jenderal pun dilarang.

Larangan ini dilakukan menanggapi kekhawatiran tentang penuntutan hukum internasional di luar perbatasan Israel karena melakukan kejahatan perang.

Laporan itu berlanjut dengan menyatakan bahwa kebijakan diam dan penyensoran ini juga sangat diinginkan dan bermanfaat bagi para politisi rezim Zionis, khususnya untuk Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis, yang menjadi target Pengadilan Kriminal Internasional.

Media Zionis menggambarkan secara keliru operasi darat pasukan Israel sebagai kelanjutan serangan terhadap Hamas atau dimulainya kembali perang skala penuh.

Laporan itu berlanjut, penggambaran palsu ini telah memungkinkan sayap kanan ekstrem di kabinet dengan nyaman membayangkan bahwa tentara sedang menghancurkan Hamas, dengan demikian memastikan kembalinya Ben-Gvir ke kabinet dan berakhirnya ancaman Smotrich untuk meninggalkan kabinet. Namun, tampaknya kedua orang tersebut (Ben-Gvir dan Smotrich) menyadari kenyataan tersebut atau mungkin secara tidak sadar terlibat dalam penipuan terhadap diri mereka sendiri dan orang lain, karena Hamas masih tegar berdiri.

 

Seorang anggota senior gerakan perlawanan Islam Palestina, Hamas, mengatakan,"Kami menyambut baik setiap usulan untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina, tetapi yang diinginkan Netanyahu adalah agar Hamas menyerah".

Tehran, Pars Today, Sami Abu Zuhri, anggota senior Hamas dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera mengatakan, "Tuntutan pelucutan senjata perlawanan tidak dapat dinegosiasikan dan tidak akan dilaksanakan".

Ia menambahkan,"Adanya senjata perlawanan karena adanya pendudukan, dan senjata ini untuk mempertahankan bangsa dan hak-haknya".

Abu Zuhri mengungkapkan,"Perdana Menteri Israel telah menetapkan persyaratan yang mustahil untuk menggagalkan kesepakatan apa pun guna mencapai gencatan senjata".

Ia menegaskan,"Rezim pendudukan tidak memberikan jaminan apa pun untuk mengakhiri perang dalam usulan barunya dan hanya menuntut pembebasan tawanannya".

Kepala biro politik Hamas di luar Palestina mengatakan, "Kami siap membebaskan semua tahanan Zionis sekaligus dengan imbalan gencatan senjata dan penarikan pasukan penjajah dari Jalur Gaza".

Abu Zuhri menambahkan,"Netanyahu hanya memikirkan masa depan politiknya, dan Trump adalah kaki tangan kejahatannya dalam pembunuhan penduduk Jalur Gaza".

Ia menjelaskan bahwa Hamas tidak memiliki kontak langsung dengan pemerintah AS.

Abu Zuhri menuturkan,"Usulan yang disampaikan kepada kami adalah usulan Israel, dan untuk pertama kalinya, Israel telah menyatakan pelucutan senjata perlawanan sebagai syarat dimulainya perundingan gencatan senjata tahap kedua".

Ia melanjutkan,"Menyerah tidak memiliki tempat dalam kosakata Hamas, dan kami tidak akan menerima penghancuran keinginan rakyat Palestina".

Abu Zuhri menyatakan,"Gerakan Hamas tidak akan menyerah, tidak akan mengibarkan bendera putih, dan akan menggunakan segala cara tekanan terhadap penjajah".

Pernyataan Abu Zuhri muncul saat gerakan Hamas mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin bahwa para pemimpin gerakan sedang memeriksa, dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, proposal yang diterimanya melalui para mediator.

Pejabat Hamas ini menambahkan,"Kami akan menyampaikan tanggapan kami sesegera mungkin, segera setelah konsultasi yang diperlukan selesai".

Gerakan Hamas sekali lagi menegaskan kembali pendiriannya yang konsisten dan berprinsip bahwa perjanjian apa pun harus mencakup gencatan senjata permanen, penarikan penuh penjajah dari Jalur Gaza, pertukaran tahanan yang sejati, dimulainya proses serius untuk membangun kembali apa yang telah dihancurkan penjajah, dan diakhirinya pengepungan kejam di Jalur Gaza.

Hamas mengumumkan kemarin bahwa tim negosiasi gerakan tersebut, yang dipimpin oleh Khalil al-Hayyah, telah melakukan perjalanan ke Kairo atas undangan Mesir.

Gerakan Hamas menambahkan,"Delegasi Hamas sedang bertemu dan berkonsultasi dengan mediator Mesir dan Qatar sebagai bagian dari upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata".

 

Situs The Hill dalam sebuah laporan menilai pemberlakuan tarif baru produk impor negara lain oleh Presiden AS Donald Trump terhadap sekutunya di kawasan timur dan tenggara Asia bertentangan dengan diplomasi pertahanan yang telah menyebabkan penumpukan militer di Jepang dan Filipina.

Tehran, Pars Today- outlet media Amerika, the Hill mengungkapkan, ketika isu tarif baru Trump menjadi berita utama dunia pekan lalu, Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth melakukan perjalanan ke Filipina dan Jepang, langkah pertamanya mengunjungi markas Komando Indo-Pasifik di Hawaii dan markas besar pembom strategis di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam.

Menurut situs The Hill, ia berusaha meyakinkan sekutu Amerika di Asia Pasifik bahwa meskipun pemerintahan Trump kurang tertarik pada peristiwa di Eropa, tapi komitmennya untuk menahan China dan mendukung mitra keamanan regional Amerika tetap menjadi bagian utama dari kebijakan keamanan Washington.

Trump adalah lambang teman yang tidak dapat diandalkan, namun komitmen publik terhadap Manila dan Tokyo merupakan tanda yang memperkuat perjanjian keamanan bersama yang ditandatangani AS dengan Filipina pada tahun 1951 dan Jepang pada tahun 1960. Munculnya kembali Jepang sebagai pemain utama dalam keamanan regional telah disambut baik oleh Amerika Serikat.

Akan tetapi, masalahnya Jepang justru dikenakan tarif Trump sebesar 24%.

"Kami sangat kecewa dan menyesalkan tindakan seperti itu telah dilaksanakan," kata Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba.

Presiden AS saat ini telah memberikan jeda 90 hari dalam penerapan tarif, yang khusus ditujukan bagi negara-negara yang ingin bernegosiasi dengan Washington.

Sebagai perbandingan, Filipina diperlakukan murah hati, dengan hanya dikenakan tarif sebesar 17%. AS memberlakukan sanksi berat terhadap dua sekutu regional penting lainnya: Taiwan dengan 32% dan Korea Selatan dengan 25%.

Rezim tarif, mengingat keadaan khususnya, tidak konsisten dengan perjanjian keamanan di Asia Timur, yang tidak hanya mengancam kemakmuran ekonomi di negara-negara sekutu, bahkan berpotensi mengganggu ekonomi regional dan global.

Tampaknya, Trump memanfaatkan potensi manfaat dari “teori orang gila” yang sudah lama didiskreditkan. Maksudnya, ia mencetak poin melalui ketidakpastian. Tetapi sulit untuk memprediksi bagaimana sekutu akan bereaksi, sementara keputusan yang hampir bipartisan mengenai pengerahan militer akan disertai dengan kebijakan ekonomi yang merugikan.

 

Penyelenggaraan putaran pertama perundingan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat telah menarik perhatian banyak pakar dan analis Arab dan Barat, terutama karena Iran tampil dalam perundingan ini dengan tanda-tanda kekuatan dan pada saat yang sama tidak menyimpang dari prinsip-prinsip fundamentalnya.

Tehran, Pars Today- Perundingan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat,yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araghchi dan Utusan Khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, diadakan pada hari Sabtu (12/4/2024) di Muscat, ibu kota Oman. Setelah negosiasi berakhir, para pihak memiliki penilaian yang "positif dan konstruktif" terhadap negosiasi tersebut dan sepakat untuk melanjutkannya pekan depan.

Surat kabar Al-Akhbar yang berbasis di Beirut menerbitkan laporan tentang putaran pertama perundingan antara Iran dan AS, dan menulis,"AS tahu bahwa tekanan yang tidak direncanakan dapat menyebabkan ketegangan yang meluas di kawasan, terutama karena Iran memiliki kekuatan untuk menanggapi agresi apa pun. Karena alasan ini, ada perubahan dalam taktik Amerika, sehingga Washington menyetujui negosiasi tidak langsung".

Al-Akhbar menambahkan, "Iran telah berupaya memperbaiki situasi ekonominya di bawah sanksi yang menindas dan percaya bahwa negosiasi adalah kesempatan untuk memperbaiki hubungan internasional, tetapi pada saat yang sama, Iran tidak akan mundur dari fondasi revolusionernya".

Menurut laporan ini, beberapa karakteristik dan fondasi yang kuat dalam kebijakan luar negeri Iran telah menjadikan negara tersebut pemain penting dalam negosiasi. Posisi geopolitik dan strategis Iran, yang memiliki dampak signifikan terhadap kebijakan luar negerinya, secara langsung dan tidak langsung. Selain itu, sumber daya ekonomi yang banyak dan kaya, seperti minyak, gas, dan kekayaan mineral lainnya, yang dianggap sebagai sumber daya vital dan strategis dalam perspektif global.

Selain isu-isu ini, faktor-faktor non-material berpengaruh dalam menentukan bentuk sistem politik Iran dan hubungan politik di negara tersebut. Pengalaman panjang Iran dalam negosiasi telah membuatnya mahir dalam berunding mengenai berbagai isu dan memisahkan berbagai berkas satu sama lain.

Kehadiran Iran di meja perundingan tidak berarti negara itu telah menyerah pada program nuklir atau misilnya yang damai atau mitra-mitra regionalnya. Mendukung perjuangan Palestina dan gerakan perlawanan di Lebanon, Palestina, dan Irak hingga kini masih menjadi bagian penting dari strategi Republik Islam Iran.

Amerika tahu betul bahwa mereka harus mendapatkan kembali kepercayaan Tehran yang hilang. Iran juga menekankan bahwa program nuklir sedang dalam negosiasi, bukan program rudal, yang dianggap sebagai masalah internal terkait dengan keamanan nasional Iran.

 

Penasihat Sekretaris Jenderal PBB di Forum Politik Antalya di Turki menyalahkan Amerika Serikat atas pecahnya perang di Asia Barat, dengan mengatakan,"Perang Suriah dimulai atas perintah presiden AS saat itu".

Jeffrey Sachs, ekonom, analis politik, dan profesor di Universitas Columbia mengkritik Amerika Serikat pada hari Sabtu (12/4/2025) di Forum Diplomasi Antalya Keempat, dengan mengatakan,"Hasutan perang Amerika mencegah tercapainya perdamaian di kawasan, yang telah menjadi sasaran manipulasi kekuatan Barat sejak Perjanjian Versailles lebih dari seratus tahun yang lalu".

Sachs menilai Amerika Serikat sebagai kekuatan pendorong di balik perang di kawasan Asia Barat. dan menambahkan,"Sampai diplomasi nyata dilaksanakan di kawasan tersebut dan operasi Badan Intelijen Amerika (CIA) berakhir, perdamaian tidak akan terwujud di kawasan".

"Pemerintah AS dan sekutunya, Israel, bertanggung jawab atas banyak krisis dan perang di kawasan, dan tindakan mereka disengaja," kata Sachs.

"Jika Amerika mengakui Palestina, perang ini mungkin akan berakhir," tambahnya. 

Sachs melontarkan kritik ini ketika rezim Israel telah membantai lebih dari 50.000 orang, yang setengahnya adalah wanita dan anak-anak Palestina dalam genosida selama perang di Gaza.

Sachs menjelaskan,"Amerika Serikatlah yang menyediakan dukungan militer dan angkatan laut untuk perang Israel di Gaza dan mengelola operasi intelijen. Apa yang terjadi di Gaza saat ini semuanya, karena keterlibatan Washington sehari-hari".

Jeffrey Sachs juga menyinggung krisis Suriah dan keterlibatan AS di dalamnya, dan memberikan penjelasan tentang krisis ini, dengan mengatakan, "Perang di Suriah yang dimulai (tahun 2011) atas perintah langsung Barack Obama (saat itu Presiden AS)".

Profesor Universitas Columbia ini menekankan,"Siapa pun yang berpikir bahwa Amerika akan memenuhi kepentingan negara-negara Arab atau Turki maupun Iran adalah orang yang delusi. Imperium tidak bekerja untuk orang lain, tetapi memecah belah untuk meningkatkan dominasinya".

Di akhir pidatonya, konsultan PBB ini meminta kawasan untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan asing, dan menekankan bahwa solusi nyata akan tercapai ketika kebijakan pecah belah dan kuasai kekuatan imperialis, yang dimulai satu abad lalu harus ditinggalkan.

 

Analis politik Irak, mengatakan, bahaya pembalasan Iran, atas setiap agresi potensial Israel, dan fokus pada substansi respons itu, memaksa Amerika Serikat, berunding dengan Iran, untuk menyelesaikan masalah.

Mohammed Ali, Senin (14/4/2025) menuturkan, Iran, berusaha menemukan jaminan-jaminan nyata untuk kesepakatan nuklir sebelum dimulainya perundingan dengan AS. Pihak Iran, menilai putaran pertama perundingan tidak langsung dengan AS, positif, dan digelar di tengah suasana saling menghormati.
 
Ia menambahkan, “Dalam perundingan ini, Iran, sama sekali tidak memberikan konsesi apa pun kepada AS, meskipun Washington punya instrumen-instrumen tekanan untuk meningkatkan eskalasi ketegangan di kawasan, tapi Iran, juga punya instrumennya sendiri. Oleh karena itu Tehran percaya AS karena fokus pada bahaya pembalasan atas setiap ancaman Israel, terpaksa berunding dengan Iran.”
 
 
Iran Unggul dalam Perundingan; AS Tarik Sejumlah Tuntutan
 
Stasiun televisi Al Mayadeen, dalam laporannya mengulas isu seputar perundingan nuklir Iran dan AS, Sabtu di Oman dan mengabarkan, “Tehran, saat ini di bidang nuklir berada pada posisi yang lebih tinggi, dan menolak segala bentuk penghentian program nuklirnya.”
 
Menurut Al Mayadeen, orang-orang Iran, menyampaikan motivasi mereka duduk di meja perundingan, pertama, perundingan harus berujung dengan pencabutan sanksi ekonomi atas Iran, kedua, Tehran, punya waktu yang cukup untuk menyiapkan kembali strateginya di kawasan, dan Iran, menentang pemerasan politik oleh AS.
 
Dalam laporannya, Al Mayadeen, menjelaskan, saat ini di bidang nuklir, Iran, berada di posisi yang lebih tinggi, dan menolak segala bentuk penghentian program nuklirnya, sebaliknya Presiden AS Donald Trump, mengumumkan hanya menentang penguasaan senjata nuklir oleh Iran, dan tidak menentang program nuklir negara ini. Perubahan ini dapat dianggap sebagai sebuah penarikan mundur sikap AS.
 
Perubahan sikap ini terjadi di saat para pejabat AS berulangkali menekankan urgensi penutupan total program nuklir Iran. Maka dari itu, jelas sekali bahwa Washington terpaksa menarik sebagian tuntutannya yang berlebihan.

 

Presiden Lebanon, dalam pertemuan dengan Utusan Amerika Serikat, menegaskan bahwa Israel, tidak mematuhi Resolusi 1701, dan terus melanggar wilayah teritorial Lebanon.

Utusan Amerika Serikat untuk Asia Barat, Morgan Ortagus, Sabtu (5/4/2025) bertemu dengan Presiden Lebanon, Joseph Aoun, di Istana Kepresidenan Baabda, Beirut.
 
Presiden Lebanon dalam pertemuan itu mengatakan, “Kami menekankan pentingnya untuk melaksanakan Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB, dan urgensi kepatuhan Israel, pada pelaksanaan resolusi itu.”
 
Ia menambahkan, “Israel lah yang melanggar gencatan senjata, dan agresi serta seluruh pelanggaran gencatan senjata oleh Israel ke Lebanon, harus dihentikan.”
 
Aoun menerangkan, “Dalam pertemuan ini, kami juga menekankan pentingnya masalah ini bahwa pasukan Lebanon, sudah melakukan semua yang diperlukan, dan memainkan peran mereka di wilayah-wilayah Lebanon yang dibebaskan dari Israel.”
 
Penekanan Joseph Aoun, untuk menghentikan agresi militer Rezim Zionis, disampaikan di saat Sekjen Hizbullah Syeikh Naim Qassem, dalam pidato terbarunya berkata, “Jika Israel, mengira bisa memaksakan perimbangan baru dengan serangan ke Dahiya, wilayah selatan, dan Bekaa, maka itu sama sekali tertolak.”
 
Ia menegaskan, “Israel, tidak boleh menganggap remeh statemen-statemen kami, pasalnya jika rezim itu tetap tidak mematuhi aturan, maka opsi-opsi lain tersedia di atas meja.”
 
Sekjen Hizbullah mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa terus membiarkan Israel, melancarkan serangan ke Lebanon, secara bebas, dan kapan pun mereka mau bisa melancarkan agresi.
 
Syeikh Naim Qassem menjelaskan, “Kami tidak akan membiarkan siapa pun merebut kekuatan dari kami untuk menghadapi Israel.”
 
“Jika sampai sekarang kami masih bersabar, itu adalah untuk memberi kesempatan, tapi para pejabat pemerintah Lebanon harus tahu segala sesuatu ada batasnya,” pungkas Sekjen Hizbullah.