کمالوندی

کمالوندی

 

Sekjen PBB, baru-baru ini menuntut diberlakukannya kembali gencatan senjata sesegera mungkin di Jalur Gaza.

Antonio Guterres, Rabu (2/4/2025) kembali mendesak pemberlakuan segera gencatan senjata di Jalur Gaza, pembebasan tawanan tanpa syarat, dan akses penuh terhadap bantuan kemanusiaan di seluruh wilayah Jalur Gaza.
 
Ia mengatakan, “Pemboman luas Israel, dan operasi darat dalam dua hari terakhir saja telah menciptakan kerusakan parah, dan memaksa lebih dari 100.000 warga Palestina mengungsi, dari Rafah, yang sebagian besar dari mereka untuk kesekian kalinya mengungsi dengan barang bawaan yang seadanya.
 
Sekjen PBB juga memprotes serangan pasukan Israel, ke rombongan tim dokter, dan unit gawat darurat pada 23 Maret 2025 yang menewaskan 15 orang dokter serta petugas kesehatan di Gaza.
 
“Sejak Oktober 2023, sedikitnya 408 petugas kesehatan di Gaza gugur, dan 280 orang di antara mereka adalah pegawai PBB,” kata Antonio Guterres.
 
Sementara itu Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Kamis (3/4) menyinggung laporan terbaru Pelapor khusus hak atas makanan, Dewan HAM PBB, yang mendesak tekanan atas Israel, supaya menghentikan kebijakan kelaparan dan kelangkaan makanan yang dipaksakan.
 
Pada saat yang sama, Esmaeil Baghaei, juga menyesalkan sikap pasif sebagian negara Barat yang mengklaim sebagai pembela HAM termasuk Inggris, Kanada, Jerman, dan Prancis, terkait pelanggaran tegas dan terstruktur HAM di Gaza, dan menganggapnya sebagai bukti nyata ketidakjujuran negara-negara itu dalam hal HAM dan supremasi hukum.
 
Selain itu Jubir Kemlu Iran, mengingatkan tanggung jawab bersama seluruh negara untuk mencegah dan melawan kejahatan keji Israel, dan ia mendesak semua negara dunia khususnya negara-negara Islam, untuk mencegah berlanjutnya pembunuhan perempuan dan anak-anak tak berdaya Palestina, dengan solidaritas dalam lisan, serta tindakan terhadap rakyat tertindas Palestina.
 
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, Jumat lalu mengatakan sejak tiga minggu lalu sampai sekarang, tidak ada bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza. Ia menegaskan, kemanusiaan saat ini berada dalam masa yang paling gelap.
 
Rezim Zionis sejak 7 Oktober 2023 melancarkan perang destruktif terhadap Jalur Gaza, yang sampai sekarang telah menyebabkan lebih dari 50.000 orang gugur, dan puluhan ribu lainnya terluka.

 

Militer Israel mengumumkan telah meluncurkan operasi darat di kota Rafah, yang terletak di Jalur Gaza selatan.

Rezim Zionis yang memulai serangannya ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 telah menetapkan gencatan senjata sementara di wilayah tersebut. Namun rezim ini terus melanggar gencatan senjata dan pada putaran baru telah melancarkan serangan besar-besaran ke berbagai wilayah di Jalur Gaza, termasuk Kota Rafah.

Menurut laporan Pars Today, militer Israel hari Kamis (20/03) menekankan bahwa cakupan operasi di kota Rafah telah diperluas, sementara pada saat yang sama, operasi militer terus berlanjut di utara dan tengah Jalur Gaza. Tentara Israel telah menghancurkan infrastruktur Palestina di Jalur Gaza utara.

Selain itu, pesawat tempur Israel telah melakukan serangan udara ekstensif terhadap infrastruktur Palestina di berbagai wilayah Jalur Gaza.

Jumlah korban syahid akibat serangan udara di Gaza meningkat menjadi 710

Menyusul serangan ini, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa, menyusul pembantaian massal yang dilakukan musuh sejak Selasa pagi, 710 warga Palestina tewas dan lebih dari 900 lainnya terluka di berbagai wilayah Jalur Gaza, dan 70 persen dari mereka yang terluka dalam serangan agresif ini adalah wanita dan anak-anak.

Pernyataan dari Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza juga menyebutkan bahwa jumlah korban tewas dalam perang genosida rezim Zionis terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi lebih dari 49.600 orang, dan jumlah korban luka meningkat menjadi 112.950 orang.

Setelah dimulainya putaran baru serangan Zionis Israel terhadap Jalur Gaza dengan lampu hijau dari Amerika Serikat, tidak ada wilayah di kawasan itu yang luput dari serangan ini, dan rezim Israel telah menargetkan rumah-rumah penduduk, sekolah, pusat-pusat pengungsian, dan kamp-kamp pengungsi dengan serangan-serangan besar.

Gedung Putih mengumumkan bahwa rezim Israel berkonsultasi dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump sebelum melancarkan serangan baru terhadap Gaza.

Republik Islam Iran, Liga Arab, Arab Saudi, Qatar, Yordania, Mesir, Rusia, Turki, UNICEF, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah mengeluarkan pernyataan keras yang mengutuk dimulainya kembali serangan rezim Zionis di Jalur Gaza.

 

200 anak Palestina gugur dalam serangan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza

Terkait hal ini, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) di Gaza mengumumkan bahwa lebih dari 200 anak gugur syahid dalam gelombang baru serangan udara Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza, sebuah statistik yang mengejutkan.

 

Protes terhadap genosida di Gaza

Menyusul kejahatan baru rezim Zionis di Gaza, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) hari Kamis (20/03) menyerukan rakyat Palestina di Tepi Barat untuk berpartisipasi dalam demonstrasi besar-besaran untuk memprotes dimulainya kembali perang genosida dan pembunuhan musuh Zionis terhadap rakyat Gaza. Hamas menekankan bahwa kita semua akan bersama-sama dengan lantang menyatakan bahwa Gaza tidak sendirian dan bahwa kita akan bersatu dalam menghadapi perang dan agresi musuh Zionis.

 

Serangan roket Brigade Al-Qassam di Tel Aviv

Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas), juga menanggapi kejahatan rezim Zionis dengan menargetkan kota Tel Aviv dengan beberapa roket. Sirene peringatan dibunyikan menyusul roket yang ditembakkan dari Gaza.

 

Lima warga Palestina, termasuk empat anak-anak tewas dan banyak lainnya terluka dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah tinggal di daerah Al-Taffah di bagian timur Kota Gaza.

Rezim Zionis yang memulai serangannya ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 telah menetapkan gencatan senjata sementara di wilayah tersebut. Akan tetapi, Israel terus melanggar gencatan senjata dan pada putaran baru ini melancarkan serangan besar-besaran ke berbagai wilayah di Jalur Gaza.

kota Deir al-Balah di pusat Jalur Gaza, kota Hamad di Khan Yunis, dan bagian barat kota Rafah di selatan Jalur Gaza juga menjadi sasaran serangan udara rezim Zionis.

Beberapa warga Palestina juga tewas dan terluka dalam serangan udara Israel terhadap kamp Nuseirat di pusat Jalur Gaza.

Pengeboman sebuah bangunan perumahan di Jabalia, di Jalur Gaza utara, juga menewaskan satu orang dan beberapa orang terluka.

Pesawat tempur Israel juga mengebom Beit Lahia di utara dan Rafah di selatan pada Sabtu pagi.

Menyusul serangan ini, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan pembunuhan massal yang dilakukan rezim Zionis sejak Selasa pagi menyebabkan lebih dari 720 warga Palestina gugur dan lebih dari 900 lainnya terluka di berbagai wilayah di Jalur Gaza, dan 70 persen dari mereka yang terluka dalam serangan agresif ini adalah wanita dan anak-anak.

Pernyataan dari Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza juga menyebutkan bahwa jumlah korban tewas dalam perang genosida rezim Zionis terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi lebih dari 49.600 orang, dan jumlah korban luka meningkat menjadi 113.000 orang.

Setelah dimulainya putaran baru serangan Israel terhadap Jalur Gaza dengan lampu hijau dari Amerika Serikat, tidak ada wilayah di Gaza yang luput dari serangan ini, dan rezim Israel telah menargetkan rumah-rumah penduduk, sekolah, pusat-pusat pengungsian, dan kamp-kamp pengungsi dengan serangan-serangan besar.

Anak Palestina mengumpulkan daun untuk dimakan

Organisasi kemanusiaan telah berulang kali memperingatkan bahwa kelaparan yang meluas di Jalur Gaza mengancam kehidupan ribuan anak-anak dan wanita.

Gambar dan laporan yang diterbitkan selama perang lebih dari setahun di wilayah ini menunjukkan bahwa orang-orang, terutama anak-anak, mencari perlindungan di dedaunan pohon dan pakan ternak untuk mencari makanan, dan banyak anak meninggal karena kekurangan gizi parah.

Warga Gaza berbuka puasa di tengah reruntuhan

Di beberapa tempat, pria dan wanita Palestina berbuka puasa di antara reruntuhan masjid dan sekolah, tanpa kehadiran orang terkasih yang tewas dalam serangan baru-baru ini.

Waktu sahur di Gaza tak lain hanyalah kegelapan, kelaparan, dan ketakutan.

Keluarga yang hanya memiliki beberapa wadah plastik berisi air dan sedikit makanan, menghabiskan hari-hari sulit di bulan Ramadhan dengan harapan menerima bantuan terbatas.

Sejak dimulainya serangan brutal Israel pada Oktober 2023, Jalur Gaza telah menjadi wilayah yang hancur. Rezim telah memberlakukan blokade menyeluruh, hampir sepenuhnya menghentikan masuknya makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.

Serangan rudal Brigade Al-Qassam terhadap posisi Israel

Brigade Izzeddine al-Qassam, sayap militer gerakan Hamas, juga menargetkan posisi rezim di kota Ashkelon dengan dua rudal sebagai tanggapan atas kejahatan rezim Zionis di Jalur Gaza dan wilayah Palestina lainnya.

Sebelumnya, media Israel melaporkan bahwa sirene tanda bahaya berbunyi di wilayah Ashkelon. Ini adalah hari kedua perlawanan Palestina menargetkan posisi Israel dengan rudal. Pada hari Kamis, perlawanan Palestina juga menargetkan Tel Aviv dengan tiga rudal.

 

Menjelang peringatan Hari Quds Sedunia, demonstrasi besar-besaran telah diadakan di Paris dan kota-kota Eropa lainnya sebagai tanggapan atas serangan baru rezim Zionis Israel di Jalur Gaza.

Demonstrasi ini mencerminkan kemarahan dan ketidakpuasan publik terhadap tindakan Israel dan mencerminkan gerakan global untuk mendukung rakyat Palestina dan mengutuk kejahatan Zionis.

Dari Wina hingga Stockholm, dari Auckland hingga Berlin, gelombang kemarahan rakyat telah menyebar.

Para peserta pawai ini menekankan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah tragedi kemanusiaan dan genosida yang dilakukan di tengah keterlibatan dan kebisuan negara-negara Barat.

Di Paris, para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan seperti "Free Palestine" dan "Hentikan Genosida Gaza" dan menyerukan diakhirinya segera dukungan militer dan politik untuk Israel.

Dengan melakukan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa, polisi Prancis sekali lagi menunjukkan sikap ganda pemerintah Barat terhadap kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.

Di Jerman dan Inggris, ribuan orang juga berunjuk rasa menentang kebijakan pro-Israel pemerintah mereka.

Yang perlu diperhatikan adalah kehadiran luas kaum muda, aktivis sayap kiri, dan bahkan beberapa kelompok Yahudi anti-Zionis dalam protes ini, yang menunjukkan bahwa wacana dominan di media Barat, yang melabeli setiap kritik terhadap Israel sebagai "anti-Semitisme", tidak dapat lagi dengan mudah mengendalikan opini publik.

Di Paris, demonstrasi hari anti-rasisme berubah menjadi demonstrasi anti-Zionis dan kecaman terhadap pelanggaran gencatan senjata dan dimulainya babak baru serangan oleh tentara pendudukan Israel di Jalur Gaza.

Para demonstran di Paris menyerukan keadilan dan dukungan bagi rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat, dan agar para pemimpin pendudukan diadili di pengadilan internasional.

Peter Leary dari Gerakan Solidaritas Palestina di Inggris mengatakan, Selama 17 bulan kami berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Palestina di saat-saat paling gelap dalam sejarah mereka, di tengah pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh Israel. Presiden AS Donald Trump dan diamnya Perdana Menteri kita Keir Starmer telah menewaskan ratusan orang dalam hitungan hari dan mengancam akan melanjutkan pembunuhan. Bahkan pejabat Inggris tidak dapat menoleransi refleksi kalimat kritis terhadap kejahatan Zionis pada berita media.

Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin bahwa Israel melanggar hukum internasional.

Beberapa waktu setelah pernyataan ini dipublikasikan, Menteri Luar Negeri Inggris menarik kembali pernyataannya karena tekanan dari Starmer.

Mengakui kejahatan Israel berarti mengakui keterlibatan Inggris dalam kejahatan ini.

Lindsey German, perwakilan gerakan Stop the War, mengatakan, Berapa banyak lagi kejahatan perang yang harus kita lihat di Gaza sebelum pemerintah mengakui apa yang terjadi sebagai genosida? Starmer sekarang menjadi sponsor senjata terbesar di Eropa, menghabiskan lebih banyak uang dan pendanaan untuk Israel.

Perwakilan Stop the War menambahkan, Kami telah memperjuangkan kebebasan berbicara di Inggris selama beberapa generasi. Kedutaan Besar Israel adalah satu-satunya kedutaan besar yang tidak dapat Anda protes secara langsung di depannya.

Sejak dimulainya serangan Zionis yang menghancurkan di Jalur Gaza pada Oktober 2023, protes terhadap kejahatan Zionis telah menjadi gerakan di Barat.

Ancaman dari pemerintah Barat terhadap peserta gerakan anti-Zionis tidak menyurutkan protes anti-Israel di Barat.

Bahkan beberapa orang Yahudi yang tinggal di negara-negara Barat telah bergabung dengan gerakan anti-Zionis.

Organisasi yang dikenal sebagai "Persatuan Yahudi Prancis untuk Perdamaian" (UJFP) mengadakan seminar di Paris yang bertujuan untuk menghadapi bahaya tindakan agresif Israel di kawasan dan kebutuhan untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin rezim pendudukan ini atas kejahatan pembantaian rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Rima Hassan, anggota Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen Eropa menantang pemerintah dan kelas politik Prancis dalam pidatonya di seminar itu, dan kemudian berbicara kepada rakyat Prancis, menceritakan kejahatan rezim Zionis di Jalur Gaza dan menunjuk pada upaya perwakilan sayap kiri untuk meningkatkan batasan tuntutan Parlemen Eropa guna mendukung perjuangan Palestina.

"Israel tidak dapat mewakili semua orang Yahudi, Banyak orang Yahudi di seluruh dunia tidak puas dengan Israel." kata Michele Sibony, Juru Bicara Persatuan Yahudi Prancis untuk Perdamaian.

Dalam sebuah demonstrasi anti-Zionis di Austria, "Thomas" (yang memilih untuk tidak menyebutkan nama belakangnya) mengatakan kepada wartawan bahwa situasi di Gaza telah memburuk dan bahwa, sebagai seorang Yahudi, sikapnya adalah solidaritas dengan Palestina sejak awal.

Thomas mengkritik negara-negara Barat yang mendukung Israel, dengan mengatakan, Apa yang kita saksikan sekarang adalah genosida dan intensifikasi genosida terhadap rakyat Palestina dengan keterlibatan banyak negara, terutama Jerman dan Amerika Serikat.

Merujuk pada penargetan anak-anak Palestina oleh penjajah di Gaza, Thomas mengatakan, Jika kita mengheningkan cipta selama satu menit untuk setiap anak Palestina yang terbunuh, kita harus berdiri di sini selama hampir tiga minggu.

 

Pejabat pemerintah Greenland, memprotes rencana kunjungan delegasi tinggi pemerintah Amerika Serikat, ke kepulauan yang sebelumnya diklaim akan dibeli oleh Presiden AS ini.

Sebuah delegasi tingkat tinggi pemerintah AS, di bawah pimpinan istri Wakil Presiden, Usha Vance, ke Greenland, rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat.
 
Rencana kunjungan delegasi tingkat tinggi Amerika Serikat tersebut tak syak telah memicu reaksi keras dari para pejabat wilayah semi-otonom Denmark, itu.
 
Pemerintah Greenland, membantah statemen terbaru Presiden AS Donald Trump, terkait undangan yang dikirim Greenland, ke Washington, untuk mengirim delegasi AS ke wilayah itu.
 
Pejabat pemerintah semi-otonom Greenland mengatakan, “Kami tidak pernah mengirim surat undangan apa pun untuk pemerintah Washington.”
 
Menurut Greenland, pihaknya sama sekali tidak pernah mengirim surat undangan untuk melakukan kunjungan apa pun baik itu kunjungan khusus, resmi atau tidak resmi, kepada para pejabat AS.
 
Perdana Menteri Greenland, Mute B. Egede, yang sebentar lagi lengser dari jabatannya, menyebut kunjungan delegasi AS ke Greenland, beberapa hari mendatang sebagai langkah provokatif.
 
Mute B. Egede mengatakan, “Pemerintah Greenland, tidak akan melakukan pertemuan dengan delegasi tingkat tinggi pemerintah Amerika Serikat.”
 
Sementara itu PM Denmark Mette Frederiksen, yang memegang otoritas Greenland, menganggap kunjungan delegasi AS ke kepulauan ini sebagai masalah serius.
 
Trump berulangkali mengancam untuk merebut kendali Greenland, pada saat yang sama pemerintah Denmark dan Greenland, juga berulangkali memperingatkan bahwa kepulauan ini tidak dijual.
 
Greenland, memiliki posisi geografris yang strategis, dan memiliki sumber alam yang kaya. Kepulauan ini merupakan jalur terpendek Eropa dan wilayah utara Benua Amerika, serta dianggap sangat penting bagi sistem peringatan rudal balistik AS.

 

Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock dalam sebuah pernyataan menyinggung perkembangan terkini di Türki menekankan bahwa Ankara tidak akan bergabung dengan Uni Eropa tanpa aturan hukum.

Tehran, Parstoday-Beberapa hari setelah penangkapan wali kota Istanbul di Turki, Baerbock dalam sebuah pesan di akun media sosial X menanggapi insiden ini dengan mengatakan, "Komitmen Turki untuk melanjutkan proses keanggotaannya di Uni Eropa tampaknya semakin tidak masuk akal mengingat tindakan Ankara terhadap Ekrem Imamoglu dan lainnya".

Menteri Luar Negeri Jerman melanjutkan dengan menyatakan bahwa rival politik tidak boleh dipenjara atau dikirim ke pengadilan, dengan menegaskan,"Di negara yang melihat masa depannya ada di Eropa, aturan hukum harus diterapkan".

Baerbock juga menilai kerja sama gabungan Uni Eropa dengan Ankara bergantung pada Turki yang terus menempuh jalan yang telah ditempuh negara itu menuju demokrasi pada abad lalu. 

"Kelanjutan kerja sama ini, terutama di era saat ini ketika dunia berada dalam situasi geopolitik yang bergejolak, membutuhkan Turki yang demokratis dan supremasi hukum di negara ini, dan Turki harus memiliki masyarakat sipil yang kuat," tegas Menlu Jerman.

Protes baru-baru ini di Türki dimulai pada Rabu malam menyusul penangkapan Ekrem Imamoglu, wali kota Istanbul dan rival utama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Partai Rakyat Republik Turki mengecam penangkapan Imamoglu dan menyebutnya sebagai langkah politis.

Penangkapan Imamoglu memicu aksi protes yang meluas. Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya mengumumkan pada hari Senin bahwa 1.133 orang telah ditangkap sejak protes terhadap penangkapan wali kota Istanbul dimulai.

 

Menteri Dalam Negeri Turki, saat mengumumkan penangkapan 43 pengunjuk rasa lainnya, mengatakan, "Mereka yang ditangkap menghina presiden".

Tehran, Pars Today- Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya hari Selasa (25/3/2025) mengumumkan bahwa polisi negara itu telah menangkap 43 orang yang menghasut orang lain untuk melakukan tindakan ilegal.

Menyinggung penghinaan beberapa pengunjuk rasa terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan keluarganya, Yerlikaya berkata, "Polisi akan mengambil tindakan untuk menangkap tersangka yang tersisa".

Menteri Dalam Negeri Turki juga mengumumkan bahwa 1.133 orang telah ditangkap selama protes di seluruh Turki dalam beberapa hari terakhir.

Serikat jurnalis Turki mengumumkan bahwa polisi menggerebek rumah 11 jurnalis dan jurnalis foto pada hari Senin dan menahan mereka, karena meliput protes.

Sementara itu, Financial Times melaporkan investor yang meninggalkan pasar modal Turki pekan lalu, menulis, "Bank Sentral Turki terpaksa menyuntikkan miliaran dolar cadangan devisanya ke pasar untuk memperkuat lira (mata uang Turki)".

Protes jalanan baru-baru ini di Türki, yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara itu selama lebih dari satu dekade, dimulai setelah penangkapan dan pemenjaraan Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu.

Imamoglu dianggap sebagai rival politik berat Erdogan, yang dituduh melakukan korupsi, tapi dibantah keras olehnya.

Ozgur Ozel, ketua partai oposisi Partai Rakyat Republik Turki, menyerukan kepada masyarakat untuk memboikot media dan lembaga yang mendukung pemerintahan Erdogan pada Minggu malam di hadapan ratusan ribu pendukung partai tersebut di Istanbul.

Sejumlah besar media arus utama di Turki mendukung pemerintah, dan para penentang mengatakan saluran-saluran berita utama negara itu hanya menyediakan sedikit liputan visual terhadap protes nasional.

Keputusan pengadilan pada hari Minggu untuk mencopot Imamoglu dari kekuasaan dan memenjarakannya telah memicu protes.

Dia membantah protes ini bermotif politik dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Beberapa sumber berita melaporkan penindasan masif terhadap oposisi oleh polisi Turki, dan pemerintah Erdogan telah mengumumkan larangan warga negara memasuki dan meninggalkan Istanbul.

Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Selasa menyatakan kekhawatirannya atas tindakan Turki yang melakukan penangkapan massal dan memperingatkan bahwa mereka akan menyelidiki otoritas Turki, karena menggunakan kekuatan yang tidak sah terhadap demonstran.

 

Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menegaskan bahwa rezim Zionis tidak bisa menekan warga Palestina melalui tindakan kriminalnya seperti pengepungan dan kelaparan, dan berkata,"Senjata perlawanan tidak dapat dinegosiasikan dan tidak dapat diperdagangkan, dan tahanan Zionis hanya dapat dibebaskan melalui kesepakatan".

Tehran, Parstoday- Rezim Zionis berupaya memeras Hamas agar melakukan gencatan senjata dan pembebasan tahanannya tanpa jaminan apa pun yang akan menghentikan perang, dan kini rezim Zionis terus melakukan tindakan kriminal baru terhadap warga sipil di Jalur Gaza, serta menutup semua penyeberangan dan mencegah bantuan memasuki Gaza. 

Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri mengumumkan bahwa tindakan Zionis tersebut adalah kejahatan perang.

Abu Zuhri hari Selasa mengatakan,"Senjata perlawanan adalah bagian dari garis merah kami dan tidak dapat didiskusikan atau diperiksa dalam dialog atau negosiasi apa pun".

Serangan rezim Zionis terhadap Gaza akan dilanjutkan dalam 10 hari

Terkait hal ini, stasiun televisi Israel, Saluran 12, melaporkan pada hari Selasa bahwa Israel akan melanjutkan serangan terhadap Jalur Gaza jika kesepakatan dengan gerakan Hamas tidak tercapai untuk membebaskan tahanan dalam waktu 10 hari.

Hamas: Kami tidak akan membiarkan kekuatan asing ikut campur dalam pengelolaan urusan Gaza

Bersamaan dengan ancaman rezim Zionis, Hazem Qassem, Juru Bicara Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa mengumumkan bahwa tindakan apa pun untuk masa depan Gaza harus diambil melalui perjanjian nasional dan bahwa gerakan tersebut tidak akan mengizinkan kekuatan asing mana pun untuk ikut campur.

Pernyataan ini dikeluarkan dalam situasi di mana pertemuan puncak luar biasa para kepala negara Arab, yang disebut "KTT Palestina", diadakan di Mesir kemarin, Selasa, dan para kepala negara Arab menegaskan penentangan mereka terhadap pemindahan paksa warga Palestina, dukungan mereka terhadap pembangunan kembali Jalur Gaza, dan pentingnya menjaga Gaza dan Tepi Barat di bawah kedaulatan bersatu Palestina.

Gerakan Jihad Islam Palestina: Keputusan KTT Arab Tidak Menanggapi Tantangan yang Muncul

Dalam konteks ini, Jihad Islam Palestina menilai isi pernyataan akhir pertemuan puncak luar biasa kepala negara Arab di Kairo bersifat positif, tetapi pada saat yang sama menekankan bahwa keputusan ini tidak menanggapi tantangan yang telah dipaksakan oleh rezim Zionis dan Amerika Serikat kepada rakyat Palestina dan posisi negara-negara Arab.

Jumlah syuhada di Gaza terus meningkat

Dengan ditemukannya sejumlah jenazah syuhada lainnya dari reruntuhan bangunan di berbagai wilayah Jalur Gaza, maka jumlah syuhada agresi rezim Zionis terhadap wilayah ini sejak 7 Oktober 2023 bertambah menjadi 48.405 orang. Dalam 24 jam terakhir, jenazah 7 orang syuhada berhasil ditarik dari reruntuhan, dan satu warga Palestina gugur akibat luka-luka yang dideritanya selama agresi pendudukan di Gaza. Selain itu, 11 orang yang terluka dibawa ke rumah sakit selama periode yang sama.

Melaksanakan operasi syahid anti-Zionis di Tepi Barat

Pada saat yang sama dengan perkembangan ini, seorang warga Palestina menyerang pos pemeriksaan keamanan Israel di Tepi Barat utara, di mana ia syahid oleh tentara Israel. Hamas memuji operasi syahid ini dan menekankan bahwa semangat perlawanan masih hidup di hati para pemuda Palestina yang revolusioner.

 

Seorang analis Zionis, mengakui ketidakmampuan Israel, dalam menghadapi Gerakan perlawanan Islam Palestina, Hamas dan Syahid Yahya Sinwar, mantan Ketua Biro Politik Hamas.

Noam Amir, jurnalis Israel, di Kanal 14 televisi Rezim Zionis mengatakan, “Satu dekade kami seperti orang-orang buta, sementara Hamas, telah memuluskan jalan untuk memberikan kekalahan yang lebih besar terhadap pasukan Israel.”
 
Ia menambahkan, “Penyelidikan yang dilakukan Militer Israel, terkait kekalahan 7 Oktober (Operasi Badai Al Aqsa) yang sebagiannya dipublikasikan baru-baru ini, hanya sebagian kecil dari kekalahan besar yang diterima Israel.”
 
 
Hamas Lumpuhkan Garda Depan Israel
 
Jurnalis Israel, di surat kabar Haaretz, Amos Harel, Selasa (4/3/2025) dalam analisanya menunjukkan bahwa pasukan Israel, menelan kekalahan mematikan saat menghadapi operasi Badai Al Aqsa yang dilancarkan kelompok perlawanan Palestina, 7 Oktober 2023.
 
Menurut Amos Harel, garda pertahanan Israel, runtuh pada 7 Oktober 2023 saat Hamas melancarkan operasinya. Hamas memanfaatkan ketidaksiapan pasukan Israel, di perbatasan.
 
Harel mengatakan, serangan-serangan serentak Hamas, telah melumpuhkan kemampuan unit-unit pertahanan Israel, di awal operasi, dan distrik serta situs-situs militer Israel, mengalami kekurangan pasukan terlatih untuk membalas serangan Hamas.
 
 
Dalam Pandangan Israel, Hamas adalah Kotak Hitam
 
Fayez al-Dwairi, pakar militer dan strategi Yordania, menyoroti hasil penyelidikan terbaru pasukan Israel, terkait operasi Badai Al Aqsa, dan mengatakan, “Hamas dari sudut pandang Israel, layaknya kotak hitam yang tidak terlalu banyak diketahui oleh Tel Aviv.”
 
Ia menambahkan, “Penyelidikan yang dilakukan Militer Israel, terkait operasi 7 Oktober, membuka realitas bahwa Hamas, berhasil mengecoh pasukan Israel, di level strategi, operasional, dan taktik sehingga menunjukkan kekalahan Israel, di tiga level ini.”
 
 
Konsep Keamanan Israel Kehilangan Makna di Perang Gaza
 
Alon Ben-David, pengamat militer di surat kabar Israel, Maariv, menekankan bahwa konsep-konsep keamanan Israel, telah kehilangan maknanya dalam perang 15 bulan di Gaza.
 
Ia menambahkan, “Penyelidikan yang dilakukan, menunjukkan bahwa terdapat jurang budaya besar antara dinas intelijen kita dan Hamas. 80 persen dialog di antara pejabat Hamas, menggunakan ayat-ayat Al Quran, dan mereka yang tidak memahami ayat-ayat ini tidak akan memahami dialog-dialog tersebut.” 

 

Surat kabar Amerika Serikat, mengungkap upaya Rezim Zionis, untuk menciptakan perpecahan, dan membagi-bagi wilayah Suriah.

Wall Street Journal, Rabu (4/3/2025) melaporkan, Israel, berusaha mendorong warga Druze Suriah, supaya tidak mempercayai pemerintah berkuasa di Damaskus.
 
Rezim Zionis menganggarkan miliaran dolar untuk mencapai tujuan ini, namun langkah Israel tersebut dianggap oleh para pengamat sebagai upaya memecah belah dan membagi Suriah.
 
Menurut keterangan WSJ, Israel, juga sedang melakukan lobi terhadap kekuatan-kekuatan dunia dalam rangka menggolkan ide pendirian sebuah negara baru Suriah dengan sistem federal yang terdiri dari wilayah-wilayah otonomi berdasarkan etnis.
 
Dalam sistem federal yang diinginkan oleh Rezim Zionis tersebut, wilayah-wilayah selatan perbatasan Suriah, dengan Wilayah pendudukan, harus non-militer.
 
Sebelumnya Perdana Menteri Rezim Zionis Benjamin Netanyahu, menuntut supaya wilayah selatan Suriah, di-non-militer-kan. Para pengamat politik meyakini maksud Rezim Zionis, yang sebenarnya adalah menjaga supaya Suriah, tetap lemah dan terpisah.
 
Meski kecil kemungkinan pemerintah berkuasa Suriah, menolak ide sistem pemerintahan federal, tapi Rezim Zionis, terus berusaha untuk mewujudkannya.
 
Dalam tiga bulan terakhir sejak tergulingnya Bashar Assad, Israel, membombardir infrastruktur militer Suriah, untuk mencegah supaya persenjataan yang ada tidak jatuh ke tangan pemerintah baru.
 
Pada saat yang sama, beberapa ketua suku Suriah, mengaku khawatir bahwa tujuan Israel, yang sebenarnya adalah menduduki semakin besar wilayah negara mereka.
 
Mereka mengatakan, Rezim Zionis, saat ini kenyataannya telah merebut kendali Provinsi Quneitra di Suriah yang merupakan satu dari tiga provinsi perbatasan dengan Wilayah pendudukan.
 
Beberapa tokoh masyarakat Druze Suriah, juga mengaku khawatir tujuan regional jangka panjang Israel, adalah menciptakan ketidakamanan yang lebih besar di Suriah, dan menyulut perselisihan serta perpecahan akut di dalam Suriah, yang bisa berujung dengan ketegangan di seluruh perbatasan.