
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 118-123
Ayat ke 118-119 Save
Arinya:
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
Salah satu kritik yang disampaikan oleh orang-orang bodoh atau mereka yang memiliki tendensi tertentu, kepada Nabi Saw, adalah apa pentingnya Allah mengutus kalian para Nabi, yang menjadi penengah antara kami dan Dia? Mengapa Allah Swt tidak berbicara secara langsung dengan kami, dan tidak menurunkan ayat-ayat-Nya kepada kami? Jika yang demikian itu terjadi, maka kami sudah menerima firman Allah.
Dalam menghadapi perkataan dan tuntutan yang tidak pada tempatnya ini, al-Quran membesarkan hati Nabi dan Muslimin, dengan mengatakan bahwa kritikan-kritikan tersebut bukanlah hal yang baru. Sebelum mereka ini ada juga orang-orang yang menyampaikan ucapan-ucapan yang tidak pada tempatnya. Karena hati orang-orang ini adalah sama berpenyakit dan menolak kebenaran.
Orang-orang yang tidak mempunyai kelayakan menerima ayat-ayat ilahi ini, seandainya ayat-ayat ilahi diturunkan langsung kepada mereka, maka mereka tetap tidak akan menerimanya. Karena mereka itu hanya mencari-cari alasan, bukan karena benar-benar mau menerima kebenaran. Seseorang harus menerima kebenaran, meskipun ia datang dari orang lain.
Ukuran kebenaran bukannya, sayalah yang harus berkata atau saya harus memahami. Jika kita berkata, karena ayat-ayat ilahi tidak diturunkan kepada saya maka saya tidak mau menerimanya, maka jelaslah bahwa yang penting di sini adalah saya, bukannya kebenaran. Sementara para Nabi tidak mempunyai tugas kecuali menyampaikan ayat-ayat ilahi serta kabar gembira dan peringatan kepada umat manusia.
Mereka adalah orang-orang yang diberi tugas untuk melakukan kewajiban, tanpa memberi jaminan akan hasilnya. Oleh karena itu, mereka tidak memaksa umat manusia untuk menerima kebenaran. Dengan demikian, siapa yang tersesat dan masuk neraka, maka hal itu adalah karena pilihan orang itu sendiri. Sedangkan para Nabi tidak mempunyai tanggung jawab apa pun dalam hal itu.
Ayat ke 120
Artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Setelah peristiwa perubahan kiblat, kebencian Yahudi terhadap Muslimin semakin besar. Sebagian Muslimin menginginkan agar kiblat mereka tetap mengarah ke Baitul Maqdis, sehingga mereka dapat hidup bersahabat dengan orang-orang Yahudi Madinah.
Mereka lupa bahwa perubahan kiblat bukan tanpa dasar, seperti yang disampaikan oleh orang-orang Yahudi. Apa yang disampaikan oleh mereka itu tidak lain karena ingin senantiasa menentang apa yang dilakukan oleh Muslimin. Mereka itu bukan hanya tidak mau menerima Islam tetapi mereka menghendaki agar Muslimin melepaskan agama mereka dan menganut agama Yahudi.
Ayat ini memaparkan sebuah dasar global, bahwa sejauh mana pun kalian, umat Muslimin mengambil langkah mundur dari sikap kalian yang benar, maka sejauh itu pula musuh akan melangkah maju di dalam kekafiran mereka. Oleh karena itu, janganlah kalian mengambil langkah mundur dalam menghadapi musuh-musuh agama.
Ayat ke 121
Artinya:
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Al-Quran selalu menghadapi para penentang, dengan tetap menjaga keadilan dan kejujuran. Ayat ini menyebutkan, meskipun mayoritas ahli kitab tidak bersedia menerima Islam, tetapi mereka yang menerima Kitab Samawi adalah orang baik. Mereka akan beriman kepada Nabi dan al-Quran.
Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa membaca ayat-ayat al-Quran walaupun dengan suara merdu dan lagu yang indah saja tidak cukup. Karena yang mendatangkan hidayah dan kebahagiaan manusia adalah tadabbur dan perenungan ayat-ayat al-Quran. Yang demikian itulah yang disebut oleh al-Quran sebagai pembacaan Kitab Suci dengan cara yang benar.
Ayat ke 122-123
Artinya:
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.
Bila membaca ayat-ayat yang lalu, kedua ayat ini telah disebutkan sebelumnya dalam ayat-ayat 47dan 48 surat al-Baqarah, dan keterangan-keterangan terkait dua ayat ini. Kepada para pembaca dapat merujuk lagi penjelasan ayat-ayat ini.
Dari enam ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus menerima kebenaran, walau ia datang dari orang lain. Jangan menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh saya, partai saya atau kelompok saya adalah benar dan apa pun yang dikatakan orang lain adalah salah. Kebenaran dan kesalahan haruslah kita jadikan sebagai pertimbangan untuk menilai orang; bukannya orang-orang itu yang kita jadikan sebagai penilai kebenaran dan kesalahan.
2. Para Nabi ilahi dikirim untuk membawa kabar gembira dan peringatan; bukan untuk memaksa umat manusia agar beriman. Oleh karena itu, mereka yang sesat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Mereka telah memilih jalan kesesatan dengan kehendaknya sendiri.
3. Menyeru seseorang kepada agama tidak boleh menyimpang dari dasar-dasar ajaran agama itu sendiri. Karena kita harus memberi hidayah orang lain, bukannya mengikuti dan memenuhi tuntutan hawa nafsu mereka.
4. Bersikap adil adalah penting walau terhadap para penentang. Oleh karena itu ayat-ayat yang mengkritik Bani Israel menggunakan kalimat seperti 'katsir' berarti banyak dan 'fariq' berarti kelompok, sehingga hak orang-orang saleh di antara mereka tidak terlanggar. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 113-117
Ayat ke 113
Artinya:
Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.
Dalam tafsir ayat-ayat yang lalu telah dikatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani masing-masing menganggap hanya merekalah yang berhak menempati surga, tanpa mengakui hak orang lain. Ayat ini, menolak pemikiran seperti itu, dan berkata bahwa fanatisme tidak pada tempatnya menyebabkan tak satupun di antara mereka mendapatkan hak, walaupun kedua kelompok itu adalah Ahlul Kitab dan pengikut para rasul Allah.
Yang menarik ialah orang-orang musyrik dan para penyembah berhala yang bukan Ahlul Kitab juga mengatakan hal yang sama. Hal itu disampaikan hanya sekadar fanatisme. Karena fanatisme dan egoisme tanpa dalil membutakan mata manusia untuk menerima hak, dan hanya melihat kebenaran ada pada dirinya dan menyalahkan siapa saja.
Ayat ini menjelaskan bahwa situasi yang mengarah kepada fanatisme tidak pada tempatnya akan berdampak pada upaya menyamakan antara alim dan bodoh. Ahli Kitab mengetahui Taurat dan Injil, juga berkata seperti itu, bahwa musyrikin adalah bodoh dan mereka saling menuduh tanpa alasan.
Ayat ke 114
Artinya:
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.
Sepanjang sejarah, selalu saja masjid-masjid Allah yang mendapat ancaman ditutup atau dirusak. Karena masjid-masjid dan tempat ibadah, adalah pusat pemerintahan agama-agama ilahi dan tempat berkumpul serta solidaritas para pengikut mereka. Oleh karena itu, para penguasa yang zalim atau para penyimpang opini selalu berniat merusak bangunan materi dan kemuliaan masjid-masjid. Sebagaimana para penyembah berhala Mekah bertahun-tahun melarang masuknya Muslimin ke Masjidil Haram. Sampai sekarang pun para musuh Islam berniat merusak Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis dan akan merusak masjid bersejarah Babari di India.
Pada dasarnya perusakan masjid -masjid, tidak hanya ingin merusak bangunan materinya, sebagaimana bangunan masjid tidak hanya indah, tapi sebagai pusat pendidikan dan pengingat manusia kepada Allah. Upaya merusak dan mengosongkan masjid-masjid punya tujuan melupakan manusia kepada Allah. Pembuatan film-film amoral adalah program-program terpenting musuh untuk membuat asing generasi muda negara-negara Islam dengan masjid-masjid dan tempat-tempat agama.
Ayat ke 115
Artinya:
Dan kepunyaaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Setelah Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk mengubah kiblatnya dari Baitul Maqdis ke Mekah, Yahudi mulai melemparkan isu-isu seperti yang telah diulas dalam ayat-ayat yang lalu. Menurut mereka, bila kiblat pertama adalah yang benar, lalu mengapa harus diubah? Bila kiblat pertama tidak benar, lalu apa yang terjadi dengan amal perbuatan mereka sebelumnya?
Ayat ini diturunkan Allah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka sekaligus menjelaskan satu kebenaran penting bahwa Allah tidak memiliki tempat dan khusus, tetapi Timur dan Barat adalah milik-Nya. Setiap tempat di mana kalian memalingkan wajah, maka ada Allah di sana. Jika Ka'bah atau Baitul Maqdis, dijadikan kiblat maka ke arah sanalah shalat harus dilakukan.
Ayat ke 116-117
Artinya:
Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia.
Salah satu pemikiran dan kepercayaan salah yang dipaparkan oleh orang-orang Yahudi untuk membenarkan agama mereka sendiri, yaitu mereka menganggap setiap nabinya adalah anak Tuhan. Yahudi berkata bahwa Uzair adalah anak Tuhan dan orang-orang Kristen berkata bahwa Isa adalah putra Tuhan. Yang menarik adalah orang-orang Musyrikin Mekah menganggap para malaikat adalah putri-putri Tuhan, yang mengerjakan segala pekerjaan-Nya.
Ayat ini membantah kepercayaan salah dan tanpa dalil yang telah menyebar di antara masyarakat awam dan menegaskan bahwa Allah tidak memikili anak, dan berkata bahwa Allah yang pencipta langit dan bumi. Allah juga menguasai mereka, tidak memiliki kekurangan apa pun sehingga memerlukan anak dan keturunan lalu harus mengambil anak untuk menutupi kekurangan-Nya. Pada dasarnya mereka membandingkan Allah dan menyamakan-Nya dengan manusia. Tentu saja yang demikian itu adalah pikiran yang amat salah. Manusia manusia melihat segala keterbatasan yang ada dalam dirinya lalu menisbatkannya kepada Allah. Padahal tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.
Dari lima ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Fanatisme kelompok yang tidak pada tempatnya akan menyeret manusia kepada pekerjaan dan pembicaraan bodoh lalu menganggap hanya dirinya yang benar, dan tidak bersedia menerima kebenaran dari orang lain.
2. Masjid adalah tempat berperang dengan kufur dan syirik. Oleh sebab itu, musuh berusaha merusak bangunan lahir dan maknawi setiap masjid. Umat Islam harus berusaha memenuhi masjid agar para musuh takut mengintervensinya.
3. Para orang tua, pendidik, pelayan dan pengurus masjid, bukan hanya tidak boleh melarang kehadiran anak-anak dan para pemuda di masjid, tetapi harus selalu mendorong mereka untuk hadir di tempat-tempat ibadah tersebut.
4. Allah Swt tidak mempunyai tempat dan arah khusus. Ke arah manapun kita menghadapkan wajah kita, Allah ada di sana. Tetapi hikmah adanya kiblat tertentu adalah terciptanya persatuan dan kebersamaan yang kuat di antara muslimin dalam menjalankan ibadah besar ini. Dengan demikian diharapkan tercipta solidaritas dan persaudaraan yang kental di kalangan mereka.
5. Allah bukanlah manusia yang memerlukan anak dan istri. Dia adalah pencipta manusia, anak dan istri, sebagaimana pencipta dan penguasa semua mahkuk. Apa yang kita tergambar di dalam benak kita sebagai Tuhan, maka itu adalah angan-angan kita yang sama sekali tak sesuai dengan Zat Allah itu sendiiri. Karena tak ada suatu apapun yang menyerupai-Nya. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 108-112
Ayat ke 108
Artinya:
Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.
Allah Swt menujukan ayat ini kepada kaum Muslimin dengan mengatakan, "Apakah kalian akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan keinginan kalian yang tidak pada tempatnya kepada Nabi kalian, sebagaimana Bani Israel meminta kepada Nabi Musa as sebelum ini? Ketahuilah bahwa siapa yang beralasan untuk tidak beriman, maka ia telah menggantikan iman dengan kufur dan jelas bahwa ia telah meyimpang dari jalan yang benar."
Sebagian Muslimin yang lemah iman, suka meminta kepada Rasul agar menunjukkan mukjizatnya. Umpamanya, mereka meminta didatangkan surat dari Tuhan, sebagaimana Bani Israel meminta Musa menunjukkan Tuhan kepada mereka sehingga mereka bisa melihat-Nya dengan mata mereka sendiri dan beriman kepada-Nya.
Pada dasarnya, mukjizat adalah untuk membuktikan kenabian dan menyempurnakan hujjah. Bukanlah setiap Rasul itu menunjukkan mukjizatnya kepada siapa saja yang menginginkannya. Sama seperti seorang insinyur pembangunan yang perlu menunjukkan beberapa contoh kerjanya untuk membuktikan pengakuannya. Tetapi ia tidak perlu membuktikannya kepada setiap orang yang memintanya.
Ayat ke 109
Artinya:
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah, senantiasa berusaha agar kaum Muslimin kembali berpaling dari agama mereka, atau minimal iman mereka menjadi lemah. Al-Quran berkata kepada Muslimin, "Janganlah kalian menyangka bahwa mereka yakin berada dalam kebenaran, sebagaimana kalian. Demikianlah mereka itu. Meskipun mereka memahami kebenaran Islam dan al-Quran, tetapi sifat dengki dan permusuhanlah yang membuat mereka berbuat demikian."
Oleh karena kekuatan dan kemampuan kaum Muslimin pada waktu itu masih sangat kecil, maka Allah Swt memerintahkan agar untuk saat ini, dalam menghadapi tekanan berat dari musuh, mereka memanfaatkan senjata pengampunan dan maaf. Dan hendaklah mereka memusatkan diri untuk membina kekuatan, sampai turunnya perintah Allah, yaitu perintah untuk berjihad melawan orang-orang kafir.
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi musuh, kekerasan bukanlah program pertama. Akhlak Islamlah yang sangat tepat digunakan; sehingga dengan memberikan maaf, akan terbuka peluang untuk memperbaiki mereka, kemudian apabila dengan cara lembut itu, mereka masih belum dapat diperbaiki, maka barulah boleh digunakan cara kekerasan.
Ayat ke 110
Artinya:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Dalam menghadapi keinginan musuh, yaitu kelemahan iman kaum Muslimin, dan dalam rangka menjaga keimanan mereka, Allah Swt memerintahkan kaum muslimin untuk menggalang kekuatan dalam hubungan mereka dengan Tuhan melalui shalat dan dengan sesama kaum Muslimin, khususnya kalangan fakir miskin melalui pemberian zakat.
Di dalam al-Quran, seringkali, perintah shalat disebutkan beriringan dengan perintah zakat. Yang demikian itu, mungkin, karena ibadah kepada Allah tanpa berbuat baik kepada masyarakat tidaklah cukup. Dan dari sisi lain, membantu kaum fakir miskin tanpa disertai semangat penghambaan diri kepada Allah, akan mendatangkan kesombongan dan takabbur, serta perbudakan terhadap orang-orang miskin.
Salah satu hal yang menjadi pikiran seseorang ketika ia berbuat baik ialah masyarakat tidak tahu-menahu perbuatan baiknya, atau kalau toh mereka tahu, mereka tidak akan menghargainya. Karena itu mereka enggan melaksanakan perbuatan baik. Ayat ini mengatakan, "Janganlah cemas, karena Allah menyaksikan segala apa yang kalian lakukan dan pahala kalian akan tetap terjaga di sisi-Nya."
Ayat ke 111-112
Artinya:
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Satu lagi cara Ahli Kitab untuk melemahkan semangat kaum Muslimin, ialah dengan mengatakan bahwa surga hanyalah milik kami. Dan apabila kalian menginginkan surga, maka kalian harus masuk agama Yahudi dan atau Nasrani. Tetapi al-Quran menolak dakwaan mereka itu dengan mengatakan, "Ucapan kalian itu tidak lebih dari khayalan dan angan-angan tanpa bukti. Karena sorga bukan disediakan atau dikuasai oleh satu kaum tertentu. Untuk masuk ke surga, ada syarat-syaratnya."
Setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut, maka ia akan masuk ke surga. Kunci masuk ke surga adalah penyerahan sepenuhnya kepada Tuhan, dimana hanya kepada-Nyalah manusia akan kembali, dan hanya di atas jalan-Nyalah seseorang harus beramal baik. Oleh karena itu, membagi-bagi hukum-hukum ilahi, yaitu menerima dan mau melaksanakan perintah-perintah yang sesuai dengan selera dan keinginan-keinginan, dan menolak perintah-perintah yang tidak sesuai dengannya, maka yang demikian itu tidak cocok dengan penyerahan total di hadapan Allah Swt.
Pada dasarnya, monopoli dan rasialisme tidak sesuai dengan penyerahan diri sepenuhnya terhadap perintah-perintah Allah. Dan mereka yang telah memahami kebenaran Islam, tetapi tidak mau beriman karena gengsi dan fanatisme, maka mereka tidak akan masuk sorga, sekalipun mereka adalah Ahlul Kitab. Ayat ini pada akhirnya mengatakan: bahwa orang yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, tidak akan pernah takut kepada seseorang atau sesuatu. Ia senantiasa merasakan keberadaan Allah serta selalu bernaung di bawah lindungan-Nya.
Dari lima ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Beberapa permintaan dan harapan yang tidak pada tempatnya dari para pemimpin agama, merupakan pembuka pintu kekafiran. Karena para pemimpin agama itu tidak akan terpengaruh oleh keinginan yang tidak pada tempatnya dan tidak akan memenuhinya. Akibatnya, iman orang tadi menjadi lemah dan goncang.
2. Sikap pemaaf dan lembut lebih diutamakan ketimbang kekerasan dalam menghadapi orang-orang kafir dan musyrikin. Pemberian maaf tidak menunjukkan kelemahan. Tetapi hal itu adalah dalam rangka menarik perhatian dan memperbaiki mereka.
3. Hendaknya kita melayani masyarakat. Apabila mereka tidak mengerti atau tidak berterima kasih, maka Allah adalah Maha Melihat. Amal kebajikan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada-Nya akan tetap terjaga, sehingga besok pada Hari Kiamat, Allah akan memberikan pahala amal baik tersebut.
4. Janganlah kita menyangka bahwa surga dikuasai oleh suatu kaum atau ras tertentu. Jangan juga mengira bahwa karena kita adalah Muslimin, maka surga disediakan khusus buat kita. Karena iman dan amal saleh merupakan patokan bagi seseorang untuk masuk surga, bukannya kemusliman.
5. Ketenangan yang sebenarnya di dunia dan akhirat, berada di bawah naungan Iman, ikhlas dan amal saleh. Seseorang yang menyerahkan dirinya secara penuh kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya, maka ia tak akan merasa takut kepada apa dan siapa pun, selain kepada-Nya. Ia selalu merasakan bahwa dirinya berada di bawah lindungan-Nya. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 103-107
Ayat ke 103
Artinya:
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.
Dalam penjelasan lalu, telah disebutkan bahwa kaum Yahudi sebagai ganti berpegang kepada Taurat dan kitab-kitab langit lainya, mencari hal-hal yang berhubungan dengan sihir serta tenung. Untuk membenarkan pekerjaannya, mereka mengatakan bahwa sihir berasal dari Nabi Sulaiman AS. Tetapi al-Quran menegaskan bahwa Nabi Sulaiman AS tidak memiliki hubungan dengan masalah ini.
Ayat ini berkata jika Yahudi benar-benar beriman dan menjauhkan diri dari segala pekerjaan yang tidak sesuai semacam ini, maka hal itu akan lebih baik bagi mereka. Tetapi iman saja tidak cukup. Diperlukan ketakwaan dan penjagaan diri. Takwa, bukan sekedar menghindarkan diri dari pekerjaan buruk. Takwa adalah sebuah kondisi dan kekuatan jiwa yang mencegah manusia dari pekerjaan kotor seperti bohong, dan mendorong serta menggerakkan manusia untuk melaksanakan perbuatan baik seperti shalat.
Ayat ke 104
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa ina", tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.
Ketika Rasulullah Saw berkhotbah atau membaca ayat-ayat ilahi, kaum muslimin di masa awal meminta kepada Nabi, agar beliau berbicara dengan perlahan dan memperhatikan keadaan mereka. Mereka menyatakan permintaan mereka itu dengan menggunakan kalimat "raa'ina", yang artinya "perhatikanlah keadaan kami". Tetapi kalimat ini dalam bahasa Ibrani berarti kebodohan, dan Yahudi mengejek Muslimin dengan mengatakan bahwa kalian menginginkan agar Nabi kalian membodohkan kalian.
Maka turunlah ayat ini, memerintahkan, bahwa sebagai ganti "ra'ina", hendaklah mereka mengatakan "undzurna", dengan arti yang sama sebagaimana kata-kata "raa'ina", supaya musuh tidak menyalah gunakan dan menjadikan hal tersebut sebagai penghinaan terhadap kalian dan Nabi Saw.Pada dasarnya segala hal yang dapat dijadikan sebagai jalan oleh musuh untuk menghhina kalian baik di dalam ucapan maupun perbuatan, maka hindarilah hal tersebut.
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memiliki perhatian pada masalah pemilihan kata-kata yang sesuai, memperhatikan sopan santun dan penghormatan dalam berbicara dengan orang-orang besar dan para pengajar. Islam juga melarang muslimin melakukan hal-hal yang menyebabkan penghinaan terhadap kesucian-kesucian dan penyalah gunaan musuh.
Ayat ke 105
Artinya:
Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Ayat ini menunjukkan puncak permusuhan orang-orang Kafir dan musyrikin dengan Mukminin. Sedemikian hebatnya kedengkian dan permusuhan mereka, sampai-sampai mereka tidak rela melihat Muslimin memiliki kitab dan Nabi sendiri, sehingga membuat mereka (muslimin) melawan penyimpangan dan khurafat Ahlul Kitab.
Di dalam ayat ini Allah Swt berfirman, berdasarkan karunia dan rahmat-Nya, siapapun yang Allah ketahui sebagai orang yang tepat, maka Allah akan mengangkatnya sebagai Nabi-Nya. Dan yang demikian itu tidak berhubungan dengan kecenderungan dan keinginan orang ini atau orang itu. Atau bahwa Nabi itu harus dari kabilah ini, bukannya dari kabilah itu.
Ayat ke 106
Artinya:
Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Kiblat pertama Muslimin menuju ke arah Baitul Maqdis. Akan tetapi, karena orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai bahan ejekan dan selalu berkata, "Kalian Muslimin tidak memiliki agama yang tetap, oleh sebab itu kalian berdiri menghadap kiblat kami". Maka dengan perintah Allah Swt kiblat tersebut diubah dari Baitul Maqdis ke Mekah. Setelah itu, orang-orang Yahudi mengajukan kritikan lain bahwa jika kiblat yang pertama benar, maka kenapa kalian mengubahnya dan jika kiblat kedua yang benar, maka shalat kalian selama menghadap kiblat pertama, adalah sia-sia.
Al-Quran dalam menjawab kritikan-kritikan ini berkata bahwa kami tidak sekali-kali menasakh atau menghapus sebuah hukum atau menunda suatu hukum, kecuali Kami datangkan hukum yang lebih sesuai atau yang sama sebagai gantinya. Perubahan kiblat, juga penundaan pengumuman Ka'bah sebagai kiblat Muslimin, mempunyai berbagai dalil dan alasan yang tidak kalian ketahui.
Oleh karena hukum-hukum ilahi mengikuti maslahat dan hikmah. Dengan perubahan waktu, tempat atau kondisi, mungkin saja kemaslahhatan pun mengalami perubahan; sehingga hal itu menuntut perubahan hukum yang selama itu berlaku,dan diganti dengan hukum lain. Pada dasarnya pokok-pokok hukum ilahi adalah tetap dan tidak berubah-ubah. Tetapi dalam masalah-masalah parsial, terutama dalam masalah-masalah pemerintahan, maka perubahan-perubahan hukum seperti ini adalah hal yang dapat diterima.
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam tidak memiliki jalan buntu, karena ia adalah sebuah agama yang universal dan kekal. Oleh karena itu, selain hukum-hukum yang tetap, Islam juga harus memiliki hhukum-hukum yang dapat berubah-ubah, sesuai dengan tuntutan kemaslahatan.
Ayat ke 107
Artinya:
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.
Sebagai lanjutan ayat sebelumnya, yang berbicara mengenai nasakh hukum-hukum ilahi, ayat ini mengatakan bahwa apakah mereka yang memprotes perubahan perintah-perintah Allah, mengetahui kemahakuasaan mutlak Allah Swt? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah memiliki kekuasaan dan hak untuk melakukan perubahan apa pun di dalam undang-undang serta hukum-hukum, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya ?
Sangat disayangkan, bahwa Bani Israil, memiliki gambaran yang tidak benar tentang kekuasaan ilahi dan menganggap bahwa tangan Allah Swt terikat sehinggga tidak mampu berbuat apa-apa lagi di dalam kekuasaan-Nya. Padahal tangan Allah Swt terbuka bebas, baik dalam penciptaan, maupun dalam meletakkan hukum-hukum dan perubahan-perubahan di dalam hukum-hukum tersebut.
Dari lima ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman dengan sendirinya, tidaklah cukup. Tetapi diperlukan takwa dan penjagaan, untuk menjaga dari setiap bentuk bahaya.
2. Musuh mengawasi setiap gerak-gerik dan ucapan kita. Oleh sebab itu kita harus menghindari setiap pekerjaan dan perkataan yang memberikan kesempatan kepada musuh untuk menyalahgunakannya untuk menghina Islam dan Muslimin.
3. Para musuh Islam menghendaki setiap kemajuan dan pertumbuhan hanya untuk mereka dan tidak suka melihat kaum muslimin memperoleh kemuliaan. Oleh sebab itu janganlah kalian terikat dan janganlah mencintai mereka, kecuali bertawakal kepada Allah Swt.
4. Diciptakannya hukum dan juga perubahan atau penundaannya ada di tangan Allah. Berdasarkan kebutuhan yang telah ditetapkan dan perubahan manusia, dan sesuai dengan hikmah dan maslahat, Allah Swt meletakkan peraturan dan merubah hal tersebut. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 99-102
Ayat ke 99
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.
Pada ayat sebelumnya, telah disebutkan bahwa orang-orang Yahudi menolak Islam secara sengaja dengan membuat berbagai alasan. Diantaranya mereka mengatakan bahwa dikarenakan ayat-ayat al-Quran diturunkan oleh Jibril, maka kami tidak akan beriman kepadamu.
Ayat ini menjelaskan satu lagi di antara alasan yang mereka buat. Mereka berkata, kami tidak memahami sedikitpun maksud kitab ini dan kandungannya tidak jelas bagi kami. OIeh sebab itu, kami tidak beriman kepadamu dan kami tidak menerima al-Quran sebagai mukjizat. Padahal dengan mengkaji , mempelajari, merenungkan serta memperhatikan ayat-ayat al-Quran dengan seksama, kita akan dengan mudah mempercayai kebenaran nubuwwah dan keagungan al-Quran. Namun, hakikat ini hanya akan dimengerti oleh orang-orang yang hatinya belum gelap karena dilumuri oleh dosa dan memiliki wadah untuk menerima kebenaran.
Ayat ke 100
Artinya:
Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman.
Ayat ini diturunkan untuk menghibur kedukaan Nabi Saw yang menyesali mengapa orang-orang Yahudi tidak bersedia beriman. Hendaknya Nabi tidak bersedih hati, karena mereka itu adalah kaum yang tidak setia kepada nabi mereka sekalipun, dan setiap kali mereka mengikat perjanjian dengan Nabi Musa as, mereka senantiasa melanggar dan menodai perjanjian itu, sebuah kaum yang sudah sekian lama bersifat suka mencari-cari alasan dan keras kepala.
Saat Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, orang-orang Yahudi kota itu menjalin ikatan janji dengan beliau untuk tidak akan membantu musuh-musuh Nabi. Namun kenyataannya mereka melanggar janji ini dan mereka membantu kaum musyrikin di dalam perang Ahzab. Dewasa ini pun, orang-orang Zionis di Israel sama sekali tidak setia dengan janji-janji dan kesepakatan internasional yang ditandatanganinya. Jikapun mereka menandatangani sebuah perjanjian, tak lama setelah itu dapat dipastikan mereka melanggarnya. Karena mereka adalah sebuah kaum rasialis dan suka mengunggulkan diri.
Ayat ke 101
Artinya:
Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakangnya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).
Sebelum Rasul diutus, para cendekiawan Yahudi seringkali memberikan kabar gembira akan kedatangan seorang nabi yang bernama Ahmad, dan mereka menyebut satu persatu tanda-tanda nabi yang akan muncul tersebut sesuai dengan apa yang mereka baca dalam Taurat. Namun tatkala mereka menyaksikan Nabi tersebut, mereka mengingkarinya, seolah-olah mereka tidak pernah tahu-menahu soal nabi tersebut.
Cinta kedudukan ibarat bumerang bagi semua manusia, terutama bagi para cerdik pandai. Sewaktu para cendekiawan Yahudi merasa, sekiranya mereka mengakui kebenaran nabi Muhammad, maka kedudukan duniawi mereka akan terancam dan punah, mereka pun mengingkari kenabian Muhammad. Al-Quran menjelaskan fakta sejarah dengan adil dan jujur dan memelihara hak orang-orang yang bersih dan jujur di kalangan kaum Yahudi. Al-Quran menjelaskan bahwa sebagian besar dari mereka adalah kafir, artinya sebagian dari mereka menerima kebenaran, walaupun jumlah mereka sedikit.
Ayat ke 102
Artinya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh syaithan-syaithan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaithan-syaithan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
Di zaman Nabi Allah Sulaiman as, sihir dan sulap sangat diminati banyak orang. Oleh karena itu, Nabi Sulaiman mengeluarkan perintah agar kertas-kertas para penyihir dikumpulkan dan disimpan. Namun setelah zaman beliau, ada sekelompok orang yang membuka kembali lembaran-lembaran ajaran sihir tersebut dan kemudian diajarkan dan disebarkan.
Ayat ini menjelaskan bahwa, sebagian dari Bani Israil yang sepatutnya mengikuti Taurat, mereka malah condong dan mencari kitab-kitab sihir serta sulap. Untuk membenarkan tindakan mereka ini, mereka beralasan bahwa kitab-kitab ini adalah milik Sulaiman dan Sulaiman adalah penyihir kelas tinggi.
Sebagai jawabannya, al-Quran berkata, "Sulaiman bukanlah ahli sihir dan sulap, melainkan ia adalah Nabi Allah dan kerjanya adalah mukjizat dan kalian mengikuti setan-setan yang menyemarakkan perbuatan sihir ini."
Orang-orang Yahudi suka mempelajari ilmu sihir dari jalan lain, yaitu dari persoalan-persoalan yang diajarkan oleh dua malaikat dengan nama Harut dan Marut yang muncul ke tengah-tengah manusia berwajah manusia dengan tujuan mengajarkan warga Babil bagaimana cara menggagalkan sihir.
Walaupun dua malaikat ini memperingatkan kepada rakyat, agar tidak menyalahgunakan pelajaran tersebut, namun mereka menyalahgunakannya untuk menceraikan suami dan isteri dengan tujuan menikmati tujua-tujuan material dan seksual. Intinya kaum Yahudi melalui dua jalan ini, menguasai cukup ilmu sihir dan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan ilegal. Padahal mereka tahu pemanfaatan sihir sejajar dengan kekafiran, yang merugikan keluarga dan masyarakat.
Ayat ini menunjukkan bahwa sihir dan sulap, memang benar ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia, namun perlu diingat karena segala sesuatu ada di tangan Allah, maka kita dapat terselamatkan dari pengaruh buruk sihir dengan jalan bertawakal kepada Allah dan berdoa serta bersedekah. Dan telah jelas pula bahwa mempelajari ilmu tidak semuanya bermanfaat. Jika orang yang belajar tersebut bukan orang yang saleh dan sehat, maka ilmu itu yang sepatutnya dimanfaatkan untuk mengabdi kepada masyarakat, malah dimanfaatkan untuk menyesatkan masyarakat.
Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika kita lihat banyak sekali manusia yang tidak bersedia meyakini kebenaran dan beriman kepada agama-agama ilahi, maka janganlah kita dibuat ragu olehnya. Perboatan dosa berdampak buruk bagi jiwa pelakunya, sehingga ia kehilangan kesiapan untuk menerima kebenaran.
2. Ilmu dengan sendirinya tidak cukup. Masih diperlukan kelembutan dan kebersihan jiwa sehingga mudah menerima kebenaran. Para cendekiawan Yahudi sudah jauh sebelumnya mengetahui kebenaran Rasul Islam melalui dari apa yang mereka baca dari Taurat, namun bukan saja mereka tidak mengimani Rasul. Bahkan mereka menjadi penghalang bagi orang-orang lain yang hendak mengimani kenabian Muhammad Saw.
3. Ilmu tidak selalu bermanfaat, persis seperti pisau yang tajam jika jatuh ke tangan dokter ahli bedah, maka pisau tersebut digunakan sebagai alat untuk menyelamatkan seorang pasien. Lain halnya jika jatuh ke tangan seorang pembunuh, pisau tersebut dimanfaatkan sebagai alat untuk membunuh manusia.
4. Setan selalu berupaya untuk menceraikan antara suami dan isteri serta mewujudkan pertikaian serta perselisihan di tengah-tengah keluarga. Namun para malaikat selalu berupaya menciptakan kedamaian dan kerukunan antara suami isteri. Manusia pun terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok berada di barisan setan, dan satu kelompok lagi di barisan para malaikat. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 94-98
Ayat ke 94-95
Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar.
Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya."
Sepanjang sejarah, Yahudi menganggap diri mereka sebagai bangsa yang paling mulia dan berkeyakinan bahwa surga diciptakan untuk mereka dan api neraka tidak akan menyentuh mereka, serta menganggap diri mereka sebagai anak-anak dan kekasih Allah. Prasangka-prasangka batil ini, dari satu sisi menyebabkan mereka bebas melakukan berbagai bentuk kezaliman, kejahatan, perbuatan dosa dan kebejatan, dari sisi lain mereka menjadi sombong, ujub dan merasa lebih baik dari yang lain.
Ayat ini mengajak mereka untuk menilai dengan naluri dan mengatakan, jika yang kalian aku itu memang benar, dan surga dikhususkan bagi kalian, lalu mengapa kalian tidak mengharap kematian sehingga lebih cepat masuk ke surga? Mengapa kalian takut terhadap kematian dan lari darinya ?
Takut terhadap kematian bagaikan ketakutan pengemudi terhadap perjalanan. Seorang pengemudi terkadang takut karena tidak mengetahui jalan, atau karena tidak memiliki bensin, takut melanggar, atau khawatir memuat barang selundupan atau takut karena di tempat tujuan, ia tidak memiliki tempat tinggal.
Sementara itu, seorang mukmin sejati mengetahui jalan, menyiapkan bekal perjalanan dengan amal saleh, menutupi pelanggaran-pelanggarannya dengan taubat, tidak memuat barang selundupan yaitu dosa dan kezaliman. Pada Hari Kiamat ia mempunyai tempat tinggal, yaitu Surga. Kebanyakan, ketakutan terhadap kematian, dilatar-belakangi oleh satu diantara dua hal:
Pertama, ialah karena ia menganggap kematian sebagai ketiadaan dan kebinasaan. Dan secara alamiah setiap yang maujud akan merasa ketakutan terhadap kebinasaannya.
Kedua, mungkin saja seseorang memiliki keyakinan terhadap Hari Kiamat. Tetapi ia takut kepada kematian, lantaran perbuatan-perbuatan buruk dan pelanggaran yang mereka lakukan. Sebab mereka menggangap kematian sebagai permulaan hisab dan balasan amal perbuatan. Oleh karena itu mereka berharap agar kematian mereka ditangguhkan selama mungkin.
Adapun Nabi dan auliya Allah, yang dari satu sisi, tidak menganggap kematian sebagai ketiadan, bahkan menganggapnya sebagai permulaan kehidupan lain, dari sisi lain mereka tidak menunjukkan sesuatu dari diri mereka selain kesucian dalam berpikir dan berbuat. Oleh karena itu, bukan hanya tidak takut kematian, bahkan mereka merindukannya.
Sebagaimana Amirul mukminin Imam Ali as menyangkut permasalahan ini mengatakan, "Demi Allah, kerinduan putera Abu Thalib kepada kematian lebih besar dari pada kerinduan anak bayi kepada air susu ibunya."
Ayat ke 96
Artinya:
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, seloba-loba manusia kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa; Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Ayat ini mengatakan kepada Nabi, orang-orang Yahudi yang mengklaim bahwa Surga hanya diperuntukkan bagi mereka, bukan hanya tidak mengharapkan kematian hingga lebih cepat berada di Surga. Bahkan mereka rakus terhadap kehidupan dunia melebihi orang-orang musyrik yang tidak meyakini kiamat dan menganggap kematian sebagai akhir kehidupannya. Mereka sedemikian mencintai dunia, hingga ingin hidup seribu tahun di dunia. Meski memiliki bentuk kehidupan yang paling hina di puncak kesengsaraan, bagi mereka yang terpenting terjauh dari siksa ilahi di akherat, dan dapat berjerih payah mengumpulkan kekayaan dan hiasan dunia.
Tetapi Allah Swt berfirman, andaikan umur seribu tahun diberikan kepada mereka, maka hal itu tidak menyebabkan mereka selamat dari siksa Allah. Sebab seluruh amal perbuatan mereka berada di bawah pengawasan Allah dan harapan yang bersifat kekanak-kanakan ini tidak bermanfaat bagi mereka.
Ayat ke 97-98
Artinya:
Katakanlah:" Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir."
Sewaktu Nabi Saw datang ke Madinah, sekelompok Yahudi yang disertai oleh salah seorang ulama mereka mendatangi beliau dan melontarkan beberapa pertanyaan. Mereka bertanya, "Siapa nama malaikat pembawa wahyu untuk kamu?" Sewaktu Nabi menjawab, "Jibril", mereka berkata, "Jika malaikat itu adalah Mikail, maka kami akan beriman. Sebab Jibril adalah musuh kami dan membawa perintah-perintah berat seperti Jihad."
Sewaktu manusia tidak mau menerima kebenaran, maka ia akan mencari-cari alasan. Bahkan tanpa dasar apapun mereka menuduh salah satu Malaikat Allah dengan mengatakan bahwa malaikat itu mempersulit mereka. Mereka berpikir, bahwa yang demikian itu merupakan jalan bagi mereka untuk menolak kebenaran. Persis, seperti pelajar yang suka bermain, yang menganggap jelek guru matematika dan menganggap baik guru olah raga.
Pada prinsipnya para Malaikat Allah, baik Jibril maupun Mikail tidak membawa sesuatu dari mereka sendiri yang dapat disukai atau dibenci. Mereka tidak berbuat melainkan atas perintah Allah dan hanya sebagai penyampai wahyu Allah kepada Nabi-Nya. Oleh sebab itu, perkataan Yahudi hanyalah suatu alasan untuk menghindari Islam, bukannya suatu logika yang dapat diterima untuk tidak menerima Islam.
Dari lima ayat tadi terdapat lima tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia harus hidup sedemikian rupa, sehingga setiap saat ia siap menghadapi kematian. Ia haruslah menjalankan tugas-tugasnya dengan benar dan menutupi dosa-dosanya dengan taubat. Sehinggga tidak ada dalih apapun untuk takut mati.
2. Umur panjang tidaklah penting. Yang bernilai adalah umur yang berkah, yang penuh dengan usaha-usaha mendekatkan diri kepada Allah . Sebagaimana Imam Sajjad as berkata dalam doanya, "Tuhanku, jika umurku sebagai perantara dalam jalan menaatimu, maka panjanglah. Tetapi jika akan menjadi lahan subur bagi setan, maka akhirilah."
3. Agama adalah sebuah kumpulan ajaran-ajaran yang wajib diimani semuanya. Tidak dapat dikatakan bahwa aku beriman kepada Allah, namun aku bermusuhan dengan malaikat ini, atau tidak meyakini nabi itu. Seorang mukmin sejati beriman kepada Allah , seluruh nabi dan seluruh malaikat. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 91-93
Ayat ke 91
Artinya:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah". Mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
Ayat ini berbicara kepada orang-orang Yahudi, dengan mengatakan demikian, "Jika kalian tidak beriman kepada Muhammad, karena bukan dari etnis kalian, mengapa para nabi yang berasal dari etnis kalian, selalu kalian dustakan dan kalian bunuhi? Jadi, kalian adalah penentang kebenaran dan tidak ada bedanya kebenaran yang dikatakan nabi kalian atau Nabi Muhammad, baik tertulis di kitab Taurat, ataupun di kitab al-Quran."
Pada dasarnya, yang datang dari kitab langit, semuanya dari satu sisi yaitu Allah dan bagi semua umat manusia, bukannya khusus untuk kaum atau etnis tertentu. Bila memang demikian, tidak seorangpun dapat berkata, saya beriman hanya kepada apa yang diturunkan atas Nabi kami dan selain itu saya tidak menerimanya. Karena masalah-masalah yang ada di kitab langit semuanya menuju ke satu arah dan berada di atas satu jalan.
Semuanya seiring dan seirama. Tidak ada perbedaan antara mereka, sebagaimana halnya buku-buku pelajaran universitas ada kesesuaian dengan buku-buku pelajaran tingkat menengah. Hanya saja buku-buku yang digunakan di universitas lebih tinggi isinya dan lebih sempurna.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk mengajak seluruh umat manusia kepada agama Islam.
2. Satu dari alasan pengingkaran orang kafir kembali pada fanatisme etnis.
3. Tolok ukur keimanan pada kebenaran agama bukan pada etnis.
4. Seluruh isi al-Quran benar adanya.
5. Setiap pembohong bakal ketahuan.
Ayat ke 92
Artinya:
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.
Dalil lain bahwa kearaban Rasulullah Saw adalah satu-satunya alasan orang-orang Yahudi untuk menolak kerasulan Muhammad Saw. Mereka menyebut Nabi Musa datang dari etnis mereka dan membawa sejumlah mukjizat yang jelas bagi mereka. Tetapi ketika Nabi Musa as pergi ke gunung Tsur, Bani Israil menyembah anak sapi dan menyia-nyiakan jerih payah Nabi Musa as. Dengan demikian, pada dasarnya selain menzalimi diri sendiri, mereka juga menzalimi pemimpin mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menyebutkan latar belakang dapat membantu untuk mengambil keputusan yang benar.
2. Kembali pada kesyirikan dan jahiliyah merupakan kezaliman terhadap dirinya dan generasi yang akan datang.
Ayat ke 93
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)".
Kita telah katakan bahwa alasan etnis kaum Yahudi tidak mengimani Nabi Muhammad Saw karena beliau bukan dari Bani Israil. Sedangkan mereka hanya beriman kepada nabi yang dari etnis mereka dan hanya mau menjalankan ajaran-ajaran kitab Nabi Musa, yaitu Taurat. Akan tetapi, pada ayat-ayat sebelumnya, al-Quran telah menerangkan beberapa contoh, untuk membuktikan bahwa mereka bukan hanya tidak beriman kepada Nabi mereka, yaitu Musa, tetapi juga menolak kitab Taurat dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kitab mereka.
Ayat ini juga mengingatkan salah satu dari contoh-contoh tersebut. Di gunung Tsur, Allah Swt telah mengambil janji dari Bani Israil dalam sebuah masalah dan meminta mereka untuk konsisten mengerjakannya. Namun, walaupun mereka mendengarkannya tetapi mengingkarinya. Karena syirik dan cinta dunia dalam kasus kecintaan kepada anak sapi emas buatan Samiri, telah memasuki hati mereka sehingga tidak ada tempat lagi untuk berpikir dan beriman. Yang mengherankan adalah walaupun mereka telah mengingkari semua janji mereka, tetapi mereka masih mengaku beriman.
Dalam membantah pengakuan mereka itu, al-Quran memaparkan sebuah pertanyaan kepada mereka sebagai berikut, apakah iman kalian itu menginstruksikan supaya kalian melanggar perjanjian Allah? Kalian menyembah anak sapi, dan kalian membunuhi nabi-nabi ilahi. Jika demikian, berarti iman kalian memberi perintah-perintah buruk kepada kalian.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengambil janji dapat menciptakan motivasi untuk berbuat.
2. Mempertahankan revolusi ilahi perlu sekalipun dengan menghadapi ancaman.
3. Melaksanakan hukum dan perintah Allah membutuhkan kekuatan, keseriusan, cinta dan tekad kuat.
4. Cinta yang bersifat ekstrim sangat berbahaya. Karena bila manusia cinta kepada sesuatu, sulit baginya untuk menerima kebenaran.
5. Perilaku manusia penjelas terbaik pemikiran dan akidah seseorang. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat al-Baqarah Ayat 87-90
Ayat ke 87
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan Rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?
Ayat ini menyinggung tentang rahmat Allah yang berterusan untuk membimbing umat manusia dan menyebutkan bahwa setelah Musa, Allah mengutus nabi-nabi lain untuk Bani Israil yang di antara mereka adalah Nabi Isa as. Namun kecintaan kepada dunia dan ketaatan kepada hawa nafsu telah menguasai mereka sehingga mereka enggan mengikuti dan mempercayai nabi-nabi tersebut, bahkan sebagian dari nabi-nabi itu ada yang mereka bunuh, dikarenakan para nabi itu tidak bersedia menuruti selera mereka yang melanggar syariat.
Ayat ke 88
Artinya:
Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.
Orang-orang yang berjiwa batu dan keras kepala memberikan jawaban demikian dengan tujuan mengejek dan mempermainkan. Yaitu, bahwa kami tidak memahami perkataan nabi dan kami tidak dapat menerima sesuatu yang tidak kami pahami. Al-Quran menjawab omongan mereka ini bahwa perkataan para nabi adalah mudah dipahami oleh masyarakat, akan tetapi dalam kasus Bani Israil, karakter mereka yang suka menutupi kebenaran, menyebabkan mereka tidak mampu memahami kebenaran dan sedikit diantara mereka yang beriman.
Intinya, ketaatan kepada hawa nafsu telah menyebabkan pikiran dan hati manusia tertutup oleh tirai-tirai tebal egoisme. Kelompok semacam ini hanya dapat melihat hakekat dan suatu perkara dari kaca mata materi yang tampak dan kasat mata. Akibatnya, mereka mengingkari segala bentuk makrifah samawi.
Dari dua ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di hadapan semua perintah Allah Swt, kita harus tunduk dan pasrah, bukan menerima apa saja yang sesuai dengan keinginan kita. Tidak boleh juga meninggalkan apa yang tidak diinginkan. Karena yang demikian berarti telah menaati hawa nafsu.
2. Marilah kita sebisa mungkin menyakini bahwa Allah senantiasa melihat atau menyaksikan apa yang kita lakukan dan kita ketahui. Jika kita melupakannya, maka Dia tidak melupakan kita dan mengetahui apa saja yang kita perbuat.
3. Semua manusia di sisi perintah dan hukum Allah adalah sama. Bila ada yang beranggapan ada etnis tertentu yang lebih unggul di hadapan Allah, maka hal itu hanya khayalan mereka
4. Allah Swt mengutus banyak nabi untu membimbing manusia. Sayangnya manusia malah mendustakan para nabi bahkan membunuh mereka.
5. Kebahagian dan kebinasaan manusia berada ditangannya. Jika ada sekelompok manusia yang mendapat murka dan laknat Tuhan, itu semua dikarenakan kekafiran dan kekerasan kepalanya. Karena Allah telah memberikan peluang kepada semua manusia untuk memperoleh hidayah dan petunjuk melalui para nabi yang diutusnya.
Ayat ke 89
Artinya:
Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk medapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan mengenai contoh-contoh kekafiran dan sifat keras kepala Bani Israel terhadap Nabi Musa as dan perintah-perintah Taurat. Sedangkan ayat ini berbicara tentang orang-orang Yahudi yang hidup pada permulaan Islam. Mereka menanti Nabi Muhammad Saw berdasarkan petunjuk yang tertulis di Taurat. Mereka menanti beliau berhijrah dari Hijaz ke Madinah. Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah dan sekitarnya berkata bahwa secepatnya seorang Rasul yang bernama Muhammad akan diutus dan kami akan beriman kepadanya. Ia ia akan mengalahkan semua musuh-musuhnya.
Tetapi ketika Nabi hijrah ke Madinah, musyrikin Madinah beriman kepadanya, sedangkan orang-orang Yahudi justru mengingkari dan mendustakan apa yang tertulis di dalam Taurat. Semua itu terjadi akibat cinta mereka kepada dunia.
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu dan pengetahuan saja tidaklah cukup. Diperlukan semangat menerima kebenaran dan penyerahan diri. Walaupun orang-orang Yahudi khususnya para cendikiawan mereka, telah mengetahui kebenaran Nabi Islam, tetapi mereka tidak siap menerima kebenaran dan tunduk di hadapannya.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semua agama ilahi saling membenarkan dan bukan saling mengingkari.
2. Jangan bersandar pada sambutan pihak lain. Orang Yahudi selama ini menanti pengutusan Nabi Muhammad saw, tapi setelah beliau diutus, mereka justru mengingkarinya.
3. Mengenal kebenaran saja tidak cukup. Betapa banyak orang yang memahami kebenaran, tapi menjadi kafir akibat sikap keras kepala.
Ayat ke 90
Artinya:
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.
Orang Yahudi mengharapkan bahwa Nabi Muhammad Saw juga dari etnis Bani Israil, sehingga mereka akan beriman kepadanya. Tapi ketika tahu nabi terakhi bukan dari Bani Israil, mereka tidak bersedia memeluk Islam akibat fanatisme etnis dan kedengkian di dalam hatinya. Sebegitu kerasnya penentangan mereka sehingga pada akhirnya mereka memrotes kebijaksanaan Allah ini.
Sikap mereka ini berarti apa yang mereka pertaruhkan selama ini telah berujung pada kerugian. Karena untuk beriman kepada nabi terakhir, mereka telah melakukan perjalan sulit dan menantang bahaya untuk sampai dan tinggal di Madinah. Pada awalnya mereka ada penyeru manusia kepada ajaran Islam. Namun kedengkian dan sikap keras kepala pada akhirnya membuat mereka mengingkari nabi terakhir yang dijanjikan dalam Taurat. Mereka menjual agama dengan harga dirinya yang berujung pada kerugian dunia dan akhirat.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tolok ukur agama masyarakat adalah motifasi mereka.
2. Hasud menjadi sumber kekafiran. Orang Yahudi berhasrat Nabi Muhammad Saw berasal dari etnis mereka, tapi setelah terbukti tidak demikian, mereka lalu menjadi kafir.
3. Kenabian adalah keutamaan ilahi.
4. Ketidakpuasan manusia tidak berdampak pada kebijakan Allah Swt.
5. Interaksi paling buruk dari manusia adalah membeli siksa Allah dengan badannya.
Tafsir Al-Quran, Surat al-Baqarah Ayat 81-86
Ayat ke 81-82
Artinya:
(Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
Ayat sebelumnya memaparkan harapan kosong Yahudi bahwa mereka tidak akan masuk neraka dan menganggap hal tersebut sebagai suatu kebohongan terhadap Allah. Sedangkan dua ayat ini menerangkan bentuk balasan dan pahala ilahi pada Hari Kiamat. Setiap perbuatan dosa yang dilakukan dengan kesengajaan dan keinginan akan menenggelamkan orang yang melakukannya ke dalam dosa tersebut, dan ia akan selamanya berada di neraka dan tidak ada jalan keluar baginya. Balasan ini tidak membedakan antara Yahudi dan etnis-etnis lain.
Sementara itu syarat masuk ke surga ilahi adalah iman dan amal saleh yang harus selalu berdampingan. Iman saja dan perbuatan baik saja, tidak mencukupi. Bagaimana pula halnya dengan orang-orang yang ingin ke surga hanya dengan khayalan dan angan-angan.
Ayat ke 83
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai adanya perjanjian dengan Bani Israel, tetapi belum disebutkan isi perjanjian tersebut. Dalam ayat-ayat ini disebutkan butir-butir perjanjian itu. Janji-janji ilahi yang telah disampaikan oleh para rasul kepada umat manusia adalah sesuai dengan akal dan fitrah manusia, dan Allah Awt meletakkan nilai-nilai agama ini di hati naluri setiap manusia. Ajaran utama semua rasul adalah tauhid dan keesaan Allah, yaitu semua perbuatan akan menyebabkan kebahagaian, jika terdapat warna ilahi dan berintikan pada tauhid.
Perintah ilahi yang kedua setelah ibadah kepada Allah, adalah taat kepada ayah dan ibu serta berbuat baik kepada mereka. Karena mereka adalah perantara diciptakannya kita; dan rahmat ilahi sampai kepada kita melalui mereka. Membantu kaum miskin yang terdapat di dalam masyarakat, khususnya sanak saudara, datang di samping perintah berbuat baik kepada kedua orang tua. Dengan demikian, manusia tidak hanya melihat dirinya dan keluarganya, tetapi juga memperhatikan masyarakat di mana ia hidup dengan mereka. Di samping berkhidmat kepada masyarakat dijelaskan pula ibadat kepada Allah dengan cara khusus yaitu shalat, yang menunjukkan keperluan umat manusia kepada hubungan kontinyu dengan Allah Swt.
Tidak hanya perbuatan, tetapi ucapan seorang penyembah Tuhan yang Esa juga harus mulia dan baik, hal itu bukan hanya kepada orang-orang seagamanya saja, tetapi kepada semua manusia baik mukmin ataupun kafir.
Ayat ke 84
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): Kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.
Ayat ini adalah lanjutan ayat sebelumnya yang menjelaskan 6 butir perintah ilahi, dan menjelaskan dua butir lain sehubungan dengan kehormatan jiwa manusia, tempat tinggal dan tanah air mereka. Salah satu keperluan utama masyarakat, adalah menjaga keamanan masyarakat, keamanan nyawa dan tanah air. Masalah ini dijelaskan di semua agama ilahi.
Sebagaimana hak untuk hidup adalah hak utama bagi setiap manusia, dari setiap kaum, etnis dan ideologi, oleh karena itu membunuh dianggap sebagai dosa besar dan balasan di dunianya adalah qishas dan di akherat adalah neraka. Kecintaan terhadap tanah air adalah masalah fitrah di mana agama juga menghormatinya, oleh sebab itu tidak seorang pun boleh mengambil hak tersebut dari seseorang.
Dari empat ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Diskriminasi adalah hal yang terlarang, semua umat manusia sama di hadapan Allah Swt. Tidak sebuah kaum atau etnis pun mempunyai kelebihan di hadapan Allah Swt kecuali dengan takwa dan amal saleh.
2. Pertimbangan balasan dan pahala ilahi adalah iman dan amal perbuatan, bukan sangkaan dan khayalan; dan hanya berharap tanpa beramal sama sekali tidak berfaedah.
3. Dosa kadang-kadang sampai menempel pada diri manusia sehingga menyelimuti hati dan jiwanya dan tidak ada perbuatan dan perkataan yang ia lakukan kecuali kejahatan.
4. Janji yang terpenting Allah Swt atas manusia yang dapat membawanya kepada kebahagiaan:
Tauhid dan penyembahan kepada Tuhan yang Esa.
Berbuat baik kepada kedua orang tua, membantu orang-orang baik dari kalangan kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang buta.
Berbuat baik kepada masyarakat.
Mendirikan shalat.
Memberikan zakat.
Menjauhkan diri dari pembunuhan.
Tidak melakukan penyerangan terhadap rumah dan tanah air orang lain.
Ayat ke 85
Artinya:
Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.
Ayat ini menegur dan mencela Bani Israel, yang telah berjanji kepada Allah untuk tidak saling membunuh, namun nyatanya mereka tetap saja melakukan hal tersebut. Selain membunuh sesama, Bani Israil juga suka mengusir orang dari rumahnya sendiri sehingga terlunta-lunta tak bertempat tinggal. Jika ada di antara anggota keluarga mereka ditawan, mereka memandangnya sebagai sebuah penghinaan.
Oleh karena itu, seharusnya mereka juga memandang membunuh dan menelantarkan orang adalah lebih buruk dari itu. Jika membayar denda dan membebaskan tawanan adalah perintah Taurat, maka menjauhi pembunuhan dan pengusiran orang, juga merupakan sunnah Taurat. Sesungguhnya kalian berpasrah kepada hawa nafsu bukannya kepada ajaran-ajaran kitab Samawi, karena jika perintah-perintah ilahi tersebut sesuai dengan selera kalian, kalian dengan senang hati menaatinya. Namun sebaliknya, jika perintah itu tidak seirama dengan selera kalian, maka kalian membuangnya. Bahkan lebih buruk dari itu, kalian saling membantu dalam melakukan kemungkaran dan dosa.
Ayat ini memandang indikator iman yang sejati pada manusia adalah amal perbuatan, itupun amal perbuatan yang sesuai dengan hukum Allah, bukannya perbuatan yang sesuai dengan kepentingan dan selera pribadi. Karena yang demikian itulah yang disebut egoisme. Bukan hanya melakukan dosa, bahkan membantu orang dalam melakukan dosa adalah terlarang.
Imam Kazhim as, salah seorang keturunan dan Ahli Bait Nabi berbicara kepada salah seorang Muslim, demikian, "Menyewakan unta kepada kerabat istana Harun, Khalifah Dinasti Abbasiah, walaupun unta itu digunakan untuk pergi ke haji, dihitung sebagai dosa, karena engkau berharap mereka kembali dari perjalanan itu dengan selamat, sehingga engkau mendapatkan uang sewanya. Sedangkan menyukai tetap hidupnya seorang zalim adalah dosa."
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia diciptakan bebas dan punya hak untuk memilih.
2. Semua sama di hadapan hukum ilahi.
3. Cinta dunia salah satu faktor pembunuhan.
Ayat ke 86
Artinya:
Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.
Ayat ini menjelaskan bahwa akar atau sebab mereka menodai janji-janji ilahi, melakukan pembunuhan dan menelantarkan orang, tidak lain adalah uang dan kemewahan dunia. Mereka hanya bersedia melakukan perintah-perintah yang menjanjikan kepentingan dan keuntungan, namun mereka tidak ambil peduli dengan masalah-masalah yang bertaut dengan alam akhirat.
Dengan segala dosa dan penyembahan harta dunia yang dilakukan oleh kaum Yahudi, mereka tetap saja yakin, tidak akan dikenakan siksa. Ayat ini menegaskan, berbeda dengan harapan sesat ini, maka sebagaimana orang-orang lain yang berbuat dosa, mereka akan mendapat siksa atas perbuatan dosa mereka dan tak seorang pun yang dapat menolong mereka.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sunnah ilahi adalah melanjutkan keberadaan pemimpin langit di tengah-tengah masyarakat.
2. Pendidikan tidak boleh ditinggalkan.
3. Para malaikat menyampaikan bantuan Allah kepada para wali-Nya.
4. Para nabi harus dekat dengan masyarakat.
Tafsir Al-Quran, Surat al-Baqarah Ayat 76-80
Ayat ke-76
Artinya:
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kamipun telah beriman", tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?"
Kemudian, di dalam ayat selanjutnya Allah Swt menjawab ucapan mereka itu.
Ayat ke-77
Artinya:
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?
Pada awal kemunculan Islam, beberapa orang Yahudi ketika melihat muslimin, mereka berkata, "Karena ciri-ciri nabi kalian tertulis di dalam Taurat kami, maka kami juga beriman kepada agama kalian." Tetapi ketika bertemu dengan sesama orang Yahudi, mereka bertengkar satu dengan yang lain. Sebagian berkata kepada sebagian yang lain,"Mengapa kalian berbicara mengenai identitas Muhammad kepada muslimin? Mereka akan memanfaatkan hal itu untuk berhujjah terhadap kalian pada hari kiamat."
Akibat dari penyimpangan dan penyembunyian kebenaran yang dilakukan oleh para cendikiawan Yahudi ini yang membuat hingga sekarang masih banyak orang Yahudi dan Kristen di muka bumi.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika manusia mengetahui akan kebenaran, seharusnya ia mengikutinya. Manusia jangan menyepelekan kebenaran sekalipun dengan ancaman.
2. Orang munafik dan menyimpang akan menyembunyikan kebenaran untuk mempertahankan posisi dan fanatisme.Tanda-tanda rasionalitas adalah mengamalkan apa yang diketahui.
3. Iman akan keberadaan Allah dan ilmu-Nya dapat mencegah manusia dari kesalahan.
4. Di sisi Allah tidak ada perbedaan antara yang tampak dan tersembunyi.
Ayat ke-78
Artinya:
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.
Ayat ini memperkenalkan kelompok lain dari Bani Israel yang berbeda dengan kelompok sebelumnya yang terdiri dari para cendikiawan yang menyimpangkan atau menyembunyikan kebenaran-kebenaran Taurat. Kelompok ini terdiri dari masyarakat awam yang tidak mengetahui isi kitab Taurat dan hidup dengan cita-cita mereka sendiri.
Mereka menyangka bahwa di dalam Taurat, kaum Yahudi dianggap sebagai etnis pilihan serta dicintai Tuhan, dan hanya merekalah yang selamat di hari kiamat dan tidak akan masuk neraka. Jika terdapat pengadilan terhadap mereka, maka hal itu tidak lebih dari beberapa hari. Mungkin, khayalan-khayalan dan harapan-harapan seperti itu juga terdapat di antara para pengikut agama-agama lain.
Tetapi kita harus mengetahui, bahwa semua itu adalah akibat kebodohan dan tidak adanya informasi yang mereka miliki tentang isi Kitab Allah Swt. Karena pada kenyataannya tak satupun diantara ajaran-ajaran langit, yang terdapat di dalamnya khayalan-khayalan seperti ini.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masyarakat harus mengenal dirinya dan memahami pemikiran dan akidah yang menguasai masyarakat.
2. Dengan adanya buku dan guru, keberadaan orang buta huruf merupakan kekurangan dan untuk itu harus ada usaha untuk menutupinya.
3. Kebodohan menjadi sarana tumbuhnya khayalan yang tidak pada tempatnya.
4. Penantian harus berdasarkan ilmu dan bukan khayalan.
5. Dalam akidah manusia dilarang untuk mengikuti persangkaan dan khayalan.
Ayat ke-79
Artinya:
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, karena apa yang mereka kerjakan.
Di sepanjang sejarah selalu ada cerdik pandai yang menjadikan agama sebagai perantara untuk mencari kesenangan dunia. Sebagaimana pedagang yang menjual barang-barangnya untuk mendapat sejumlah uang, ada juga para penghamba harta yang memakai pakaian agama, menjual agamanya untuk memperoleh kekayaan. Membuat bidah di dalam agama Allah Swt dengan tujuan menarik perhatian masyarakat atau untuk memperoleh kedudukan di sisi para penguasa dan para raja, atau untuk menjaga kepentingan-kepentingan individu maupun golongan.Mereka termasuk diantara contoh-contoh nyata yang dimaksud oleh ayat ini,dimana al-Quran, dengan nada yang paling keras, mengulang kata-kata "Wail" (yang artinya celakalah) memperingatkan adanya bahaya tersebut.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengharapkan keimanan semua umat manusia adalah baik, tetapi kita ketahui bahwa sebagian besar umat manusia tidak siap menerima kebenaran. Oleh sebab itu, kekafiran mereka jangan sampai membuat ragu dan mengguncangkan keyakinankita.
2. Sebesar-besar kejahatan adalah kejahatan kebudayaan. Penyembunyian dan pemutarbalikan kebenaran adalah sebuah kejahatan yang akan membuat generasi berikut tidak mengetahui kebenaran dan menyeret kepada penyimpangandan kesesatan.
3. Keterjauhan para pengikut agama-agama dari ajaran Kitab-Kitab terutama al-Quran, membuka jalan berkembangnya penyimpangan-penyimpangan dan khayalan-khayalan tanpa dasar di antara mereka.
4. Membuat agama (dengan menciptakan bidah) dan menjual agama adalah sebuah bahaya yang datang dari para musuh pembuat kerusakan yang mengancam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, masyarakat harus berhati-hati dan tidak menerima setiap perkataan, walaupun pembicaranya adalah seorang yang lahirnya berpakaian agama .
Ayat ke-80
Artinya:
Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?"
Sebagaimana yang telah disebutkan, orang-orang Yahudi yang tidak mengetahui informasi mengenai kitab langit, menyangka hal yang salah ini. Yaitu, mereka lebih dekat disisi Allah dari pada orang lain, dan bahwa etnis Yahudi adalah etnis unggulan. Salah satu dari khayalan-khayalan sesat itu ialah mereka berkata jika umpamanya kami berbuat dosa, maka siksaan kami lebih sedikit dari pada orang lain dan hanya beberapa hari saja kami akan disiksa.
Ayat ini menyalahkan khayalan sesat ini dan berkata kepercayaan ini adalah suatu yang tidak benar yang telah kalian sandarkan kepada Allah Swt. Karena Allah Swt menciptakan manusia dalam satu derajat dan tidak membedakan mereka dalam hal pemberian siksaan dan pahala. Pada dasarnya setiap bentuk keunggulan yang didasarkan pada etnis dan keturunan, sama sekali tidak sesuai dengan rasio. Hanya takwa dan perbuatan baiklah yang merupakan sumber keutamaan manusia dan membedakan kemuliaan manusia antara satu dengan yang lain.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu ciri khas Yahudi adalah selalu ingin mendapat kelebihan dari yang lain.
2. Jangan biarkan pemikiran dan ucapan yang tidak baik begitu saja tanpa jawaban.
3. Merasa lebih, rasial dan keinginan tanpa perbuatan terlarang dalam agama.
4. Semua manusia sama di hadapan hukum dan Allah tidak pernah memberikan janji untuk menyelamatkan kaum tertentu.
5. Ketidaktahuan akan agama penyebab disandarkannya pelbagai khurafat kepada agama. (IRIB Indonesia)