کمالوندی

کمالوندی

Senin, 15 Januari 2024 15:05

Surat al-Jumua 6-11

 

قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (6) وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (7) قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (8)

 

Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar". (62: 6)

 

Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. (62: 7)

 

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (62: 8)

 

Pada episode sebelumnya telah dibahas tentang kaum Yahudi yang meninggalkan ajaran kitab sucinya yaitu Taurat dan hanya menghormati tampilannya saja. Ayat-ayat ini mengatakan: Namun, mereka menganggap diri mereka sebagai umat pilihan Allah dan menganggap diri mereka bebas dari hukuman dan siksa apa pun. Ayat-ayat ini menyatakan, Jika kamu benar dalam pernyataan ini dan mempunyai keyakinan seperti itu, mengapa kamu begitu terikat pada dunia dan takut mati?

 

Jika kalian adalah sahabat dan orang yang dicintai Tuhan, maka kalian harus rela mati agar kalian dapat bertemu Tuhan sesegera mungkin dan mendapatkan berkah istimewa dari-Nya. Sebagaimana Imam Ali as pernah berkata: Kecintaanku terhadap kematian lebih besar daripada kecintaan seorang bayi terhadap payudara ibunya. Namun orang-orang berdosa dan penjahat tidak pernah menginginkan kematian, karena mereka tahu betapa tidak layaknya perbuatan mereka di dunia ini dan Allah mengetahui segala perbuatan mereka. Tentu saja kematian tidak ada di tangan manusia, sebagaimana halnya kelahiran manusia tidak ada di tangannya sendiri, dan setiap orang hendaknya mempersiapkan diri untuk menjawabnya di Hari Kebangkitan.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Persiapan menghadapi kematian adalah cara terbaik untuk mengukur keimanan para penganut agama dan penyembah Tuhan.

2. Salah satu bencana orang beragama adalah mengira dirinya sebagai salah satu wali Allah dan menyombongkannya kepada orang lain.

3.Akar dari ketakutan akan kematian dan lari darinya adalah perbuatan buruk dan tak pantas manusia, oleh karena itu, orang-orang yang suci dan saleh tidak takut mati.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (10) وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (11)

 

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (62: 9)

 

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (62: 10)

 

Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki. (62: 11)

 

Pada masa Rasulullah Saw, pada hari Jumat ketika Nabi sedang membaca khutbah Jumat, sebuah kafilah dagang memasuki Madinah dan mengumumkan kedatangannya dengan genderang dan simbal. Sebagian besar jamaah, agar tidak kehabisan barang yang diinginkan dan tidak hilang, meninggalkan Nabi sendirian saat beliau sedang berkhutbah dan bergegas menuju kafilah untuk membeli barang.

 

Seraya mengutuk perilaku seperti itu, ayat-ayat ini menekankan pentingnya shalat Jumat dan mengatakan: Salah satu tanda religiusitas adalah meninggalkan urusan duniawi saat shalat dan mengingat Tuhan. Seseorang yang beriman tidak mendahulukan jual beli dari menunaikan shalat di awal waktunya, tapi ketika mendengar azan, ia meninggalkan pekerjaan sehari-harinya dan bergegas menuju shalat berjamaah.

 

Sayangnya, saat ini masih banyak orang yang mengaku beriman yang lebih mengutamakan pekerjaan duniawi dibandingkan kewajiban agama, termasuk menunda salat. Sedangkan al-Qur'an mengatakan: Kebaikan dunia dan akhirat adalah mendahulukan salat di atas aktivitas lain dan menunda aktivitas lain demi salat.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Menghadiri shalat Jumat dan berjamaah muslim adalah salah satu tanda-tanda iman.

2. Tidak ada pekerjaan atau kesibukan yang menghalangi orang untuk berpartisipasi dalam shalat Jumat. Selama salat Jumat, pasar dan tempat usaha harus ditutup sementara agar motif duniawi tidak menghalangi orang untuk menghadiri acara keagamaan penting ini.

3. Agama tidak menentang kehidupan duniawi manusia. Oleh karena itu, setelah selesai shalat Jumat, beliau memerintahkan mereka untuk berbisnis dan berusaha mencari penghidupan yang halal.

4. Keselamatan sejati dicapai dengan menaati perintah Allah, yang menjadikan dunia dan akhirat sebagai jalan yang layak bagi manusia.

Senin, 15 Januari 2024 15:04

Surat Al-Jumu'a 1-5

 

سورة الجمعة

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (1)

 

Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (62: 1)

 

Surat Al-Jumu'a diturunkan di Madinah dan terdiri dari 11 ayat. Pembahasan utama ayat ini mengenai tujuan pengutusan nabi, kesiapan untuk menghadapi kematian dan anjuran untuk menunaikan salat Jumat.

 

Surat ini seperti surat sebelumnya, diawali dengan pujian dan tasbih kepada Tuhan, dan menyebutkan pujian seluruh makhluk di alam semesta kepada sang pencipta. Dalam budaya al-Quran, seluruh makhluk memiliki kecerdasan tertentu, bukan saja mereka mengenal penciptanya, bahkan mereka bertasbih kepada-Nya. Tapi kita manusia tidak mampu memahami tasbih mereka. Oleh karena itu, al-Quran di ayat ke-44 Surat al-Isra' menyebutkan, ".... kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka."

 

Kelanjutan ayat ini menekankan bahwa Ia bukan saja pencipta alam semesta, tapi juga penguasa seluruh alam dan mengelola dunia, tapi bukan seperti penguasa manusia yang umumnya mereka zalim dan tidak adil. Ia adalah penguasa yang kekuasaan-Nya tidak memiliki kekurangan dan cacat, dan bersih dari segala bentuk kezaliman terhadap hamba-Nya, karena Ia Maha Agung dan Bijaksana, serta mengelola alam semesta berdasarkan ilmu dan hikmah.

 

Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Seluruh makhluk alam semesta, baik di bumi dan langit, nyata atau tersembunyi, padat, tanaman dan hewan seluruhnya bertasbuh kepada Tuhan.

2. Pengelolaan alam semesta berdasarkan pengetahuan dan hikmah sangat luas Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak kehendak-Nya. Karena pemerintahannya disertai dengan kekuatan dan kebijaksanaan, dan Ia tidak terkalahkan.

 

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (2) وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (3) ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (4)

 

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (62: 2)

 

dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (62: 3)

Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. (62: 4)

 

Ayat ini menyebutkan tujuan pengutusan Rasulullah Saw, dan menyatakan, Tuhan memilih satu orang di antara kaum Arab yang buta huruf, sesat dan penuh takhayul dalam kehidupannya sebagai utusan-Nya.

 

Risalahnya adalah memberi petunjuk kepada kaum ini, dan berdasarkan ayat al-Quran, pertama-tama kaum Arab dibersihan dari akhlak dan perilaku buruk, dan kemudian mereka dapat meraih derajat tinggi dan pertumbuhan dengan mengajarkan kepada mereka ajaran kitab samawi serta kata-kata dan ungkapan bijak.

 

Tentunya risalah dan ajaran nabi ini tidak terbatas para warga Mekah dan Semenanjung Arab, tapi mencakup semua orang yang kemudian beriman kepadanya, dan meneriman seruannya, mereka akan mendapat manfaat dari ajaran dan pendidikannya, dan hal ini akan terus berlanjut hingga hari Kiamat.

 

Pengutusan seluruh nabi sepanjang sejarah, khususnya nabi terakhir, Nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan rahmat Allah yang terbesar kepada umat manusia, yaitu menyelamatkan manusia dari berbagai adat istiadat dan keyakinan yang penuh kesesatan dan penuh ifrath-tafrith (berlebihan), serta mereka dibimbing menuju kebahagiaan berdasarkan wahyu Ilahi dan akal sehat.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Pengutusan para nabi adalah faktor pertumbuhan, gerakan dan kesempurnaan masyarakat manusia.

2. Pengutusan seseorang untuk memberi petunjuk masyarakat yang berada di puncak kebodohan dan kesesatan adalah sebuah mukjizat ilahi.

3. Penyucian diri (Tazkiyah) harus dilakukan di bawah bimbingan ayat al-Quran dan sunnah Rasul, bukan aliran pemikiran manusia dan ilmu tasawuf (irfan) palsu.

4. Risalah Rasulullah Saw tidak terbatas bagi etnis Arab atau masyarakat di zaman beliau, tapi mencakup seluruh manusia, dari etnis dan kaum mana pun, serta membawa seluruh manusia yang mencari kebenaran ke arah kebahagiaan dan keselamatan.

 

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (5)

 

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (62: 5)

 

Di ayat sebelumnya dibicarakan mengenai pengurusan Rasulullah di antara warga Mekah; Ayat ini memperingatkan muslimin untuk berhati-hati jangan sampai seperti kaum Yahudi yang diberi kitab Taurat dan diwajibkan untuk mengamalkan ajarannya, tapi sekelompok orang tidak melakukannya dengan benar dan hanya berpura-pura melaksanakannya. Sekelompok lainnya berperilaku sebaliknya dan bertolak belakang dengan ajaran Taurat, serta mendustakan ayat-ayatnya dan menyebutnya tidak benar.

 

Hewan yang mengangkut buku, hanya merasakan bobotnya saja, dan tidak memanfaatkan isinya. Begitu juga seorang muslim yang membawa al-Quran di berbagai acara, mencium dan menghormatinya, hanya merasakan beratnya saja. Orang seperti ini tidak memanfaatkan ajaran al-Quran dan bimbingan ilaghi dalam kehidupannya.

 

Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Al-Quran menyamakan manusia yang lalai dan orang pandai yang tidak mengamalkan ajaran kitab ini seperti hewan, karena mereka tidak memanfaatkan akal dan wahyu dengan benar.

2. Membaca al-Quran harus sampai pada tahap pengamalan sehingga benar-benar bermanfaat; Jika tidak maka manusia akan mendapat teguran Tuhan.

3. Tidak mengamalkan ajaran kitab samawi sebuah bentuk pendustaan amal perbuatan mereka, dan membuat manusia tidak mendapatkan petunjuk ilahi.

Senin, 15 Januari 2024 15:03

Surat As-Saff 7-14

 

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (7) يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (8) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (9)

 

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim. (61: 7)

 

Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (61: 8)

 

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (61: 9)

 

Di episode sebelumnya diisyaratkan kabar gembira yang disampaikan Nabi Isa as akan kedatangan nabi setelahnya. Ayat ini mengatakan, sebagian ahli kitab yang diseru oleh Nabi Muhammad Saw untuk memeluk Islam telah berdusta kepada Tuhan, dan mengatakan, Tuhan tidak mengutusmu sebagai nabi. Melalui perbuatanya ini, mereka telah membuat dirinya menjauh dari petunjuk dan hidayah Tuhan, dan menzalimi dirinya sendiri.

 

Mereka mengira cahaya Ilahi itu seperti cahaya lilin yang bisa mereka tiup dengan mulut. Padahal Allah berkehendak cahaya pentunjuk-Nya menyinari seluruh alam seperti matahariu melalui Rasulullah Saw,dan menjadikan Islam menguasai semua agama dan mazhab, dan jelas tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi terpenuhinya kehendak Allah.

 

Sejarah menunjukkan selama 1400 tahun lalu, meski ada berbagai rintangan dan kendala yang diciptakan musuh, Islam terus berkembang dan komunitas Islam baik di Timur maupun di Barat terus bertambah.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat lima pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Ketidakadilan terbesar terhadap umat manusia adalah menghalangi firman Tuhan yang jelas mencapai telinga manusia dan ajaran para nabi ilahi tidak dapat diterapkan dalam masyarakat manusia.

2. Menurut ungkapan al-Quran, agama adalah cahaya, yakni sarana untuk mengetahui dan menemukan jalan, tumbuh dan bergerak.

3. Musuh-musuh agama selalu berusaha mematikan cahaya petunjuk dan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya.

4. Di antara semua agama dan aliran, hanya agama Islam yang abadi dan keunggulannya terhadap agama lain karena kebenaran yang dimilikinya.

5. Tak diragukan lagi, kemenangan kebenaran atas kebatilan adalah kehendak Tuhan, dan kehendak ini mengalahkan keinginan dan kehendak orang-orang kafir dan musyrik.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (11) يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12) وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (13)

 

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (61: 10)

 

(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (61: 11)

 

Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (61: 12)

 

Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (61: 13)

 

Dalam ayat sebelumnya dibicarakan mengenai konspirasi musuh terhadap Islam. Ayat ini mendorong orang-orang mukmin untuk menjalankan kewajiban agamnya dalam menghadapi musuh. Ayat ini mengatakan, kalian yang mengklaim beriman dan menganggap sebagai pengikut Rasulullah Saw, maka berjihadlah untuk melindungi agama Tuhan, dan jangan segan-segan mengorbankan harta dan nyawa di jalan ini. Ketahuilah bahwa apa yang kalian berikan di jalan ini, Tuhan akan membelinya dan dengan harga paling tinggi.

 

Jika musuh menggunakan segala cara dan fasilitas untuk menghancurkan Islam dan umat Islam, kalian harus mengerahkan seluruh sumber daya kalian untuk melawan mereka dan ketahuilah bahwa dunia dan akhirat kalian bergantung pada upaya dan jihad kalian. Jika kamu menunaikan kewajibanmu, kamu akan meraih kemenangan di dunia dengan pertolongan Ilahi, di akhirat nanti kamu akan mendapat rahmat dan ampunan Tuhan, kamu akan terbebas dari neraka, dan kamu akan masuk surga yang kekal dan penuh berkah.

 

Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Perdagangan tidak hanya terbatas pada urusan materi; Transaksi dengan Tuhan dan mengikuti rasul-rasulnya adalah perdagangan menguntungkan yang memberi manfaat bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat, menjamin mereka hidup penuh berkah dan kenyamanan.

2. Orang mukmin selain menjaga agamanya, juga harus siaga dan siap mengorbankan harta serta nyawanya untuk melindungi agama Tuhan dari konspirasi musuh.

3. Pejuang di jalan Tuhan mencapai salah satu dari dua hal baik: menjadi syuhada dan memasuki surga abadi, yang merupakan keselamatan besar, atau mereka mengalahkan musuh dengan pertolongan Tuhan, yang juga merupakan kesuksesan penting dan berharga.

4. Dalam pandangan orang beriman, menjaga agama lebih penting dari harta dan nyawa. Oleh karena itu, mereka siap mengorbankannya di jalan Tuhan.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآَمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ (14)

 

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (61: 14)

 

Melanjutkan ayat sebelumnya yang menyeru orang mukmin untuk berjihad di jalan Tuhan, ayat ini mengatakan, jadilah penolong Tuhan sepanjang hidup kalian dan dalam segala situasi. Jelas sekali bahwa Allah tidak membutuhkan pertolongan kita manusia, dan penafsiran ini berarti menolong agama Allah, para nabi, dan para wali Ilahi.

 

Membantu agama Tuhan mempunyai dua aspek: yang pertama adalah mencoba menyebarkan Islam ke seluruh dunia, dengan menggunakan berbagai fasilitas dakwah dan media; Dan yang lainnya adalah mengetahui rencana dan konspirasi musuh-musuh Islam serta menghadapinya dengan serius dan penuh perhitungan.

Kelanjutan ayat ini mengisyaratkan contoh menolong agama Tuhan, dan mengatakan, Nabi Isa as juga meminta pertolongan dari hawariyyun yang terdiri dari 12 murid dan mubalignya, dan mereka juga menyatakan kesiapannya. Tapi nantinya sebagian dari mereka mundur dari penolong Nabi Isa as, dan berbalik menolong musuh beliau. Tapi Tuhan membuat orang-orang beriman menang atas musuh-musuh mereka.

 

Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Memiliki keyakinan (iman) dan menjaganya saja tidaklah cukup; Sebaliknya, kita harus berusaha menyebarkan agama Tuhan di dunia.

2. Jika kita membantu agama Tuhan, maka Tuhan juga akan menolong kita dan membuat kita menang atas musuh.

Senin, 15 Januari 2024 15:02

Surat As-Saff 1-6

 

سورة الصف

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

 

Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (61: 1)

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (61: 2)

 

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (61: 3)

 

Hari ini kita akan mengkaji bersama tafsir Surat As-Saff. Surat ini juga diturunkan di Madinah dan terdiri dari 14 ayat. Pembahasan utama ayat ini mengenai kesiapan untuk membela agama Tuhan dan berjihad. Jika hal ini dilakukan maka janji Tuhan akan kemenangan Islam atas agama-agama lain pasti akan terealisasi.

 

Surat ini seperti sejumlah surat lainnya diawali dengan tasbih kepada Tuhan, dan sejatinya menekankan hakikat bahwa seluruh makhluk di alam semesta menjadi saksi atas kesucian Tuhan dari selaga bentuk kekurangan, cacat, kezaliman dan kebodohan, serta mereka meyakini Tuhan tidak membutuhkan apa pun.

 

Kelanjutan ayat ini menyeru orang mukmin untuk memperhatikan satu prinsip penting ajaran agama, dan mengatakan, klaim tanpa amal tidak memiliki nilai, tapi juga akan menimbulkan kemurkaan Tuhan. Sejumlah dari kalian dalam kondisi normal mengatakan, jika diperlukan, saya siap mengorbankan nyawa dan harta di jalan Tuhan, supaya agama Tuhan tetap terjaga, tapi ketika musuh mulai menyerang serta dibutuhkan untuk membela agama dan berjihad, kalian mundur dan menolak memasuki medan pertempuran.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Dalam budaya al-Quran, keberadaan memiliki semacam kecerdasan dan kesadaran, dan dengan mengagungkan dan mengabdikan Tuhan yang Esa, hal itu membuktikan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.

2. Klaim beriman dan beragama saja tidak cukup, tapi diperlukan amal dan tindakan untuk membuktikan klaim tersebut.

3. Mereka yang meneriakkan slogan mendukung agama dengan mulutnya, tapi dalam praktiknya tidak melakukan apa pun, jangan mengira ia telah berhasil menipu Tuhan. Orang seperti ini akan mendapat murka Tuhan baik di dunia maupun di akhirat.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (4)

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (61: 4)

 

Di ayat sebelumnya dibicarakan mengenai orang-orang yang, dengan klaim mereka tanpa tindakan, menjadikan diri mereka penyebab murka dan kemarahan Tuhan. Ayat ini mengatakan: Tetapi orang-orang yang beramal dan membuktikan klaimnya, telah menerima rahmat dan rahmat Allah yang istimewa, sehingga mereka menjadi kekasih Allah.

 

Di dunia akan senantiasa terjadi perang dan konfrontasi. Pertengkaran ini biasanya untuk meraih kekuasaan dan kekayaan lebih, serta mendominasi negara lain, merebut wilayah mereka dan kekayaannya.

 

Wajar jika friksi antar umat muslim dan tercerai berainya mereka menjadi peluang bagi musuh dan membuat orang mukmin semakin lemah dalam menghadapi agresi musuh. Oleh karena itu, ayat ini menekankan persatuan orang-orang beriman dan menyebutnya sebagai kunci kemenangan.

 

Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Tidak mungkin meraih keridhaan dan kecintaan Tuhan tanpa jihad dan berusaha di jalan-Nya.

2. Dalam menghadapi musuh dan tiran, semua perbedaan etnis, bahasa dan mazhab harus disingkirkan, dan harus bersatu dalam melawan musuh.

 

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (5) وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ (6)

 

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (61: 5)

 

Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". (61: 6)

 

Ayat ini menyebutkan sikap Bani Israel dalam memperlakukan dua utusan Tuhan, Nabi Musa as dan Nabi Isa as, serta menyatakan, sejumlah orang yang beriman kepada Nabi Musa as, menyakiti beliau dengan menghina, menisbatkan hal-hal yang tidak baik serta tidak menaatinya. Orang-orang ini malah menyebabkan perpecahan di antara orang-orang beriman ketimbang bersatu.

 

Jelas bahwa perilaku zalim terhadap sosok yang mereka yakini sebagai nabi akibatnya adalah mereka semakin jauh dari petunjuk dan hidayat Tuhan, dan akhirnya kelompok ini akan bernasib buruk.

 

Nabi Isa as juga menganggap dirinya seorang nabi di antara dua nabi ilahi; Beliau membenarkan kitab-kitab dan ajaran Nabi sebelum beliau dan mengumumkan kedatangan Nabi setelah beliau. Namun, mereka menyangkalnya dan menyebut mukjizatnya sebagai sihir.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Mengenal sejarah bangsa-bangsa dan nabi-nabi terdahulu bersifat mendidik dan menjadikan orang yang beriman tahan dan kuat menghadapi rintangan dan kesulitan.

2. Perkataan dan tingkah laku yang menyakiti dan menyiksa para nabi dan wali Allah menyebabkan manusia kehilangan petunjuk Ilahi dan menyebabkan penyimpangannya dari jalan yang benar.

3. Tujuan seluruh nabi adalah satu, oleh karena itu, mereka tidak saling bersaing. Mereka memberi kabar gembira akan kedatangan nabi setelahnya, dan mewasiatkan manusia untuk beriman kepada nabi tersebut.

4. Dalam sistem pendidikan ilahi, ada banyak kelas untuk pertumbuhan dan keunggulan manusia. Setiap kelas merupakan perkenalan dengan kelas berikutnya dan setiap guru mengkonfirmasi guru sebelumnya.

Senin, 15 Januari 2024 15:02

Surah al-Mumtahina 7-13

 

عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (7) لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

 

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (60: 7)

 

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (60: 8)

 

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (60: 9)

 

Dalam episode sebelumnya dibahas mengenai pemutusan hubungan persahabatan dan persaudaraan karena kekufuran dan sikap keras kepala untuk berdiri bersama barisan musuh agama. Ayat ini kepada umat Muslim yang hijrah dari Mekah ke Madinah mengatakan, Orang-orang musyrik di Makkah yang ada di antara saudara-saudaramu diharapkan masuk Islam dan permusuhan berubah menjadi persahabatan.

 

Namun kini mereka tidak beriman, tapi jika mereka tidak melakukan langkah permusuhan terhadap muslimin, maka mencintai dan membantu mereka tidak dilarang, serta diperbolehkan menjalin hubungan dengan mereka berdasarkan prinsip akhlak. Namun mereka tidak boleh menebar pengaruh di antara muslimin dan juga hubungan tersebut tidak membuat iman orang-orang muslim lemah.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Tolok ukur kecintaan atau permusuhan antara muslimin dan orang lain adalah ajaran agama. Non-Muslim yang tidak melakukan tindakan melawan Muslim dan tidak membuat rencana jahat harus diperlakukan dengan baik, tetapi mereka yang mencari permusuhan dan membuat rencana jahat terhadap orang-orang beriman dianggap musuh dan muslim harus berlepas diri dari mereka (Baraah).

2. Perilaku buruk orang kafir terhadap Muslim di masa lalu dapat dimaafkan dengan syarat mereka tidak lagi memusuhi orang muslim.

3. Islam agama kebaikan dan keadilan, bahkan terhadap orang kafir.

4. Dalam perbuatan baik, orang kafir yang membutuhkan juga dimasukkan dan jangan segan-segan berbuat baik kepada mereka.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآَتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (10) وَإِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآَتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُمْ مِثْلَ مَا أَنْفَقُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (11)

 

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (60: 10)

 

Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (60: 11)

 

Melanjutkan ayat sebelumnya terkait bentuk hubungan muslim dan non-muslim, ayat ini membahas hubungan keluarga antara suami dan istri, jika salah satunya muslim dan yang lain non-muslim. Terkait hal tersebut, ayat ini menyatakan, "Jika seorang wanita dari kalangan kafir masuk Islam dan mencari perlindungan kepada Anda, maka jangan kembalikan dia kepada orang-orang kafir setelah Anda yakin akan keimanannya. Dalam kasus seperti ini, jika suami (yang tidak beriman) dari wanita tersebut telah membayar maharnya, maka penguasa Islam harus mengembalikan mahar tersebut kepadanya."

 

Misalnya, jika istri salah seorang muslim mencari suaka kepada orang kafir, maka ia akan keluar dari ikatan suami istri dengan priamuslim tersebut. Dalam hal ini, orang kafir harus mengembalikan mahar yang telah dibayarkan oleh laki-laki muslim tersebut kepadanya. Jika mereka tidak melakukannya, maka kaum Muslimin harus memberikan sebagian rampasan perang yang mereka ambil dari orang-orang kafir itu kepada orang Muslim itu sebagai ganti kerugiannya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Istri tidak harus mengikuti suaminya dalam memilih agama. Ia harus mandiri dari keyakinan suaminya dan memilih sendiri keyakinannya.

2. Seorang pria atau wanita Muslim tidak dapat terus hidup bersama setelah pasangannya menjadi kafir. Mereka dipisahkan secara paksa satu sama lain dan tidak perlu bercerai atau  meminta bercerai.

3. Ketika seorang wanita kafir masuk Islam, alasan dan cara dia berpindah agama harus diselidiki untuk memperjelas bahwa motifnya melakukan hal tersebut bukanlah sesuatu seperti spionase atau perselisihan dengan mantan suaminya atau ketertarikan pada seorang pria Muslim.

4. Menghormati hak-hak keuangan masyarakat tidak tergantung pada status Islam atau kekafiran mereka. Hak-hak masyarakat, baik Muslim maupun kafir, harus dilindungi dan dihormati secara adil.

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الْآَخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ (13)

Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (60: 12)

 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (60: 13)

 

Menyusul ayat-ayat sebelumnya tentang status perempuan muhajirin, ayat-ayat ini berbicara tentang perempuan musyrik yang memeluk Islam pada masa penaklukan Mekah oleh umat Islam dan ingin bersumpah setia (baiat) kepada Rasulullah Saw. Syarat-syarat baiat perempuan yang disebutkan dalam ayat-ayat ini juga berlaku untuk baiat kaum pria, namun kondisi budaya pada masa jahiliyah sedemikian rupa sehingga hal-hal ini lebih banyak terjadi di kalangan perempuan dan harus dilawan dengan tegas.

 

Mencuri harta suami untuk dibawa ke rumah orang tuanya, perzinahan dan hubungan haram terutama saat suami tidak ada, aborsi terhadap bayi sah atau haram dan membesarkan bayi orang lain serta menisbatkannya kepada suaminya sendiri adalah beberapa di antara persoalan yang perlu diperketat oleh Rasulullah untuk membersihkan masyarakat dari polusi seksual dan finansial terkait mereka.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Perempuan adalah makhluk yang mandiri, pemilih dan mempunyai hak pribadi atau organisasi. Oleh karena itu, perempuan mengambil keputusan dalam permasalahan politik dan sosial atas kemauannya sendiri, tidak bergantung pada laki-laki dan tidak tunduk pada suaminya. Seperti pada awal Islam, perempuan langsung berbicara kepada Nabi dan mengutarakan pendapatnya.

2. Keberadaan perempuan yang bersih dari kemungkaran memberikan dasar bagi kesehatan dan kebersihan masyarakat dari banyak kerusakan. Jika perempuan suci dan tidak memperlihatkan diri mereka kepada laki-laki yang penuh nafsu dengan menggoda, masyarakat akan dibersihkan dari sejumlah besar hubungan terlarang dan perselingkuhan pasangan. Hasilnya, banyak kerusakan sosial yang disebabkan oleh hubungan moral yang tidak terkendali dan tidak sehat dapat dihilangkan.

Senin, 15 Januari 2024 15:01

Surah al-Mumtahina 1-6

 

سورة الممتحنة

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (1) إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ (2)

 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (60: 1)

 

Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (60: 2)

 

Surat al-Mumtahina diturunkan di Madinah dan terdiri dari 13 ayat. Poin penting surat ini terkait larangan untuk bersahabat dengan musuh Tuhan, dan dalam hal ini Nabi Ibrahim as disebutkan sebagai teladan bagi mukminin.

 

Menurut sejarah, ketika Rasulullah Saw dan umat Muslim hidup di Mekah, mereka selalu dianiaya dan diganggu musyrikin supaya mereka meninggalkan agama Islam. Akhirnya Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, dan muslimin kemudian menyusul beliau dan hijrah ke Madinah sehingga terbebas dari penyiksaan kaum musyrikin.

 

Setelah peristiwa hijrah tersebut, kaum musyrikin Mekah beberapa kali menyerang Madinah dan melancarkan konspirasi terhadap Rasulullah Saw, tapi mereka gagal meraih tujuannya yakni menghancurkan Islam dan umat Muslim. Pada tahun kedelapan Hijriah, Rasulullah Saw memutushkan untuk menaklukkan kota Mekah dan membebaskan kota ini dari keberadaan kaum musyrik. Kemudian beliau bersama umat muslim saat itu bergerak ke arah kota Mekah.

 

Salah satu muslim yang keluarga dan kerabatnya tinggal di Mekah, mengirim surat kepada mereka tengang rencana Nabi dan mengirimnya melalui seorang perempuan secara rahasia untuk disampaikan kepada musyrikin Mekah. Rasulullah Saw mendapat berita tersebut melalui Malaikat Jibril. Rasul kemudian memanggil orang yang menulis surat tersebut. Rasul juga mengirim sekelompok orang untuk menangkap perempuan pembawa surat. Akhirnya perempuan tersebut ditemukan dan suratnya disita.

 

Ayat ini mencela dan melarang perbuatan seperti ini yang dilakukan pelaku karena persahabatannya dengan musyrikin. Ia rela mengirim berita rahasia muslimin kepada mereka dan menyangka orang musyrik juga menyukai orang seperti ini. padahal mereka mengeluarkan kata-kata buruk terhadap muslimin, dan jika mereka berkuasa, pasti akan menganiaya dan menyiksa orang mukmin.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Dua kecintaan tidak bisa cocok dalam satu hati. Tidaklah mungkin mencintai Allah dan Nabi-Nya serta mencintai orang-orang yang bersekongkol melawan agama Allah.

2. Musuh agama memusuhi orang-orang mukmin karena imannya kepada Tuhan. Mereka menginginkan orang mukmin meninggalkan imannya kepada Tuhan, dan kafir seperti mereka.

3. Agama tidak berpisah dari politik. Dalam kebijakan luar negeri, menjalin hubungan atau memutus hubungan dengan negara lain harus didasarkan pada tolok ukur agama.

4. Menjalin hubungan persahabatan dengan musuh akan membuat manusia menerima akibat buruk, dan menyeretnya ke arah kekufuran dan kesesatan.

 

لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (3)

 

Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada Hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (60: 3)

 

Saat menjelaskan ayat sebelumnya, kami telah sebutkan bahwa sejumlah orang mukmin karena kerabat dan kaumnya tinggal di Mekah, ingin membagikan rahasia kaum muslim kepada mereka. Ayat ini lebih lanjut menyatakan, keluarga dan anak yang bukan kaum beriman, tidak dapat menyelamatkan kalian dari kemurkaan Tuhan di dunia. Sementara di akhirat mereka juga akan terpisah dari kalian dan masuk ke neraka. Oleh karena itu, jangan membuat diri kalian menjadi ahli neraka karena mereka.

 

Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Hubungan agama lebih penting dari hubungan keluarga. Kita harus berhati-hati supaya perasaan kita tidak mengalahkan keyakinan kita.

2. Kita harus memutus harapan kepada orang kafir, dan jangan menjadikan mereka sebagai sandaran, meski mereka adalah famili dan kerabat dekat kita.

 

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (4) رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (5) لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (6)

 

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali". (60: 4)

 

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (60: 5)

 

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (60: 6)

 

Salah satu metode pendidikan al-Quran adalah mengenalkan teladan yang benar. Para nabi ilahi selain bertanggung jawab menyampaikan risalah Tuhan kepada masyarakat, juga setiap tindakan dan perilakunya harus menjadi teladan yang pantas dan baik bagi masyarakat. Mereka harus menyampaikan risalah ilahi kepada masyarakat dengan penjelasan yang jelas dan mudah, serta mengamalkannya dalam setiap tindakan mereka.

 

Nabi Ibrahim as yang dikenal sebagai bapak seluruh agama besar ilahi seperti Yahudi, Kristen dan Islam, dalam ayat ini disebut sebagai teladan perlawanan dengan musuh Tuhan, dan berlepas diri dari mereka (musuh Tuhan). Ibrahim adalah teladan yang harus dijadikan teladan oleh orang-orang beriman pada masanya dan umat beriman pada periode sejarah berikutnya dan dijadikan teladan dalam kehidupan mereka.

 

Nabi Ibrahim as juga memberi janji kepada walinya (pengasuhnya), jika ia beriman maka Ibrahim akan memohonkan ampun kepada Tuhan, tapi karena ia menolak beriman, maka Ibrahim menyatakan berlepas diri (baraah) darinya.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Perkataan dan perbuatan para nabi hujjah bagi masyarakat. Mereka teladan nyata dan praktis bagi masyarakat, sehingga mereka menyadari apa yang diucapkan para nabi, juga dipraktekkan dalam perbuatannya.

2. Persahabatan dan permusuhan harus berdasarkan tolok ukur agama dan ilahi, bukan pada kesukaan dan ketidaksukaan serta selera pribadi.

3. Berlepas diri (baraah) dan kebencian terhadap kesyirikan dan musyrikin harus dinyatakan dengan ucapan, dan tidak cukup hanya dengan kebencian dalam hati.

Senin, 15 Januari 2024 15:00

Surat al-Hashr 20-24

 

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ (20)

 

Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (59: 20)

 

Ayat ini melanjutkan pembahasan ayat sebelumnya dengan membandingkan nasib orang bertakwa dan kelompok yang lalai. Ayat ini menyatakan, Jangan hanya melihat kelompok mana yang telah mencapai keinginan duniawinya dan kelompok mana yang tersisih dari dunia; Sebaliknya, lihatlah akhir pekerjaan mereka, siapa di antara mereka yang masuk neraka pada hari kiamat dan siapa di antara mereka yang masuk surga!

 

Dari satu ayat ini terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Dalam memilih jalan kehidupan, jangan menganggap kematian sebagai akhir, sehingga kalian hanya berusaha meraih hal-hal duniawi, tapi lihatlah dunia sebagai ladang untuk akhirat, dan dengan menjaga takwa di dunia, kalian akan meraih surga di akhirat nanti.

2. Tidak ada jalan ketiga setelah kebenaran dan kebatilan. Oleh karena itu, nasib manusia adalah surga atau neraka, dan tidak ada tempat ketiga di hari kiamat.

 

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (21)

 

Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (59: 21)

 

Salah satu metode pendidikan al-Quran adalah menjelaskan masalah secara tidak langsung dan dalam bentuk perumpamaan. Al-Quran terkait berbagai masalah juga memanfaatkan metode ini. Ayat ini untuk menjelaskan kekuatan pengaruh al-Quran menggunakan perumpamaan bahwa jika kalam ilahi diturunkan di atas gunung yang keras dan kokoh, niscaya gunung tersebut akan terbelah dan hancur.

 

Namun firman Tuhan yang kuat ini tidak berpengaruh pada hati sebagian manusia, dan seakan-akan hati mereka lebih keras dari batu. Mereka cenderung membangkang dan mengingkari, ketimbang tunduk dihadapan Tuhan, serta melawan perintah-Nya. Dalam ayat 74 Surat al-Baqarah juga diisyaratkan masalah ini dan ditegaskan bahwa manusia seperti ini lebih rendah dari batu dan benda-benda padat.

 

Dari satu ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Dalam pendidikan Islam, terkadang metode tidak langsung digunakan untuk mempengaruhi orang, seperti perumpamaan dan menceritakan beberapa kisah sejarah yang bersifat mendidik.

2. Sebagian manusia bukan hanya lebih rendah dari binatang, tapi juga lebih rendah dari benda-benda padat atau benda mati.

3. Di antara tanda kekerasan hati adalah tidak memikirkan firman Tuhan dan tidak menerima nasihat darinya.

 

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (22) هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)

 

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (59: 22)

 

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (59: 23)

 

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (59: 24)

 

Ayat-ayat ini yang merupakan ayat terakhir Surat al-Hashr membahas sebagian sifat Tuhan. Allah adalah nama khusus Tuhan, di mana ketiga ayat ini dimulai dengan nama tersebut, serta kemudian disusul dengan penyebutan 15 sifat lain Tuhan. Pertama dan hal paling penting yang ditekankan ayat ini adalah tidak ada sekutu dan keesaan Tuhan dalam dzat dan sifat.

 

Tuhan adalah pencipta alam semesta dan melingkupi segala urusan dunia dan manusia yang tampak maupun yang tersembunyi. Rahmat-Nya pun luas dan meliputi segalanya. Dialah penguasa dan pemilik serta penguasa dunia; Dia suci dan terbebas dari segala cacat dan kebodohan; Dia tidak menindas siapa pun dan semua orang aman dari-Nya. Nama dan mengingat-Nya akan membuat aman dan tenang.

 

Dia mendominasi dan meliputi segala sesuatu; Dia tidak terkalahkan dan tidak ada yang bisa melawan-Nya. Kehendak-Nya menguasai dan menembus segalanya; Keagungan adalah hal yang layak bagi-Nya, dan Dia lebih tinggi dan lebih unggul dari segalanya; Dalam sifat-sifat ini, tidak ada padanannya.

 

Dialah pencipta yang menciptakan semua ciptaan-Nya dan merupakan perwujudan dari fenomena; Dalam menciptakan makhluk, Dia tidak meminta bantuan siapapun, juga tidak meniru siapapun dan dimanapun. Ia memiliki semua kebaikan dan kesempurnaan. Semua makhluk di alam semesta memberikan kesaksian akan hal ini dan menyucikan-Nya dari segala kekurangan dan cacat.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Ilmu dan rahmat Tuhan tidak ada batasnya, dan mencakup zahir dan batin segala sesuatu. Jika ilmu dan pengetahuan Tuhan membuat kita takut, maka rahmat-Nya memberikan harapan pengampunan kepada manusia.

2. Hanya ada satu Tuhan, yang merupakan penguasa absolut dunia dan memiliki kendali penuh atas seluruh dunia.

3. Pemerintahan dan kepemimpinan Allah jauh dari penindasan dan kekurangan apa pun, dan yang datang dari Allah adalah kesejahteraan, keselamatan dan kebaikan, bukan keburukan dan kerusakan.

4. Yang layak dimuliakan dan disucikan adalah yang memiliki segala kesempurnaan, bebas dari segala cacat, dan darinya tidak ada apa-apa selain keselamatan dan keamanan yang sampai kepada hamba-Nya.

Senin, 15 Januari 2024 15:00

Surat al-Hashr 14-19

 

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (14) كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (15)

 

Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (59: 14)

 

(Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih. (59: 15)

 

Dalam pembahasan sebelumnya dibicarakan mengenai konspirasi kaum Yahudi Madinah terhadap muslimin, serta kerja sama rahasia mereka dengan kaum munafikin. Ayat kali ini melanjutkan pembahasan tersebut dan menyatakan, "Musuh kalian di luarnya bersatu, tapi sejatinya tidak demikian, dan masing-masing mengejar kepentingannya sendiri; Hati mereka tidak bersatu, apalagi mereka juga memiliki konflik yang parah."

 

Kengerian dan ketakutan yang ditimpakan Allah ke dalam hati orang-orang Yahudi dari kalian, orang-orang yang beriman di Madinah, telah menyebabkan mereka tidak keluar dari balik tembok rumah dan istana mereka dan tidak muncul di medan perang secara langsung, sehingga dengan kehendak Tuhan kamu dapat mengalahkannya. Oleh karena itu, mereka merasakan pahitnya akibat mempercayai orang-orang munafik di dunia, dan azab yang berat menanti mereka di akhirat.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Jika orang mukmin melawan musuh agama dengan bertawakkal kepada Tuhan, maka Tuhan akan menempatkan ketakutan dan kengerian di hati musuh, sehingga mereka terpaksa mundur dan menyerah.

2. Aliansi palsu dan pura-pura berbagai kelompok tidak akan bertahan lama. Aliansi dan persatuan sejati didasarkan pada nilai-nilai ilahi dan kemanusiaan yang akan langgeng.

3. Masa lampau adalah penerang masa depan. Nasib umat terdahulu harus menjadi bahan pelajaran generasi mendatang.

 

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (16) فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (17)

 

Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam". (59: 16)

 

Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. (59: 17)

 

Seperti dijelaskan dalam Surat al-Anfal ayat 48, di perang Badr yang merupakan konflik pertama antara Muslimin dan musyrikin, setan mendiktekan di hati orang musyrik bahwa jumlah orang muslim sedikit, dan kalian akan menang melawan mereka. Setan mendorong orang musyrik untuk berperang, tapi ketika menyaksikan kekuatan orang Muslim dalam pertempuran, setan mulai mundur dan meninggalkan orang musyrik.

 

Ayat ini juga membicarakan penipuan setan yang mendiktekan orang-orang yang tengah kesusahan dan kesulitan bahwa dia tidak ada hubungannya dengan Tuhan, maka tinggalkanlah Tuhan agar masalahmu terselesaikan. Namun ketika dia melupakan Tuhan, setan meninggalkannya sendirian dan membuatnya putus asa.

 

Orang-orang munafik juga menipu orang-orang Yahudi di Madinah seperti ini, dan merekan mengatakan kami mendukung kalian dan yakinlah bahwa kalian akan menang melawan muslimin. Tapi ketika konflik dengan muslimin, mereka membiarkan dan meninggalkan orang Yahudi. Mereka di dunia kalah dari orang mukmin, dan juga di hari kiamat akan mendapat siksa Tuhan.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting dapat dipetik.

1. Kemunafikan akan membuat manusia memiliki sifat setan, senantiasa menipu orang lain dan melarikan diri dari pertempuran ketika orang lain terjebak di dalamnya.

2. Orang munafik menggunakan takut kepada Tuhan sebagai alasan untuk meninggalkan kerja sama dengan sahabat dan rekannya, serta tidak menolong mereka, dengan harapan dapat menyelamatkan diri saat berbahaya.

3. Bukan hanya setan yang membisikkan bujukannya di hati manusia, tapi orang munafik adalah setan dalam wujud manusia yang menipu orang lain dengan kata-kata manis.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)

 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (59: 18)

 

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (59: 19)

 

Di akhir ayat yang berkaitan dengan orang Yahudi dan munafik Madinah, al-Quran kepada orang mukmin mengatakan, kalian harus mengambil pelajaran dari nasib mereka, dan jangan melupakan Tuhan sehingga Tuhan akan meninggalkan kalian serta kalian melupakan nilai-nilai kemanusiaan kalian. Jika demikian, kalian akan terjebak di dunia dan hawa nafsunya, di mana akhirnya adalah kerusakan dan maksiat.

 

Oleh karena itu, perhatikan Tuhan dalam setiap saat. Hindari ketidaktaatan kepada Tuhan pada saat berbuat dosa dan ketahuilah bahwa Tuhan hadir dan mengawasi kalian. Setiap amal kebaikan yang kamu lakukan, ketahuilah bahwa Allah mengetahuinya dan menyimpannya untuk hari kiamat (kebangkitan kalian).

 

Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran berharga yang dapat dipetik.

1. Keharusan dari iman adalah takwa. Tanpa takwa praktis, keyakinan saja tidak cukup.

2. Setiap orang harus memikirkan hari kebangkitannya, dan jangan hanya berharap ahli waris akan melakukan perbuatan baik untuknya.

3. Pikirkan dengan baik amal saleh yang kita persiapkan untuk akhirat kita.

4. Beriman akan ilmu dan pengetahuan Tuhan, serta kehadiran dan pengawasan-Nya adalah sumber takwa. Dan akan mendorong manusia untuk berbuat baik dan menghindari hal-hal yang tidak pantas.

5. Orang yang melupakan Tuhan sejatinya telah melupakan tujuan bijak Tuhan dalam menciptakan manusia. Dan siapa saja yang melupakan tujuan dari penciptaannya akan menjauh dari rasa kemanusiaannya. Manusia seperti ini telah mensia-siakan umur dan potensinya.

Senin, 15 Januari 2024 14:59

Surat al-Hashr 8-13

 

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9) وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)

 

(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (59: 8)

 

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (59: 9)

 

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (59: 10)

 

Dalam program sebelumnya dibahas mengenai ghanimah atau rampasan perang yang didapat muslimin tanpa perang, pertumpahan darah dan setelah musuh menyerah. Ayat kali ini menyatakan, rampasan perang ini bukan milik pejuang, karena mereka tidak menderita kerugian, tapi wewenangnya diserahkan kepada Rasulullah untuk membagikannya sesuai dengan prioritas.

 

Prioritas pertama adalah kelompok Muhajirin yang hidup di Mekah dan memiliki rumah di sana, dan karena hijrah ke Madinah, mereka kehilangan harta dan rumahnya, serta mereka kini tidak memiliki tempat tinggal dan hidup penuh kesulitan. Prioritas kedua adalah warga Madinah atau kelompok Ansar yang membutuhkan, meski mereka hidup kekurangan tapi tetap mendahulukan Muhajirin. Mereka memberi tampat saudaranya ini di rumah mereka dan menjamunya.

 

Prioritas kedua adalah mereka yang bukan dari Muhajirin atau Ansar, serta beriman setelah dua kelompok ini. Mereka dikenal sebagai Tabi'in. Berdasarkan ayat ini, Rasulullah Saw harus berpikir untuk mengentas kemiskinan dari masyarakat Islam, dan ia melakukan upaya yang diperlukan di jalan ini. Seluruh mukminin tanpa berharap para rampasan perang, juga harus memiliki kesiapan untuk membaginya kepada orang-orang miskin.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat enam pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Tinggal di tanah air adalah hak alami setiap orang, dan pengusiran dari tanah air jelas menghapus hak alami manusia.

2. Orang miskin yang beriman berharap akan kemurahan Allah Swt dan tidak mengulurkan tangannya kepada orang lain, tapi kewajiban orang beriman adalah membantu mereka dan memberikan manfaat kepada mereka.

3. Mereka yang jujur dalam keimanannya adalah yang tidak henti-hentinya mendukung dan membantu agama Tuhan meski di tengah puncak kesulitan dan tekanan.

4. Mencintai orang beriman dan berkurban terhadap mereka merupakan salah satu ciri orang mukmin yang sejati.

5. Manjauhi tamak, hasud, kikir dan dengki termasuk kesempurnaan manusia dan faktor kebahagiaan mereka.

6. Tidak ada batasan negara, tanah, waktu, tempat, dan ras dalam persaudaraan umat beragama.

 

أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (11) لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (12) لَأَنْتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِمْ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (13)

 

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu". Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (59: 11)

 

Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. (59: 12)

 

Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (59: 13)

 

Dalam ayat sebelumnya dijelaskan mengenai karakteristik tiga kelompok mukminin; Muhajirin, Ansar dan Tabi'in, serta ditekankan keikhlasan, kejujuran dan pengorbanan mereka. Ayat kali ini menyinggung kebalikan dari kelompok ini yang hidup di antara umat Muslim Madinah, serta mencitrakan dirinya sebagai orang beriman. Kelompok ini adalah kelompok munafik yang memiliki hubungan rahasia dengan Yahudi Madinah serta berkonspirasi melawan Rasulullah dan umat Islam.

 

Setelah pelanggaran perjanjian oleh orang Yahudi dan aksi mereka melawan keamanan umat Muslim, Rasulullah memerintahkan pengusiran mereka dari Madinah, tapi pemimpin orang munafik mengatakan kepada pembesar Yahudi, "Jangan keluar dari Madinah dan tetap tinggallah di kota ini, kami akan melindungi kalian, dan jika terjadi perang, maka kami akan bangkit membela kalian."

 

Namun dalam prakteknya, ketika orang Yahudi yang melanggar perjanjian dikepung muslimin, orang munafik masih merasa ketakutan dan tidak melakukan apa pun untuk mendukung orang Yahudi, oleh karena itu, mereka terpaksa menyerah dan keluar dari Madinah.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Menurut pandangan Islam, orang mukmin bersaudara, namun orang munafik mempunyai persahabatan dan persaudaraan dengan orang kafir dan musuh, dan ini merupakan salah satu cara membedakan mukmin dengan munafik.

2. Berbohong, menipu dan takut merupakan karakteristik orang munafik. Mereka dengan berbagai cara akan lari dari tempat-tempat berbahaya.

3. Kita tidak takut dengan perkataan orang-orang munafik yang menipu, mengecewakan dan menakutkan, namun dengan perkataan dan tindakan kita, kita harus menakut-nakuti mereka sedemikian rupa sehingga mereka meninggalkan panggung dan menghindari mengambil tindakan terhadap umat Islam.

4. Takut kepada masyarakat ketimbang takut kepada Tuhan adalah tanda-tanda lemahnya iman dan akar kemunafikan di hati serta jiwa manusia.

Senin, 15 Januari 2024 14:58

Surat al-Hashr 1-7

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ (2)

 

Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (59: 1)

 

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (59: 2)

 

Surat al-Hashr diturunkan di Madinah dan terdiri dari 24 ayat. Ayat-ayat Surat al-Hashr lebih banyak berbicara mengenai kerja sama orang-orang munafik dengan Yahudi Madinah untuk melancarkan konspirasi terhadap umat Muslim. Namun menurut ayat-ayat ini, rencana mereka gagal, dan mereka malah menuai kehinaan dan kekalahan.

 

Surat ini diawali dengan tasbih dan pujian kepada Tuhan, serta menekankan dua sifat Tuhan, agung dan murah hati (عزیز) dan bijaksana (حکیم), yang menunjukkan kemenangan kehendak Tuhan atas rencana musuh, sebagaimana disyaratkan oleh ilmu dan hikmah-Nya yang luas.

 

Berdasarkan bukti sejarah, ada tiga kabilah Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitaranya: Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa. Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw menandatangani perjanjian damai dan tidak saling serang dengan mereka atau dikenal dengan Piagam Madinah. Namun setelah perang Badr dan Uhud, sejumlah dari orang Yahudi ini melancarkan konspirasi dan diam-diam menjalin perjanjian dengan orang Musyrik Mekah melawan umat Muslim, dan dalam kesempatan yang tepat, mereka akan memberi pukulan telak terhadap umat Muslim.

 

Rasulullah Saw mendapat wahyu yang dibawa Jibril dan mengetahui pelanggaran perjanjian oleh orang Yahudi. Kemudian Rasulullah memerintahkan muslimin untuk bersiap-siap melawan Yahudi Bani Nadhir. Kabilah Yahudi ini berlindung di benteng mereka di sekitar Madinah, tapi Muslimin mengepung benteng mereka. Suku Yahudi ini kemudian ketakutan dan akhirnya menyerah. Dengan demikian perang ini berakhir tanpa pertumpahan darah.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:

1.Dunia yang diciptakan berdasarkan kekuasaan dan kebijaksanaan Tuhan, senantiasa mensucikan penciptanya dari segala kelemahan, ketidakmampuan dan kecacatan.

2. Jika kita adalah hamba Tuhan, maka pertolongan Tuhan akan diturunkan tepat waktu, dan konspirasi musuh akan dipatahkan.

3. Musuh yang melanggar janji harus dihadapi dengan tegas, supaya mereka tidak mengulang pelanggarannya, serta tidak menusuk muslimin dari belakang.

4. Dalam menghadapi musuh, jangan terkecoh dengan kekuatan, peralatan dan fasilitas materi mereka. Melangkahlah dengan iman kepada Tuhan dan bertawakallah dengan bantuan-Nya.

 

وَلَوْلَا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ (3) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِّ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (4) مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ (5)

 

Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. (59: 3)

 

Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (59: 4)

 

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (59: 5)

 

Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini menyatakan, penyerahan Yahudi Bani Nadhir dan pengusiran mereka dari Madinah telah mencegah perang yang memicu kematian dan tawanan. Mereka selamat, tapi kekufuran mereka di hari kiamat akan tetap, karena mereka tetap memusuhi Rasulullah Saw, yang sejatinya mereka memusuhi Tuhan.

 

Dalam budaya Islam, penebangan pohon dan hutan dilarang, kecuali untuk hal-hal yang penting. Misalnya ada sebuah pohon yang menghalangi pergerakan para pejuang. Dalam hal ini, penebangan pohon harus dengan izin Rasulullah Saw atau sosok yang layak, serta dilakukan karena hal-hal urgen. Selama penaklukan benteng Yahudi, atas izin Rasulullah, sejumlah pohon kurma di sekitar benteng ditebang, supaya nyawa para prajurit dapat dilindungi dan terbuka peluang untuk menaklukkan benteng.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran berharga yang dapat dipetik:

1. Pengasingan dan pengusiran dari kota dan tempat tinggal adalah hukuman paling minim yang ditetapkan Islam bagi para konspirator dan penyebar fitnah.

2. Pengusiran sebuah kelompok Yahudi dari Madinah karena pelanggaran perjanjian dan penyebaran fitnah, bukan karena status Yahudi mereka.

3. Penebangan pohon hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat dan untuk hal-hal yang lebih penting serta urgen.

 

وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (7)

 

Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (59: 6)

 

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (59: 7)

 

Di ayat sebelumnya kita mengetahui bahwa Yahudi Madinah menyerah dan diusir dari kota ini tanpa perang dan pertumpahan darah. Sejumlah muslimin meminta pembagian harta dan tanah pertanian yang ditinggalkan kaum Yahudi ini sebagai rampasan perang dan dibagi diantara mereka, tapi Allah Swt dalam ayat ini berfirman, "Karena Muslimin tidak berperang, dan tidak mengeluarkan biaya atau menderita kerugian, maka mereka tidak memiliki hak terhadap harta benda kabilah Yahudi ini. oleh karena itu, yang berhak mengurus dan membagikan harta tersebut adalah Rasulullah Saw."

 

Menurut riwayat sejarah, Rasulullah Saw membagikan harta tersebut di antara kaum Muhajirin yang meninggalkan rumah dan harta mereka di Mekah, dan datang ke Madinah untuk membantu Rasulullah dengan tangan kosong, serta kepada kaum Ansar yang membutuhkan.

 

Kelanjutan ayat ini menyinggung prinsip umum dan menyatakan, perintah dan larangan Rasulullah Saw adalah hujjah bagi kalian, dan perbuatan kalian harus dilakukan berdasarkannya, baik itu dalam urusan agama, ekonomi, sosial atau urusan lainnya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Dengan tawakkal kepada Tuhan serta turunnya pertolongan ilahi dan menciptakan ketakutan di hati musuh, kemenangan dapat diraih tanpa perang dan pertumpahan darah.

2. Musuh yang meninggalkan rumah dan harta bendanya, serta keluar dari negara muslim, maka harta mereka harus diserahkan kepada pemimpin agama sehingga harta tersebut dibagi sesuai dengan maslahat dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

3. Sistem ekonomi Islam menekankan pada penyesuaian kekayaan dan distribusinya yang adil sehingga kekayaan tidak terkonsentrasi di tangan sekelompok orang tertentu dalam masyarakat.

4. Perintah dan larangan Rasulullah dan sunnah serta sirah beliau adalah hujjah, dan tidak ada bedanya dengan perintah Tuhan di al-Quran.