
کمالوندی
Retorika Usang dan Berulang Trump Tentang JCPOA
Seperti yang telah diperkirakan, Donald Trump, Presiden Amerika Serikat kembali memperpanjang sanksi-sanksi nuklir terhadap Republik Islam Iran. Gedung Putih dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam, 12 Januari 2018 menyebutkan, Trump untuk terakhir kalinya telah memperpanjang penangguhan sanksi nuklir Iran meski menyuarakan ketidakpuasan terhadap perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif).
Bersamaan dengan keputusan Trump, Departemen Keuangan AS telah menambahkan 14 individu dan entitas ke daftar sanksinya dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan terlibat program rudal Iran.
Berdasarkan kesepakatan Kelompok 5+1 (Rusia, Cina, Perancis, Inggris, AS ditambah Jerman) dengan Iran, semua sanksi yang telah diberlakukan dengan dalih aktivitas nuklir Iran –selama negara ini komitmen dengan JCPOA– harus dicabut atau ditangguhkan oleh negara-negara dan lembaga pemberi sanksi.
Oleh karena itu, sejak dua tahun lalu hingga sekarang, pemerintah AS melanjutkan penangguhan sanksi nuklir terhadap Iran.
Keputusan untuk memperpanjang penangguhan sanksi nuklir Iran diambil ketika dalam beberapa bulan terakhir ini, pejabat AS dan sejumlah media menciptakan keraguan atas perpanjangan penangguhan sanksi tersebut. Namun di tengah-tengah hiruk-pukuk itu, akhirnya Trump memperpanjang penangguhan sanksi nuklir terhadap Iran atas dasar komitmen Tehran terhadap JCPOA.
Bersamaan dengan keputusan tersebut, Presiden AS mengeluarkan ancaman bahwa ini adalah perpanjangan terakhir yang disetujuinya. Trump juga mengancam Eropa dan mengumumkan bahwa jika tidak ada perubahan dalam perjanjian nuklir dengan Iran, maka 120 hari mendatang, penangguhan sanksi nuklir terhadap Tehran tidak akan lagi diperpanjang dan AS secara resmi akan keluar dari JCPOA.
"Jika tidak ada perubahan yang diminta oleh Presiden AS terkait intensifikasi pengawasan dan penambahan isu rudal Iran ke dalam kesepakatan tersebut, maka AS akan keluar dari perjanjian ini," tegas pernyataan Gedung Putih, Jumat malam.
Trump mengumumkan bahwa penyertaan program rudal Iran dalam kesepakatan baru nuklir dan pembatasan permanen terhadap aktivitas nuklir negara ini adalah syarat AS untuk tidak keluar dari JCPOA. Jika syarat itu tidak dipenuhi, maka AS akan sepenuhnya keluar dari perjanjian nuklir tersebut.
Syarat seperti itu disampaikan Trump ketika JCPOA adalah hasil kesepakatan tiga negara Eropa: Inggris, Perancis dan Jerman dan juga AS, Rusia dan Cina dengan Iran. Dengan kata lain, seandainya Eropa menyetujui ketamakan Trump pun, dimulainya perundingan baru untuk mengubah isis JCPOA memerlukan persetujuan dari Iran, Rusia dan Cina. Sementara ketiga negara pentingnya ini telah berulang kali mengumumkan bahwa mereka menolak segala bentuk perundingan baru tentang aktivitas nuklir Iran.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran pada Jumat malam menegaskan, JCPOA tidak dapat dinegosiasikan ulang dan AS harus memenuhi kewajibannya.
"Kebijakan Trump dan pengumuman hari ini menunjukkan upaya putus asa untuk melemahkan kesepakatan multilateral yang solid dan dengan jahat melanggar paragraf 26, 28 dan 29. JCPOA tidak dapat dinegosiasikan kembali: daripada mengulangi retorika usang, AS lebih baik menyesuaikan diri sepenuhnya, sama seperti Iran," kata Zarif dalam tweetnya pada Jumat malam.
Pasca pengumuman keputusan Presiden AS terkait dengan JCPOA, Uni Eropa juga mengumkan komimen mereka untuk melanjutkan implementasi penuh dan efektif perjanjian nuklir JCPOA.
Tampaknya, hingga 120 hari mendatang pun, tuntutan pemerintah AS untuk mengubah isis JCPOA tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pemerintah Trump harus meninggalkan posisinya itu atau merealisasikan janjinya untuk keluar dari pernjanjian nuklir tersebut.
Yang pasti, keluarnya AS dari perjanjian nuklir dan pembubaran JCPOA berarti pencabutan kewajiban Iran dalam kesepakatan itu. Para pejabat Tehran berulang kali mengumumkan bahwa Iran siap untuk kembali ke masa sebelum JCPOA dalam jangka waktu yang sesingkat mungkin dan memulihkan aktivitas nuklir damainya secara kualitatif dan kuantitatif seperti di masa lalu dan bahkan lebih baik lagi.
Ditembaki AL Mesir, Nelayan Palestina Ini Gugur Syahid
Seorang nelayan Palestina gugur syahid tertembus peluru pasukan Angkan Laut Mesir di selatan perairan Jalur Gaza.
Seperti dilansir FNA, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan bahwa Abdullah Zaidan, 33 tahun, gugur syahid pada Sabtu (13/1/2018) pagi setelah mengalami luka parah.
Pada Jumat malam, Zaidan menderita luka serius setelah pasukan AL Mesir menembakinya ketika ia di atas perahu mengail ikan di perairan selatan Gaza.
Menurut kantor berita Safa, Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, nelayan yang terluka pada Jumat malam telah gugur syahid pada Sabtu pagi.
Disebutkan pula bahwa Zaidan yang terluka parah telah dibawa ke Rumah Sakit Abu Youssef al-Najjar, namun nyawanya tidak tertolong.
Menangkap ikan adalah sumber pendapatan penduduk Gaza. Pekan lalu, pasukan penjaga pantai rezim Zionis Israel menangkap empat nelayan Palestina di perairan dekat dengan pantia Gaza.
Kecaman terhadap Pembangunan Distrik Zionis Berlanjut
Rencana terbaru rezim Zionis Israel untuk membangun lebih dari 1.200 unit rumah baru untuk warga Zionis di Tepi Barat menuai protes luas dari kalangan internasional.
Seperti dilansir Pusat Informasi Palestina, Sabtu (13/1/2018), Yordania, Turki dan Perancis menilai kelanjutan pembangunan distrik Zionis di Tepi Barat sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan penghalang bagi jalur perdamaian.
Mohammed Momeni, Menteri Informasi Yordania mengatakan, rencana pembangunan distrik baru oleh rezim Zionis di wilayah Palestina pendudukan bertentangan dengan resolusi-resolusi internasional dan merupakan langkah sepihak yang menunjukkan rezim ini tidak memiliki keyakinan atas proses kompromi untuk menyelesaikan konflik Palestina.
Ia menuntut masyarakat internasional untuk melaksanakan tanggung jawabnya dan menekan rezim Zionis agar menghentikan pembangunan distrik-distrik di Palestina pendudukan dan menghormati hukum dan resolusi internasional.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan penentangan terhadap kelanjutan pembangunan distrik Zionis dan mengecam penembakan terhadap dua warga Palestina di Nablus dan Jalur Gaza oleh pasukan keamanan Israel.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Perancis mengumumkan bahwa pembangunan distrik-distrik di wilayah Palestina bertentangan dengan hukum dan resolusi inernasional. Kemlu Perancis juga menuntut penghentian segera pembangunan distrik Zionis di wilayah Palestina pendudukan.
Pembangunan distrik-distrik Zionis merupakan upaya Israel untuk mengubah struktur demografi berbagai wilayah Palestina agar bisa menetapkan dominasinya.
Israel Ancam Wartawan dengan Hukuman Berat
Menteri Komunikasi rezim Zionis Israel mengancam wartawan dan awak media dengan hukuman berat dan bahkan hukuman mati.
Ayoob Kara mengungkapkan hal itu dalam konferensi tahunan partainya di Eilat, selatan Palestina pendudukan (Israel) seperti dilansir Mehr Newsmengutip Russia El Youm, Sabtu (13/1/2018).
Ia menegaskan, langkah-langkah yang diperlukan terkait dengan struktur media akan diambil.
Ayoob Kara menjelaskan, dengan pelaksanaan langkah-langkah baru itu, maka akan diambil kontrol lebih ketat terhadap media, di mana bagi yang melanggarnya akan dikenai hukuman berat, bahkan hukuman mati.
Sementara itu, Oren Hassan, salah satu anggota parlemen rezim Zionis (Knesset) mengecam pernyataan Menteri Komunikasi Israel.
Sebelumnya, pihak berwenang rezim Zionis memecat sejumlah wartawan yang memprotes kejahatan pasukan Israel.
Menjauhkan Anak dari Narkoba, Bagaimana Caranya?
Dilansir dari Drug Abuse, masa remaja adalah masa paling rentan dan memiliki risiko penyalahgunaan narkoba paling tinggi. Ketika anak memasuki usia remaja, mereka akan menghadapi tantangan sosial dan situasi akademik yang baru.
Meski buah hati Anda tidak pernah terlihat menggunakan narkoba atau minum alkohol, mencegah pengaruh buruk dari teman sebaya mereka untuk menggunakan narkoba adalah hal yang sulit. Lebih berbahaya lagi, jika lingkungan bermain dan bergaul anak sudah disusupi penjual dan pecandu narkoba.
Seperti yang terjadi di Kendari baru-baru ini misalnya, di mana sekitar 50 pelajar diketahui mengkonsumsi obat penenang. Mungkin mereka sekedar korban salah pergaulan, atau tidak kuasa menolak ajakan rekan-rekannya. Namun akibat solidaritas dan keingintahuan itu, beberapa harus dirawat di rumah sakit.
Dilansir dari Drug Abuse, masa remaja adalah masa paling rentan dan memiliki risiko penyalahgunaan narkoba paling tinggi. Ketika anak memasuki usia remaja, mereka akan menghadapi tantangan sosial dan situasi akademik yang baru.
Sering kali pada masa ini mereka ingin coba-coba, seperti mencoba untuk merokok dan minum alkohol untuk pertama kalinya. Ketika memasuki SMA, remaja memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar. Salah satunya adalah rasa penasaran untuk mencoba narkoba, yang beredar di kalangan remaja dan cukup mudah didapat bila ia bergaul dengan orang-orang yang salah.
Lalu, Bagaimana Caranya Menjauhkan Anak dari Narkoba?
Ada beberapa cara agar remaja Anda dapat menjauhi narkoba meski mendapat tekanan dari teman-teman dekatnya, seperti dilansir WebMD, yaitu:
Buat hubungan yang saling menyayangi
Tom Hedrick, salah satu pendiri The Partnership for a Drug-Free America, mengatakan, pengaruh orangtua lebih kuat dari apa yang kebanyakan Anda sadari. Larangan dan hukuman seringnya malah jadi senjata makan tuan.
Cara yang lebih efektif adalah membuat remaja menaruh rasa hormat dan sayang pada Anda, sehingga mereka tak tega untuk mencoba narkoba karena tak mau mengecewakan orangtua. Bukan karena takut dimarahi.
“Membuat remaja tidak ingin mengecewakan orangtua adalah perlindungan penting untuk remaja dari penggunaan narkoba,” ujar Hedrick.
Habiskan waktu bersama
Pada saat yang sama, remaja ingin jadi sosok yang mandiri tapi juga ingin didampingi orangtua. Benjamin Siegel, M.D., dokter anak dan anggota komite American Academy of Pediatrics, mengatakan bahwa meski anak Anda ingin menunjukkan kemandiriannya, Anda tetap dibutuhkan sebagai orangtua.
Luangkan waktu Anda untuk mendengar cerita dari anak Anda. Mungkin akan membutuhkan effort yang besar, tapi harus Anda lakukan. “Semakin Anda mengerti apa yang mereka ingin lakukan, orangtua akan lebih mudah menjadi orang yang dipercaya untuk menumpahkan uneg-uneg mereka,” tutur Siegel.
Tegakkan peraturan
Anda dapat membuat peraturan di rumah untuk diberikan kepada remaja Anda, meskipun mungkin ia tidak akan suka. Ada beberapa aturan yang bisa Anda buat agar anak Anda terhindar dari narkoba adalah:
Luangkan waktu bicara kepada Anda. Para remaja mengakui bahwa mereka ingin tahu apa yang orangtua mereka pikirkan dan bagaimana mereka dapat membantu membuat keputusan.
Berikan hukuman. Para remaja yang melanggar aturan ingin tahu apa yang akan terjadi. Jika tidak ada konsekuensinya, berarti peraturan Anda tidak berarti apa-apa.
Batasi kunjungan larut malam. Terlalu sering diizinkan tak pulang ke rumah dapat membuat anak Anda merasa terlalu bebas untuk dikendalikan.
Tunggu mereka pulang saat mereka pulang terlambat. Menyadari mereka ditunggu ayah atau ibu, atau keduanya, selama beberapa jam saat mereka pulang telat, membuat banyak remaja berpikir dua kali apa yang akan mereka hadapi ketika pulang ke rumah nanti.
Dorong anak Anda untuk berpendapat
Rachel Fleissner, M.D. dari American Academy of Child & Adolescent Psychiatry mengatakan agar para orangtua dapat membesarkan anak untuk berani berpendapat, bahkan jika pendapatnya bertentangan dengan pendapat orangtua. Anak yang mampu berpendapat telah berlatih untuk berbicara dengan pikirannya sendiri.
Latih kemampuan menjalin hubungan
Siegel mengatakan bahwa anak-anak perlu teman. Menjalin hubungan sangat penting untuk perkembangan mereka, dan orangtua memiliki peran dalam proses ini. Siegel menyarankan agar anak selalu diajak berbicara, sehingga dapat membantu perkembangan kemampuannya dalam berteman.
Cari tahu dan beri perhatian tentang tekanan teman-teman sebayanya
Beberapa anak dapat terpengaruh oleh teman dekatnya yang bertindak di luar batas. Jika anak Anda terpengaruh, tantangan Anda adalah untuk menyatakan sudut pandang Anda tanpa mengkritisi temannya.
Beberapa situasi dapat menjadi dramatis, karena menurut Fleissner, bisa saja keluarga si anak benar-benar melarang anaknya berteman dengan temannya yang merusak. Awalnya si anak mungkin tidak suka, tapi kemudian si anak akan berterima kasih kepada orangtuanya karena terhindar dari hal-hal yang buruk.
Bayangkan Anda ada di posisi anak
Untuk membantu anak Anda keluar dari tekanan dan pengaruh buruk teman-temannya, Anda dapat memvisualisasikan bagaimana jika Anda yang berada di posisi tersebut. Anda dapat membantunya melepaskan diri dengan memberi saran-saran, “Bagaimana kalau begini saja?”, terkait dengan tekanan yang didapatkan dari teman sebayanya.
Bantu anak belajar dari kesalahan
Tidak peduli apa yang Anda lakukan atau katakan, anak Anda mungkin masih merasa gagal. Anda dan anak Anda mungkin akan sama-sama sedih.
Fleissner mengatakan orangtua harus siap untuk membantu anaknya bila melakukan kesalahan dan membantunya untuk bangkit. Ini merupakan waktu yang tepat untuk membantu anak melihat bagaimana ia membuat keputusan.
Siegel setuju dengan apa yang dikatakan Fleissner. “Orangtua harus bertanya kepada anak tentang apa yang dapat mendorong ia menjadi dan merasa lebih baik,” ujar Siegel.
Orangtua tidak dapat ikut serta dalam setiap tantangan sosial yang akan dihadapi anaknya. Anak-anak yang tahu mereka disayangi orangtuanya, yang menghargai pendapat mereka, dan yang sudah dilatih berpikir kritis, memiliki kesempatan lebih besar untuk mengatakan “Tidak, terima kasih” kepada temannya yang memberikan tekanan untuk menggunakan narkoba.
Sadarnya Fitrah
Tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi apapun, bahkan saat manusia menghadapi kesulitan, kemudahan, musibah, sehat walafiat, kesempitan hidup atau kesejahteraan hidup, sehat dan sakit, dalam semua keadaan itu manusia hanya melihat tuhan yang memiliki pengaruh dan kekuatan.
Terkadang fitrah terlelap dalam tidur karena sebagian peristiwa dan karena sebagian peristiwa yang lain ia sadar dan bangun dari tidurnya dan kembali kepada dirinya: “Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” QS. Al `Ankabut: 65). Dari ayat ini dapat dipahami dengan baik bahwa ketika manusia menghadapi suatu bahaya maka fitrah akan tersadarkan dan fitrah akan memohon pertolongan dari penolong yang sesungguhnya dan pemilik sejati alam, yaitu Allah Swt, namun ketika manusia sampai ke daratan dan bahaya telah hilang darinya dan kembali menjalani kehidupan sehari-hari dan sibuk dengan berbagai kebiasaan dan adat istiadat, fitrah pun tertidur lagi. maka tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi apapun, bahkan saat manusia menghadapi kesulitan, kemudahan, musibah, sehat walafiat, kesempitan hidup atau kesejahteraan hidup, sehat dan sakit, dalam semua keadaan itu manusia hanya melihat tuhan yang memiliki pengaruh dan kekuatan. Barangkali di sini kami perlu mengingatkan satu poin penting dan sangat tepat bila kami melakukan hal ini adalah bahwa mungkin salah satu hikmah-hikmah adanya berbagai bencana dan musibah adalah dalam rangka menggugah fitrah dan membangunkan fitrah yang terlelap, sehingga manusia melalui fitrahnya itu kembali ke jalan tuhan, ketika manusia tertimpa suatu bencana dan merasakannya dimana dia melihat bahwa selain tuhan tak ada lagi yang dapat membantunya, maka dia dapat begitu baik mengenal Tuhan, tetapi apabila keadaan normal kembali maka kesempatan seperti itu tidak akan di dapatkannya. Tentu kajian tentang fitrah secara terperinci akan kami singgung pada penjelasan berikutnya.
Penyifatan Tuhan dalam Al-Quran dan Hadis
Di sini kita akan melakukan pengamatan sepintas terhadap perspektif al-Quran dalam penyifatan Tuhan dan metode manusia mengenali sifat-sifat-Nya, sedangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat khusus akan dibahas pada tema-tema yang berkaitan dengannya.
Sebagaimana yang telah kami katakan, mustahil bagi manusia untuk mengenal hakikat dzat Tuhan. Pengenalan rasionalitas atas-Nya hanya bersifat universal atau pengenalan melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Atas dasar ini, salah satu tujuan utama al-Quran yang dalam berbagai ayatnya berbincang tentang sifat-sifat Tuhan adalah melakukan rekonstruksi, memperdalam, dan memperluas pengenalan manusia terhadap Tuhan. Ratusan ayat al-Quran kadangkala secara langsung membahas tentang sifat-sifat Tuhan dan menyebutkan tentang asma Tuhan. Dari sebagian ayat bisa pula ditemukan adanya prinsip-prinsip universal dalam penyifatan Tuhan.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa mengenali Tuhan melalui sifat-sifat-Nya merupakan cara yang sangat rumit karena membutuhkan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena sedikit saja kita salah menganalisanya bisa mengarahkan kita kepada pen-tasybih-an atau “penyerupaan” yang berujung pada kehilangan sebagian makrifat kita dari al-Quran.
Salah satu hal yang mendasar untuk dilakukan adalah berpegang pada ayat-ayat yang muhkam (ayat-ayat yang memiliki makna yang jelas) tentang sifat-sifat Ilahi untuk dijadikan pijakan dalam menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabiyah (ayat-ayat yang tidak memiliki makna yang jelas), seperti menafsirkan ayat-ayat yang secara lahiriah menyifati Tuhan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
Di sini kita akan melakukan pengamatan sepintas terhadap perspektif al-Quran dalam penyifatan Tuhan dan metode manusia mengenali sifat-sifat-Nya, sedangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat khusus akan dibahas pada tema-tema yang berkaitan dengannya.
Bukan tasybih dan ta’thil
Al-Quran pada satu sisi menegaskan bahwa pengenalan terhadap hakikat dzat Tuhan merupakan hal yang mustahil bagi manusia, Tuhan bersabda, “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.”[1] (Qs. Thahaa: 110)
Dari sisi lain, dalam berbagai ayat telah dijelaskan bahwa Tuhan tidak memiliki sedikitpun kemiripan dengan maujud lain dan tidak ada sesuatupun yang bisa digambarkan setara dengan dzat suci-Nya. Ayat ini pada dasarnya merupakan ayat muhkam yang menegaskan kesalahan berpikir aliran Tasybih dan segala konsep yang memandang ada kemiripan antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Dia bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Qs. As-Syura:11)
Pada pembahasan Tauhid dipahami bahwa ayat-ayat tersebut berkaitan dengan tauhid dzat, akan tetapi sepertinya ayat-ayat tersebut selain menafikan kemiripan maujud lain dengan dzat Tuhan, juga menafikan kemiripan antara sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat selain-Nya. Sebenarnya ayat itu menceritakan bahwa baik dari sisi dzat mutlak Tuhan maupun dari sifat-sifat-Nya tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang bisa digambarkan mempunyai kemiripan dan kesamaan dengan-Nya. Makna ayat ini bisa ditemukan pula dalam sebagian ayat seperti pada ayat terakhir surah at-Tauhid.[2]
Ayat al-Quran di atas dalam posisinya menjelaskan kesalahan maktab Tasybih, selain itu juga menafikan segala bentuk kemiripan dan kesetaraan Tuhan dengan eksistensi lain dalam dzat dan sifat. Pada ayat-ayat yang lain juga mengetengahkan tentang sifat-sifat salbi Tuhan seperti penafian kebinasaan dan keterikatan dengan ruang dan waktu dimana akan dibahas kemudian dalam tema “sifat-sifat negasi dan salbi Tuhan”.
Demikian juga, al-Quran meninggikan dzat Tuhan dari segala bentuk penyerupaan dan pen-tasybih-an. Pada banyak ayat setelah menukilkan pemikiran-pemikiran keliru dari para musyrikin tentang Tuhan, al-Quran menegaskan poin bahwa penyifatan mereka atas Tuhan adalah tidak layak untuk maqam suci ketuhanan (uluhiyat), Dia bersabda, “Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan.”[3] (Qs. al- An’am: 100). “Mereka tidak Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha Perkasa.”[4](Qs. al-Hajj: 84)
Ketika berhadapan dengan kelompok ayat seperti di atas, bisa jadi kita menyangka bahwa al-Quran hanya memiliki makrifat Tuhan secara terbatas dan tidak memberikan makrifat atas-Nya kepada manusia lewat penjabaran akal serta pemahaman rasional. Akan tetapi kesimpulan seperti ini merupakan sebuah kesimpulan yang tergesa-gesa dan tidak benar, dengan melakukan kontemplasi terhadap ayat-ayat yang lain akan menjadi jelas bahwa al-Quran selain menegaskan pensucian Tuhan secara mutlak dari sifat-sifat makhluk, juga menekankan tentang adanya kemungkinan untuk mengenali-Nya.
Ayat-ayat yang bisa menjadi saksi paling baik untuk klaim ini sangat banyak dimana di dalamnya menyebutkan tentang asma dan sifat-sifat Tuhan. Dengan memperhatikan bahwa al-Quran mengajak manusia untuk berfikir dan berkontemplasi tentang ayat-ayat-Nya maka tidak bisa diterima bahwa penyebutan asma Tuhan secara berulang pada ayat-ayat yang berlainan murni hanya sekedar sebuah bacaan tanpa memberikan makna.[5]
Oleh karena itu, al-Quran dalam masalah penyifatan Tuhan menolak mutlak metode tasybih maupun metode ta’thil lalu mengambil jalan tengah antara keduanya, dari satu sisi metode ini meletakkan sifat-sifat jamal dan jalal-Nya pada jangkauan pemahaman manusia, dan di sisi lain menegaskan ketakserupaan Dia dalam dzat dan sifat dengan makhluk serta mengingatkan bahwa sifat-sifat Tuhan jangan dipahami sedemikian sehingga menyebabkan pen-tasybih-an dengan selain-Nya, tapi seharusnya makna-makna dari sifat-sifat Ilahi ini dilepaskan dari warna kemakhlukan dan keterbatasan serta diletakkan sebagaimana selayaknya untuk dzat suci Tuhan.
Tentunya jumlah ayat-ayat yang secara tegas menafikan pandangan tasybih lebih banyak dari ayat-ayat yang menolak pandangan ta’thil, hal ini muncul mungkin karena para penganut teisme lebih sering terkontaminasi dengan pandangan tasybih dibandingkan dengan pandangan ta’thil.
Sifat Tuhan dalam Hadis
Dengan merujuk pada literatur-luteratur hadis, menjadi jelas bahwa pembahasan sifat Tuhan dalam hadis juga mengikuti langkah al-Quran. Dalam sebuah hadis dari Amirul Mukminin Ali as dikatakan bahwa dalam tafsir ayat 110 surah Thaha, beliau bersabda, “Semua makhluk mustahil meliputi Tuhan dengan ilmu, karena Dia meletakkan tirai di atas mata hati, tak satupun pikiran yang mampu menjangkau dzat-Nya dan tak ada satu hatipun yang bisa menggambarkan batasan-Nya, oleh karena itu, jangan kalian menyifati-Nya kecuali dengan sifat-sifat yang diperkenalkan oleh-Nya, sebagaimana Dia berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.”[6]
Imam Ali as pada awal perkataannya menjelaskan bahwa tak ada satupun makhluk yang meliputi dzat Tuhan. Secara lahiriah, maksud dari “meletakkan tirai pada mata hati” adalah keterbatasan pengenalan makhluk yang menyebabkan ketidakmampuannya meliputi dzat tak terbatas Tuhan. Imam Ali as dalam kelanjutan tema ini menegaskan bahwa dalam menyifati Tuhan kita harus mencukupkan diri dengan menggunakan sifat-sifat yang telah Dia perkenalkan kepada kita.
Tentang hal ini terdapat beberapa riwayat, sebagai contoh kita bisa melihat dalam “Khutbah Asybâh“, beliau bersabda, “Sesungguhnya berbohonglah mereka yang meletakkan sesuatu setara bagi-Mu, mereka menyerupakan-Mu dengan patung-patung sembahan dan memakaikan pakaian makhluk kepada-Mu dengan khayalannya dan menganggap-Mu sebagaimana benda jasmani yang memiliki organ dan mereka menisbahkan indera-indera makhluk kepada-Mu sesuai dengan pikirannya”[7]
Dengan demikian, metode pensucian al-Quran yang bukan tasybih dan ta’thil telah jelas dalam sebagian hadis itu. Mungkin salah satu dalil yang paling tegas untuk klaim ini adalah perkataan Imam Ali as yang bersabda, “Akal-akal tidak dapat menjangkau semua sifat-Nya dan tidak pula terhalang memahami sebagian dari sifat-Nya untuk memakrifat-Nya.”[8]
Selain itu, sebuah hadis yang dinukilkan dari Rasulullah saw dan ahluibaitnya dalam masalah makrifat Tuhan, dalam hadis itu dijelaskan mengenai makrifat berharga atas sifat-sifat Tuhan dan jelas bahwa makrifat ini bersandar pada realitas bahwa manusia pada batas tertentu mampu mengenali Tuhan melalui pengenalan sifat-sifat-Nya.
[1]. Tentunya, penyimpulan ayat bersandar pada bahwa dhamir pada “bihi” kembali kepada Tuhan, akan tetapi terdapat pula kemungkinan bahwa dhamir di atas kembali pada perbuatan orang-orang yang bersalah.
[2]. “… Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”, Qs. at-Tauhid: 5
[3]. Juga rujuk: surah Anbiya: 22, Mukminun: 91 dan Az-Zuhruf: 82.
[4]. Ayat seperti ini terdapat pula pada surah al-An’am: 91, Az-Zumar: 67.
[5]. Qs. An-Nisa: 82, Muhammad: 24, as-Shad: 29.
[6]. Al-Hawizi, Tafsir Nur ats-Tsaqalain, jilid 3, hal. 394, hadis 117. Riwayat ini melegitamasi bahwa dhamir “bihi” pada ayat “La yuhithuna bihi ‘ilman” kembali kepada Tuhan.
[7]. Nahjul Balaghah, khutbah 91.
[8] . Nahjul Balaghah, khutbah 49.
Keridhaan Allah Selalu Lebih Besar
Pada hakikatnya sekuat dan segigih apapun kita beribadah dan taat kepada-Nya, dapat dikatakan itu tidak sesuai dengan keinginan-Nya sebab tidak sebanding dengan besarnya anugerah dan karunia yang telah diberikan. Karenanya untuk menerima amal-amal hamba-Nya, Allah mendasarkan pada sifatnya, Ar-Ridhwan, yang Maha Meridhai dan bukan pada sifatnya yang Maha Adil.
Ridha berasal dari bahasa arab yang secara etimologi terbentuk dari kata-kata rhadiya-yardhaa, yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang biasa kita padankan dengan kata ikhlas atau puas menerima ataupun telah merestui sesuatu bagaimanapun keadaannya. Di antara asma’ul husna (nama-nama Allah yang indah) kita mengenal, Ar-Ridhwan, yang artinya, yang Maha Meridhai. Kata ridha dalam berbagai variannya terulang setidaknya 32 kali dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an.
Dari beberapa ayat tersebut, kita bisa mengklasifikasikan kelompok orang-orang yang diridhai Allah.
Pertama, orang-orang yang beriman, takut kepada Tuhannya dan mengerjakan kebajikan. Terdapat dalam surah Al-Bayyinah ayat 7 dan 8. Allah SWT berfirman, “Sungguh orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhan-nya.” Juga pada surah Al-Mujaadilah ayat 22 dan Al-Haaqqah ayat 21.
Kedua, Assabiquna awwalun, generasi awal Islam yang pertama-tama masuk Islam dari golongan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik. (baca Qs. At-Taubah: 100 dan juga Al-Fath ayat 29).
Ketiga, orang-orang yang benar. Allah SWT berfirman, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Qs. Al-Maidah: 119).
Keempat, orang-orang yang ridha terhadap pemberian dan keputusan Allah. Allah SWT berfirman, “Jika mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (Qs. At-Taubah: 59).
Kelima, orang-orang yang bersegera menuju Allah, “Dia (Musa) berkata, ‘…aku bersegera kepada-Mu ya Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku).” (Qs. Taahaa: 84). Ataupun dalam surah Al-Fajr ayat 28, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”
Keenam, orang-orang yang setia pada perjanjiannya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Qs. Al-Fath: 18).
Ketujuh, orang-orang yang bersyukur, “…dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu” (Qs. Az-Zumar: 7).
Kedelapan, orang-orang yang diberi izin untuk memberi syafaat termasuk orang-orang berdosa yang disyafaati, “Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (Qs. Thaahaa: 109). Juga terdapat dalam surah Al-Anbiyaa’ ayat 8 dan surah An-Najm ayat 26).
Kesembilan, orang-orang yang menyeru untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, “Dan ia menyuruh ahlinya (umatnya) untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Qs. Maryam: 55). Juga pada surah ar-Rum ayat 38-39. Termasuk orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari (Qs. Al-Kahfi: 28).
Kesepuluh, orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu dan jiwanya tenang dalam ketaatan, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (Qs. Al-Fajr: 27-28).
Kesebelas, orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah (baca surah Al-Lail ayat 20, Al-Insan ayat 9, Al-Baqarah: 265 dan lain-lain).
Keduabelas, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam surah Al-Mumtahanah ayat pertama, Al-Hasyr ayat 8 dan Al-Ankabut ayat 69.
Ketigabelas, orang-orang yang senantiasa berkurban. (Qs. Al-Hajj: 37) Juga pada surahAl-Baqarah ayat 207, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Dari penjabaran di atas, setidaknya ada tiga belas kelompok yang mendapat keridhaan Allah. Sementara yang tidak diridhai Allah hanya ada tiga kelompok. Pertama, orang-orang kafir, “Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya.” (Qs. Az-Zumar: 7). Kedua, kelompok orang-orang yang berkhianat, “..dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (Qs. Yusuf: 52). Ketiga, orang-orang yang fasik, “Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (Qs. At-Taubah: 96). Jika dibandingkan jumlah kelompok mereka yang diridhai dibanding yang tidak, menunjukkan keridhaan Allah lebih besar dalam banyak hal. Ada satu hal lagi yang mesti kita perhatikan, ayat yang berbunyi, “Rhadiallahu ‘anhum wa radhuu ‘anhu, Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya” dan yang semakna dengan itu hanya berulang setidaknya empat kali. Hal ini berarti, keridhaan Allah terhadap hamba-Nya jauh lebih besar dari keridhaan hamba kepada Tuhan-Nya.
Ridha Ilahi, Karunia Terbesar
Keridhaan Allah sesungguhnya adalah sebesar-besarnya karunia Allah yang diberikan-Nya kepada manusia. Melalui Kumayl ibn Ziyad, imam Ali as mengajarkan kepada kita sebuah rangkaian do’a yang panjang, yang dikenal dengan nama Do’a Kumayl atau Do’a Hadhrat Khaidir. Diantara penggalannya, Imam Ali as bermunajat dengan mengucap, “…wa taj’alani biqismika radhiyan qani’an, wa fi jami’il-ahwali mutawadhi’an, dan jadikan aku ridha dan qana’ah akan pemberian-Mu, dan dalam segala keadaan tunduk dan patuh kepada-Mu.” Pada penggalan do’a ini, kita melihat, Imam Ali as lebih mendahulukan memohon maqam keridhaan dan qana’ahdibanding memohon ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya.
Pada umumnya di antara kita, menilai sebesar-besarnya karunia Allah pada hamba-Nya adalah keimanan, ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya (sehingga sering diulang-ulang di setiap khutbah). Namun, setidaknya oleh Imam Ali as, tidak. Karunia terbesar Allah adalah keridhaan-Nya. Mengapa?. Ayatullah Husain Mazhahiri ketika mensyarah penggalan do’a tersebut membantu kita menemukan jawabannya. Dalam kitab Syarh_e wa Tafsir_e Dua_ye Kumayl, beliau menulis, “Sebab, bahkan oleh Rasulullah saww sendiri dengan berbagai ibadah yang beliau lakukan, ketaatan, perjuangan dan kesetiaannya di jalan Allah, kemudian semuanya itu diletakkan pada satu sisi timbangan, sementara anugerah berupa akal, pemikiran, kekuatan, kemaksuman dan anugerah lainnya berada pada sisi timbangan lainnya, maka karunia dan pemberian Ilahi masih lebih berat dibanding semua ibadah, ketaatan dan perjuangan beliau saww.” Beliau (semoga Allah merahmatinya) melengkapkan jawabannya dengan menukilkan, kisah Nabi Musa as dan Nabi Daud as yang berkata, “Bagaimana mungkin kami mampu untuk bersyukur kepada-Mu dengan sepenuhnya. Sementara kecenderungan untuk bersyukur kepada-Mu itu sendiri adalah anugerah dan karunia dari-Mu, dan itu juga memerlukan syukur yang lain?”. Allah kemudian menurunkan wahyu kepada keduanya, “Jika demikian, maka Aku telah ridha akan syukurmu.”
Ya, demikianlah, pada hakikatnya sekuat dan segigih apapun kita beribadah dan taat kepada-Nya, dapat dikatakan itu tidak sesuai dengan keinginan-Nya sebab tidak sebanding dengan besarnya anugerah dan karunia yang telah diberikan. Karenanya untuk menerima amal-amal hamba-Nya, Allah mendasarkan pada sifatnya, Ar-Ridhwan, yang Maha Meridhai dan bukan pada sifatnya yang Maha Adil. Sebab jika sekiranya perlakukan Allah pada hamba-hamba-Nya berdasarkan pada keadilan-Nya, maka tidak ada seorangpun yang bisa meraih kenikmatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat, terlebih lagi kenikmatan dunia bagi orang-orang yang kafir dan durhaka kepada-Nya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Nabiullah saww itu beristighfar, memohon ampun kepada Allah setiap harinya sampai 70 kali. Kalau kita ingin sedikit kritis, sebenarnya, apa faedah Rasulullah saww memohon ampun kepada Allah, sementara yang beliau lakukan keseluruhannya adalah kebaikan yang dijadikan tauladan, terlebih lagi bukankah beliau telah disucikan oleh Allah?. Bagi Rasulullah, istighfar bukan hanya untuk memohon pengampunan dari kesalahan dan dosa, namun juga berkaitan dengan amal kebaikan. Yakni, permohonan ampun dari setiap kebaikan yang telah dilakukan, dimaksudkan adalah sudilah kiranya Allah mengampuni kekurangan dan cacat dari amal kebaikan yang telah dilakukan. Kita sadar, bahwa kebaikan semacam apapun pada akhirnya tetaplah kurang dan cacat jika dibanding dengan kebaikan Allah yang tercurah buat kita. Istighfar Rasulullah adalah, permohonan agar kiranya dalam memperhitunngkan setiap amal ibadah, Allah lebih mendahulukan keridhaan-Nya dan bukan keadilan-Nya. Bisa jadi inilah falsafahnya, dalam bacaan shalat mayyit, kita diminta untuk membaca do’a, “Allahummagfirh lihadzal mayyit, Ya Allah, ampunilah seluruh dosa dan kesalahan jenazah ini.” Kita tidak diminta untuk mendoakan, “Semoga Allah memberi balasan yang setimpal atas kebaikan-kebaikannya”, namun sayangnya, doa semacam ini yang sering kita hadiahkan buat si mayyit.
Untuk tidak membuat tulisan ini terlalu panjang, insya Allah nanti kita lanjutkan.
Ada banyak kesalahan dan kekurangan tentunya, namun semoga Allah ridha terhadap tulisan ini…
“Wa ridhawaanum minallahi akbaru, …. dan keridhaan Allah, (selalu) lebih besar.”
(Qs. At-Taubah: 72)
Wallahu’alam bishshawwab
Kampus Adalah Ranah Pergulatan Akademik, Bukan Arena Sesat Menyesatkan
"UIN Alauddin memiliki visi besar untuk mengembangkan Islam moderat atau Islam washatiyah. Inilah pesan penting Menteri Agama, Lukman Saifuddin, untuk dijabarkan dalam kehidupan kampus."
Menurut Kantor Berita ABNA, Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. H. Musafir Pababbari, mengklarifikasi pernyataannya yang diplintir beberapa media yang berbunyi “Aliran syiah bahkan komunis diterima di kampus UIN Alauddin”. Penyataan Rektor UIN Alauddin ini dilontarkan saat menerima Forum Penggiat Media Islam (Forpemi) Sulsel yang mengkritik UIN Alauddin Makassar karena menerima dua cendikiawan dari Al-Mustafah International University of Iran, Dr. Ghasem Muhammadi dan Dr. Ebrahim Zargar, menjadi pembicara di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin.
Ia mengatakan pesan yang ingin disampaikan dari pernyataan tersebut bahwa siapa saja yang ingin datang ke kampus UIN Alauddin Makassar, akan disambut dan terima secara hangat apalagi kalau dalam rangka pengembangan akademik.
"UIN Alauddin memiliki visi besar untuk mengembangkan Islam moderat atau Islam washatiyah. Inilah pesan penting Menteri Agama, Lukman Saifuddin, untuk dijabarkan dalam kehidupan kampus." kata Prof. Musafir Pababbari, Selasa, 2 Januari 2018.
Prof. Musafir menambahkan kampus adalah ranah pergulatan dan pergumulan intelektual. Kampus bukan tempat untuk kafir mengkafirkan, bukan arena untuk sesat menyesatkan.
"Kita tentu tidak ingin kampus ini menjadi sarang pengembangan radikalisme dan ekstremisme.Visi ini harus dibumikan dalam kehidupan kampus," tambahnya.
Bibit-bibit ekstremisme itu, lanjutnya, bisa muncul akibat dari sempitnya serta dangkalnya pemahaman seseorang kepada sejarah dan peta pemikiran Islam yang begitu dinamis. Itulah sebabnya, UIN Alauddin, jauh sebelumnya, sejak masih IAIN Alauddin, kampus ini sudah memperkenalkan berbagai aliran, sekte, serta kelompok keagamaan yang begitu beragam agar mahasiswa kemudian memiliki wawasan perbedaan yang begitu kaya terhadap khazanah intelektual Islam.
Islam yang diajarkan di kampus UIN Alauddin Makassar, adalah Islam warna-warni yang tidak hanya dilihat dari satu perspektif, tetapi diselami dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Jadi, kalau ada desakan ataupun intervensi dari luar yang ingin mengganggu iklim akademik di kampus, itu berarti belum merasakan denyut nadi pergulatan akademik di kampus UIN Alauddin Makassar.
Ulama Berperan Besar Menjaga NKRI
Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa para ulama memiliki andil dan peran yang besar dalam menjaga keutuhan NKRI.
Menurut Kantor Berita ABNA, Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa para ulama memiliki andil dan peran yang besar dalam menjaga keutuhan NKRI. Penegasan ini dia sampaikan pada Silaturahim Nasional Ulama, TNI dan Polri yang digelar Jam'iyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyyah (Jatman) di Pendopo Kabupaten Pekalongan Sabtu (23/12). Silaturahim merupakan bagian Pra-Muktamar Jatman dan Maulid Kanzus Shalawat yang akan dihelat tak lama lagi.
"Kalau kita flashback atau melihat kilas balik sejarah perjuangan kemerdekaan akan didapati fakta bahwa NKRI ini berdiri adalah berkat jasa dan pengorbanan para ulama," kata dia.
Di era perjuangan kemerdekaan, TNI (TKR waktu itu) bersama para ulama dan santri bahu-membahu untuk mengusir penjajah. Meletusnya Perang 10 November di Surabaya tidak terlepas dari peran alim ulama. Tidak hanya para kiai dari Surabaya, tapi dari berbagai daerah. Dari Jawa Barat misalnya ada Kiai Abbas Buntet Cirebon. Sebelum ke Surabaya mereka, para kiai ini bermusyawarah di Rembang.
Munculnya Resolusi Jihad oleh Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy'ari membangkitkan semangat berjuang para kiai dan santri. Perlu diketahui yang berhasil mengebom Jenderal Mallaby hingga tewas bukanlah tentara tetapi santri. Yang merobek bendera Belanda di hotel Majapahit juga bukan tentara, namun santri. Fakta-fakta sejarah ini membuktikan bahwa para ulama betul-betul berperan besar memperjuangkan negara tercinta ini.
"Bangsa Indonesia memang memiliki gen sifat pemberani dan jiwa ksatria. Kalau ditelusuri hampir di setiap suku memiliki senjata tradisional. Di Jawa ada keris, di Sunda ada kujang dan di Aceh ada rencong. Selain itu setiap daerah juga memiliki tarian perang. Ini menunjukkan kesiapsiagaan untuk perang jika jati dirinya diusik. Yang menarik di setiap kabupaten di Indonesia pasti ada makam pahlawan. Di luar negeri nggak ada yang seperti ini," papar dia.
Jenderal Gatot juga menandaskan, sistem kebangsaan Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara adalah final, tak perlu diotak-atik lagi.
"Sistem ini didesain oleh para ulama juga. Kalau kita lihat siapa saja yang duduk di BPUPKI sebagian besar adalah para ulama dan kiai," papar Gatot lagi.
Sementara itu, Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi menyambut baik terselenggaranya kegiatan tersebut. Maulid Kanzus Sholawat dan pra-mu'tamar JATMAN. Keberadaan Maulid Kanzus dengan rangkaiannya menjadikan Pekalongan layak disebut Kota Maulid dan ini membawa keberkahan bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Pekalongan.
Sementara itu Maulana Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya selaku Rais Aam Jatman dalam tausyiah-nya menegaskan kekuatan ulama, TNI dan POLRI tidak bisa dipisahkan sebagai penjaga keutuhan NKRI.
Sebagai generasi penerus semestinya mempelajari sejarah dengan baik dan berterimakasih atas jasa para ulama dan pahlawan.
"Tanyakan pada diri kita apa yang sudah kita berikan kepada bangsa dan negara, jangan malah mengkritisi para ulama dan pahlawan terdahulu yang telah jelas jasanya untuk bangsa dan negara," pungkas Habib Luthfi.