
کمالوندی
Manuver Besar Angkatan Laut Iran
Angkatan Laut Iran sedang menggelar latihan militer dengan sandi Velayat-94 di sebuah area besar mulai dari perairan timur Selat Hormuz dan Laut Oman sampai ke wilayah utara Samudera Hindia. Manuver ini menampilkan kekuatan pertahanan AL Iran kepada dunia dan negara-negara kawasan.
Kegiatan yang akan berlangsung sampai hari Senin (1/2/2016) ini, memamerkan ketangguhan berbagai tipe kapal selam kelas Ghadir dan Tareq. Mereka mengidentifikasi dan mengunci target-target bergerak musuh dan kemudian melepaskan torpedo untuk menghancurkan sasaran.
Kapal perusak Jamaran dan semua satuan kapal perang Iran yang terlibat dalam kegiatan itu, menampilkan kekuatan mereka dengan menembakkan berbagai jenis rudal.
Helikopter AB 212 yang dilengkapi dengan roket peluncur dan senapan mesin, juga berhasil menghancurkan target.
Panglima AL Iran, Laksamana Habibollah Sayyari mengatakan angkatan laut strategis sedang mengembangkan torpedo dan kapal selam untuk melindungi wilayah perairan Republik Islam Iran. "Dengan memperhatikan letak strategis wilayah Timur Tengah bagi Iran dan dunia, maka AL Iran harus mampu memastikan keamanan kawasan yakni utara Samudera Hindia, Laut Oman, dan timur Selat Hormuz," ujarnya.
"Untuk mengontrol kawasan dan memperoleh informasi yang diperlukan, kapal perusak, kapal selam, dan berbagai jenis armada udara harus mampu melakukan tugas tersebut," tegasnya.
Laksamanan Sayyari menerangkan bahwa salah satu kebutuhan angkatan laut strategis adalah kepemilikan drone dan AL Iran juga memiliki program untuk mengembangkan drone.
Sementara itu, Wakil Panglima AL Iran Laksamana Gholam-Reza Khadem Bigham juga mengatakan bahwa pelaksanaan manuver besar Velayat-94 sebagai bukti keseriusan Republik Islam dalam membela kepentingan negara di perairan bebas dan internasional.
"Manuver ini membawa pesan perdamaian dan persahabatan kepada negara-negara lain serta penekanan bahwa Republik Islam bukan ancaman bagi negara lain dan punya kesiapan untuk bekerjasama dengan tetangga dalam memastikan keamanan kawasan," tegasnya.
Laksamana Bigham menjelaskan bahwa manuver Velayat-94 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukan, menciptakan koordinasi antara kekuatan, mencoba senjata-senjata baru AL Iran, menguji sistem perang elektronik, dan memacu kesiapan pasukan untuk membela kepentingan Republik Islam Iran, khususnya di Selat Hormuz, Laut Oman, dan utara Samudera Hindia.
Sementara misi lain latihan tersebut adalah menjamin keamanan navigasi dan memerangi ancaman lingkungan hidup, terorisme, dan aksi perompakan laut, serta menciptakan keamanan bagi jalur transportasi dan melawan setiap gangguan di perairan internasional.
AL Iran telah melakukan upaya maksimal demi mewujudkan keamanan di kawasan dan juga menekankan kebutuhan untuk mengusir perompak laut yang sering beraksi di Teluk Aden.
Presiden Rohani dan Kerja Sama Iran-Eropa
Presiden Republik Islam Iran dalam konferensi pers dengan media massa Prancis secara optimis menyatakan kunjungannya ke Roma dan Paris menguntungkan kepentingan kedua pihak, baik Iran maupun Italia dan Prancis. Hassan Rohani juga menegaskan bahwa lawatannya ke dua negara Eropa itu membantu mewujudkan perdamaian dan stabilitas regional.
Statemen Rohani di Paris menjelaskan proyeksi hubungan Iran dengan Italia dan Prancis, serta berbagai masalah regional dan internasional. Di bagian lain statemennya, Rohani menyinggung implementasi Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) nuklir Iran yang membawa Tehran memasuki perundingan politik dalam berbagai masalah regional.
"Kondisi seperti ini tidak terjadi selama beberapa tahun lalu. Tapi kini, bahkan AS sendiri pun mengakui sebuah realitas bahwa peran berpengaruh Iran dalam penyelesaian masalah regional tidak bisa dipungkiri," ujar Rohani di Paris baru-baru ini.
Dalam wawancara dengan media massa Prancis, Presiden Iran menyebut terorisme sebagai sebuah ancaman kolektif publik dunia. Rohani menyinggung poin mengenai masalah terorisme di kawasan, dan pihak mana saja yang selama ini mendukung teroris bisa kelihatan. Oleh karena itu, presiden Iran menilai masalah terorisme sebagai isu utama, dan menyerukan semua pihak untuk membantu menumpas teroris di Timur Tengah, menghentikan teror, serta mengembalikan rakyat yang mengungsi ke rumahnya masing-masing.
Tampaknya, tidak terlalu sulit untuk memahami keamanan regional, ketika sebuah negara dilanda kekacauan, maka negara lain di kawasan pun akan terimbas getahnya. Oleh karena itu, tidak ada bedanya antara teroris ekstrem maupun moderat. Dengan demikian, semua negara tanpa kecuali harus memandang semua teroris sebagai musuh bersama di tingkat regional dan global, yang harus diberangus.
Masalah tersebut disampaikan Presiden Iran dalam pertemuan dengan sejawatnya dari Prancis, Francois Hollande. Rohani menegaskan "Kita bisa bekerja sama dalam berbagai masalah, tapi tidak di bidang militer". Di bagian lain, presiden Rohani menyinggung mengenai koordinasi antara Iran dengan negara lain. Setelah kunjungan ke Italia dan Prancis, koordinasi tersebut semakin intensif melebihi sebelumnya.
Dalam masalah Suriah, Rohani mengungkapkan dimulainya aksi baru perundingan damai membahas solusi damai di Suriah. Iran menyatakan akan berpartisipasi dalam perundingan Jenewa. Tehran berupaya mendorong perundingan internasional tersebut supaya membuahkan hasil signifikan, meskipun tidak mudah untuk meraih solusi bersama dalam waktu yang singkat. Sebab intervensi destruktif di Suriah hingga kini masih terjadi, dan pengiriman berbagai jenis senjata kepada kelompok teroris yang beroperasi di Suriah terus berlanjut.
Presiden Iran berkeyakinan bahwa penyelesaian damai di Suriah harus segera dicapai, dan semua pihak yang mendukungnya harus memperjuangkan masalah tersebut. Rohani menegaskan bahwa masalah terorisme harus menjadi prioritas bersama publik dunia.
Di bagian lain statemennya, presiden Iran mengungkapkan bahwa Iran tidak pernah jauh dari masyarakat dunia, baik sebelum maupun sesudah implementasi JCPOA. Pada tahun 2013, Iran mengusulkan prakarsa "Dunia Melawan Kekerasan dan Ekstremisme" di Majelis Umum yang disetujui secara bulat menjadi resolusi PBB.
Kini, diplomasi Iran melanjutkan track tersebut yang dibuktikan dengan kunjungan Rohani ke Italia dan Prancis. Lawatan tersebut bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga menyuarakan masalah stabilitas dan keamanan yang terancam karena terorisme dan ekstremisme. Untuk mewujudkan tercapainya tujuan tersebut, Iran menyambut peningkatan kerja sama dengan negara-negara Eropa. Sebab dengan kerja sama bisa menyelesaikan masalah bersama.
Krisis Imigran dan Kesepakatan Schengen
Krisis imigran telah mengundang keprihatinan para pemimpin Eropa. Krisis itu bisa mengancam kesepakatan bebas visa di zona Schengen jika Uni Eropa tidak dapat memecahkannya. Di sisi lain, Inggris ingin keluar dari Uni Eropa karena perselisihan terkait buruh migran di samping masalah-masalah lain.
Dalam hal ini, Perdana Menteri Italia Matteo Renzi dalam satu komentarnya mengatakan Uni Eropa terancam bubar. Dia menegaskan bahwa Eropa modern kini menghadapi ujian sulit dalam menyelesaikan krisis pengungsi dan sekarang menyaksikan era yang paling sulit dalam sejarah Eropa.
Renzi juga memperingatkan tentang upaya-upaya untuk menghapus zona Schengen dan Uni Eropa. "Italia berjanji akan berusaha untuk mencegah bubarnya kesepakatan Schengen dan persatuan Eropa," tegasnya.
Agenda utama kunjungan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk ke Inggris pada Ahad lalu, juga untuk membahas masalah pengungsi. Namun, pemerintah konservatif Inggris justru lebih mengkhawatirkan gelombang kedatangan buruh migran dari negara-negara lain Eropa, khususnya dari wilayah Eropa Timur seperti Polandia.
Pemerintah Inggri ingin mengubah sistem pembayaran kesejahteraan buruh migran dari negara-negara Eropa dan ini merupakan salah satu tuntutan London dalam negosiasi ulang dengan Uni Eropa. London ingin agar para buruh migran yang memasuki Inggris harus menunggu empat tahun untuk memperoleh dana kesejahteraan.
Brussels menerima tuntutan tersebut dengan catatan London harus bisa membuktikan bahwa mereka sedang dalam masalah keuangan serius dan tidak mampu melakukan pembayaran seperti itu.
Masalah pengungsi tampaknya telah menjadi tantangan besar bagi Uni Eropa, mereka menghadapi gelombang pengungsi dari luar wilayah Eropa dan juga pergerakan buruh migran dari negara-negara miskin di Eropa Timur menuju ke wilayah Eropa Barat terutama Inggris.
Krisis pengungsi mendorong sejumlah negara anggota kesepakatan Schengen untuk menangguhkan pelaksanaan perjanjian itu dan mereka memperketat kontrol perbatasannya. Kebijakan itu diambil untuk menghalau arus pengungsi ke negara-negara Eropa dan juga meningkatnya keprihatinan pemerintah Eropa tentang potensi penyusupan anasir teroris di zona Schengen.
Karena adanya hubungan antara peningkatan ancaman terorisme dan arus pengungsi ke negara-negara Eropa, para pemimpin Eropa sekarang berselisih tentang cara menangani pengungsi dan perang melawan terorisme.
Situasi ini membuat masa depan kesepakatan Schengen sebagai salah satu simbol persatuan di Uni Eropa terancam bubar. Sebab, salah satu cara memerangi teroris adalah meningkatkan kontrol terhadap perbatasan dan mengawasi orang-orang yang bergerak di wilayah Eropa.
Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyeru semua negara Uni Eropa untuk melindungi perbatasan mereka dengan lebih baik. Ia menilai hal itu penting dilakukan karena alasan keamanan. Merkel memperingatkan bahwa kegagalan kesepakatan Schengen dan penutupan perbatasan nasional di Eropa akan membawa dampak negatif bagi seluruh Uni Eropa.
Tuntutan Inggris untuk membatasi arus buruh migran dari negara-negara lain Eropa juga sama seperti penolakan terhadap beberapa prinsip dasar Uni Eropa, termasuk pergerakan bebas manusia dan penghapusan diskriminasi di antara warga Eropa. Jika tuntutan ini diterima, Uni Eropa sendiri berarti sedang melanggar prinsip-prinsip utama pembentuk organisasi itu.
Eropa secara umum sedang menghadapi dua tantangan besar, tapi saling terkait yakni krisis pengungsi dan ancaman terorisme serta tuntutan Inggris dan ancaman negara itu untuk keluar dari Uni Eropa.
Lagi, Israel Tembak Mati Seorang Warga Palestina
Aparat keamanan rezim Zionis Israel menembak mati seorang warga Palestina di Tepi Barat.
Menurut Qodsna, seorang pemuda Palestina gugur syahid pada Senin (1/2/2016) setelah ditembak oleh aparat keamanan Israel di dekat pos pemeriksaan Jabbarah di selatan Tulkarem, Tepi Barat.
Pada Minggu, Amjad Sukari Abu Omar, 30 tahun, juga gugur syahid ditembak mati oleh polisi Zionis di pos pemeriksaan, Beit El di Tepi Barat.
Sejak awal bulan Oktober 2015 hingga sekarang, lebih dari 170 warga Palestina termasuk 31 anak dan tujuh perempuan, gugur syahid di tangan aparat keamanan Israel.
Di Bulan Januari, 22 Warga Palestina Gugur Syahid
Sebuah pusat studi menyebutkan, selama bulan Januari 2016, puluhan warga Palestina gugur syahid, ratusan lainnya ditangkap dan 50 rumah dihancurkan oleh pihak berwenang rezim Zionis Israel.
Menurut Pusat Informasi Palestina, Pusat Studi Abdullah Hourani pada Minggu (31/1/2016) mengumumkan, di bulan pertama tahun 2016, 22 warga Palestina termasuk enam anak gugur syahid ditembak mati oleh aparat keamanan Israel dan diserang oleh para pemukin Zionis.
Pusat studi tersebut menambahkan, tiga dari Syuhada tersebut gugur di Jalur Gaza, satu orang di wilayah Palestina pendudukan tahun 1948 dan 18 lainnya gugur syahid di Tepi Barat.
Disebutkan pula bahwa rezim Zionis hingga sekarang masih menahan 10 jenazah Syuhada dari kota al-Quds dan tidak bersedia menyerahkan kepada keluarga mereka. Tindakan ini merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional.
Selama bulan Januari 2016, aparat keamaan Israel juga menangkap 460 warga Palestina dan menghancurkan 11 properti milik warga Badui.
Selain itu, Israel telah menghancurkan 50 rumah dan properti perdagangan dan industri milik warga Palestina di kota al-Quds, al-Khalil, Ramallah, Nablus dan Tubas pada bulan Januari.
Sementera itu, Intifada al-Quds yang meletus sejak awal bulan Oktober 2015 hingga sekarang telah merenggut nyawa lebih dari 170 warga Palestina.
Parlemen Baru Myanmar Memulai Aktivitasnya
Parlemen baru Myanmar dilaporkan telah memulai aktivitasnya. Sidang pertama parlemen negara ini digelar dua hari pasca berakhirnya periode parlemen sebelumnya.
Sebagian besar anggota parlemen baru adalah anggota dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, di mana NLD meraih 80 persen kursi parlemen.
Seperempat kursi parlemen diduduki oleh militer Myanmar. Berdasarkan undang-undang, militer memainkan peran yang menentukan dalam menetapkan menteri-menteri kunci pemerintah.
Salah satu tugas utama parlemen baru adalah memilih presiden. Thein Sein, Presiden Myanmar akan melepaskan jabatannya pada bulan Maret.
Menurut konstitusi Myanmar, Suu Kyi tidak bisa mencalonkan diri sebagai presiden karena terdapat pasal yang menetapkan seseorang tidak bisa menjadi presiden jika memiliki anak berstatus "warga asing."
Suu Kyi memiliki dua anak dengan status "warga asing" karena pernah menikah dengan Michael Aris, seorang warga Inggris. Upayanya untuk mengubah konstitusi pada tahun lalu juga tidak berhasil.
Namun pemimpin partai NLD itu mengatakan bahwa ia akan menggunakan pengaruhnya dan pengaruh partainya melalui presiden baru.
Rouhani: Kerjasama dengan Cina Sangat Penting bagi Iran
Pentagon Akui Serangan Udara ke Suriah Tewaskan Warga Sipil
Pentagon mengakui serangan udara Amerika Serikat di Suriah dan Irak menewaskan warga sipil kedua negara itu.
IRNA (23/1) melaporkan, Airwars, lembaga yang memonitoring serangan udara terhadap ISIS di Irak dan Suriah mengatakan, hingga kini 824 dari 2422 warga sipil Irak dan Suriah tewas akibat serangan udara Amerika.
Airwars menulis, petinggi Pentagon secara tiba-tiba memutuskan untuk menyampaikan pengakuan lebih banyak terkait kasus-kasus tersebut.
Sementara itu, situs berita The Daily Beast mengutip laporan Airwars menjelaskan, pasukan koalisi Amerika sejak setahun lalu, melancarkan 10 ribu serangan udara ke posisi ISIS di Irak dan Suriah.
Petinggi Pentagon yang selama ini selalu menutupi soal tewasnya warga sipil dalam serangan udaranya, tiba-tiba mengkonfirmasi kematian warga sipil Irak dan Suriah akibat serangan-serangan udara mereka.
Pentagon mengaku sudah mengambil keputusan untuk mempublikasikan data-data terbaru korban sipil akibat serangan udaranya, pekan depan.
Menurut Airwars, berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa pejabat tidak dikenal, Kemenhan Amerika akan segera mengungkap detail 14 kasus serangan yang menewaskan warga sipil di Irak dan Suriah.
Hingga kini petinggi Kemenhan Amerika mengakui 21 kasus serangan udara yang menewaskan warga sipil di Irak dan Suriah.
Pasukan AS, Inggris dan Rusia Masuk ke Libya
Sumber-sumber media mengabarkan masuknya pasukan Amerika Serikat, Inggris dan Rusia ke Libya dengan dalih mendukung pemerintahan baru negara itu.
Situs surat kabar Al Sharq Al Awsat (23/1) melaporkan, pasukan Amerika, Inggris dan Rusia, dengan dalih untuk mendukung pemerintah baru negara itu, Sabtu (23/1) tiba di pangkalan militer Gamal Abdul El Nasser di Selatan Tobruk dan ada kemungkinan pasukan Perancis segera menyusul.
Kota pesisir pantai Tobruk di Timur Libya adalah markas parlemen konstitusional negara itu dan sejumlah pertemuan digelar di sana.
Di sisi lain, sekelompok tentara Amerika ditempatkan di Barat Tripoli, ibukota Libya, lokasi yang menjadi pusat pemerintahan rival parlemen.
Saksi mata mengatakan, sejumlah tentara yang masuk ke Libya dalam tiga pekan terakhir, mencapai 500 orang.
Joseph Dunford, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika, Jumat (22/1) mengumumkan, untuk menghentikan perluasan dan semakin kuatnya ISIS di Libya, dibutuhkan sebuah langkah militer cepat.
Ini Reaksi Organisasi Badr Irak atas Teror ke Masjid Sunni
Sekretaris Jenderal Organisasi Badr, Irak yang juga salah satu petinggi pasukan sukarelawan rakyat Irak, menilai serangan teror ke masjid-masjid Ahlu Sunnah di Provinsi Diyala, sebagai konspirasi.
Stasiun televisi Al Mayadeen, Lebanon (23/1) melaporkan, Hadi Al Ameri, Sekjen Organisasi Badr meminta pemerintah Irak untuk membentuk sebuah komite yang mengakomodir kepentingan seluruh pihak terkait, untuk menyelidiki serangan teror ke kota Al Muqdadiyah dan membantah keterlibatan pasukan rakyat Irak dalam serangan tersebut.
Al Ameri juga menyinggung upaya beberapa kalangan untuk menyudutkan pasukan sukarelawan rakyat Irak.
"Hal itu dilakukan padahal tidak ada satupun tentara rakyat baik Syiah maupun Sunni yang tinggal di dalam kota dan wilayah Provinsi Diyala. Pada kenyataannya, pasukan sukarelawan rakyat Irak hanya mengontrol wilayah-wilayah penting yang kerap dilalui dan tinggal di desa-desa terpencil," ujarnya.
Terkait hubungan antara statemen provokatif yang disampaikan beberapa anggota Parlemen Irak, dengan serangan teror di Diyala, Al Ameri menuturkan, semua pengungsi harus dipulangkah ke provinsi ini, pasalnya pembebasan Irak hanya bisa dilakukan dengan pemulangan para pengungsi.
Ia menegaskan, pasukan sukarelawan rakyat Irak akan mengerahkan seluruh perlengkapan, strategi dan kerja untuk memulihkan ketenangan di Provinsi Diyala dan mencegah kembalinya ISIS ke provinsi itu.
Kota Al Muqdadiyah pekan lalu menjadi sasaran serangan para teroris, dan sejumlah masjid Ahlu Sunnah dibom.