
کمالوندی
Ideologi Syahid Soleimani, Ideologi Perlawanan dan Kesadaran
Heroisme 9 Dey pada kenyataanya adalah heroisme kemanusiaan, pengenalan terhadap musuh dan kepatuhan pada kepemimpinan (Wilayah).
Hari ini merupakan simbol kemuliaan, independensi dan kesadaran rakyat Iran. Syahid Qassem Soleimani yang merupakan lulusan idelogi Wilayah adalah seorang tokoh yang sadar, patuh pada kepemimpinan dan seorang komandan pemberani serta bijak yang memandang seluruh masalah secara mendalam, dan detail. Bersamaannya 9 Dey dengan hari gugurnya Syahid Soleimani menjadi momen untuk menjelaskan ideologi dan ajaran beliau.
Tanggal 9 Dey di Iran dinamai Hari Kesadaran, sehubungan dengan itu, pada kesempatan kali ini akan diulas tentang kesadaran dan kepatuhan pada kepemimpinan atau Wilayah, dalam ajaran Syahid Soleimani.
Heroisme 9 Dey realitasnya adalah untuk membela kesucian, kebangkitan Asyura, dan kehormatan darah syuhada. Heroisme yang diciptakan rakyat Iran di hari ini membuktikan bahwa mereka patuh pada kepemimpinan (Wilayah) seutuhnya, dan membela Pemimpin mereka yaitu Wali Fakih, dan pemerintahan Islam.
Al Quran sebagai kitab suci agama Islam, dan lentera penerang bagi orang-orang Mukmin serta Muslim, mengajak semua manusia kepada kesadaran dan kewaspadaan sekaligus menyiapkan instrumennya. Artinya mata, telinga, hati dan alat pengetahuan lainnya diberikan kepada manusia sehingga ia bekerja dengan ilmu pengetahuan dan keyakinan. Orang-orang yang sadar, menemukan jalan kehidupan dengan mata hatinya, dan melangkah di atas kebenaran dan kenyataan.
Allah Swt yang Maha Bijaksana setelah menjelaskan kisah Nabi Yusuf as, dan memberikan pelajaran bagi mereka yang mencari kebenaran, di ayat 108 Surat Yusuf kepada Nabi Muhammad Saw berfirman,
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Katakanlah: 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'."
Syahid Qassem Soleimani
Ideologi Syahid Soleimani adalah ideologi perlawanan, kesadaran, dan kepatuhan pada kepemimpinan (Wilayah). Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan bahwa Syahid Soleimani dengan sendirinya adalah sebuah ideologi dan ajaran yang berharga. Pada Salat Jumat tanggal 17 Januari 2020, tepat dua minggu setelah gugurnya Syahid Soleimani, Rahbar mengatakan, "Jenderal Syahid Mulia kita harus dipandang sebagai sebuah ideologi, sebuah jalan, sebuah madrasah, dan pelajaran."
Rahbar dalam pidatonya pada 29 Februari 2020 bertepatan dengan Hari Mab'ats, Nabi Muhammad Saw menyinggung dua unsur penting yaitu kesadaran dan perlawanan. Ia menjelaskan, "Diperlukan dua unsur penting untuk menghadapi musuh yang selalu saya sampaikan, dan kembali akan saya sampaikan, dua karakteristik ini perlu ada pada setiap diri warga Iran, pertama, kesadaran, dan kedua, perlawanan, jika keduanya ada pada diri kita, maka musuh tidak akan bisa berbuat apa pun, mereka tidak akan bisa melayangkan pukulan, dan tidak akan pernah berhasil melawan pemerintahan Islam."
Kesadaran dan pengetahuan mendalam merupakan salah satu karakteristik terpenting yang dimiliki Syahid Soleimani yang tampak dalam seluruh sendi kehidupan pribadi, sosial dan politiknya. Kesadaran yang diserukan oleh Syahid Soleimani kepada semua orang, termasuk kepada para pejuang di medan tempur tidak lain adalah kesadaran hati dan pemahaman akal yang merupakan buah dari ketakwaan. Perjalanan spiritual Syahid Soleimani dan ajaran beliau yang mencerahkan, membantu keputusan-keputusannya, dan mencapai kesadaran, sehingga di mana pun ia berada berhasil melaksanakan kewajibannya, sebagaimana difirmankan Allah Swt dalam Surat Al Hadid ayat 28,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Kesadaran dan mengenal musuh dalam ajaran Soleimani bersumber dari pemahaman, dan pengetahuan mendalamnya. Tidak diragukan pengenalan atas musuh merupakan pembahasan paling inti dalam kerangka upaya menyingkirkan ancaman, dan melindungi kepentingan sebuah bangsa. Bangsa-bangsa yang lalai terhadap musuh, dan tidak memiliki kesadaran politik, sosial, serta tidak menyadari konspirasi musuh, akan jatuh ke dalam kebinasaan. Dalam pandangan Imam Ali as, orang yang tidur di hadapan musuhnya, dan lalai terhadapnya, maka tipuan musuh yang akan membangunkannya.
Alasan permusuhan Amerika Serikat, dan kubu imperialis global terhadap Jenderal Soleimani adalah karena pengenalannya atas musuh, sikap anti-musuh dan perlawanannya terhadap AS. Sekjen Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah mengatakan, "AS kemana pun mereka pergi di kawasan ini, akan berhadapan dengan Haj Qassem Soleimani. Pergi ke Suriah, mereka melihat Haj Qassem. Di Irak, di Lebanon, di Yaman dan di Afghanistan, di lokasi mana pun yang tersambung dengan poros perlawanan, maka di sana mereka akan menyaksikan Haj Qassem. Rezim Zionis Israel menganggap Haj Qassem sebagai orang paling berbahaya baginya."
Rahbar dan Syahid Soleimani
Jalan untuk mencapai kesadaran adalah cahaya Wilayah. Wujud Haj Qassem juga bercampur dengan Wilayah, dan sepanjang hidupnya ia melaksanakan tugas dalam kerangka baiat terhadap Wilayah. Pada kenyataannya, pemikiran Jenderal Soleimani terbentuk karena kebijaksanaan, berdasarkan arahan dan kepimpinan. Beliau dalam pengambilan keputusan selalu patuh pada Wilayah, dan tidak pernah mundur sedikit pun dari kepatuhan pada kepemimpinan atau Wilayah.
Syahid Soleimani di dalam surat wasiatnya berkata, "Jagalah prinsip. Prinsip yaitu Wali Fakih, terutama orang bijaksana ini, ia yang tertindas, ia yang memiliki pengetahuan mendalam dalam agama, fikih, Irfan, makrifat, jadikanlah Khamenei terkasih laksana jiwa kalian sendiri, jadikan kehormatannya sebagai kesucian. Saudara-saudara dan saudariku. Islam selalu membutuhkan kepemimpinan. Kepemimpinan yang tersambung dan ditunjuk secara syariat agama dan fikih, oleh orang-orang Maksum. Anda mengetahui dengan baik ulama paling bersih yang mengguncang dunia, dan menghidupkan Islam adalah Khomeini. Beliau menjadikan Wilayat Al Faqih sebagai satu-satunya kunci keselamatan umat ini, jangan meninggalkan Wilayah dan kemah untuk menyelamatkan Islam."
Syahid Soleimani di seluruh kehidupannya berperilaku di tengah poros Wilayah, kesadaran dan kepatuhan pada Wilayah. Beliau karena kesadaran dan kepatuhan pada Wilayah, menganggap dirinya sebagai prajurit Imam Zamannya, dan sangat memikirkan keamanan dan kepentingan umat Islam.
Haj Qassem Soleimani bukan sekadar pemegang panji dan simbol perlawanan terhadap imperialisme global, ia juga pencetus pemikiran anti-imperialisme. Ia adalah murid unggul ajaran Imam Khomeini, dan Imam Khamenei, dan dalam berhadapan dengan imperialis, ia tidak mengenal batas. Kehadiran beliau di arena tempur melawan imperialisme global dan ISIS, telah menggagalkan seluruh skenario dan konspirasi yang dilancarkan terhadap Dunia Islam, dan ia telah menyuntikan kepercayaan diri kepada para pejuang Muslim.
Syahid Soleimani adalah seorang komandan luar biasa yang melahirkan jalur perlawanan, dan dengan seluruh kemampuannya memperkuat jalur tersebut. Peran dan kehadiran Syahid Soleimani dalam mendukung perlawanan, dan kerja kerasnya mendidik pejuang perlawanan, seperti penegasan terhadap perlawanan, dan melahirkan Soleimani-Soleimani baru. Sekarang dua tahun berlalu setelah gugurnya Syahid Soleimani, akan tetapi sejak saat itu ribuan Soleimani telah lahir, dan ribuan Soleimani lain harus dilahirkan sehingga musuh tahu orang yang dihadapinya tidak mudah mundur, dan akan menuntut balas atas darah para syuhadanya.
Syahid Soleimani Menurut Ayatullah Khamenei
Saya memiliki pertanyaan kepada kalian, pertanyaan ini akan aku tanyakan kepada kalian semua, pertanyaan yang aku tanyakan di samping jenazah temanku yang syahid, aku bertanya kepada orang-orang sekitarnya bagaimana kepribadian si fulan ? Mereka menjawab, ia orang baik.
...Kini kesaksian yang ingin aku ambil dari kalian, atas dasar kehormatan yang dimiliki seorang mukmin di hadapan Tuhan, dan di antara kalian banyak orang mukhlis (ikhlas). Apa yang penting bagiku adalah kesaksian dan pengakuan kalian, bahwa apakah aku dimata kalian adalah orang yang baik ? Aku ingin jawabannya. Aku memohon Allah Swt seperti yang disebutkan dalam ayat أَلَمْ یَعْلَمْ بِأَنَّ الَّهَ یَرَى (Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?) saat Ia melihat dan mencatat dan di hari ketika یَوْمَئِذٍ یَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِیُرَوْا أَعْمَالَهُم (Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,) Ia mengungkapkan, dan menerima kesaksian kalian. Aku berharap suatu hari di samping jenazahku, kalian bersama yang lain juga memberi kesaksian ini.
Ini adalah penggalan dari salah satu pidato Syahid Qasem Soleimani. Tak lama kemudian, jutaan orang bersama pemimpin mereka berpartisipasi di acara tasyi' jenazah tokoh besar ini dan mereka berkata, اللّٰهُمَّ إِنَّا لَانَعْلَمُ مِنْهم إِلّا خَیْراً (Ya Allah ! Aku tidak melihatnya kecuali kebaikan)
Di sejarah berbagai bangsa banyak ancaman tidak dapat dihapus tanpa pengorbanan dan tujuan besar serta suci tidak dapat dijaga. Di kondisi seperti ini, sekelompok orang mukmin tampil dan melalui pengorbanan dan aliran darahnya, mereka menjaga agama. Menurut literatur Islam, orang seperti ini disebut syahid. Banyak orang menyamakan syahid dengan lilin yang menyala yang menerangi suasana gelap dan suram di sekelilingnya. Layanan seorang martir adalah jenis yang dibakar dan binasa dan memancar. Sehingga orang lain dapat duduk dan menemukan kenyamanan dalam terang yang telah datang dengan mengorbankan ketiadaannya.
Tetapi kesyahidan Qassem Soleimani, dan pencerahannya seperti cahaya matahari saat fajar, yang menyinari seluruh bumi. Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei saat menyebut kesyahidan Letjen Qasem Soleimani menjelaskan, "Kita memiliki banyak syahid-syuhada dari petinggi militer dan juga syuhada dari warga biasa- Tapi syahid di tangan manusia paling keji, yakni AS dan mereka merasa bangga mampu mengugurkan tokoh ini, syahid seperti ini saya tidak mengetahuinya kecuali Qasem Soleimani. Jihadnya adalah jihad akbar, kesyahidannya juga disebut Tuhan sebagia kesyahidan yang besar. Semoga Allah Swt meninggikan derajatnya. Semoga ia mendapatkan nikmat besar yang merupakan haknya tersebut."
Letjen Soleimani merupakan komandan pertama pasca Revolusi Islam yang mendapat lencana Zulfiqar dari Rahbar, Ayatullah Khamenei. Lencana Zulfiqar yang merupakan lencana tertinggi militer dan disematkan oleh panglima tertinggi angkatan bersenjata Iran atau Rahbar ketika seorang prajurit memiliki prestasi besar keberanian dan kesuksesan sebagai komandan.
Ayatullah Khamenei ketika menganugerahkan lencana Zulfiqar kepada Soleimani dan di depan mereka yang hadir di acara ini mengatakan, "Perjuangan di jalan Tuhan tidak dapat disamakan dengan hal-hal ini. Allah Swt berfirman: إِنَّ اللهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِینَ أَنفُسَهُمْ وَ أَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ یُقَاتِلُونَ فِی سَبِیلِ اللهِ فَیَقْتُلُونَ وَ یُقْتَلُونَ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh (QS: Taubah 111). Apa yang akan diterima oleh pejuang di jalan Tuhan dan apa yang akan diberikan Tuhan dari pengorbanan harta dan nyawa adalah surga dan keridhaan-Nya."
"...Apa yang ada di tangan dan pundak kita, baik ucapan syukur dengan mulut atau dengan amal perbuatan, baik itu lencana atau pangkat yang kita berikan, adalah hal-hal yang berdasarkan prediksi duniawi. Namun ini tidak dapat disebutkan berdasarkan perhitungan maknawi dan Ilahi. Alhamdulillah, kalian telah berjuang dan berusaha. Alhamdulillah Allah Swt juga memberi taufik kepada saudara terkasih kita -Qasem Soleimani-. Saudara kita ini berulang kali menempatkan nyawanya di serangan musuh serta berjuang di jalan Tuhan, demi Tuhan dan ikhlas untuk Allah. Insyaallah, Tuhan akan memberi pahala kepadanya dan kehidupannya penuh kebahagiaan dan diberi kehormatan syahadah,,yang pasti bukan sekarang. Selama bertahun-tahun, Republik Islam bekerja sama dengannya. Pada akhirnya insyaallah, Soleimani akan diberi derajat kesyahidan . insyaallah,,,selamat kepada Anda."
Letjen. Qasem Soleimani bersama Abu Mahdi al-Muhandis dan delapan rekan sepejuangan lainnya diteror militer Amerika pada 3 Januari 2020 dini hari di dekat Bandara Udara Baghdad dan gugur syahid. Aksi teror ini atas instruksi langsung Presiden AS saat itu, Donald Trump. Dengan kesyahidan ini, Letjen Qasem Soleimani menjadi legenda kekal. Kesyahidan Soleimani juga disertai dengan kehancuran Daesh (ISIS) dan kesyahidannya juga menjadi nokta hitam abadi bagi pemerintah arogan Amerika beserta sekutunya.
Kesyahidan Letjen Soleimani membangkitkan gelombang kebencian kepada Amerika di Iran. Acara tasyi jenazah Letjen Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis beserta rekan seperjuangannya di Irak dan Iran digelar secara besar-besaran. Jutaan warga Irak dan Iran serta di warga di berbagai penjuru dunia berduka atas kehilangan pejuang besar ini, dan mereka berjanji untuk meneruskan jalan pejuang ini.
Ayatullah Khamenei di pidatonya saat memperingati kesyahidan Soleimani menyatakan, "Syahid Soleimani, baik semasa hidup atau setelah gugur syahid berhasil mengalahkan kubu arogan...Kesyahidannya juga merupakan kekalahan kubu arogan. Prosesi tasyi ini di Iran sebuah acara yang menakjubkan dan tidak dapat dilupakan; Begitu juga tasyi di Irak oleh jutaan warga, di Najaf dan Baghdad juga digelar acara serupa, tasyi oleh jutaan warga yang mencengangkan; Ia dan Abu Mahdi al-Muhandis ditasyi secara bersama-sama. Sejatinya tasyi ini dan kemudian acara peringatannya, membuat jenderal perang lunak kubu arogan terkejut. Mereka yang menonjol dalam perang lunak arogansi, dan sebenarnya mereka adalah orang-orang yang aktif, dan para jenderal perang lunak Amerika dan arogansi, sama sekali tercengang dengan situasi ini; Apa itu, apa itu; "Sungguh langkah besar yang mengalahkan mereka."
Letjen Qasem Soleimani gugur syahid dalam kondisi tidak banyak anggota tubuhnya yang tersisa. Ia tidak berkepala, hanya sebagian dari bahunya yang tersisa, sebagian dari pergelangan kaki ke bawah dan tangan serta bagiannya hancur. Salah satu komandan komite pencari orang hilang, Bagherzadeh saat menyebutkan kondisi jenazah Syahid Soleimani kepada Rahbar mengatakan, "Kami telah mengambil langkah untuk mempersiapkan jenazah suci para syuhada, kami tidak dapat memandikan mereka, kami hanya mentayamumkan mereka dan mengkafaninya. Para pemuda hadir di mi'raj syuhada. Kafan, kapas, kain dan alat-alat lainnya tersedia, tapi kami kesulitan mengurusi jenazah ini. Artinya kami sangat kesulitan mengumpulkan serpihan anggota badan jenazah ini. Daging yang tersebar kami kumpulkan sehingga dapat dibentuk sebuah tubuh dan diletakkan di peti jenazah."
Lebih lanjut Bagherzadeh mengisyaratkan peristiwa Karbala dan mengatakan, "Kita yang dengan sulit mengumpulkan para syuhada ini, kami tidak tahu bagaimana Imam Ali Zainal Abidin as mengebumikan jenazah ayahnya, Abu Abdillah Husein di Karbala."
Saat itu, Ayatullah Khamenei berkata kepada mereka, "Kalian telah kesulitan, mereka adalah syuhada perang." Dalam istilah fikih, syahid perang adalah mereka yang gugur di medan pertempuran dan saat berperang. Dan menurut padangan Ayatullah Khamenei, Bandara Udara Baghdad dengan kehadiran komandan tinggi pasukan Islam ini dan kemudian disusul dengan serangan pengecut musuh terhadap komandan ini beserta rekan seperjuangannya, telah berubah menjadi medan tempur. Ini menunjukkan bobot dan posisi Syahid Soleimani dan kesyahidannya juga kesyahidan di medan tempur.
Tasyi jenazah Syahid Soleimani
Di sinilah kita teringat dengan sabda Rasulullah Saw, "Syuhada tertinggi adalah mereka yang gugur di garis depan (medan perang), dan selama mereka tidak berpaling (melarikan diri) dari perang, mereka akan beristirahat di pavilium tinggi surga, sementara Tuhan ridha terhadap mereka dan selama Tuhan ridha kepada hamba-Nya, maka hamba tersebut tidak akan dihisab."
Memperingati Gugurnya Syahid Soleimani; Indikasi Putus Asa AS Hadapi Iran
Amerika Serikat pada 3 Januari 2020 melakukan sebuah kejahatan besar dengan meneror Mayjen. Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Syahid Soleimani yang tengah berkunjung ke Irak atas undangan resmi pemerintah Baghad, bersama Abu Mahdi al-Muhandis, wakil komandan Hashd al-Shaabi serta delapan orang lainnya gugur syahid dalam sebuahs erangan udara militer Amerika Serikat di dekat Bandara Udara Irak.
Menurut keterangan Departemen Pertahanan AS (Pentagon), instruksi serangan teroris ini langsung dari Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Syahid Soleimani adalah tokoh terkemuka dalam perang melawan kelompok teroris dan Takfiri di kawasan Asia Barat termasuk Daesh (ISIS).
Musuh bangsa Iran menunjukkan bahwa mereka tidak segan-sagan melakukan berbagai kejahatan untuk mencapai tujuannya mulai dari meneror Syahid Soleimani yang memainkan peran penting dalam menghancurkan Daesh dan perang melawan kelompok teroris dukungan Amerika, Israel dan Arab Saudi, hingga meneror ilmuwan Iran di berbagai bidang sains dan pertahanan. Ketika Amerika menyaksikan kegagalan kebijakan represi maksimum dan tidak adanya pengaruh atas perlawanan bangsa Iran terhadap kebijakan arogannya, maka mereka mulai beralih ke pendekatan represi keamanan.
Teror terhadap Syahid Soleimani telah menguak esensi sejati Amerika Serikat. Syahid Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis berserta rekan seperjuangannya telah memainkan peran besar dalam melawan musuh dan terorisme serta menghancurkan Daesh dan menjinakkan peran disintegrasi Amerika dan Israel di kawasan.
Tujuan Amerika Serikat adalah melemahkan negara-negara kawasan dan merampok sumber serta kekayaan mereka dan menjamin berlanjutnya kehidupan rezim ilegal Israel.
Naser Qandil, pengamat senior Lebanon dan redaktur Koran al-Bana terkait peran unggul dan abadi Syahid Soleimani mengatakan, "Ketika kita berbicara mengenai peran penting, strategis dan efektif Syahid Soleimani di Lebanon, Suriah, Palestina dan lainnya, serta ketika kita merunut perannya dalam mendukung muqawama di perang Israel dan Jalur Gaza serta perang terhadap muqawama di Lebanon, kita hanya mendapatkan satu kesimpulan bahwa Syahid Soleimani adalah pahlawan dalam mengalahkan Daesh."
Joe Lombardo, anggota The United National Antiwar Coalition (UNAC) juga mengisyaratkan poin ini bahwa kekalahan Daesh pastinya sebuah transformasi positif di kawasan, dan sama halnya dengan kegagalan imperialisme Amerika. Seraya menyebut slogan perang anti-terorisme oleh Amerika sekedar propaganda, ia mengatakan, "Amerika mengklaim tengah berperang melawan terorisme di Suriah, tapi berbagai laporan yang ada menunjukkan setiap kali anasir teroris Daesh melarikan diri dari kawasan, senjata Amerika ditemukan di sana. Ini bukan sebuah kebetulan, mayoritas senjata Amerika diberikan kepada Daesh oleh sekutu Washington di kawasan seperti Arab Saudi."
Lombardo menjelaskan, kita jangan lupa akan kebijakan perusahaan senjata Amerika untuk memperluas krisis dan menjual senjata. Mereka mendapat keuntungan besar dari berlanjutnya krisis ini dan perang. Tak diragukan lagi bahwa pengobaran krisis adalah untuk memajukan tujuan geopolitik Amerika di kawasan.
Aktivis perdamaian Amerika ini terkait pernyataan Syahid Soleimani bahwa pemerintah terdahulu dan saat ini Amerika memiliki andil dalam pembentukan dan kejahatan Daesh mengingatkan bahwa selama beberapa dekade lalu, Amerika Serikat mendukung berbagai kelompok teroris. Pertama dengan mendukung Osama bin Laden di Afghanistan dan kemudian membentuk berbagai kelompok teroris untuk mengobarkan krisis di kawasan dan memajukan tujuan geopolitik Amerika.
Amerika Serikat terlibat di seluruh kejahatan Arab Saudi di Yaman dan blokade rakyat negara Arab miskin tersebut, sementara pemerintah Riyadh bertanggung jawab atas maraknya terorisme di berbagai wilayah dunia, tapi sangat disayangkan media Amerika terkait hal ini dan juga soal perang di Yaman beserta kejahatan Arab Saudi, memilih bungkam. Seiring dengan teror Syahid Soleimani, bangsa-bangsa di kawasan telah kehilangan seorang pejuang sejati di jalan perdamaian. Syahid Soleimani dengan perjuangannya yang tak kenal lelah membebaskan kawasan dari Daesh dan memulihkan stabilitas di Asia Barat telah memainkan peran signifikan dan tak ada bandingannya.
Syahid Soleimani dalam membela Suriah dari kelompok teroris global yang didukung oleh Amerika dan Arab Saudi, berada di posisi terdepan. Ia juga banyak membantu dalam membela kompleks makam cucu Rasulullah Saw, Sayidah Zainab di Damaskus. Tahun-tahun terakhir Syahid Soleimani dihabiskan di medan pertempuran dengan terois Daesh yang telah merampas banyak wilayah Irak dan membantai banyak warga Irak. Soleimani salah satu arsitek utama pembebasan wilayah utara Irak termasuk wilayah Kurdi.
Syahid Soleimani merobek perjanjian Sykes–Picot dan dengan mengubah peta kawasan, ia berusaha menyatukan kekuatan muqawama dari Lebanon hingga Palestina, dari Suriah hingga Irak. Syahid Soleimani dan rekan seperjuangannya berhasil mengalahkan terorisme yang dirancang dan didukung Amerika, dan membuat musuh putus asa serta mendorong mereka untuk meneror pejuang ini secara pengecut dan teror ini menguak esensi mereka.
Tamir Hayman, mantan kepala intelijen militer Israel baru-baru ini mengonfirmasi peran Tel Aviv di operasi teror ini dan mengatakan, Israel terlibat di aksi ini.
Ia menyebut teror Syahid Soleimani sebagai salah satu dari dua teror penting dan signifikan di masa jabatannya tersebut. Ia mengatakan bahwa teror terpenting lain adalah Baha Abu al-Ata, salah satu pemimpin Gerakan Jihad Islam Palestina.
Aksi teroris ini menuai banyak respon dari berbagai elit politik dan pengamat internasional. Berbagai media internasional juga menulis berita mengenai komandan pasukan Quds IRGC tersebut dan dampak teror terhadap dirinya.
Mirza Qomi
Mirza Abolghasem Gilani atau dikenal dengan Mirza-ye Qomi penulis buku Qawanin al-Usul yang selama bertahun-tahun menjadi mata pelajaran utama hauzah ilmiah Syiah.
Mirza Qomi memiliki sifat-sifat dan akhlak mulia seperti berusaha keras dalam menuntut ilmu, sangat perhatian terhadap urusan umat muslim serta berani dalam menjelaskan kebenaran dan membelanya. Ilmu dan perilaku mulianya juga sangat berpengaruh dalam membimbing masyarakat dan pemerintah.
Salah satu karya penting Mirza Qomi adalah Ershade Nameh (Surat Bimbingan). Ulama besar Syiah ini dikenal sebagai sosok yang tak kenal lelah dalam memberi nasehat dan petunjuk serta amar makruf nahi munkar. Tanpa kenal takut kekuasaan dan dominasi para penguasa Qajar, beliau kerap memberi nasehat para raja dan memperingatkan supaya mereka tidak tenggelam dalam kezaliman dan bergelut dengan kekafiran dan penyimpangan agama. Ulama besar ini memiliku dua karya surat nasehat yang ditujukan kepada para penguasa Qajar yang sampai ke tangan kita saat ini. Salah satu surat tersebut ditulis ketika Mirza Qomi berusia 50 tahun dan ditujukan kepada Agha Mohammad Khan Qajar dan yang lain ditulis ketika ia berusia 80 tahun dan ditujukan kepada Fath Ali Shah Qajar. Kedua surat tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Ershad Nameh Mirza-e Qomi. Dan dicetak dengan nama ini.
Sepertinya surat pertama Ershad Nameh ditujukan kepada Agha Mohammad Khan Qajar, raja pertama dan pendiri Dinasti Qajar. Agha Mohammad Khan, seorang raja yang berhati dingin, meski ia memiliki kecenderungan terhadap agama, tapi mengingat kekurangan dan penyimpangan keyakinan serta tidak mendapat pendidikan yang benar terkait agama, ia menganggap dirinya layak untuk melakukan kezaliman.
Untuk membuat suratnya lebih efektif dan berpengaruh, di bagian pertama suratnya, Mirza Qomi menulis, "Surat ini bukan nasehat dari orang pintar kepada mereka yang bodoh, dan juga bukan untuk memberi petunjuk orang yang tersesat, tapi sekedar pembahasan dan musyawarah dua orang pintar, tanpa memandang dirinya seorang yang pintar atau marja."
Melalui retorikanya ini, marja Syiah ini sejatinya menghapus penentangan raja untuk menolak nasehat. Ia menyebutkan dirinya sebagai seorang hampa yang bersalah dihadapan Tuhan, dan ia serta raja adalah hamba yang memiliki kewajiban dihadapan Tuhan semesta alam. Ia kemudian mulai membahas masalah utama dengan mengingatkan dirinya tidak ada kesengajaan dalam menulis surat ini.
Setelah menulis pembukaan seperti ini, Mirza Qomi dengan berani dan transparan menyebutkan poin-poin sangat penting yang sejatinya dimaksudkan untuk menghilangkan kesesatan sang raja. Kesesatan yang mengijinkan benak raja untuk melakukan kezaliman dan despotisme.
Di antara kesalahan disengaja dan tidak disengaja raja muslim adalah ketika mendengar sebuah hadis yang menyebut raja adalah «ظل اللّه» (bayangan Tuhan), ia menganggap dirinya dapat melakukan apa saja dan tidak memiliki tanggung jawab dihadapan Tuhan dan makhluk Tuhan. Teks asli hadis yang diisyaratkan tersebut adalah Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Raja adalah bayangan Tuhan di bumi, di mana orang-orang yang tertindas berlindung kepadanya. Jika ia adil maka akan mendapat pahala dan terima kasih kepada orang-orang, tapi jika ia keluar dari keadilan, maka ia berdosa." Tapi masyarakat awam tidak mengetahui kelanjutan dari hadis tersebut dan hanya mendengar jumlah raja adalah bayangan Tuhan. Mirza Qomi di Ershad Namehnya menyebutkan makna sebenarnya dari jumlah "Bayangan Tuhan" supaya menyelamatkan pikiran raja dari penafsiran keliru dan memberi pelajaran kepada raja bahwa ia akan bertanggung jawab dihadapan Tuhan atas setiap perbuatannya.
Arti pertama dari raja bayangan Tuhan yang disebutkan Mirza Qomi adalah seperti ketika manusia berlindung di bawah rindangnya pohon saat matahari bersinar terik supaya aman dari suhu panas, karakter dan metode raja juga harus membuat hamba Tuhan berlindung kepadanya dari kezaliman. Arti kedua adalah mengingat bayangan setiap sesuatu memiliki kesamaan dengan pemilik bayangan meski tidak stabil, maka raja ketika sedang terpolusi dengan kepentingan fisik, harus menjadikan dirinya seperti Tuhan agar ia dapat disebut sebagai bayangan Tuhan. Dalam pengertian ketiga, Mirza mengatakan bahwa sebagaimana segala sesuatu dapat dipahami dari bayang-bayang segala sesuatu, raja harus bersikap dan bertindak sedemikian rupa sehingga keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dan pencipta agama dapat dipahami darinya. Terakhir Mirza menjelaskan bahwa "Raja adalah manifestasi supremasi kebenaran dan hukum, maksud beliau adalah raja yang taat agama, adil dan penuh kasih sayang bukan setiap raja zalim, kejam dan tidak beragama.
Keyakinan keliru yang ada saat itu dan sumber banyak kezaliman ketika itu adalah keyakinan ini bahwa karena Tuhan membuat raja kuat, maka apa yang ia lakukan adalah benar, jika sebaliknya, maka Tuhan yang Maha Kuat tidak akan menjadikan orang tersebut sebagai raja. Mirza Qomi dengan penjelasan ilmiah dan rasional serta sederhana telah membatalkan pemahaman keliru ini. Ia menulis, “Jika seseorang mengatakan bahwa karena sebuah kerajaan ditakdirkan, maka perlu bahwa perbuatan raja juga ditentukan (oleh Tuhan) dan Tuhan senang dengan semua perbuatannya.” Saya mengatakan kepadanya bahwa karena itu Firaun juga tidak boleh disalahkan, karena kerajaannya juga ditakdirkan, dan ini jelas bertentangan dengan agama."
Surat kedua yang dikenal dengan Shad Nameh (Surat Kesenangan) dari Mirza Qomi ditujukan kepada Fath-Ali Shah Qajar. Di zaman itu, kaum sufi berusaha keras untuk memasuki istana dan menebar pengaruhnya serta menyeret raja ke kubunya. Salah satu penyair terkenal sufi seraya mengirim buku dan catatan kepada raja berusaha menarik perhatiannya kepada aliran ini. Fath-Ali Shah memberi risalah (buku) tersebut kepada Mirza Qomi. Kemudian raja ingin Mirza memeritahu kepadanya hal-hal yang benar dan salah di risalah tersebut, karena ia mengenal Mirza sebagai seorang ulama yang pintar dan bertakwa.
Mirza yang saat itu telah berusia lanjut dan karena merasa bertanggung jawab atas masuknya pengaruh sufi ke istana dengan bersungguh-sunggung membalas permintaan raja tersebut dalam sebuah surat.
Tasawuf muncul di komunitas Muslim di akhir abad kedua hijriyah dan ditolak para Imam Maksum dan para ulama saat itu, karena pemikiran dan akidahnya yang menyimpang dari prinsip dan keyakinan Islam. Salah satu keyakinan keliru kelompok ini adalah manusia ketika sampai di satu titik derajat khusus irfan, maka ia tidak lagi membutuhkan untuk melakukan kewajiban agama seperti shalat dan puasa, atau memperhatikan hal-hal haram atau halal yang pada akhirnya ia dibebaskan untuk melakukan segala bentuk kesalahan dan kemunkaran. Keyakinan kaum sufi ini membuat mereka secara praktis keluar dari lingkaran agama. Dengan demikian, ulama Syiah sangat sensitif untuk memberi pencerahan kepada masyarakat atas penyimpangan ini.
Dalam surat ini, Mirza Qomi telah secara eksplisit menulis kepada Shah bahwa Anda tidak mengetahui masalah mistik, filosofis, dan yurisprudensi yang sebenarnya dan dikhawatirkan bahwa bergaul dengan orang-orang ini akan mengalihkan Anda dari mazhab Ahlul Bait as yang asli. Mirza mendorong raja untuk mempelajari kitab Haq al-Yaqin dan Ain al-Hayat tulisan Allamah Majlisi untuk membangun keyakinan agama yang benar, dan menekankan bahwa para sufi harus mendiskusikan masalah tersebut dengan orang seperti saya yang fasih dalam masalah mistik dan filosofis. Dalam kelanjutan suratnya, ulama besar ini memperingatkan raja untuk berhati-hati dalam hal ini, karena penyimpangan raja juga dapat menyebabkan orang menyimpang dari agama.
Di bagian lain surat Mirza Qomi, dia memperingatkan Shah untuk menentang kelompok yang mencoba secara tidak adil menyebut raja "Ulil Amri" dan tidak mengizinkan hal seperti itu. Penafsiran "Ulil Amri" diambil dari ayat 59 Surat An-Nisa' di mana Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." Beberapa ahli tafsir Sunni menganggap "ulil amri" berarti penguasa dan pemimpin. Namun, ulama Syi'ah, mengutip hadits otentik dari Imam Baqir as dan Imam Ja'far as, menganggap arti "ulil amri" dalam ayat ini sebagai Imam maksum dari keluarga Nabi (Saw). Mirza Qomi meminta raja untuk tidak membiarkannya disebut ulil amri, karena ini akan menyebabkan kerusakan di masyarakat dan keyakinan rakyat.
Imam Hadi (as) mengatakan: "Jika bukan karena keghaiban Qaim (Imam Mahdi) yang jujur, akan ada ulama yang akan menyeru (orang-orang) dan membawanya ke keberadaannya dan membela agamanya dengan argumen ilahi, dan membebaskan hamba-hamba Allah yang tak berdaya dari cengkeraman setan dan pengikutnya, maka tak diragukan lagi seluruh manusia akan keluar dari agama Tuhan. "
Mirza Qomi adalah salah satu ulama yang menyeru manusia kepada Tuhan dan membela agama kebenaran. Setelah delapan puluh tahun menjalani kehidupan yang keras dan penuh berkah pada tahun 1231 H, ia menerima panggilan Tuhan dan kembali ke sisi-Nya. Acara tasyi jenazah ulama besar ini dihadiri sejumlah besar orang Syi'ah dan akhirnya dimakamkan di kota Qom dan dekat Haram Sayidah Ma'sumah.
Sayid Mujahid
Fatwa Sayid Mohammad Tabatabai terkait kewajiban jihad melawan agresi Rusia ke Iran sangat terkenal dan oleh karena itu di sejarah beliau dikenal dengan sebutan Sayid Mujahid.
Sayid Mohammad Tabatabai dilahirkan pada tahun 1180 H di kota Karbala, Irak. Ayahnya Sayid Ali Tabatabi dikenal dengan Sahib Riyad, salah satu ulama terkenal dan marja taqlid Syiah. Ibunya adalah cucu dari Allamah Vahid Behbahani yang dikenal sebagai ulama mumpuni dan terkenal di zamannya karena ketinggian ilmunya.
Sayid Mohammad Tabatabai
Sayid Mohammad dilahirkan ketika Karbala menjadi pusat dunia Syiah berkat upaya Allamah Behbahani. Sehingga pelajar dari maktab Karbala dianggap sebagai penggerak ilmu dan fiqih di seluruh dunia Syi'ah dan telah membentuk seminari ilmiah di berbagai belahan dunia Islam seperti Mashhad, Kashan, Qom, Kadhimaian, Najaf, Karbala, Tabriz dan India. Sayid Mohammad juga mulai belajar di tempat ini di bawah pendidikan ayahnya Sayidd Ali Tabatabai.
Sayid Mohammad tidak memiliki kesempatan belajar di kelas kakeknya, Allamah Vahid Behbahani, tapi ia belajar dari murid kakekhnya. Selain belajar dari ayahnya, Sayid Mohammad juga belajar di bawah asuhan Allamah Bahrul Ulum di Najaf. Selain belajar, ia juga menyerap banyak dari kezuhudan dan karamah Allamah dan akhirnya diambil menantu oleh gurunya ini.
Sayid Mohammad di kota Najaf juga belajar kepada Ulama besar, Sheikh Kashif al-Ghita'. Sheikh Ja'far Kashif al-Ghita' dikenal mengusai ilmu fiqih dan ushul fiqih. Selain menjadi pemuka agama, Sheikh Kashif al-Ghita' juga dikenal keberaniannya. Salah satu karakteristik Sheikh adalah pemahamannya akan zaman dan kebutuhannya. Sayid Mohammad Tabatabai bukan saja belajar ilmu fiqih dari gurunya ini, tapi juga belajar akan rasa tanggung jawab atas masalah sosial dan keberanian.
Dengan usaha keras Sayid Mohammad Mujahid dalam mempelajari ilmu-ilmu seperti ushul dan fiqih, dia dengan cepat mencapai otoritas ilmiah, sedemikian rupa sehingga ayahnya mengenalinya sebagai lebih berpengetahuan daripada dirinya sendiri dan seorang ilmuwan, dan dia tidak lagi mengeluarkan fatwa. Adalah umum di kalangan ulama Syi'ah bahwa mereka tidak menganggap diri mereka berwenang untuk mengeluarkan fatwa di hadapan ulama yang lebih bijaksana. Untuk alasan ini, Sayid Muhammad beremigrasi dari Karbala ke Isfahan untuk menghormati ayahnya. Sayid Mohammad Mojahid tinggal di Isfahan selama sekitar sepuluh tahun. Isfahan merupakan pusat penting ilmu-ilmu agama pada masa itu. Selama periode ini, banyak cendekiawan dari seminari (hauzah ilmiah) itu menghadiri kuliahnya dan menganggapnya sebagai profesor terkemuka di seminari Karbala dan Isfahan.
Setelah kematian ayahnya yang mulia, Sayid Ali Tabatabai, Sayid Mohammad kembali ke Karbala dari Isfahan dan mengambil alih otoritas dan kepemimpinan Syiah setelahnya. Setelah serangan brutal Wahabi di Karbala dan pembantaian beberapa ribu orang dan ulama di kota ini, Sayid Mohammad bermigrasi ke Kadhimain dan aktif mengajar, berdiskusi dan mengelola komunitas Syiah di dekat kompleks makam suci Imam Askari (as).
Pada masa marjaiyah Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabai, periode kedua perang Iran-Rusia dimulai dan ulama yang dipimpin oleh ahli hukum yang terhormat ini memainkan peran yang efektif di dalamnya, dan karena alasan ini, ia dikenal sebagai Ayatullah Mujahid. Pemerintahan Fath Ali Shah, yang sebagian sezaman dengan kehidupan Ayatullah Mujahidin, adalah salah satu tahap paling sensitif dan kritis dalam sejarah Iran dan dunia. Saat itu, terjadi persaingan sengit antara kekuatan besar dunia untuk akses ke Asia dan Afrika atas nama kolonialisme. Iran sangat penting bagi penjajah karena lokasi geografisnya.
Setelah perang Iran-Rusia pertama dan kekalahan Iran pada 1228 H, sebuah perjanjian memalukan yang disebut "Perjanjian Golestan" ditandatangani antara Iran dan Rusia, yang menyebutkan wilayah Iran dipisahkan dan dianeksasi ke Rusia. Namun, karena tidak adanya garis demarkasi antara kedua negara, terjadi perselisihan lagi dari Rusia dan pasukan Rusia menduduki bagian lain Iran. Fath Ali Shah Qajar juga tidak memiliki kemauan dan strategi yang diperlukan untuk menghadapi Rusia di medan perang dan Rusia menyadari kelemahannya.
Pada tahun 1241 H, kabar buruk datang ke Tehran dari daerah-daerah yang diduduki Rusia. Tentara Rusia merampok hasil pertanian dari wilayah-wilayah yang mereka duduki, mereka juga melecehkan masjid, al-Quran dan sakralitas umat Muslim, dan memaksa warga Muslim memasukkan anaknya ke sekolah Kristen. Warga wilayah pendudukan mengirim surat kepada marja' saat itu, Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabi menjelaskan kondisi mereka dan meminta bantuan.
Komandan pasukan Iran saat itu adalah Abbas Mirza, dan tidak seperti raja, dia ingin melawan agresi Rusia dan meminta bantuan dari pihak berwenang, termasuk Ayatullah Tabatabai, untuk memaksa Fath Ali Shah melawan. Pada saat itu, beberapa ulama Irak dan Iran, termasuk Ayatullah Sayid Mohammad Tabatabai, menanggapi permintaan ini dengan baik, memberikan kehidupan baru kepada pasukan Iran dengan menulis risalah jihad dan mendorong orang-orang untuk melawan pasukan Rusia. Pada saat itu, mata orang-orang tertuju pada otoritas agama dan seminari (Hauzah), sehingga dalam situasi seperti itu, Ayatullah Mujahid memberi tahu ulama lain tentang peristiwa tersebut, dan semua orang setuju untuk mengeluarkan fatwa tentang jihad melawan Rusia. Dia mengirim surat kepada Fath Ali Shah memintanya untuk menghentikan penindasan dan agresi tentara Rusia.
Setelah dikeluarkannya fatwa jihad, Ayatullah Mujahid berhijrah ke Iran bersama sekelompok ulama dan cendekiawan serta mengundang para ulama tersebut ke ibu kota di Tehran. Setelah undangan ini, para ulama berkumpul di Tehran dan menyetujui perang dengan Rusia. Kehadiran ulama yang dipimpin oleh Ayatullah Mujahidin memicu gerakan rakyat di Iran dan memobilisasi kekuatan besar dari seluruh Iran. Setelah mempersiapkan dan mengirim pasukan, Ayatullah Mujahid dan sekelompok ulama pergi ke Tabriz, zona perang antara Iran dan Rusia. Dalam tiga minggu, pasukan Iran mampu merebut kembali sebagian besar wilayah yang telah diserahkan ke Rusia di bawah Perjanjian Golestan dengan bantuan penduduk setempat.
Tetapi Fath Ali Shah, yang sejak awal tidak memiliki kemauan dan upaya untuk melawan, segera setelah kemenangan awal ini, mengulurkan tangan perdamaiannya kepada musuh agresor, tetapi upaya awalnya untuk perdamaian bagi Rusia tidak memiliki pesan bagi Iran selain kelemahan, jadi dia dipermalukan oleh Rusia. Raja juga memerintahkan para pangeran untuk mundur dari garis depan, dan perintah ini menyebabkan keretakan dan keputusasaan di tentara Iran. Kecerobohan raja ini menyebabkan tentara Iran melemah dan kalah serta kehilangan tanah yang telah direbutnya kembali.
Sayid Mohammad Mojahid tetap berada di Tabriz, tetapi setelah beberapa saat dia menjadi sakit parah karena kesulitan yang dia alami dalam pertempuran ini, dan sementara dia sangat kecewa dengan kelemahan pemerintah dalam membela orang-orang yang tertindas dan kebutaan beberapa prajuritnya, dia meninggalkan Tabriz. Dalam situasi ini, pemerintah Qajar yang sangat takut dengan kekuatan ulama dalam memobilisasi rakyat dan sambutan mereka kepada para marja berusaha menghilangkan mereka dari mata rakyat dengan berbagai cara. Beberapa pejabat pemerintah dan beberapa orang yang membenci agama dan ulama mencoba untuk menyalahkan semua kekalahan pada ulama yang memberikan fatwa jihad, dan dalam pidato dan tulisannya, mereka berusaha menutupi kelemahan dan kecerobohan raja dan komandan tentara dan malah menuding para ulama pejuang.
Itu wajar di kondisi sulit akibat kekalahan yang ditanggung rakyat, sejumlah orang yang tidak mengetahui cerita di balik layak, mempercayai desas desus ini. Dengan demikian, dalam perjalanan kembali dari Tabriz, Sayid Mujahid ditindas oleh literatur bodoh di kota Qazvin dan menjadi sasaran untuk menghina dan mengolok-olok orang yang tidak kompeten. Dia meninggal pada tanggal 13 Jamadi Thani 1242 H di kota Qazvin karena penyakit yang sama, pada puncak penindasan dan kesedihan, dan tubuh sucinya dipindahkan ke Karbala dan dimakamkan di sana.
Meskipun pada waktu itu dalam sejarah, upaya para ulama untuk melindungi persatuan umat Islam dari agresor tidak memuaskan akibat sabotase yang kami sebutkan, tetapi sisi lain mata uang, membuktikan kekuatan ulama dan marja agama dalam memobilisasi orang untuk menyadari hak dan perjuangan melawan kebatilan. Sebuah kekuatan yang berlangsung sampai kemenangan atas lawan yang kuat seperti Rusia dan merupakan pengalaman yang baik dalam mengidentifikasi kelemahan dan resiko kehadiran ulama dan pemuka agama di lapangan dan manajemen masyarakat.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, pengalaman-pengalaman ini akan menciptakan epik besar kehadiran ulama di bidang sensitif masyarakat yang mengatur dan memotong tangan para agresor, yang akan kita bahas dalam program-program mendatang sesuai dengan tema program.
Mullah Fazel Naraqi
Mullah Ahmad Naraqi yang dikenal dengan Fazel Naraqi, penulis kitab Mi'raj al-Saadah, seorang faqih terkenal Syiah di abad 13 Hijriah. Ia adalah pemimpin pada masanya dalam ilmu fiqih, ushul, hadits, rijal, astronomi, matematika, sastra dan puisi.
Ketakwaan dan akhlak ulama ini juga terkenal baik dikalangan khusus maupun di tengah masyarakat umum. Mullah Naraqi juga termasuk salah satu guur Sheikh Murtadha Ansari.
Mullah Ahmad dilahirkan pada tahun 1185 H di Naraq, salah satu daerah di sekitara Kashan. Ayahnya bernama Mullah Mahdi Naraqi, dan dikenal dengan sebutan Muhaqqiq Naraqi, pakar matematika dan filsof intelektual. Dikatakan bahwa Muhaqqiq Naraqi adalah ilmuwan Iran pertama yang menaruh perhatian pada penelitian dan penemuan ilmuwan Barat di bidang astronomi. Sebagai seorang anak dan remaja, Ahmad mendapat manfaat dari pelajaran ayahnya. Ketika berumur dua puluh tahun, dia hijrah ke Najaf Ashraf bersama keluarganya untuk menuntut ilmu dan hikmah serta mengikuti pelajaran Allamah Vahid Behbahani. Sepeninggal Allamah Vahid, Mullah Ahmad kembali ke kampung halamannya.
Empat tahun setelah Fazel Naraqi kehilangan guru besarnya, Allamah Vahid Behbahani, pada tahun 1209, ia juga kehilangan ayahnya yang bijaksana. Kehilangan seorang ayah yang telah memajukan putranya selangkah demi selangkah dalam pengetahuan dan akhlak adalah rasa sakit yang luar biasa bagi Ahmad. Dia, yang tidak bisa melihat pintu ilmu tertutup baginya, sekali lagi memutuskan untuk pergi ke Najaf untuk mendapatkan keuntungan dari kehadiran profesor terkenal seperti Allamah Bahrul Ulum dan Allamah Kashif al-Ghita. Selama periode ini, ia mencapai keunggulan dalam berbagai ilmu dan keahlian seperti yurisprudensi, usul fiqih, teologi, etika, puisi, tasawuf, filsafat dan logika, aritmatika dan geometri, dll serta menjadi seorang pakar dan ahli.
Mullah Ahmad Naraqi kembali ke kampung halamannya setelah menyelesaikan studinya. Dia menetap di kota Kashan dan karena dia menikmati posisi ilmiah yang baik dan posisi yang baik di antara orang-orang, dia mencapai posisi otoritas agama dan mengambil kepemimpinan agama dan politik orang-orang di wilayah itu seperti ayahnya. Dia selalu memperhatikan kesejahteraan dan kenyamanan orang-orang yang tertindas dan berdiri untuk membela hak-hak orang-orang tertindas di wilayah itu dalam berbagai kesempatan dan berperang melawan penindas.
Meskipun sarjana besar ini dihormati oleh pemerintah, dia tidak tinggal diam menghadapi penindasan pemerintah yang berkuasa. Disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa para gubernur yang ditunjuk oleh Fath Ali Shah untuk wilayah Kashan berperilaku kejam terhadap rakyat, dan untuk alasan ini, Mullah Ahmad Naraqi berdiri untuk mereka dan bahkan menendang gubernur yang ditunjuk oleh Shah keluar dari kota beberapa kali.
Sikap Fazel Naraqi terhadap penindasan dan pengusiran orang-orang yang ditunjuk raja dari kota menyebabkan ketidaksenangan raja. Karena itu, dia memanggil cendekiawan besar itu ke ibu kota, Tehran, dan dengan marah menuduhnya mengganggu urusan negara. Mullah Ahmad Naraqi, yang melihat desakan raja atas kekejamannya, menyingsingkan lengan bajunya, mengangkat tangannya ke langit dan berbicara kepada Tuhan dan berkata: "Demi Tuhan! Sultan yang kejam ini menempatkan penguasa yang kejam atas rakyat, dan saya menghapus penindasan, dan tiran ini marah kepada saya."
Mullah Ahmed ingin mengutuk raja, dan raja yang mengakui kekuatan iman dan tekad ulama besar Syiah ini takut! Dia bangkit dari tempat tidurnya dan mendekati Mullah Ahmad. Dia dengan cemas meraih tangannya dan meminta maaf dan memohon Mullah Ahmad untuk tidak mengutuknya. Kemudian, dengan konsultasi dan persetujuan Mullah Ahmad, dia mengangkat seorang penguasa yang layak untuk Provinsi Kashan. Dari kasus sejarah ini, selain pengaruh dan kekuatan spiritual Mullah Ahmad Naraqi di kalangan masyarajat, dapat dipahami bahwa Fath Ali Shah, dengan segala kesombongan dan keangkuhannya, menyadari status spiritual Mullah Ahmad dan meyakininya, itu sebabnya dia meminta maaf dan mencegahnya dari kutukan.
Salah satu bidang penelitian Fazel Naraqi adalah pembahasan mengenai belajar dan mengajar. Di bidang ini, beliau tercatat sebagai seorang pakar dan memiliki banyak pandangan yang penting, dan para peneliti setelahnya banyak memuji ulama besar ini. Menurut perspektif ulama besar ini, belajar dan mengajar memiliki posisi penting dan khusus di kehidupan manusia, dan paling mendasar dari bidang ini adalah "harga diri". Jika kita ingin menjelaskan secara sederhana dari maksud harga diri, maka itu berarti harga diri adalah kita harus menyadari bahwa kita adalah orang yang terhormat dan bernilai.
Jika seseorang memiliki pandangan seperti ini terhadap dirinya sendiri, maka perilakunya juga akan selaras dengan pengetahuannya ini dan tidak akan bersedia melakukan pekerjaan buruk atau berbuat salah. Imam Ali as berkata, "Orang memiliki harga diri, tidak akan pernah melakukan dosa, kehinaan dan keburukan." Ada banyak faktor yang dapat memicu harga diri atau izzah al-nafs. Salah satu faktor terpenting adalah interaksi yang dimiliki keluarga dan orang-orang di sekitarnya dengan orang tersebut selama masa kanak-kanak. Sebuah hadis dari Rasulullah Saw dan Imam Maksum as sangat menekankan untuk menjaga kehormatan dan harga diri anak-anak serta menghormatinya.
Dari sudut pandang Fazel Naraqi, mendekatkan diri kepada Tuhan dan meraih keridhaan-Nya adalah kesempurnaan tertinggi yang dapat dibayangkan bagi manusia, dan inilah tujuan ideal yang untuknya seluruh sistem keberadaan manusia harus disesuaikan dan diatur, serta nilai-nilai spiritual dan moral tidak mungkin dipisahkan dari proses pendidikan. Fadel Naraqi menganggap tazkiyatun nafs atau pembersihan diri dan jiwa harus didahulukan dari pendidikan, artinya mensucikan jiwa dari kejahatan dan keburukan sebelum mempelajari berbagai ilmu. Bahkan dia, bersama dengan banyak ulama, percaya bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat dicapai melalui pembersihan diri. Asas lain yang ditekankan ulama Syi'ah ini adalah asas aktivitas, artinya seseorang harus menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran dan tidak pasif, sehingga dengan demikian pembelajaran mengarah pada transformasi kepribadiannya, bukan sekedar informasi tambahan dari sebelumnya. Di antara prinsip-prinsip lain yang diandalkan Fazel Naraqi dalam pendidikan adalah prinsip pemilihan prestasi dan memperhatikan kemampuan orang.
Image Caption
Dalam pembahasan analisis metode pendidikan, Fadel Naraqi menekankan pada beberapa metode khusus, salah satunya mengacu pada "metode penanaman hafalan, latihan dan pengulangan" dan menganggap metode ini cocok untuk menghafal materi dan mencapai penguasaan kognitif dan mental serta harus dilakukan sebelum mencapai kedewasaan intelektual dan kemampuan untuk memilah dan memahami atau yang menurut istilah modern, berpikir abstrak. Juga, mereka menganggap metode "dialog dan diskusi ilmiah" menjadi penyebab kebebasan berpikir dan inovasi dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan budaya.
Ulama Syi'ah terkenal ini juga menekankan efek "mencintai" dalam pendidikan dan percaya bahwa dengan memberikan konteks keakraban dan hubungan emosional, guru dapat membina anak didik dan memperkuat motivasi penanaman dan pendidikan pada siswa. Juga, mereka mengatakan bahwa itu adalah salah satu metode pendidikan yang paling efektif dan berpengaruh bagi orang tua dan guru untuk mencoba menjadi panutan yang baik bagi anak-anak mereka dengan perilaku positif dan konstruktif mereka.
Sekitar tiga puluh buku tentang puisi, fikih, usul fikih, etika dan matematika telah ditinggalkan oleh Mullah Ahmad Naraqi. Karya paling terkenal dari ulama besar ini adalah sebuah buku berjudul "Mi'raj al-Saadah" yang ditulis tentang masalah etika Islam. Mi'raj al-Saadah dianggap sebagai ringkasan dari buku Jaame' al-Saadah karya Mullah Mahdi Naraqi, ayah Mullah Ahmad.
Mullah Ahmad menilai keberhasilannya di bidang ilmu, agama dan akhlak berkat upaya dan kerja keras ayahnya serta di karya tulisnya mengikuti motedo ayahnya serta di bidang pemikiran dan kajian ilmiah juga mengaku sangat dipengaruhi oleh ayahnya. Misalnya, dalam fikih, ayahnya menulis Mu'tamad al-Syiah, dan dia menulis Mustanad al-Syiah dengan topik yang sama, tetapi dengan cara yang lebih detail dan terperinci. Mi'raj al-Saadah karya Fazil Naraqi juga ditulis dalam penyelesaian buku Jame al-Saadah, karya ayahnya sendiri.
Audiens Mi'raj al-Saadah adalah masyarakat umum dan tidak hanya ulama dan peneliti. Oleh karena itu, penulis telah mencoba untuk mengungkapkan isi dalam bahasa yang fasih dan sederhana atau jauh dari kompleksitas topik ilmiah. Sedangkan Jame al-Saadah lebih mementingkan argumentasi rasional dan memiliki bahasa ilmiah. Untuk alasan ini, Fath Ali Shah Qajar meminta Mullah Ahmad untuk merangkum buku ini dan memisahkan topik-topik penting dan membuat terjemahan yang jelas dalam bahasa Persia sehingga penutur bahasa Persia yang setia dapat mengambil manfaat darinya.
Selain memilih bahasa yang sederhana untuk buku ini, Mullah Ahmad mencampurkan isinya yang sangat penting dan ilmiah dengan khutbah dan peringatan yang penuh kasih, yang menambah keindahan dan keefektifan buku ini. Juga, sesuai dengan topiknya, ia menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat para Imam Maksum as, ucapan orang bijak dan puisi penyair yang bijaksana untuk mengekspresikan konten, yang membantu memperkaya konten dan membuatnya menyenangkan.
Sayid Mohammad Baqir Shafti
Sayid Mohammad Baqir Gilani al-Shafti dilahirkan tahun 1181 di desa Chirza di Provinsi Zanjan. Ayahnya adalah seorang sayid terkenal dan ulama yang merakyat serta salah satu keturunan Imam Musa al-Kadhim as. Mohammad Baqir setelah menempuh pendidikan dasar di bawah asuhan ayahnya, di usia 16 tahun, ia meninggalkan keluarganya dan menuju Karbala untuk melanjutkan pendidikannya.
Sayid Mohammad Baqir menetap di Karbala selama satu tahun dan belajar di kuliah umum Allamah Vahid Behbahani dan Allamah Bahrul Ulum. Kemudian ia menuju kota Najaf dan belajar di Hauzah Ilmiah Najaf selama enam tahun di bawah bimbingan para guru besar seperti Sheikh Ja'far Kashif al-Ghita. Selanjutnya ia pergi ke Hauzah Ilmiah Kadhimaian untuk menimba ilmu dibawah bimbingan ulama terkenal seperti Sayid Mohsen A'raji. Kemudian Sayid Mohammad Baqir tinggal beberapa waktu di kota Qom dan Kashan serta belajar dari ulama besar seperti Mirza Qomi dan Mullah Mehdi Naraqi. Kemudian di tahun 1216, Sayid Mohammad Baqir menuju kota Isfahan.
Sayid Mohammad Baqir atau Sayid Shafti hidup penuh kesederhanaan. Ia seorang warga desa yang haus akan ilmu dan hikmah, serta menghabiskan siang dan malam masa mudanya untuk menimba ilmu, dan telah menderita kesulitan karena jauh dari tanah air dan kemiskinannya. Ketika dia datang ke Isfahan setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan, tasnya terbuat dari emas dan kawat, dan sebaliknya dadanya penuh dengan ajaran Ahlul Bait as. Ia memulai kehidupan zuhudnya di Sekolah Chaharbagh di kota ini.
Kebesaran dan pengetahuannya semakin terlihat oleh para siswa setiap hari, tetapi kelompok belajarnya yang berkembang membuat kesal pemilik sekolah. Jadi dia pergi ke sekolah lain dan menyebarkan penelitian dan pengajarannya di tempat lain. Sedikit demi sedikit, karena keberanian dan akhlak Sayid Shafti, masyarakat mulai menyambtunya, dan sejak para ulama besar dan ahli hukum pada masa itu mengakui kemampuannya di bidang fikih, ushul fikih, al-Quran dan hadis serta ilmu-ilmu keislaman lainnya, maka peluang bagi majaiyah Sayid Baqir Shafti terbuka lebar.
Sayid Mohammad Baqir Shafti sangat mencintai dan memiliki perhatian besar terhadap kewajiban. Ibadah khusyu'nya di tengah malam menjadi pelajaran bagi teman dekatnya. Salah satu orang dekat Sayid Mohammad Baqir terkait hal ini menulis,"Saat shalat, tubuhnya gemetar hebat (karena takut kepada Allah). Dari tengah malam hingga pagi, ia sibuk beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selama shalat, dia memiliki suasana hati yang istimewa dan menangis dengan keras. Di akhir hidupnya, para dokter menganggap berbahaya bagi mereka untuk banyak menangis dan melarang Sayid melakukan ini, tetapi air mata tetap mengalir tak terkendali dari matanya."
Kecintaan besarnya terhadap Ahlul Bait as dan ajarannya sangat dikenal masyarakat. Ia akan sangat terpengaruh ketika mendengar musibah Ahlul Bait as, bahkan para pembaca syair duka Ahlul Bait berusaha untuk hadir lebih sedikit dihadapan beliau.
Kami mengatakan bahwa Sayidd Mohammad Baqir Shafti, karena keberanian, kesalehan dan kejujurannya, menghadapi nasib langka orang-orang di Isfahan dan memperoleh banyak pengaruh dan popularitas. Kepercayaan masyarakat terhadap kebaikan dan sifat amanahnya menyebabkan para saudagar banyak menyumbangkan hartanya kepada Sayid Shafti. Sayid juga mengelola properti yang ada bersamanya sesuai dengan kebiasaan Baitul-Mal dan membelanjakan hasilnya untuk orang-orang yang membutuhkan dan urusan material dan spiritual kaum Syi'ah.
Dikatakan bahwa tidak ada orang yang membutuhkan akan kembali dengan tangan kosong saat meminta bantuan kepadanya. Juga, Sayid juga membuka toko roti dan toko daging dan memberikan kiriman uang kepada lebih dari seribu orang miskin untuk mendapatkan roti dan daging yang mereka butuhkan dari toko-toko ini. Sedikit demi sedikit Sayid Shafti memperoleh kekayaan sedemikian rupa sehingga sebagian orang menganggapnya sebagai ulama Syiah terkaya, tetapi perlu diketahui bahwa kekayaan ini bukanlah kekayaan pribadinya, melainkan kekayaan yang diberikan umat Islam kepada Sayid karena kepercayaan dan keyakinan mereka, jadi bahwa dia bisa membelanjakan untuk urusan umat Islam.
Hujjatul Islam Shafti kini menjadi salah ulama Syiah paling berpengaruh dan terkuat. Ia tidak pernah lelah mengurusi urusan umat Islam dan menyelesaikannya, dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menyelesaikan masalah sosial dan pribadi warga. Agama Islam bukan saja memiliki ajaran dan pengaturan bagi kehidupan pribadi dan ibadah manusia, tapi juga untuk sisi sosial, politik dan ekonomi manusia jua memiliki ajaran yang teliti.
Oleh karena itu, umat Syiah senantiasa merujuk kepada ulama untuk menyelesaikan urusan sosial dan ekonominya, termasuk menyelesaikan friksi dan meminta keputusan, dan yang berperkara dan yang terhukum semuanya mematuhi keputusan hakim syar'i. Tentu saja, kadang-kadang karena kondisi mencekik di masyarakat, kemungkinan seperti itu tidak ada bagi para ulama, tetapi selama masa Sayid Shafti di Iran, khususnya di Isfahan, situasinya sedemikian rupa sehingga raja tidak dapat secara terbuka mencegah tindakannya karena dukungan dan sambutan rakyat serta keberanian dan stabilitas Sayid Shafti sendiri. Oleh karena itu,Sayid melakukan tugas sosialnya dengan sekuat tenaga, termasuk menghakimi di antara orang-orang.
Seorang bijak yang berpikiran mendalam dan mujtahid berpengetahuan, Sayid Mohammad Baqir Shafti bersikeras pada penerapan hukum-hukum ilahi dan selalu berkata, hukum dan syariat ilahi harus dilaksanakan, dan meskipun ditentang pemerintah, dia masih menerapkan syariah ilahi, dan dia tidak mengijinkan penguasa zalim untuk memberi pendapat dan campur tangan dalam hal ini. "Hudud" disebut hukuman yang didefinisikan dalam syariah untuk kejahatan tertentu. Dalam pandangan Tuhan, "penegakan hukum" adalah salah satu cara yang paling penting dan vital untuk menjaga kesehatan masyarakat dari polusi dan kejahatan. Sayid Mohammad Baqir Shafti adalah salah satu ulama yang dengan berani dan gigih mulai menerapkan hukum ilahi dan tertulis bahwa ia menerapkan hampir seratus hukum dengan tangannya sendiri.
Salah satu jasa berharga Sayid Shafti kepada dunia Syiah adalah membangun masjid megah di Isfahan, yang kemudian dikenal sebagai Masjid Sayid. Bangunan ini dibangun pada tahun 1240 H dan karena kebesaran dan arsitekturnya yang unik, masjid ini dianggap sebagai salah satu masjid paling langka di Iran. Suatu hari, Fath Ali Shah melihat bangunan yang belum selesai dari masjid besar ini dan berkata, Anda tidak memiliki kekuatan untuk menyelesaikan bangunan besar ini, jadikanlah saya mitra dalam penyelesaian masjid. Sayid tidak menerima dan menjawab, tanganku ada di perbendaharaan Allah Swt. Sementara sebagian besar masjid besar di dunia dibangun oleh raja, Tuhan memberi Sayid Shafti kesempatan untuk menyelesaikan pembangunan masjid ini tanpa bantuan raja dan penguasa. Sayid shalat di masjid ini hingga akhir hayatnya yang mulia dan ribuan orang ikut serta dalam shalatnya karena popularitasnya di kalangan masyarakat.
Masjid Sayid di Isfahan
Hajjatul Islam Sayid Muhammad Baqir Shafti adalah seorang ulama yang cakap dan sadar akan perkembangan zaman. Dia melawan tirani penguasa Isfahan dan mengekspos dan mencerahkan rakyat dalam berbagai masalah politik dengan keberanian besar. Terlepas dari perbedaan yang dia miliki dengan pemerintah, Sayid juga sangat waspada terhadap konspirasi asing. Dalam situasi di mana duta besar Inggris ingin memanfaatkan perbedaan antara ulama dan pemimpin pemerintah pada 1253 H dan melemahkan pemerintah Iran, Sayid menyadari niat rahasia Inggris dan dengan kewaspadaan menggagalkan seluruh konspirasi ini.
Pada tahun 1257 H, salah seorang ulama bernama Muhammad Taqi bin Abi Thalib Yazdi dimarahi raja karena hal-hal yang dikatakannya menentang kekafiran dan penindasan, dan ia berlindung di wilayah kekuasaan marja Syi'ah. Raja yang tidak bisa mentolerir kebesaran marjaiyah Syi'ah, mengirim pasukannya ke Isfahan dengan tujuan untuk mendobrak kesucian marjaiyah dan menangkap Muhammad Taqi Yazdi. Khan Qajar menyerang kediaman Sayid Shafti di Isfahan dan menangkap ulama dan pakar fiki,Yazdi, dan kekayaan Sayid Shafti, yang sebenarnya adalah properti yang telah dipercayakan Muslim kepada otoritas mereka untuk dibelanjakan demi agama, dicuri dan pasukan ini dalam keadaan mabuk kembali ke Tehran.
Perilaku buruk Shah sangat menyakiti marjaiyah Syiah dan mereka berdoa, "Ya Allah ! Jangan ijinkan kehinaan lebih besar kepada anak-anak Zahra (as)." Allah Swt mengabulkan doa hamba-Nya yang saleh ini dan tak lama kemudian, marja Syiah ini meninggal di usia 85 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Masjid Sayid yang sebelumnya telah ditentukan. Meski jenazah ulama berpengaruh Syiah ini terkubur di bawah tanah, tapi jiwanya terbang ke duni abadi. Ia ridha kepada Tuhan dan Tuhan pun ridha kepadanya.
Mirza Masih Mujtahid
Beliau adalah Mirza Masih Mujtahid, ulama terkenal dengan fatwa Sharaf yang memainkan peran penting di transformasi sosial dan politik di zamannya.
Mirza Masih Mujtahid dilahirkan tahun 1193 H di kota Astarabad yang saat ini bernama Gorgan. Ayahnya bernama Qadi Saeed Astarabadi, sosol mulia dan bertakwa. Meski ia hidup di zaman penuh kekacauan dan kerusuhan, tapi ia berusaha mempertahankan lingkungan rumahnya tetap tenang dan menyenangkan demi mendidik anak-anaknya. Ia menyusun program pendidikan anaknya sesuai dengan budaya Ahlul Bait dan keyakinan agama, dan mereka sejak usia tujuh tahun diajarkan untuk menunaikan shalat serta dikenalkan dengan sifat-sifat mulai.
Setelah mempelajari dasar-dasar agama dari ayahnya, Masih melanjutkan pendidikannya ke Hauzah Ilmiah di kotanya, dan kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya ke Hauzah Ilmiah Qom, salah satu pusat ilmiah penting dunia Islam. Masih belajar fikih, usul fikik, hadis dan dirayah dari ulama besar saat itu, Mirza Qommi dan dalam waktu singkat menjadi murid unggul guru besar ini. Mirza Masih setelah mencapai derajat ijtihad di Qom, kemudian pindah ke Tehran.
Mirza Masih Mujtahid
Mirza Masih adalah sosok zuhud dan mencintai hidup yang sederhana, dan di hari-hari pertama kedatangannya di Tehran, ia hanya memimpin shalat berjamaah di masjid jami, dan juga menyebarkan ajaran agama serta menjawab pertanyaan fikih dan hukum masyarakat. Ia juga menyelidiki kondisi orang-orang yang tidak mampu, dan tidak segan-segan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi umat Syiah serta semampunya menjaga masyarakat muslim dan mengawasinya. Saat ia menyaksikan penyimpangan dan pelanggaran, Mirza Masih tidak duduk diam dan bangkit untuk memperbaikinya, sehingga budaya masyarakat menjadi lurus kembali. Ini adalah karakteristik yang dimiliki Mirza Masih di samping takwa dan keutamaan akhlak seperti tawadhu dan wajah yang menyenangkan sehingga warga sangat mencitaninya dan sedikit demi sedikit ia menjadi mujtahid di Tehran yang paling terkenal.
Selama Mirza Masih hidup, karena ketidakmampuan dan kelemahan pemerintah dan perbedaan para pangeran dan Fath Ali Shah Qajar yang suka berfoya-foya, Iran dirampok, diserbu dan diserang oleh orang asing. Rusia memanfaatkan kelemahan dan disorganisasi para pangeran Iran, mencaplok sebagian wilayah Iran dalam agresi berturut-turut, dan memberlakukan perjanjian yang memalukan, termasuk Perjanjian Turkmenchai, di negara Iran. Perjanjian ini menyebabkan pemisahan sebagian besar wilayah Iran dan aneksasinya ke Rusia, dan pengenaan kompensasi 20 juta rubel di Iran. Mirza Masih, seperti cendekiawan bersemangat lainnya, tidak menyukai kerendahan hati dan kelemahan yang dipaksakan oleh orang asing terhadap umat Islam Iran dan menggunakan setiap kesempatan untuk memberi tahu masyarakat tentang kondisi yang ada.
Salah satu peristiwa penting dalam hidup Mirza Masih Mujtahid adalah fatwa yang dikeluarkannya untuk membela kehormatan umat Islam dan melawan penindasan dan agresi asing. Ceritanya adalah setelah perjanjian Turkmenchi yang terkenal antara Iran dan Rusia, bangsa Rusia, yang dianggap menang di lapangan, menyewa salah satu politisi mereka untuk memantau pelaksanaan ketentuan perjanjian dan melindungi kepentingan mereka. Dalam hal ini Griboyedov, yang dikirim ke Iran sebagai duta besar.
Griboyedov dan bersama rombongan setibanya di Iran hingga sampai ke Tehran menunjukkan perilaku keras dan tak terpuji. Ia yang menganggap dirinya sebagai duta di negara yang dikalahkan oleh pemerintah yang menang, mulai melecehkan dan menghina bangsa Iran. Selain itu, orang-orang disekitarnya juga mengulangi perilakunya dan menunjukkan sifat yang tidak terpuji. Di sejarah disebutkan bahwa mereka menghina warga di jalan-jalan dan pasar dalam kondisi mabuk. Tak hanya melecehkan warga, mereka juga memukulinya. Perilaku menjijikkan ini sangat merugikan umat Islam. Saat menemui Shah, Griboyedov bahkan tidak bersedia menjaga adat dan tradisi kerajaan, serta memberikan hadiah Tzar tanpa memberi mematuhi tradisi di Iran.
Griboyedov melakukan langkah-langkah di Tehran; Seperti, dia meminta pemerintah Iran untuk menyerahkan semua warga negara Georgia yang tinggal di Iran ke kedutaan Rusia agar mereka dapat kembali ke negaranya. Tetapi beberapa dari orang-orang ini telah tinggal di Iran selama bertahun-tahun dan telah menikah dengan orang Iran dan membentuk keluarga, termasuk beberapa wanita Georgia yang masuk Islam di Iran dan memiliki anak serta keluarga. Namun Griboyedov, dalam tindakan yang tidak etis, memerintahkan untuk memasuki rumah mereka tanpa izin dan membawa para wanita tersebut ke kediamannya dengan paksa dan dengan perilaku kekerasan.
Pemindahan perempuan yang menghina dan menahan mereka pada malam hari di sebuah gedung yang semua penghuninya adalah laki-laki non-Muslim menjadi sangat mahal bagi orang-orang, apalagi ketika suara doa dan doa minta bantuan perempuan dari balik tembok sampai ke telinga laki-laki Muslim. Masyarakat yang melihat pemerintah tidak siap membela rakyat dari penindasan asing, berlindung ke rumah Mirza Masih Mujtahid. Haji Mirza Masih Astrabadi beberapa kali mengirim pesan ke duta besar Rusia, namun duta besar tidak menghiraukannya.
Griboyedov
Mirza Masih, seorang mujtahid berpengaruh, sangat terpengaruh oleh penghinaan terhadap masyarakat Islam dan mengeluarkan fatwa bahwa menyelamatkan wanita Muslim adalah wajib dan dianggap sebagai Jihad. Pada hari Rabu tanggal 6 Sya'ban 1244 H yang bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1829, orang-orang menutup toko dan pasar dan bergerak dari semua sisi menuju tempat tinggal Griboyedov untuk membebaskan wanita tersebut baik dengan kata-kata yang baik atau dengan paksa.
Ketika orang-orang yang marah tiba di tempat tinggal Griboyedov, mereka pertama kali mengajukan tuntutan, tetapi karena ketidakpedulian Rusia, konflik pecah dan beberapa orang, termasuk seorang remaja, tewas dalam penembakan pengawal duta besar. Hal ini menyebabkan ribuan orang yang marah menyerang gedung tersebut, dan Griboyedov sendiri serta beberapa rekannya tewas dalam serangan ini, dan para wanita yang terjebak di sana dibebaskan dan dikembalikan ke rumah mereka.
Simonich yang menggantikan Griboyedov di kenangannya menyinggung peristiwa ini dan menulis, "Griboyedov ...di sini telah melakukan kesalahan besar, karena memerintahkan para perempuan dipindahkan ke tempat tinggalnya yang penuh dengan laki-laki. Adalah bijaksana bagi para wanita untuk menanggalkan pakaian di salah satu rumah Muslim sebelum dikirim ke Georgia. Dengan demikian, gerakan itu didirikan dan harus diakui bahwa situasi ini akan terjadi di negara lain mana pun. Karena bukan syarat kesopanan bagi sekelompok wanita untuk tinggal di bawah satu atap dengan sejumlah pemuda... Di kota Tehran, ada pembicaraan tentang fakta bahwa wanita Muslim dibenci dan difitnah oleh non- muslim di depan umum. Griboyedov tidak memperhatikan apa yang terjadi dan tidak memahami kejadian tersebut karena kesombongannya.»
Setelah kejadian tersebut, Fath Ali Shah dan pemerintah sangat ketakutan dan cemas dan mengirimkan delegasi ke Rusia untuk meminta maaf. Dalam pertemuan yang digelar, saksi mata, termasuk anggota kedutaan yang masih hidup, bersaksi bahwa perilaku dan tindakan Griboyedov selama kunjungan singkatnya di Tehran dan keberaniannya terhadap wanita Muslim menjadi penyebab insiden ini. Oleh karena itu, delegasi Iran tidak hanya dapat meyakinkan Tsar bahwa pembunuhan Griboyedov bukanlah kesalahan orang Iran dan bahwa dia adalah korban karena sikap keras kepalanya untuk mengembalikan wanita yang sudah menikah, tetapi mereka juga bisa mendapatkan diskon bagian penting dari kompensasi perang yang dikenakan pada Iran.
Setelah kejadian ini, meskipun kesalahan Griboyedov jelas bagi semua orang, termasuk pemerintah Rusia, tetapi Fath Ali Shah, yang tidak menerima perlawanan dan pemberontakan rakyat, dan takut akan memburuknya hubungan antara Iran dan Rusia, memerintahkan pengasingan Mirza Masih Mujtahid ke Irak. Ketika berita pengasingan Mirza Masih menyebar di Tehran, badai kemarahan orang-orang kembali muncul. Demonstrasi besar terjadi dan gelombang orang berbaris di jalan-jalan dan menyatakan penolakan mereka terhadap rencana ini. Para pejabat pemerintah memperlakukan orang-orang yang memprotes dengan kasar dan brutal, tetapi orang-orang tidak tenang. Akhirnya, untuk mencegah lebih banyak kekerasan terhadap rakyat, Mirza Masih Mujtahid sendiri berangkat ke tempat suci di Irak.
Meski Mirza Masih memiliki berkah hidup disamping haram Imam Ali as dan Imam Husein as di Najaf dan Karbala serta menambah keilmuan dan spiritual Mirza, tapi karena usia tua, fisik yang terus lemah dan kekacauan di Irak, mujtahid besar ini sangat menderita. Akhirnya setelah 18 tahun pengasingan dan jauh dari keluarga dan tanah air, Mirza Masih Mujtahid Astarabadi, mujtahid yang sangat dicintai rakyat Iran ini meninggal dunia di usia 70 tahun di Najaf Ashraf. Tapi demikian fatwa beliau untuk melindungi kehormatan wanita muslim yang menunjukkan kepada agresor menjinakkan pemimpin dan raja Iran dengan emas dan permata, tapi mereka tidak akan mampu menyukseskan rencananya merusak kehormatan rakyat Iran.
Jenazah ulama besar Syiah ini dikebumikan di Haram Imam Ali as di kota Najaf Ashraf.
Ayatullah Sheikh Mohammad Taqi Baraghani
Ayatullah Sheikh Mohammad Taqi Baraghani atau yang dikenal dengan Mujtahid Baraghani adalah seorang ahli fikih dan mujtahid terkenal yang membela kehormatan Syiah. Ulama besar ini tidak hanya sibuk mengajar dan menulis buku, tapi juga hadir di medan pertempuran melawan penyimpangan. Kegigihannya dalam membela umat dari penyimpangan dan kesesatan membuat kelompok sesat ini membunuh ulama besar ini di mihrabnya dan ia kemudian dikenal dengan sebutan Syahid Tsalis (Syahid ketiga).
Mullah Mohammad Taqi Baraghani pada tahun 1172 H. Ia lahir di desa Baraghan di Taleghan dalam keluarga pecinta Ahlulbait as yang terpelajar dan penyayang. Ayahnya, Ayatullah Mulla Mohammad Malaeke Baraghani, adalah seorang ahli fikih yang saleh dan dihormati yang melakukan upaya besar dalam penyebaran Syiah. Mohammad Taqi berimigrasi ke Qazvin bersama keluarganya saat masih kecil. Saat itu, Qazvin dianggap sebagai salah satu pusat keilmuan mazhab Syi'ah, tempat Mullah Muhammad Malakeh menjelaskan dan menyebarkan Syi'ah serta memerangi penyimpangan intelektual dengan sangat antusias.
Mujtahid Baraghani
Mohammad Taqi, setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar dengan ayahnya, siap hijrah untuk menuntut ilmu dan menahan rasa sakit karena jauh dari negara dan keluarganya dengan semangat mempelajari ilmu. Dia pertama kali menghabiskan bertahun-tahun di Hauzah Ilmiah Qom dan Isfahan di bawah bimbingan para ulama besar, kemudian dia pergi ke Karbala dan Najaf dan setelah menyelesaikan studinya di Irak, dia kembali ke Tehran.
Selama perjalanan ini, dia mendapat manfaat dari kehadiran guru-guru hebat seperti Mirzai Qomi, Ayatullah Behbahani Hairi, Sayid Ali Tabatabai dan Allamah Kashif al-Ghita, dan dia sendiri menjadi master Muslim dalam ilmu intelektual dan naratif. Setelah bertahun-tahun belajar di Irak, dia kembali ke Iran dan menetap di Tehran, dan dalam waktu singkat, peringkat ilmiah dan moralnya terungkap ke dunia dan masyarakat umum, dan para pelajar ilmu agama dari jauh dan dekat berboondong-bondong menghadiri kelasnya untuk memanfaatkan kehadirannya.
Mujtahid Baraghani telah meninggalkan banyak karya di bidang fikih, ushul, tafsir dan hadis. Karyanya yang paling penting adalah " Majāles al-mottaqīn" yang berisi lima puluh bab, yang masing-masing membahas khutbah dan hadits Imam Hussain (as) serta menyebutkan penderitaan Sayyid al-Shuhada. “Uyun al-Usul” yang merupakan mata kuliah prinsip-prinsip fikih yang detail dan lengkap, dan buku terpentingnya “Manhaj al-Ijtihad” yang merupakan buku detail dalam 24 jilid dan berisi hukum-hukum Syariah Islam.
Selama masa hidup Mullah Mohammad Taqi Baraghani, karena ketidakmampuan Fath Ali Shah Qajar, perang hebat pecah antara Iran dan Rusia, dan provinsi utara Iran diduduki oleh tentara Rusia. Setelah kekalahan Iran oleh Rusia (1228 H), persaingan antara Inggris dan Prancis untuk merebut Iran semakin intensif; Secara khusus, Inggris memanfaatkan kelemahan pemerintah Iran untuk mencampuri semua urusan internal negara. Dalam situasi seperti itu, untuk pertama kalinya di hadapan Fath Ali Shah Qajar dan dalam dewan yang terdiri dari ulama dan ilmuwan, Mujtahid Baraghani mengusulkan teori "yurisprudensi" (Welayat-e Faqih) dan menyatakan monarki tidak sah dan menuntut penghapusan otoritas dari raja dan pangeran. Dalam pertemuan ini, sekelompok ulama dan saudara Sheikh Muhammad Taqi juga mendukung keputusan Mujtahid Baraghani dan menyatakan bahwa menurut agama, selama masa ghaibah Imam Ma'sum (as) urusan pemerintahan seperti perang, perdamaian, negosiasi dengan pemerintah asing, dll, harus dilakukan dengan izin dari ahli fikih yang memenuhi syarat lengkap dan raja tidak memiliki legitimasi untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Fath Ali Shah, yang takut dengan keputusan Sheikh, melihat cara terbaik untuk selamat dari masalah ini dengan mengasingkannya dan saudara-saudaranya ke Irak.
Setelah diasingkan ke Irak, Ayatullah Baraghani tinggal di Karbala dan Najaf untuk sementara. Ketika Sheikh Jaafar, sahib Kashif al-Ghita, pergi ke Tehran atas undangan pemerintah Iran, dia membawa Mujtahid Baraghani dan saudara-saudaranya ke Iran. Fath Ali Shah menetapkan bahwa Mujtahid Baraghani dapat kembali ke Iran, tetapi dia tidak boleh berada di Tehran. Setelah kembali ke Iran, Mullah Mohammad Taqi pergi ke Qazvin dan menjadikannya markas gerakan ilmiahnya. Dia membangun sekolah dan masjid di sana dan mulai mengajar dan menulis dengan tulus dan usaha. Kemasyhuran sekolah Mujtahid Baraghani menyebar ke seluruh negeri dan para pelajar agama bergegas mendatanginya dari seluruh dunia.
Selama kehidupan Syahid Tsalis, banyak gerakan intelektual dan arus menyimpang terbentuk dan berkembang, dan jika para ulama Syiah tidak mencoba mengklarifikasi dan menghapus keraguan, ada kemungkinan penyimpangan total dari Syiah. Salah satu sekolah menyimpang utama di masanya adalah "Babisme" yang berakar pada gerakan yang disebut Syaikhiyah. Syaikhiyah berangkat dari keyakinan khusus seorang ulama bernama Syaikh Ahmad Ihsai. Ihsai memiliki gagasan tentang kebangkitan fisik, akal dan ijtihad dalam agama, yang dianggap oleh ulama besar Syiah bertentangan dengan Alquran dan Sunnah. Keyakinannya yang paling penting, yang kemudian menjadi sumber banyak penyimpangan, adalah keyakinannya pada pilar keempat. Makna Syaikhiyah dari rukun keempat adalah bahwa pada setiap zaman pasti ada seorang syekh dan manusia sempurna yang mengambil aturan-aturan agama langsung dari Imam Zaman dan menyampaikannya kepada umat. Setelah Ihsai, murid-muridnya pertama kali mengaku sebagai pilar dan perantara antara Imam Zaman dan orang-orang, dan setelah beberapa saat mereka mengaku sebagai Imam Zaman dan bahkan mengaku sebagai nabi dan mengklaim bahwa kitab suci baru diturunkan kepada mereka.
Image Caption
Ketika Mujtahid Baraghani berdebat dan berbicang dengan Syeikh Ihsai, dia memperhatikan penyimpangan pemikiran Ihsai dari Islam dan mazhab Syiah, dan karena kecerdasannya, dia meramalkan masa depan kelam Syaikhiyah. Karena alasan ini, dia menentang Ihsai lebih dari ulama lain dan lebih serius dari mereka. Dia mencerahkan keyakinan salah ini dalam ceramah dan debat, dalam khutbah dan ceramah, dan dalam surat dan buku, dan memperingatkan tentang bahaya penyimpangan ini bagi aliran Syiah. Tapi Ihsai bersikeras pada keyakinannya dan membawa sekelompok besar Syiah bersamanya. Mujtahid Baraghani akhirnya mengeluarkan keputusan untuk mengucilkan Ihsai karena desakan Ihasi pada keyakinan palsu dan upayanya untuk menyebarkan keyakinan tersebut di kalangan Syiah. Putusan ini merupakan titik balik dalam sejarah Syi'ah, karena menyebabkan banyak ulama lainnya mengeluarkan keputusan pengucilan terhadap Ihsai, dan gerakan sesat Syaikhiyah, diikuti oleh Babisme, jatuh dan musnah.
Upaya ekstensif Ayatullah Baraghani melawan Syaikhiyah berlanjut bahkan setelah kematian Ihsai. Mujtahid Baraghani juga mengucilkan penerus Ihsai, Kazem Rashti. Namun aliran Syaikhiyah tidak berhenti sampai di situ dan setelah Kazem Rashti, para pengikut Syaikhiyah mengepung Ali Muhammad Shirazi, yang kemudian dikenal sebagai Ali Muhammad Bab, dan mendirikan Sekte Babiyah (Babisme). Pada awalnya, Ali Muhammad Bab menganggap dirinya sebagai perantara antara Imam Zaman as dan masyarakat, kemudian dia mengaku sebagai Imam Zaman. Dari waktu ke waktu, dia menambah klaimnya dan mengaku sebagai nabi, misi baru, dan kitab suci baru, dan akhirnya dia mengklaim memiliki Tuhan di dalam dirinya. Kaum Babisme yang merupakan pengikut Ali Muhammad Bab banyak melakukan kekerasan terhadap lawan dan melakukan banyak pembunuhan, penjarahan dan pertumpahan darah.
Mujtahid Baraghani dengan berani berdiri di depan mereka dan mengeluarkan perintah untuk mengucilkan pengikut Babisme dan tidak lalai untuk mengklarifikasi kelompok sesat ini dan menghilangkan keraguan dari pikiran orang-orang. Upaya gigih Mujtahid Baraghani memulai gerakan serius di kalangan ulama Syiah untuk melawan Babisme, yang akhirnya menyebabkan melemahnya dan kekalahan sekte ini di kalangan Syiah. Juga, klarifikasinya tentang ketidakabsahan keyakinan Syaikhiyah dan Babiyah (Babisme) menyebabkan sekte-sekte ini kehilangan basis rakyat mereka, sementara pada awalnya mereka mampu menarik sejumlah besar orang untuk bergabung dengan mereka.
Mujtahid Baraghani sangat dibenci oleh kelompok Babisme karena perjuangan tak kenal lelahnya melawan arus penyimpangan dan kesesatan. Ulama besar ini akhirnya meneguk cawan syahadah di mihrabnya di tangan pengikut sesat Babisme pada subuh 15 Zulhijjah 1263 H. Ulama pejuang ini setelah gugur dikenal di kalangan Syiah sebagai Syahid Tsalis (Syahid Ketiga). Allamah Abu Abdullah Makki Amili dikenal sebagai Syahid Awwal, Allamah Zainuddin Amili, Syahid Tsani dan Mujtahid Baraghani, Syahid Tsalis.
Syahid Tsalis berwasiat agar jenazahnya dikebumikan di Karbala, tapi karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, maka hal ini sulit dilaksanakan. Dengan demikian, anak-anak Mujtahid Baraghani memutuskan untuk mengebumikan ayahnya di Qazwin, dan setelah kondisi memungkinkan dan di waktu yang tepat, jenazah ulama ini akan dipindahkan ke Karbala.
16 tahun kemudian, ketika rencana pemindahan jenazah Mujtahid Baraghani ke Karbala dilaksanakan dan saat makam ulama ini dibongkar, ternyata jenazahnya masih utuh. Warga Qazwin setelah menyaksikan jenazah ulama besar ini masih utuh, mereka berkumpul dan menangis serta memohon supaya ulama besar ini tidak dipindahkan dari daerah mereka. Makam Mujtahid Baraghani saat ini masih tetap di Qazwin dan menjadi salah satu tempat ziarah umat Islam dan pecinta Ahlulbait as.
Mohammad Shaif Mazandarani
Sharif al-Ulama Mazandarani juga dikenal sebagai penggagas ilmu ushul fikih dan guru besar Hauzah Ilmiah Karbala yang telah mengeluarkan ratusan mujtahid dan ulama terkenal.
Sharif al-Ulama Mazandarai yang nama lengkapnya adalah Mohammad Sharif bin Hasan Ali Amoli Mazandarari Hairi lahir di Karbala, Irak tahun 1200 H. Ayahnya adalah Mulla Hasan Ali Amoli, salah satu ulama saleh di zamannya dan asli dari Mazandaran, Iran dan hijrah ke Karbala untuk melanjutkan pendidikannya dan belajar dari ulama terkenal saat itu.
Mohammad Sharif mempelajari dasar-dasar ilmu agama di Karbala dan kemudian melanjutkan pendidikannya di bawah asuhan Sayid Mohammad Mujahid dan Sayid Ali Tabatabai yang dikenal dengan sebutan Sahib Riyad. Kemudian ia bersama ayahnya berpindah-pindah dari Hauzah Ilmiah Irak dan Iran untuk menuntut ilmu di bawah bimbingan ulama terkenal. Di kota-kota seperti Najaf, Baghdad, Mashhad, Qom dan Tehran, Mohammad Sharif belajar di bawah ulama terkenal zaman itu, dan terkadang di sejumlah kota ia hanya menetap selama satu bulan. Mohammad Sharif di penghujung perjalanannya ini berakhir di kota Mashhad di Khurasan dan setelah berziarah ke makam suci Imam Ridha as, ia kembali ke Karbala dan belajar kembali di bawah bimbingan guru besarnya, Sahib Riyad.
Image Caption
Mohammad Sharif Mazandarani setelah menyelesaikan masa pendidikannya, ia mulai mengajar dan aktif membimbing murid-muridnya serta mereka yang haus akan maarif Ahlul Bait as. Tak butuh waktu yang lama, kelas Mohammad Sharif Mazandari dipenuhi pelajar dan mereka yang haus ilmu, dan menurut catatan sejarah, jumlah mudir ulama ini mencapai seribu orang.
Hauzah ilmiah Karbala di zaman Mohammad Sharif Mazandarani mencapai kejayaan ilmiahnya, dan ulama besar seperti Sheikh Ansari, Sahib Dzawabid, Fadhil Darbandi dan puluhan mujtahid besar lainnya belajar dari ulama ini. Meski demikian, ulama besar ini masih tetap melanjutkan belajarnya di bawah bimbingan guru besar Ali Sahib Riyad, dan senantiasa merasa membutuhkan bimbingannya.
Ketinggian ilmiah Mulla Mohammad Sharif Mazandarani terkait pembahasan fikik dan kekuatan pemahaman serta interpretasi serta ingatannya yang sangatkuta, membuat dirinya dikenal sebagai marja agama yang mumpuni dan unggul di zamannya. Ia di kalangan guru dan murid-muridnya dikenal dengan sebutan Sharif al-Ulama. Anugerah ilahi disamping dengan upaya tak kenal henti serta siang dan malam Sharif al-Ulama yang disertai dengan keikhlasannya dalam beribadah dan penghambaan kepada Tuhan, telah membuat sinar keilmuan bersinar di hati ulama ini. Ia juga berhasil meletakkan dasar-dasar fikih dan ushul fikih baru dengan bersandar pada al-Quran, hadis, akal dan ijma'. Ini adalah kebanggaan ilmiah terbesar Sharif al-Ulama bersama murid-muridnya.
Salah satu karakteristik Sharif al-Ulama dalah kemampuannya yang luar biasa dalam berdebat dan keindahan tutur katanya. Ulama mulia yang menguasai ilmu fikih, hadits dan ilmu-ilmu agama lainnya ini juga sukses dan mengagumkan dalam menjawab pertanyaan, sanggahan dan keraguan ilmiah yang dilontarkan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah atau di tingkat masyarakat. Menurut kesaksian orang-orang sezaman dan murid-muridnya, siapa pun yang berdebat dengannya, Sharif al-Ulama pasti akan memenangkannya, dan dia dapat membuktikan kepada orang lain apa yang dia yakini benar dari sudut pandang sains dan yurisprudensi, dan menjawab pertanyaan mereka dan menghapus keberatan dan menepis klaim palsu dengan alasan yang jelas.
Guru hebat ini berusaha memperkuat kemampuan diskusi dan respon pada murid-muridnya. Metode pengajarannya adalah setelah mengajar, ia menugaskan salah satu muridnya yang terpandang untuk mempresentasikan kembali pelajaran yang sama sehingga jika ada ketidakjelasan dapat diselesaikan. Kemudian ia membagi murid-muridnya menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa orang sehingga mereka dapat saling mendiskusikan materi yang disampaikan dalam pelajaran yang sama dalam satu hari satu malam.
Metode diskusi di seminari (Hauzah Ilmiah) merupakan metode belajar yang terkenal dan populer. Para guru besar ilmu agama menyarankan empat tahap agar pelajaran tetap dalam ingatan dan pemahaman yang lebih baik: "pra-membaca" yang berlangsung sebelum awal pelajaran, "menghadiri pelajaran", "belajar setelah pelajaran" dan akhirnya "diskusi ". Dalam sesi diskusi, satu orang bertugas untuk menceritakan kembali pelajaran sebelumnya, dan yang lainnya mengkritik, melakukan kesalahan, dan mengoreksi. Di satu sisi, diskusi adalah cara untuk lebih memahami pelajaran dan memecahkan masalah dengan lebih baik dan benar, dan di sisi lain, itu adalah cara untuk melatih dan memperkuat ekspresi dan teknik berbicara. Selain itu, ini adalah semacam praktik untuk kelas dan pengajaran. Dalam beberapa tahun terakhir, karena perkembangan metodologi dan penyediaan fasilitas seperti pencatatan pelajaran dan kemungkinan akses cepat ke bahan pelajaran, tradisi ini menjadi kurang penting, dan masalah ini perlu diperhatikan.
Terlepas dari keahlian khususnya dalam ilmu-ilmu Islam dan dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu prinsip, master yang luar biasa ini tidak meninggalkan karya tulis lain kecuali risalah tentang masalah perintah dan kewajiban. Dia percaya bahwa pelatihan siswa elit jauh lebih penting daripada menulis buku, dan karya berharga yang ditulis oleh para sarjana adalah hasil dari upaya guru mereka.
Diketahui bahwa ia biasa berkata: "Tugas saya adalah melatih siswa dan mendidik yang terpelajar, dan apa yang Anda tulis siswa sebenarnya adalah hasil usaha saya." Semangat luhur Sharif al-Ulama untuk mendidik para santri elit membuatnya mengadakan dua majelis ilmu setiap hari, satu majelis untuk mahasiswa umum dan satu majelis khusus untuk mahasiswa unggulan, yang mencakup topik-topik ilmiah yang lebih kompleks dan berat. Sementara ulama lain ada yang belajar setiap hari bahkan ada yang satu atau dua minggu sekali.
Image Caption
Bagi murid-muridnya, Sharif al-Ulama tidak hanya ahli dalam pelajaran dan diskusi, tetapi seperti seorang ayah yang baik hati, ia memperhatikan pendidikan, masalah hidup, dan bahkan mata pencaharian mereka. Diceritakan ketika salah satu murid elitnya bernama Mulla Ismail Yazdi menderita epilepsi, dia membawakannya seorang dokter dari Baghdad dan menghabiskan banyak uang untuk mengobatinya. Mullah Ismail Yazdi, setelah kematian Sharif al-Ulama, menggantikan guru untuk sementara dan mengajar menggantikannya.
Tentu saja, seorang guru dengan gelar akademik tersebut; Dia memiliki gaya hidup khusus. Sosok yang ribuan orang berlutut di pelajarannya setiap hari, dan para tokoh terhormat dan tetua menganggapnya sebagai pengecualian dari zaman di bidang pengetahuan dan kesalehan. Dikatakan bahwa dia biasa menghabiskan berjam-jam di malam hari untuk belajar dan berpikir, dan lampu bacanya hanya dimatikan sebentar pada malam hari. Ia tidak tertarik untuk sering silaturahmi dan bergaul dengan gaya yang biasa di antara orang-orang untuk menghabiskan waktu, dan sebaliknya ia mencoba mengadakan pertemuan, duduk dan bangun di bidang pembelajaran dan peningkatan diri serta mematuhi Tuhan.
Sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat itu serta sesuai dengan kemampuan dan bakat mereka, Sharif al-Ulama telah menciptakan tugas untuk dirinya sendiri dan ia berusaha melakukan yang terbaik untuk memenuhi tugas tersebut. Ia bahkan tidak menerima tugas sebagai imam jamaah. Masalah ini mungkin karena intensitas kesalehannya, atau mungkin karena kebutuhan untuk fokus pada masalah pengajaran dan administrasi seminari (Hauzah). Karena imam jamaah, suka atau tidak suka, mengemban beberapa tugas sosial khusus, seperti menangani masalah sehari-hari masyarakat dan tersedia untuk mereka. Dan mungkin saja ulama yang mulia ini lebih memilih menghabiskan seluruh waktunya untuk mengajar dan mendidik para santri yang berbudi luhur dan menyerahkan kepemimpinan imam jamaah kepada ulama lainnya.
Sharif al-Ulama Mazandarani setelah bertahun-tahun usaha keras menyebakan agama dan fikih Ahlul Bait as, serta mendidik ratusan mujtahid Syiah, pada tahun 1245 H meninggal dunia di usia 50-an. Prestasi Sharif al-Ulama dalam mendidik ratusan mujtahid Syiah ini dilakukan dalam usianya yang singat. Saat itu, wabah melanda Karbala dan berbagai kota di sekitarnya. Sepertinya istri dan dua anak Sharif al-Ulama juga meninggal akibat wabah ini.
Jenazah suci ulama besar ini dikebumikan di Karbala, di ruang bawah tanah rumahnya sendiri. Setelah meninggalnya Sharif al-Ulama, Hauzah Ilmiah Karbala mulai mengalami kemunduran dan kehilangan prestasinya sebangai pusat hauzah ilmiah Syiah. Ribuan santri dan murid yang haus akan pengetahuan dan maarif Ahlul Bait as kemudian pindah ke Hauzah Ilmiah Najaf, serta menimba ilmu dari Sahib Jawahir.
Meski Sharif al-Ulama tidak meninggalkan keturunan dan anak, tapi putra-putra sepiritualnya yang saat ini giat menimbal ilmu di Hauzah dan mempelajari ajaran dan pemikirannya sangat banyak.