
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 18-20
Ayat ke 18
Artinya:
Mereka tuli (dari ajaran-ajaran yang haq) dan bisu (untuk menyatakan kebenaran) serta buta (untuk melihat hakekat). Maka mereka tidak pernah melepas kekufuran dan tidak akan kembali ke arah kebenaran.
Sekalipun orang munafikjuga memiliki mata, telinga dan lidahsebagaimana orang lain, tetapi matanya tidak bersedia melihat dan memahami hakikat. Telinganya juga tak ia persiapkan untuk mendengarkan ajaran-ajaran yang hak, dan lidahnya tak pernah mau mengikrarkan kebenaran risalah Nabi Saw. Oleh karena itu, al-Quran dalam ayat yang lain menyerupakan mereka dengan binatang yang memiliki panca indera, tapi tidak pernah mampu berpikir untuk mengenal hakikat.
Selain pada ayat ini, al-Quran juga menggunakan pengungkapan seperti, Laa Yasy'uruun, Laa Ya'lamuun, Laa Yubshiruun danLaa Ya'mahuun untuk orang-orang munafik. Kekafiran batin seorang munafik sedemikian kuat menutupi mata, telinga dan lidahnya membuat ia memalingkan dirinya dari kebenaran. Kenyataan ini membuat ia tidak berbeda dengan orang kafir. Ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa dengan hilangnya cahaya iman, kegelapan kufur telah sedemikian rupa menyelubungi orang munafi sehingga ia tidak lagi mampu melihat sesuatu. Sedangkan ayat ini mengatakan, bukan hanya tidak mampu melihat kebenaran, bahkan kemampuan mendengar dan mengucapkan kebenaran juga sudah hilang dari mereka. Akibat gerak mereka di dalam kedelapan, maka mereka tidak memperoleh apa-apa selain kejatuhan dan kebinasaan. Sebuah jalan yang tidak lagi memiliki arah untuk kembali.
Ayat ke 19
Artinya:
Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit di sertai gelap gulita, guruh dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari tangan mereka ketika mendengar petir karena takut mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir.
Pada ayat ke-17 surat al-Baqarah ini, Allah menyerupakan munafik dengan orang yang berada di sebut tempat gelap dan kehilangan cahaya penerang, lalu mengalami kebingungan dan tak mempunyai jalan untuk kembali. Sedangkan ayat ini berkata, orang munafik bagaikan orang yang berada di lumpur akibat hujan lebat, di tengah gelap gulita malam yang disertai dengan kilat yang menyambar dan guntur yang menggelegar. Hal itu membuatnya ketakutan setengah mati. Namun ia tidak memiliki tempat berlindung untuk menyelamatkan diri dari hujan, tidak pula memiliki cahaya untuk menerobos kegelapan dan tidak juga ia memiliki jiwa dan mental yang kuat untuk menghadapi petir yang mengguntur memekakkan gendang telinga.
Dari dua ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Munafikin tenggelam dalam berbagai kesulitan dan senantiasa merasakan kecemasan. Di dunia ini pun mereka sudah merasakan ketakutan dan keragu-raguan yang selalu mengikuti mereka.
2. Ketakutan akan mati, selalu menghantui orang-orang munafik. Hal itu menyebabkan mereka tidak memiliki ketenangan jiwa.
3. Allah Swt menguasai orang-orang munafik dan membongkar rahasia serta konspirasi mereka.
4. Kemunafikan akan berakhir pada kekafiran.
5. Hujan lebat, gelegar petir dan cahaya kilat, adalah hal yang sangat menakutkan orang-orang munafik. Al-Quran adalah sumber rahmat ilahi yang turun untuk umat manusia. Tetapi bagi munafikin ia adalah lonceng bahaya dan sumber kehinaan.
Ayat ke 20
Artinya:
Hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali sinaran itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Kilat dan petir di langit adalah tanda turunnya hujan, kebahagiaan, hijaunya bumi dan kesejahteraan penghuninya. Tetapi ini bukan untuk semua orang, melainkan hanya untuk mereka yang punya kesiapan memanfaatkan bekal dan rahmat ilahi ini.Lalu bagaimanakah dengan seorang musafir yang tertinggal sendirian dalam perjalanan di dunia ini?
Cahaya redup api yang dinyalakan oleh orang-orang munafik serta sinar halilintar di langit yang menakjubkan, kedua-duanya tidak akan menerangi dan membimbing mereka dalam menempuh perjalanan hidup. Sebab yang pertama tidak akan lestari dan abadi. Sedangkan yang kedua hanya merupakan pembawa berita gembira yang bagi mereka hanya akan mendatangkan bencana. Halilintar di langit yang menakjubkan itu ialah wahyu ilahi. Wahyu tidak sanggup disaksikan oleh orang-orang munafik dan mereka sengaja tidak mau berusaha memperoleh berkahnya dari Nabi.
Sekalipun mereka menyatakan ingin memanfaatkan cahaya ini, tetapi kilat ini melenyapkan penglihatan mereka dan menghapus jalan bagi mereka. Al-Quran mempermalukan mereka sedemikian rupa sehingga mereka terpaksa tak sanggup melanjutkan perjalanan bersama orang-orang mukmin. Mereka tidak punya jalan untuk maju, tidak pula jalan untuk kembali. Semua ini, tentunya merupakan akibat dari kemunafikan mereka kepada Allah dan orang-orang mukmin. Seandainya Allah menghendaki hukuman yang sebenarnya terhadap mereka, niscaya Dia tidak hanya menghentikan perjalanan mereka, tetapi juga akan melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang munafik tidak punya kesanggupan untuk melihat cahaya ilahi. Ibarat kilau petir di angkasa, sinarnya menyilaukan mata mereka.
2. Orang munafik tidak memiliki cahaya di dalam dirinya, karena itu untuk bergerak ia harus memanfaatkan bias cahaya orang-orang mukmin.
3. Sekalipun orang munafik adakalanya menjejakkan kakinya ke depan, ia tetap tidak akan bisa maju dan terhenti dari gerakan.
4. Orang munafik sewaktu-waktu bisa mendapat murka Allah karena perbuatan-perbuatan yang ia lakukan.
5. Orang munafik tidak akan bisa menipu Allah, dan Allah akan memberikannya balasan dan hukuman. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 15-17
Ayat ke 15
Artinya:
Allah pun akan menghina mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.
Imam Ali Ridha as, cucu Rasul Allah Saw berkata, "Allah Swt bukan pembuat makar, tipu daya dan penistaan. Maksud dari ungkapan makar, tipu daya dan penistaan Allah itu pembalasan dari Allah atas perbuatan makar dan pelecehan para musuh."
Balasan apakah gerangan yang lebih keras daripada kebingungan, keragu-raguan, kebutaan hati dan kesesatan, yang menimpa Munafikin? Sesuai dengan sunnah-Nya, Allah Swt memberikan kesempatan kepada para pembuat dosa dan orang-orang zalim. Kesempatan ini merupakan rahmat, jika manusia dapat menggunakannya untuk bertaubat dan kembali kepada kebenaran. Jika tidak demikian, maka justru akan semakin menenggelamkan seseorang ke dalam jurang dosa dan akhirnya akan membinasakannya.
Di antara balasan-balasan Allah bagi para munafik ialah menyerahkan nasib mereka kepada mereka sendiri yang akan mengakibatkan kebingungan dan kesesatan mereka. Mereka tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, tidak pula memiliki ketenangan dan ketenteraman hidup.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Balasan Allah sesuai dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Balasan perbuatan olok-olok dan penghinaan, juga olok-olok dan penghinaan.
2. Jangan sekali-kali kita sampai terlena oleh berbagai kesempatan yang diberikan oleh Allah. Karena jika kita tak dapat memanfaatkannya dengan baik, maka hal itu justru akan merupakan azab, bukannya rahmat.
3. Allah adalah pelindung orang-orang mukmin. Jika orang-orang munafik mengolok-olok mereka, maka Allah pun akan membalas memperolok-olok mereka dan memberikan balasan yang setimpal.
Ayat ke 16
Artinya:
Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka tak mendatangkan untung, dan mereka bukan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dunia yang kita hidup di dalamnya ini, bagaikan sebuah pasar. Dan kita semua adalah para pedagang yang mau tak mau harus menjual modal-modal yang kita miliki. Modal manusia berupa usia, akal dan fitrah, ilmu pengetahuan dan kemampuan serta seluruh potensi yang Allah berikan kepada kita. Di dalam pasar ini, sekelompok orang memperoleh untung dan kebahagiaan, dan sekelompok lain mengalami kerugian. Kelompok kedua ini bukan hanya tidak mendapat keuntungan, bahkan modal pokok mereka juga musnah; bagaikan penjual es batu yang jika barang dagangannya itu tidak laku, bukan hanya tidak memperoleh untung, tetapi modal pokoknya pun mencair dan hilang.
Al-Quran di banyak tempat, mengumpamakan perbuatan-perbuatan baik dan buruk manusia dengan perdagangan. Sebagaimana di dalam ayat 9 surat as-Shaff, iman dan jihad disebut sebagai perdagangan yang penuh keuntungan. Al-Quran mengatakan yang artinya, "Wahai orang-orang beriman. Maukah Aku tunjukkan kepada kalian kepada sebuah perdagangan yang akan menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian."
Di dalam ayat 16 surat al-Baqarah ini, munafikin disebut sebagai para pedagang yang menjual petunjuk dan membeli kesesatan. Mungkin yang dimaksud dengan ayat ini ialah bahwa mereka itu bahkan telah melepaskan bekal-bekal fitrah dan potensi-potensi pemberian Allah yang merupakan faktor hidayah mereka dengan membiasakan diri berbuat dosa dan kemunafikan. Karena orang-orang Munafik bukanlah orang-orang yang memiliki hidayah lalu dijual untuk membeli kesesatan.
Bagaimanapun juga, dalam perdagangan ini mereka tidak hanya memperoleh kerugian bahkan mereka tak pernah sampai ke tujuan-tujuan jahat mereka. Karena pada kenyataannya Islam terus semakin berkembang dan meluas, sementara mereka semakin terhina.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaklah kita jangan berpikir hanya memperoleh keuntungan dalam perdagangan harta kita saja. Tapi hendaknya kita perhatikan pula, dengan apa jiwa dan hati kita, kita jual, dan apa yang kita peroleh darinya? Apakah
hasil perdagangan kita ini berupa hidayah dan kebahagian? ataukah kesesatan dan kesusahan?
2. Petunjuk dan kesesatan adalah hasil perbuatan kita sendiri, bukan paksaan atau kehendak Allah, bukan pula takdir dan kemauan ilahi, tanpa peran kehendak kita sedikit pun di dalamnya.
3. Nifak, tidak memiliki akhir kecuali kesesatan dan kerugian. Bertentangan dengan iman yang membawa manusia kepada kebahagiaan dan kebaikan.
Ayat ke 17
Artinya:
Perumpamaan mereka, yaitu munafikin, seperti orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, Allah menghapus cahaya mereka itu, dan meninggalkan mereka dalam kegelapan tanpa dapat melihat.
Ayat-ayat yang telah dipelajari pada pertemuan-pertemuan yang lalu, menceritakan tentang tingkah laku dan ucapan-ucapan Munafikin. Ayat ini, memberikan perumpamaan orang-orang munafik dengan orang yang berada di tengah padang pasir gelap lalu menyalakan api untuk menerangi sekitarnya. Cahaya iman munafik seperti cahaya api, lemah, tidak tahan lama, disertai dengan asap, abu dan pembakaran.
Ia menampakkan cahaya iman, tetapi di dalamnya tersembunyi api kekafiran. Cahaya iman yang lemah inipun sesungguhnya merupakan sinar fitrah yang bersih yang Allah tanamkan di dalam diri mereka. Namun karena pengaruh negatif sifat fanatik (ta'assub) dan keras kepala, maka secara perlahan fitrah tersebut semakin melemah. Sampai ketika tirai-tirai kezaliman dan kebodohan telah menyelimuti seseorang, ia pun menutupi fitrah dan cahaya iman tadi.
Oleh karena fitrah dan cahaya iman itu lemah maka kegelapan kufur menyelubungi seluruh wujud mereka. Dengan memilih jalan kemunafikan, orang-orang munafik berpikir demikian bahwa mereka akan mampu mengambil hati orang-orang kafir yang ahli neraka dan juga mengambil hati orang-orang mukmin yang merupakan ahli cahaya. Mereka berusaha mengambil manfaat dari dunia orang-orang kafir, sekaligus akhiratnya orang-orang mukmin.
Itulah mengapa al-Quran menyerupakan mereka dengan seseorang yang menyalakan api untuk menerangi sekitarnya. Ia telah mengumpulkan api, yaitu neraka dan cahaya, yaitu nur yang muncul dari api itu, sekaligus untuk dapat memanfaatkan keduanya. Akan tetapi medan kehidupan bagaikan padang pasir luas yang gelap. Dapat menyeberangi dan melewati bahaya yang menghadang dengan selamat membutuhkan cahaya yang kuat dan kekal. Karena angin topan berbagai peristiwa di dunia ini, akan memadamkan api yang lemah, dan menjebak manusia ke dalam kegelapan.
Dari ayat tadi terdapat enam poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cahaya yang dimiliki oleh munafik seperti cahaya api yang lemah dan tak tahan lama.
2. Keberadaan munafik di tengah masyarakat, merupakan sumber nyala api dan fitnah.
3. Untuk sampai kepada cahaya, munafik menggunakan api yang nyalanya disertai dengan debu, asap dan pembakaran.
4. Pada akhirnya Allah Swt menimpakan kehinaan pada orang munafik, dan cahaya yang hanya lahiriyah itu pun akan Allah padamkan.
5. Masa depan munafik gelap dan tak memiliki harapan untuk selamat.
6. Kemunafikan dan sikap mendua, itu pun di hadapan Allah Swt sama sekali tidak menunjukkan kecerdikan dan kepandaian. Tetapi ia adalah sumber kegelapan dan kehancuran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 11-14
Ayat ke 11-12
Artinya:
Dan jika dikatakan kepada mereka, janganlah kalian membuat kerusakan di bumi, mereka berkata kami adalah orang-orang pembuat kebaikan.
Ketahuilah bahwa mereka itu adalah para pembuat kerusakan, namun mereka tidak merasa.
Nifak adalah penyakit menular yang jika tidak dicegah, akan cepat menjalar menjangkiti orang banyak di dalam masyarakat. Sehingga beragam penyakit seperti sikap suka menjilat, berbohong, riya, kepura-puraan, sikap mendua dan lain sebagainya, akan menyeret masyarakat ke arah kehancuran. Oleh karena munafik itu sendiri bukan orang yang taat melaksanakan perintah-perintah agama, ia pun selalu menginginkan agar orang lain berbuat hal yang sama.
Oleh sebab itu ia selalu melecehkan, merendahkan dan mempermainkan perintah-perintah Allah serta menertawakan orang-orang yang taat menjalankan kewajiban agamanya. Al-Quran menjelaskan berbagai contoh perbuatan orang-orang munafikin ini di dalam surat al-Taubah dan al-Munafikin. Disebutkan bahwa mereka lari dari medan jihad menghadapi musuh-musuh Islam, sehingga mengakibatkan kelemahan mental para pejuang. Atau ketika mereka mengeluarkan sedekah dan bantuan-bantuan keuangan, mereka melakukannya disertai dengan sikap menghina kepada orang-orang mukmin.
Memang, nifak merupakan sumber segala kerusakan di dalam masyarakat. Bahkan munafik yang sudah buta sehingga tidak dapat lagi melihat berbagai hakikat, menganggap kerusakan dirinya sebagai kebaikan. Karena menurut pandangannya, hal-hal seperti berdamai dengan musuh dan menghindari pertumpahan darah, merupakan kebaikan bagi masyarakat. Oleh karena itu peperangan harus dihindari dan akibat-akibatnya harus dicegah, meskipun pada kenyataannya hal itu justru akan mengakibatkan lemahnya agama dan orang-orang yang beriman.
Dari dua ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit nifak tidak bersifat pribadi. Karena ia akan mencakup seluruh anggota masyarakat.
2. Diantara tanda-tanda nifak, ialah sifat suka menganggap diri sendiri baik dan lebih terhormat dari pada orang lain. Menurut mereia, hanya kami yang baik dan suka berbuat kebaikan, sementara orang lain tidak.
3. Jika nifak sudah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka ia sudah tak akan lagi mampu berpikir dan berperasaan dengan baik dan benar, lalu ia tak lagi bersedia mendengarkan dan melihat kebenaran dan hakikat.
4. Orang-orang mukmin harus mengenali dan mengetahui slogan-slogan indah namun kosong yang biasa diucapkan oleh munafikin, agar terhindar dari tipu daya mereka.
5. Kecerdikan dan kepandaian yang tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat adalah ketidakpedulian dan kebodohan.
Ayat ke 13
Artinya:
Jika dikatakan kepada mereka: berimanlah sebagaimana orang-orang itu beriman, mereka mengatakan: "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu beriman?"Ketahuilah bahwa sesungguhnya merekalah yang bodoh, namun mereka tak menyadari.
Diantara tanda-tanda dan bukti-bukti nifak, ialah takabbur dan merasa diri sendiri sebagai orang yang paling baik dan menganggap orang lain hina. Mereka merasa diri sendiri sebagai orang yang berakal, pandai dan cerdas, sementara orang-orang yang beriman mereka anggap sebagai orang-orang yang bodoh, dungu dan berpikiran sederhana.
Oleh karena itu, ketika dikatakan kepada mereka, apa sebab kalian memisahkan diri dari barisan dan kelompok masyarakat serta tidak beriman? Ketika menjawab, mereka mencap rakyat yang selalu turut berjuang dan membela agama serta para pemimpin mereka baik di masa suka maupun duka, sebagai orang-orang yang bodoh.Sementara sikap munafik mereka anggap sebagai kecerdasan dan kepandaian.
Dalam menjawab pernyataan mereka itu, al-Quran mengatakan, kalian yang menganggap mukminin sebagai orang-orang yang bodoh, justru merupakan orang-orang bodoh yang sesungguhnya. Akan tetapi repotnya ketika kalian tidak menyadari kebodohan kalian sendiri. Sedangkan hal yang lebih buruk dari kebodohan ialah ketidaksadaran akan kebodohan kalian sendiri. Sebuah sifatyang membuat seseorang merasa memahami segala sesuatu, sedangkan orang lain disangkanya bodoh semua, padahal ia sendiri yang bodoh.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penghinaan terhadap orang-orang beriman, merupakan bagian dari watak orang-orang munafikin yang menganggap diri mereka lebih tinggi dan lebih baik dari pada orang lain.
2. Terhadap seorang yang sombong, kita harus bersikap sebagaimana sikap si sombong itu sendiri. Seseorang yang memandang hina kepada orang-orang yang beriman juga harus dipandang hina di dalam masyarakat, agar ia menyadari kesombongan dan keangkuhannya, lalu meninggalkan sifat tersebut.
3. Sikap menghina dan mengejek adalah perbuatan orang bodoh. Karena orang yang pandai berbicara berdasarkan logika. Sedangkan orang bodoh, berbicara dan bersikap dengan menghina dan meremehkan orang lain.
4. Allah Swt akan menghinakan munafikin di dunia ini dan membuka kedok mereka yang buruk di hadapan masyarakat umum.
Ayat ke 14
Artinya:
Dan jika mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: kami beriman. Dan jika mereka berkumpul dengan setan-setan mereka, mereka berkata: kami bersama kalian, karena kami hanya bermaksud mengejek (orang-orang yang beriman).
Di antara tanda-tanda lain kemunafikan ialah bahwa seorang munafik tidak memiliki satu kepribadian dan identitas yangkokoh dan mandiri. Di lingkungan manapun ia akan menyesuaikan diri dengan warna lingkungan tersebut. Ketika ia berada di kalangan orang-orang Mukmin maka ia menunjukkan keimanan dan kebersamaan. Dan ketika ia berada di kalangan musuh-musuh agama dan umat serta pemimpin Islam, maka ia pun akan bersatu suara dengan mereka dan berbicara tentang hal-hal yang anti orang-orang beriman. Untuk menarik perhatian mereka ia pun menertawakan serta melecehkan kaum mukmin.
Ayat-ayat ini juga memperingatkan kita agar jangan sampai tertipu oleh sikap lahir seseorang. Siapapun yang mengaku sebagai orang yang beriman, janganlah kita menerimanya begitu saja dan memperlakukannya sebagai seorang mukmim. Tetapi hendaknya kita lihat terlebih dahulu dengan siapa ia bergaul dan siapa teman-teman dekatnya. Adalah hal yang tak dapat diterima, bahwa seseorang beriman tetapi ia juga bersahabat baik dengan musuh-musuh agama. Iman tak dapat bercampur dengan sikap bersahabat dan berdamai dengan musuh-musuh agama.
Dari ayat tadi terdapat tigapoin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setan, tidak terbatas pada setan yang merupakan makhluk halus. Manusia pun dapat menjadi penyebab tersesatnya orang lain dapat disebut sebagai setan. Untuk itu kita harus menjauhkan diri dari manusia yang seperti itu.
2. Rencana rahasia, pertemuan secara sembunyi-sembunyi anti pemerintahan Islam, menunjukkan tidak adanya keberanian menyatakan akidah dan keyakinan. Munafikin yang selalu menghina dan melecehkan ahli iman. Mereka manusia pengecut dan tak memiliki mental yang lurus.
3. Munafikin adalah kaki tangan musuhyang ada di dalam masyarakat. Di depan musuh, mereka mengatakan: Inna ma'akum, sesungguhnya kami bersama kalian, bukan bersama orang-orang mukmin.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 8-10
Ayat ke 8
Artinya:
Diantara orang-orang itu, ada yang mengatakan: "kami beriman kepada Allah dan hari akhir.' padahal mereka bukan orang-orang yang beriman."
Al-Quran yang merupakan kitab hidayah, menjelaskan kepada kita sifat-sifat orang-orang Mukmin, Kafir dan Munafik. Tujuan dari penjelasan ini agar kita dapat mengenali diri kita sendiri, agar kita dapat mengenali diri kita termasuk golongan yang mana. Selain untuk diri sendiri, penjelasan ini akan membantu kita untuk mengenali orang lain agar dapat menentukan sikap yang sesuai terhadapnya dan bahkan dalam menghadapi masyarakat.
Sejak awal surah al-Baqarah hingga ayat 8, 4 ayat berbicara tentang orang-orang Mukmin, dua ayat tentang orang-orang Kafir, sedangkan ayat ke 8 ini dan seterusnya, berjumlah 13 ayat, memaparkan tentang manusia-manusia yang masuk ke dalam kelompok ke 3. Yaitu orang-orang yang tidak memiliki sinar cahaya seperti yang dimiliki oleh kelompok pertama, namun tidak pula memiliki keberanian dan keterusterangan yang dimiliki oleh kelompok ke dua. Mereka tidak mempunyai iman di dalam hati. Tapi pada saat yang sama, lidah mereka tidak pula menyatakan kufur. Mereka itu adalah Munafikin. Orang yang sesungguhnya berhati Kafir tetapi mengaku beriman secara lahir.
Setelah Rasul Allah Saw berhijrah dari Mekah ke Madinah, dan kaum musyrik mengalami kekalahan berat dalam perang menghadapi Muslimin, sebagian rakyat Mekah dan Madinah mengakui secara lahir sebagai Muslim. Hal itu dilakukan , meskipun hati mereka tak pernah menerima Islam, namun terpaksa diucapkan demi menyelamatkan jiwa dan harta mereka, atau demi mencapai posisi dan kedudukan di antara Muslimin. Kemudian mereka berusaha bersikap seperti layaknya umat Islam yang lain.
Jelas sekali bahwa orang-orang seperti ini adalah pengecut yang tidak memiliki harga diri dan keterusterangan. Tidak seperti orang-orang Kafir lain yang menyatakan kekufuran mereka secara terang-terangan. Dengan demikian, barisan mereka terpisah dari orang-orang yang benar-benar beriman.
Bagaimanapun, hipokritas, hati bercabang, dan bermuka dua, adalah fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap revolusi dan perubahan-perubahan sosial. Dan jangan sekali-kali mengira bahwa semua orang yang menunjukkan keimanan dan kesetiaan serta kebersamaan, lalu hatinya pun memiliki konsistensi yang sama. Betapa banyak orang-orang yang pada lahirnya sangat Islami, namun di dalam hati, sangat memusuhi Islam.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman adalah perkara hati, bukan lidah. Oleh sebab itu untuk mengenali orang-orang tertentu, kita tidak boleh mencukupkan dengan pernyataan-pernyataan lahiriah mereka.
2. Dasar keimanan adalah iman kepada Pencipta dan Hari Kebangkitan.
3. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati manusia.
Ayat ke 9
Artinya:
Mereka berusaha menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Tetapi mereka tidak menipu siapa pun kecuali diri mereka sendiri. Sedangkan mereka tidak merasa.
Munafikin mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang cerdik dan pandai. Dengan menunjukkan keimanannya, mereka merasa dapat menipu Allah, Tuhan orang-orang mukmin, sekaligus memperoleh perlakuan dan hak-hak yang sama sebagai muslim yang lain. Mereka berusaha menipu Nabi dan orang-orang beriman, sampai jika datang saat yang tepat mereka pun akan melancarkan serangan mereka terhadap Islam. Akan tetapi Allah Swt mengetahui kekufuran batin mereka dan mengenali hipokritas atau sikap mendua mereka. Lalu Allah Swt mengungkapkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka dan membuka kedok mereka yang buruk untuk orang-orang yang beriman.
Sikap orang-orang munafik bak seorang pasien yang datang untuk berobat kepada dokter. Saat diberi perintah dan resep obat yang mesti dimakan olehnya, ternyata ia tidak mentaati dan berbohong kepada dokter dan mengatakan bahwa obat-obat yang diberikan sudah ia makan. Dalam kondisi yang demikian, tentu saja si pasien menyangka dirinya telah menipu si dokter. Padahal ia hanya menipu dan menimpakan kerugian pada dirinya sendiri. Karena sesungguhnya akibat buruk kebohongannya itu hanya akan menimpa dirinya sendiri.
Jadi, orang yang terkena penyakit kemunafikan ini, menyangka telah menipu Allah dan orang-orang beriman. Sedangkan sesungguhnya ia tidak menipu siapa pun kecuali dirinya sendiri.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang munafik sejatinya adalah penipu. Kita harus berhati-hati jangan sampai termakan oleh sikap-sikap lahir para penipu ini.
2. Kita sendiri jangan sekali-sekali menipu orang lain. Dan mesti kita sadari bahwa seorang yang menggali lubang, maka ia sendiri yang akan terperosok ke dalam lubang itu.
3. Sikap Islam terhadap munafik, sama sebagaimana sikap munafik itu sendiri terhadap Islam. Seorang munafik secara lahir ia menyatakan dirinya sebagai muslim, maka Islam pun secara lahir memperlakukannya sebagai seorang muslim. Munafik tidak memiliki iman di dalam hatinya. Allah pun, di Hari Kiamat, akan menimpakan azab kepadanya sama sebagaimana kepada orang-orang Kafir.
4. Munafik menganggap dirinya sebagai orang yang cerdik dan pandai. Padahal ia tidak tahu bahwa pihak yang ingin dibohonginya Allah Swt, Zat Yang Maha Mengetahui segala rahasia dan perasaan hati semua manusia.
Ayat ke 10
Artinya:
Di dalam hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah menambah mereka dengan penyakit, dan mereka akan menerima azab yang pedih, karena sebelum ini mereka selalu berbohong.
Menurut al-Quran, jiwa manusia, sama sebagaimana tubuhnya, kadang-kadang terkena penyakit, yang jika tidak diobati akan semakin parah dan terus berkembang sampai suatu saat, kemanusiaan orang itu pun akan musnah pula. Kemunafikan atau nifak adalah penyakit jiwa yang paling berbahaya yang mengancam jiwa dan hati kita semua.
Manusia yang sehat tidak memiliki lebih dari satu wajah, sementara antara lahir dan batinnya terdapat keserasian yang baik dan sempurna. Lidahnya mengatakan hal-hal yang ada di dalam hatinya, dan tingkah lakunya sesuai dengan pikiran-pikirannya. Tetapi jika tidak demikian, maka jiwa telah menjadi sakit dan terkena penyimpangan.
Penyakit nifak mempersiapkan lahan yang subur bagi penyakit-penyakit jiwa lain, seperti kikir, dengki dan tamak. Dan bagaikan akar-akar penyakit kanker ia akan semakin menghujam di hati dan jiwa si munafik. Al-Quran menyebut sumber utama yang menumbuhkan penyakit nifak ini ialah watak suka berbohong dan akan berkembang terus bersamanya. Tentu saja bohong tidak terbatas hanya pada lidah.
Suatu perbuatan pun, yang dilakukan tidak sesuai dengan akidah seseorang (dengan tujuan dan niat jahat kepada pihak lain) juga merupakan kebohongan perbuatan. Bangkai binatang yang terjatuh ke dalam air, lalu menebarkan bau tak sedap, setiap kali hujan menyiraminya, bukannya hujan tersebut menghapus polusi yang ditimbulkan oleh bangkai tersebut, tapi hujan itu justru semakin menyebarkannya.
Nifak bagaikan bangkai, yang jika bersemayam di dalam hati manusia, setiap petunjuk yang datang dari Allah Swt, meskipun berupa rahmat, seorang Munafik hanya menunjukkan sikap riya dan bukannya menerima petunjuk tersebut dengan serius. Akhirnya penyakit nifaknya semakin bertambah parah.
Nifak memiliki makna yang luas mencakup segala sikap mendua di antara perkataan dan perbuatan, lahir dan batin. Makna seperti ini kadang kala juga muncul dari seorang mukmin; seperti riya dan sikap pamer dalam melaksanakan ibadah. Artinya, ia melakukan ibadah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya adalah karena selain Allah. Maka yang demikian ini pun termasuk sejenis nifak.
Rasulullah Saw bersabda, "Tiga sifat jika salah satunya terdapat pada seseorang maka ia adalah seorang munafik, meskipun ia berpuasa, melakukan shalat dan menganggap dirinya sebagai seorang muslim. Tiga sifat tersebut ialah khianat dalam memegang amanat, dusta ketika berbicara dan ingkar janji."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nifak adalah penyakit jiwa dan munafik bagai seorang yang sakit, tidak sehat dan tidak pula mati. Ia bukan mukmin bukan pula kafir.
2. Nifak berkembang bagaikan penyakit kanker, yang jika tidak segera diobati akan menguasai seluruh wujud manusia dan sifat-sifat kemanusiaannya. (IRIB Indonesia)
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 6-7
Ayat ke-6
Artinya:
Orang-orang yang kafir, sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau tidak, mereka tak akan beriman.
Setelah memperkenalkan orang-orang yang bertakwa dan bersih hati, ayat ini berbicara tentang orang-orang kafir yang memiliki sifat fanatik dan keras kepala. Mereka orang yang tak akan terpengaruh sedikit pun oleh kebenaran dan sama sekali tak beriman kepadanya. Kafara di dalam bahasa Arab berarti menutup dan mengingkari. Kufur nikmat, berarti mengingkari nikmat dan tidak mensyukurinya. Kafir berarti orang yang menyembunyikan kebenaran dan tidak mempedulikannya.
Jika Allah Swt mau memaksa semua orang agar beriman, maka Allah mampu berbuat demikian. Namun iman yang tumbuh karena paksaan, tak memiliki nilai. Oleh karena itu, Allah ingin agar manusia menumbuhkan keimanan berdasarkan kehendak sendiri. Dengan demikian maka kita tak boleh berharap semua orang beriman dan bertakwa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kufur dan fanatisme, membuat hati manusia beku dan mati, bagaikan batu atau kayu yang tak akan bergeming menghadapi segala bentuk nasehat dan petunjuk.
2. Jika seseorang tidak menerima kebenaran, maka seruan nabi pun tak akan berpengaruh padanya. Seruan para nabi, bagaikan hujan yang jika turun menyirami tanah yang memiliki kesiapan, maka tanah tersebut akan menumbuhkan bunga. Sedangkan jika hujan tersebut turun di atas tanah yang kering tandus dan tidak subur, maka paling-paling ia akan menumbuhkan onak berduri dan rumput liar.
3. Meskipun kita tahu bahwa orang kafir tak akan beriman, namun kita harus melaksanakan kewajiban kita memberikan peringatan kepadanya.
Ayat ke-7
Artinya:
Allah menutup hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan di mata mereka terdapat tabir yang menutupi, dan bagi mereka azab yang besar.
Orang-orang kafir memiliki akal, mata dan telinga, tapi perkataan-perkataan jelek dan fanatisme serta sifat keras kepala, telah menutupi semua itu sehingga tidak lagi mampu memahami dan melihat kebenaran. Itu merupakan hukuman dari Allah di dunia sedangkan di akhirat, azab yang pedih telah menanti mereka.
Di sini muncul pertanyaan. Jika Allah Swt telah menutup hati, mata dan telinga orang-orang kafir, maka berarti mereka tidak lagi bertanggung jawab atas kekafiran mereka. Karena mereka telah dipaksa oleh Allah Swt untuk tetap dalam keadaan kafir. Untuk menjawab pertanyaan ini al-Quran memberikan keterangan yang sangat jelas di dalam ayat 35 surat al-Mukmin. Allah Swt berfirman, "Demikianlah Allah akan menutup hati orang yang sombong dan zalim." Juga di dalam ayat 155 surat an-Nisa' Allah berfirman, "Tetapi Allah menutup hati mereka karena kekafiran mereka."
Sesungguhnya ayat ini menerangkan sunnatullah yang berlaku pada manusia, yaitu jika seseorang memiliki sifat takabbur, keras hati dan keras kepala dalam menghadapi kebenaran, maka alat-alat pencari pengetahuannya pun akan macet dan tak mampu bekerja lagi. Kebenaran pun akan tersembunyi baginya dan akibat buruk di dunia dan akhirat bakal menimpanya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang yang memahami kebenaran, namun menolaknya, maka Allah akan menutup mata hatinya sehingga akan selalu menolak kebenaran. Hal itu merupakan ganjaran baginya.
2. Kelebihan manusia dibanding dengan hewan ialah akal dan kemampuan berpikir dengan benar yang dimiliki oleh manusia. Tetapi kelebihan ini dapat hilang. Mereka yang kehilangan akalnya lalu memusuhi kebenaran dengan kekafiran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 3-5
Ayat ke 3
Artinya:
Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib dan mendirikan solat, serta mendirikan solat, serta menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka.
Al-Quran membagi alam wujud menjadi dua bagian, yaitu alam gaib yang tak terjangkau oleh indera kita, dan alam nyata yang dapat kita raba dan kita ketahui keberadaannya melalui indera. Sebagian orang hanya mau menerima dan meyakini keberadaan hal-hal yang dapat mereka lihat dan mereka dengar serta mereka tangkap dengan salah satu dari panca indera mereka. Mereka ingin memahami segala sesuatu hanya melalui indera mereka. Padahal indera manusia sangat terbatas dan tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang ada.
Sebagai contoh, daya tarik bumi merupakan salah satu ciri khas benda-benda materi dan tidak dapat ditangkap dengan indera. Akan tetapi kita mengetahui keberadaannya melalui peristiwa jatuhnya benda-benda ke bawah yaitu ke bumi. Jadi pengetahuan kita akan keberadaan kekuatan atau daya tarik ini, datang melalui akibat-akibat yang ditimbulkannya, bukan dengan menangkap esensi daya tarik itu sendiri.
Sebagian orang berkeinginan melihat Allah Swt dengan mata mereka. Mereka yang hanya percaya dengan hal-hal materi seperti Bani Israel pernah berkata kepada Nabi Musa as, "Kami tidak akan beriman kepadamu kecuali jika kami dapat melihat Allah dengan jelas."
Ini tentu satu hal yang mustahil. Karena Allah Swt bukan materi, sehingga dapat dilihat. Akan tetapi kita dapat memastikan, dan meyakini alam gaib, yaitu wujud Allah, para malaikat, dan alam akhirat, yang semuanya itu tak terjangkau oleh indera lahiriah manusia.
Tentu saja, iman adalah tingkat yang lebih tinggi dari pada ilmu dan pengetahuan. Suatu tahap dimana hati dan jiwa manusia juga menyaksikan adanya wujud sesuatu, menjalin hubungan dengannya dan mencintainya. Jelas sekali bahwa iman dan keyakinan seperti ini juga akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik pada diri manusia. Pada prinsipnya, menurut pandangan Islam, iman tanpa amal, dan keyakinan semata-mata, tidak akan membawa manusia ke arah kesempurnaan.
Ayat ini mengatakan, orang-orang yang bertakwa selain beriman kepada yang gaib, mereka juga mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dengan shalat yang merupakan zikrullah, mereka memenuhi tuntutan-tuntutan ruhani dan jiwa mereka. Dengan itu mereka akan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, sehingga rakyat pun dapat merasakan hidup sejahtera.
Sesungguhnya shalat saja dengan sendirinya tidaklah cukup. Seseorang hendaklah menegakkan shalat, juga mengajak orang lain untuk menegakkan shalat. Hendaknya shalat dilakukan di awal waktu dan akan lebih baik dilakukan di masjid dengan berjamaah.
Dengan demikian, shalat akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan inilah posisi yang sebenarnya dari shalat. Berkenaan dengan masalah sedekah pun, Islam tidak menganjurkan pemberian bantuan-bantuan material saja lalu selesai. Akan tetapi yang ditegaskan di dalam al-Quran untuk diberikan kepada orang lain ialah "Mim Ma Razaqna". Yaitu, apa saja yang telah Allah berikan, meliputi kekayaan harta, kekuatan, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan segala fasilitas, kelebihan yang merupakan pemberian Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Alam wujud, tak terbatas pada alam materi. Terdapat hal-hal yang memiliki wujud, tetapi tak terjangkau oleh indera kita. Namun akal dan hati kita dapat membuktikan wujud mereka itu. Dengan demikian kita harus menyakini keberadaan hal-hal tersebut.
2. Iman tak terpisahkan dari amal perbuatan, dan orang yang beriman adalah orang yang selalu beramal soleh, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.
3. Shalat adalah amalan terpenting bagi manusia beriman.
4. Segala apa yang kita miliki adalah dari Allah, dengan demikian sebagian darinya mestilah kita berikan kepada orang lain yang memerlukan. Allah pun akan memberikan gantinya baik di dunia maupun di akhirat.
5. Islam adalah agama yang lengkap dan diturunkan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Islam mengatur hubungan dengan manusia dan manusia dengan masyarakatnya.
Ayat ke 4
Artinya:
Dan orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang telah diturunkan sebelummu, dan mereka meyakini akan hari kiamat.
Wahyu adalah salah satu jalan untuk mencapai pengetahuan, dimana orang yang bertakwa beriman kepadanya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jalan pengetahuan manusia tidak terbatas pada indera. Terdapat suatu alam di balik alam materi ini yang telah dibuktikan keberadaannya oleh akal. Namun akal tak mampu mengetahui alam tersebut secara terperinci.
Untuk itulah, dengan menurunkan wahyu, Allah Swt telah menyempurnakan pengetahuan kita. Akal mengatakan bahwa Tuhan yang kita sebut Allah itu ada dan nyata. Akan tetapi wahyu, menjelaskan sifat-sifat dan kekhususan-kekhususan Allah kepada kita. Akal mengatakan bahwa pengadilan harus ditegakkan untuk memberikan hukuman dan pahala kepada setiap manusia. Dan wahyu mengatakan bahwa hanya alam akhirat yang memiliki ciri-ciri semacam itu.
Dengan demikian akal dan wahyu saling menyempurnakan dan orang-orang beriman menggunakan keduanya sebagai perantara mencapai pengetahuan yang benar dan sempurna. Wahyu bukan sesuatu yang khusus bagi Nabi kita saja. Nabi-nabi dan rasul-rasul lain sebelum beliau pun menerima wahyu dan diajak berbicara oleh Allah Swt.
Dengan demikian, orang-orang yang bertakwa, tak akan berkeras kepala menolak keberadaan para rasul sebelumnya dan hanya menerima kerasulan Nabi Muhammad Saw. Mereka menyakini seluruh nabi dan rasul ilahi serta segala sesuatu yang telah diwahyukan kepada mereka. Alam akhirat adalah alam gaib yang hanya dapat dikenali dengan baik dan benar melalui wahyu. Oleh karena itu, orang-orang yang beriman meyakini keberadaan Hari Kiamat dan kehidupan akhirat berdasarkan al-Quran. Mereka tidak menganggap bahwa kematian adalah akhir kehidupannya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semua Nabi memiliki tujuan yang sama, oleh karena itu kita semua harus mengimani seluruh kitab samawi.
2. Umat Islam adalah pewaris kitab-kitab samawi sebelum Al-Quran. Oleh sebab itu mereka pun mesti berusaha menjaganya.
3. Keyakinan akan hari kiamat, mendatangkan manfaat yang amat banyak. Ia membuat dunia ini menjadi kecil di mata manusia, menjaga manusia dari perbuatan dosa dan memberi arah serta tujuan yang benar pada perbuatan-perbuatan manusia.
Ayat ke 5
Artinya:
Mereka itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Ayat ini menerangkan akibat yang sangat mulia dan menyenangkan bagi orang-orang bertakwa yang telah mencapai kebahagiaan. Karena mereka menerima petunjuk Allah dan selalu berjalan di atas petunjuk tersebut. Kemenangan berarti kebebasan dari hawa nafsu sekaligus peningkatan dan pengembangan keutamaan-keutamaan akhlak.
Di dalam bahasa Arab, petani disebut fallah yang pada asalnya berarti orang yang menang. Kata fallah, memiliki akar kata yang sama dengan kata muflihuun di dalam ayat ke lima surat al-Baqarah ini. Karena dengan pekerjaannnya petani menyediakan lahan untuk tumbuhnya benih dari dalam tanah sehingga dapat berkembang biak. Kemenangan adalah tingkat tertinggi tahap kesempurnaan manusia, karena sesuai dengan ayat al-Quran, bumi ini di ciptakan untuk manusia dan manusia untuk beribadat. Sedangkan ibadah untuk mencapai ketakwaan. Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang yang bertakwa akan mencapai kemenangan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jalan mencapai kebahagiaan dan kemuliaan adalah dengan menerima hidayah ilahi.
2. Kemenangan tak akan diperoleh tanpa usaha. Untuk mencapainya diperlukan ilmu dan iman, serta amal baik.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 1-2
Surat kedua di dalam al-Quran sebuah surat yang terpanjang, yaitu surat al-Baqarah. Surat ini dinamakan demikian karena dalam Surat ini terdapat cerita tentang baqarah yang berarti sapi betina.Surat ini dimulai dengan huruf-huruf yang memiliki susunan khusus, sehingga menarik perhatian setiap orang.
Ayat ke 1
Artinya:
Alif laam miim
Biasanya tiap satu kata terdiri dari beberapa huruf, dan memberikan arti tertentu. Akan tetapi Allah Swt telah memulai 29 surat dari 114 surat di dalam Kitab-Nya dengan huruf-huruf (ada pula dengan sebuah huruf) di mana setiap huruf di baca sendiri-sendiri, seperti ayat pertama dari surat al-Baqarah ini.
Sebagai contoh, kita tidak mengucapkan "alam" Akan tetapi kita membacanya "alif laam miim". Huruf-huruf semacam ini , yang tak pernah ada sebelumnya di dalam bahasa Arab, di dalam istilah ulama Muslimin disebut "huruf Muqotto'ah", artinya huruf yang terpotong-potong, karena ia dibaca sendiri-sendiri, tak menyambung.
Pada sebagian besar kasus, setelah huruf-huruf ini, datang ayat-ayat yang berbicara tentang mukjizat dan keagungan serta keautentikan al-Quran. Sebagaimana di dalam surat as-Syura, setelah "Haa Miim 'Ain Siin Qoof", ayat selanjutnya mengatakan, "Demikianlah Allah mewahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu. Allah yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana".
Di dalam kitab-kitab tafsir dikatakan bahwa dengan huruf-huruf ini Allah Swt ingin mengatakan bahwa Aku (Allah) telah menyusun Kitab yang merupakan mukjizat ini dengan huruf-huruf yang juga ada pada kalian, bukannya dengan huruf-huruf dan kalimat-kalimat serta susunan yang tidak kalian kenal dan tak kalian pahami. Kini, siapa saja yang mengatakan bahwa al-Quran bukan mukjizat, jika ia berkata benar, hendaklah ia menyusun sebuah kitab yang juga terdiri dari alif ba sebagaimana al-Quran, yang memiliki kefasihan dan keindahan tak tertandingi, demikian pula dari segi isi dan kandungannya tak ada yang menyamai.
Iya, ini adalah karya seni Allah, yang telah menyusun sebuah kitab dari huruf-huruf alif ba, namun manusia tak mampu bahkan membuat sebuah surat saja yang menyamainya. Sebagaimana pada alam ciptaan ini. Allah menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dari dalam tanah yang mati tak berkehidupan, sementara manusia hanya mampu membangun (benda-benda mati pula) dari tanah, batu dan lumpur.
Sebagaimana dalam surat as-Syura, surat ini pun, setelah huruf-huruf "muqotto'ah", maka ayat-ayat berikutnya berbicara tentang sifat-sifat al-Quran yang menunjukkan kemukjizatannya.
Ayat ke 2
Artinya:
Itulah Kitab yang tak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.
Al-Quran adalah sebuah Kitab yang amat mulia. Al-Quran merupakan warisan dari kaum terdahulu untuk manusia zaman ini. Sebuah Kitab yang mampu menyampaikan ajaran-ajaran yang paling tinggi ke telinga seluruh penduduk dunia.
Meskipun al-Quran tidak turun dari langit dalam bentuk kitab, namun untuk menjaga ayat-ayat ilahi dari segala bentuk perubahan dan penyimpangan , maka Rasulullah Saw memerintahkan kepada umatnya yang mengerti baca tulis agar mencatat apa saja yang telah beliau terima sebagai wahyu dan beliau sampaikan kepada umatnya. Sekalipun banyak juga masyarakat yang menghafal dan menyimpannya di dada mereka.
Jika manusia mempelajari kitab ilahi ini dengan teliti dan memahami topik-topik yang terkandung di dalamnya, maka ia pasti akan yakin bahwa kitab ini datang dari sisi Allah. Adapun penjelasan-penjelasan ajaran yang sedemikian hebat, oleh seorang manusia, itu pun pada 14 abad yang lalu, dan hidup di antara kaum yang sama sekali jahil dan bodoh, adalah suatu perkara mustahil.
Sebagaimana telah disebutkan, al-Quran adalah kitab pemberi petunjuk dan pembimbing manusia menuju ke kebahagiaan dan kesenangan. Siapapun yang menginginkan kebahagiaan, maka ia tak memiliki jalan lain kecuali kembali kepada kitab petunjuk yang datang dari Sang Pencipta. Dengan pemanfaatan yang benar dari keberadaannya, maka ia dapat menjauhkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam jiwa raganya.
Dalam ayat 185 Surat al-Baqarah Allah Swt berfirman, "Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh manusia."
Tentunya jelas sekali bahwa mereka yang benar-benar ingin mengetahui kebenaran dan menerimanya, merupakan orang-orang yang akan dapat mengambil manfaat dari Kitab Langit ini. Sedangkan orang-orang yang keras kepala, fanatik dan hanya memperturutkan hawa nafsunya, yang bukan hanya tidak mencari kebenaran, bahkan ketika mereka menemukannya, mereka berusaha memadamkan cahaya kebenaran tersebut, maka orang-orang seperti ini tak akan pernah memperoleh manfaat dari al-Quran.
Dengan demikian, sejak langkah pertama, diperlukan adanya ketakwaan fitri yang merupakan syarat untuk seseorang untuk dapat menerima hidayah al-Quran. Oleh karena itu al-Quran mengatakan di dalam ayat ini, "Hudallil muttaqin." Al-Quran adalah petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pengikut Rasulullah Saw sangat mementingkan masalah penghafalan dan penulisan al-Quran. Oleh karena itu, ayat-ayat yang turun mereka tulis sehingga terbentuk sebuah kitab yang kemudian sampai ke tangan kita. Kita pun harus menjaga kesucian dan kehormatan Kitab ilahi ini.
2. Kandungan Kitab Suci ini sangat kuat dan kokoh, karena ia datang dari Allah yang Maha Bijaksana.
3. Al-Quran adalah kitab pemberi petunjuk kepada seluruh umat manusia. Ia bukan kitab yang berbicara mengenai bidang tertentu. Oleh karena itu, kita tidak akan mencari petunjuk dari Kitab Suci ini yang berkenaan dengan masalah-masalah fisika, kimia, atau matematika.
4. Agar sinar al-Quran dapat menembus hingga ke lubuk hati dan jiwa kita, maka kita harus mempersiapkan hati dan jiwa kita dengan sebaik-baiknya. Sama halnya cahaya hanya akan menembus kaca yang bersih, bukan yang kotor. (IRIB Islam)
Mengenal Surat Al-Baqarah
Surat al-Baqarah diturunkan secara bertahap dan sebagian besar ayat diturunkan di Madinah, pasca hijrah Rasulullah Saw. Sebagian besar ayat dalam surat al-Baqarah menekankan masalah bahwa ibadah yang sesungguhnya kepada Allah Swt bergantung pada iman hamba-Nya terhadap seluruh kitab yang diturunkan kepada para nabi untuk membimbing umat manusia. Terkait hal ini, dalam ayat-ayat berikutnya orang-orang Kafir, Munafikin, dan Ahlul Kitab, disalahkan mengapa mereka membeda-bedakan agama langit dan utusan ilahi.
Ayat-ayat dalam surat al-Baqarah membahas sejumlah hukum dalam Islam termasuk perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, hukum-hukum haji, qisas, puasa dan hukum-hukum lainnya.
Ayat-ayat pertama surat al-Baqarah menyebut al-Quran sebagai petunjuk orang-orang mukmin dan bertakwa, serta orang-orang yang mencari kebenaran. Namun pada ayat-ayat berikutnya, hidayah al-Quran ini mencakup seluruh umat manusia. Adapun mengapa kitab al-Quran disebut sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa? Hal itu dikarenakan mereka telah menyerahkan diri pada kebenaran dan mengikutinya. Sebab itu, tingkat hidayah dan petunjuk kepada mereka lebih besar.
19 ayat pertama surat al-Baqarah membagi masyarakat berdasarkan sikap mereka terhadap Islam menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah para Muttaqin, yaitu orang-orang yang sepenuhnya menerima dan menyakini Islam. Kelompok kedua adalah Kuffar, yaitu orang-orang yang bersikap sebaliknya dan tidak menyia-nyiakan segala cara untuk menumpas Islam. Kelompok ketiga adalah Munafiqin, yaitu orang-orang yang memiliki dua wajah. Mereka beriman secara lahiriyah namun secara batiniyah mereka adalah orang-orang Kafir. Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kelompok Munafiqin ini lebih besar daripada kerusakan yang diakibatkan oleh orang-orang Kafir. Sebab itu, al-Quran lebih banyak menyebutkan kecaman kepada kelompok kedua ini.
Setelah memperkenalkan tiga kelompok tersebut, Allah Swt dalam ayat-ayat berikutnya menyebutkan sifat orang-orang mukmin dan bertaqwa. Allah Swt menilai mereka sebagai orang-orang yang beriman kepada alam gaib, menunaikan shalat, berinfak, beriman kepada para nabi dan Rasulullah saw dan menyakini Hari Kiamat. Setelah menjelaskan sifat-sifat orang-orang mukmin, Allah menyebut, mereka adalah orang-orang yang berada dalam hidayah. Allah Swt menyeru masyarakat untuk bergabung dengan para Muttaqin dan tidak menjadi orang-orang Kafir atau Munafik.
Dari ayat 40 surat al-Baqarah, Allah Swt melaknat bangsa Yahudi dan hal ini berlangsung hingga ayat ke-100 dan beberapa ayat selanjutnya. Allah menyebutkan berbagai nikmat-Nya yang dicurahkan kepada bangsa Yahudi dan kemuliaan yang dinisbatkan kepada mereka, serta seluruh kebaikan yang ternyata dibalas oleh kaum Yahudi dengan kekufuran dan pengingkaran mereka. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah Swt menyebutkan beberapa fase dalam sejarah bangsa Yahudi seperti selamatnya bangsa Yahudi dari kejaran pasukan Firaun, terbelahnya lautan dan tenggelamnya Firaun yang zalim, penyembahan sapi oleh kaum Yahudi saat Nabi Musa as tidak bersama mereka, permintaan mereka kepada Nabi Musa as agar Allah Swt dapat menampakkan wujud-Nya, adab terhadap mereka akibat permintaan ini, serta peringatan terhadap kaum Yahudi atas perjanjian yang mereka ikat dengan Allah dan mereka sendiri yang melanggarnya. Ayat-ayat ini juga menjelaskan bagaimana hati mereka membatu dan jiwa-jiwa mereka menjadi sengsara.
Ayat 255 dan 256 dalam surat al-Baqarah merupakan ayat yang memiliki keutamaan paling banyak. Ayat yang lebih dikenal dengan Ayat-ayat Kursi ini merupakan penghulu seluruh ayat al-Quran. Dalam buku Daar al-Mantsour dinukil dari Rasulullah bahwa, "Abu Dzar berkata kepada Rasulullah, "Ayat mana yang paling utama yang diturunkan kepada Rasulullah? Nabi menjawab, "Ayat Kursi."
Penamaan umat Islam terhadap ayat Kursi ini juga dikarenakan maknanya yang sangat tinggi mencakup tauhid dan kekuasaan mutlak Allah Swt terhadap segala sesuatu, dan bahwa Allah merupakan awal segala sesuatu dan akhir dari segalanya.
Kata Qayyum pada ayat 256 berarti wujud Allah Swt berdiri dengan Zat-Nya dan kekal. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama. Pada Ayat Kursi juga ditekankan bahwa tidak ada unsur pemaksaan dalam agama.
26 Ramadhan, Muhamad khunsari Wafat
Muhamad khunsari Wafat
Tanggal 26 Ramadhan 1125 Hijriah, Muhammad Khunsari yang dikenal dengan Jamaluddin, salah seorang ulama besar Iran abad ke 11 dan 12 Hijriah, meninggal dunia. Dia dilahirkan dalam keluarga relijius dan pencinta ilmu, di kota Isfahan. Dia menguasai ilmu-ilmu di bidang logika, filsafat, teologi, fiqih, ushul fiqih, dan tafsir.
Berbekal pengetahuannnya yang luas tersebut, Jamaluddin menulis buku penjelasan atas kitab "as-Syifa" dan "al-Isyarat" karya Ibnu Sina serta kitab "Syarah Lum'ah", "al-Tahzib", dan "Mukhtasarul Ushul". (IRIB Indonesia)
Hikmah Ramadhan; Jangan Lupa Berbuat Baik Kepada Anak Yatim di Bulan Suci!
Di sebuah ruangan besar di kawasan Fatemi Square, Tehran, tampak keramaian yang istimewa. Di tengah ruangan itu, hidangan buka puasa disajikan. Anak-anak yatim dengan riang gembira duduk di sekeliling hidangan itu. Suara tawa dan gelak riang anak-anak itu memenuhi ruangan besar tersebut. Para ibu yang menjadi penyelenggara acara buka bersama untuk anak-anak yatim itu menatap anak-anak tersebut dengan penuh keharuan. Anak-anak itu bagaikan kupu-kupu yang hinggap di perjamuan yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Mereka menyantap hidangan istimewa yang disajikan dengan lahap sambil membaca doa-doa yang ditujukan kepada para orangtua asuh mereka.
Bulan Ramadhan adalah bulan untuk melakukan amal ibadah sebanyak mungkin karena Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi segala amal di bulan ini. Salah satu amal ibadah yang sangat utama untuk dilakukan adalah memuliakan anak yatim. Sejak tiga belas tahun terakhir, di Iran diselenggarakan program nasional pemuliaan anak yatim di bulan Ramadhan. Di antara kegiatan yang dilakukan dalam program tersebut adalah menyediakan hidangan berbuka puasa dan mengajak masyarakat untuk menjadi orangtua asuh bagi anak-anak yatim itu.
Dalam pelaksanaan program nasional pemuliaan anak yatim itu, para dermawan berlomba-lomba melakukan kebaikan yang akan dicatat oleh para malaikat dan menjadi bekal mereka di alam akhirat kelak. Sesuai dengan kemampuan masing-masing, mereka berusaha untuk membahagiakan anak-anak yatim itu dan menumbuhkan cahaya harapan di hati anak-anak tersebut.
Setelah anak-anak itu usai menyantap hidangan buka puasa, orang-orang dari berbagai penjuru kota Tehran berdatangan ke ruangan besar tersebut. Ternyata di ruangan itu akan diselenggarakan perayaan Ramadhan yang khusus ditujukan untuk menyenangkan hati anak-anak yatim. Orang-orang yang datang dengan wajah cerah dan bercahaya itu ingin membagi kasih sayang mereka kepada anak-anak yatim yang hadir di ruangan tersebut.
Program nasional pemuliaan anak yatim di Iran diselenggarakan tiap bulan Ramadhan mulai dari tanggal 15 hingga 21. Pada hari-hari itu, selain menyediakan buka puasa bagi anak-anak yatim, para dermawan juga diketuk hatinya untuk mengangkat satu atau lebih anak-anak yatim sebagai anak asuh mereka. Para orangtua asuh tidak perlu membawa anak-anak yatim itu ke rumah mereka masing-masing melainkan hanya mengirimkan subsidi bulanan untuk mereka. Minimalnya, orangtua asuh harus mengirimkan subsidi 100 ribu Riyal perbulan bagi setiap anak asuh.
Tanggal 21 Ramadhan adalah hari syahadahnya Imam Ali as. Imam Ali sepanjang hidupnya dikenal sebagai penyantun anak-anak yatim. Oleh karena itulah, pada tanggal tersebut, animo orang-orang Iran untuk mengangkat anak asuh sangat besar. Posko-posko khusus yang disediakan bagi warga untuk menandatangani kesediaan mereka mengangkat anak asuh dipenuhi puluhan ribu orang dari pagi hingga malam.
Selain program pemuliaan anak-anak yatim, di Iran juga diselenggarakan program penggalangan dana bagi pembebasan para tahanan dari golongan ekonomi lemah. Sebagaimana diketahui, bila seorang kepala keluarga dipenjara, sudah tentu keluarga yang ditinggalkannya akan kehilangan pencari nafkah dan kehidupan keluarga itu akan berantakan. Dengan program penggalangan dana untuk membebaskan para kepala keluarga kurang mampu yang dipenjara ini, keluarga itu bisa terselamatkan.
Kini marilah kita menelaah Hadis dan ayat al-Quran yang menerangkan betapa besar pahala bagi orang-orang yang memuliakan anak yatim dan berbuat baik kepada sesama. Imam Shadiq as berkata, "Setiap kali ada anak yatim yang menangis, arasy Ilahi akan bergetar. Allah Swt akan berfirman, ‘Siapakah yang membuat anak yatim itu menangis? Aku bersumpah demi keagungan-Ku, bahwa siapa saja yang menghentikan tangisannya, aku akan mewajibkan surga untuknya'."
Dalam surat al-Baqarah ayat 265, Allah berfirman, "Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (yang akan menyiraminya). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat."
Terkait dengan perbuatan baik kepada sesama manusia ini, Allah Swt dalam ayat lain berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(IRIB Indonesia)