
کمالوندی
PBB Bekerjasama dengan Turki untuk Pulangkan Pengungsi Suriah
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dikabarkan akan bekerjasama dengan Turki untuk memulangkan sebanyak 2 juta pengungsi Suriah kembali ke negaranya. Hal ini diumumkan secara resmi oleh PBB sebagaimana yang dilaporkan oleh Anadolu.
Pengumuman ini merupakan salah satu hasil pertemuan tertutup antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres pada Jumat (1/11) di Vahdettin Pavilion di Istanbul, Turki.
“Sekjen menekankan prinsip-prinsip dasar terkait dengan pemulangan pengungsi secara sukarela, aman dan terhormat. Ia memberitahu Presiden (Erdogan) bahwa UNHCR akan segera membentuk tim untuk mengkaji proposalnya dan mulai berbincang dengan pejabat Turki. Hal ini sesuai dengan mandat yang telah diberikan,” ujar juru bicara PBB pada Jumat (1/11).
Guterres sangat mengapresiasi dukungan Turki terhadap hal-hal yang diupayakan oleh PBB di Timur Tengah.
Netanyahu Inginkan Pemilu Putaran Ketiga
Dilansir dari Middle East Monitor, seorang analis Israel menilai Benjamin Netanyahu lebih memilih untuk mengulang pemilu untuk kali ketiga daripada membentuk pemerintahan bersama dengan rival politiknya, Benny Gantz.
Sebelumnya, Netanyahu mengumumkan bahwa pihaknya bersedia untuk membentuk pemerintahan bersama dimana dia tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri. Hal itu disampaikan pasca Gantz menyatakan bahwa partainya berubah haluan politik dari liberal-kiri ke sayap kanan.
Baca juga: Netanyahu Gagal, Rivlin Serahkan Mandat ke Gantz
Sima Kadmon, analis media Yedioth Ahronoth menyebut Netanyahu ‘ketakutan dan bersedia untuk melakukan apa saja demi menjaga kursinya serta tidak berhadapan dengan amukan sistem peradilan’.
Sebagaimana diketahui bahwa Netanyahu terlibat beberapa kasus korupsi. Hanya saja, undang-undang Israel memberikan kekebalan hukum pada pejabat tertinggi pemerintahan yaitu Perdana Menteri selama ia menjabat. Dengan begitu, mengamankan kursi PM bagi Netanyahu berarti keamanan dari jeratan hukum dan peradilan.
Al-Baghdadi, dari Penjara AS hingga Pemimpin ISIS
Media menukil banyak pernyataan petinggi AS tentang kematian pemimpin kontroversial ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi dalam operasi khusus di wilayah Idlib, Suriah. Dengan keyakinan penuh, petinggi AS mengabarkan kematian al-Baghdadi dalam operasi militer tersebut.
Berikut adalah secuil kisah perjalanan Abu Bakr al-Baghdadi.
5 tahun sembunyi. Abu Bakr al-Baghdadi menghabiskan hari-harinya di suatu tempat yang tidak diketahui dan tiba-tiba dilaporkan kabar kematiannya dalam serangan operasi militer AS di Idlib, Utara Suriah.
Al Jazeera memandangnya bukan satu kejadian kebetulan, khususnya ketika Presiden AS mengetik satu tulisan mengherankan dalam akun twiternya, “Saat ini terjadi peristiwa besar”.
Sama seperti kematiannya, kehidupan al-Baghdadi penuh lika-liku. Ia tertulis dalam buku most wanted AS. Pemerintah Washington pernah menghargainya sebesar 25 juta dolar. Lalu siapakah Abu Bakr al-Baghdadi ini?
Kelahiran Samarra, Pendidikan Baghdad
Ibrahim Awad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarrai adalah nama asli Abu Bakr al-Baghdadi. Lahir tahun 1971 di kota Samarra, Irak dalam keluarga al-Badri.
The Daily Telegraph, Inggris, menuliskan bahwa umur 18 tahun, al-Baghdadi pindah ke al-Thabji, Baghdad dan menyelesaikan S1 dan S2-nya dalam bidang ilmu Islam. S3 juga ia sempurnakan di universitas yang sama dalam bidang hukum Islam, tepatnya tahun 2000.
14 Tahun Menjadi Imam Sholat
Hingga tahun 2004, al-Baghdadi masih tinggal di al-Thabji. Abu Bakr al-Baghdadi tinggal di satu kamar yang berdampingan dengan masjid. Dan selama 14 tahun ia menjadi imam sholat masjid tersebut. Setelah ribut dengan pemimpin masjid dan masyarakat sekitar, al-Baghdadi meninggalkan al-Thabji.
“Al-Baghdadi hanya bermain bola dan ia pemain terbaik tim masjid”, kata salah seorang warga setempat.
Beberapa media Arab menukil kisah al-Baghdadi dari sebagian mantan gurunya. “Sebelumnya ia bukan seorang Wahabi Salafi. Ia ahli tajwid. Selain baca Quran, ia tidak memiliki keistimewaan lain”, kata mereka. Padahal site-site Jihadis melaporkan S3-nya.
Kemudian al-Baghdadi bergabung dengan kelompok kecil al-Tauhid wa al-Jihad pimpinan Abu Musab al-Zarqawi asal Yordania. Ia ikut perang di provinsi al-Anbar, Barat Irak.
Ditangkap AS
Militer AS berhasil menangkap Abu Bakr al-Baghdadi. Militer memenjarakannya selama 4 tahun di penjara Buka, Basrah. Selama di penjara, ia kenal dengan elemen-elemen al-Qaeda dan akhirnya ia bergabung dengan mereka.
CBS News menukil pernyataan pemerintah AS bahwa selama AS menguasai Irak tahun 2004, al-Baghdadi ada di penjara. Dan fotonya juga masih ada.
Buka adalah satu penjara yang dibangun AS di Basrah, Irak. Teroris paling ekstrem biasa dipenjara di sana. Sebagian ekstremis dibebaskan oleh militer AS tahun 2009.
Abu Bakr al-Baghdadi tidak bertemu dengan Abu Muslim al-Turkmani (Wakil Pemimpin ISIS) Haji Bakr dan Abu Qasim (dua Komandan ISIS) di Suriah. Tetapi mereka bertemu di penjara.
Buka adalah penjara paling lengkap. Beberapa tahanan Abu Ghraib juga dipindah ke sana. Dan beberapa Komando senior ISIS juga pernah ditahan di sana.
Al-Zarqawi memerintahkan al-Baghdadi untuk perangi militer AS. Al-Zarqawi sendiri tewas dalam serangan udara Washington tahun 2006. Setelah itu, al-Baghdadi masih menjadi anak buah Abu Omar al-Baghdadi, yang tewas tahun 2010. Dari tahun inilah Abu Bakr al-Baghdadi memimpin kelompok teroris bernama Daulah Islam Irak.
Abu Bakr al-Baghdadi melihat kesempatan melawan Bashar Assad. Ia langsung menyerang Suriah tahun 2011.
Abu Bakr al-Baghdadi mengirim wakilnya, Abu Mohammad al-Julani, ke Suriah untuk membangun pangkalan al-Qaeda. Pasca itulah, Jabhat al-Nusra mengumumkan eksistensinya dengan aksi-aksi terorisme dan menjadi oposisi Suriah yang paling getol.
Persatuan Sementara dengan Jabhat al-Nusra
9 April 2011, satu file al-Baghdadi tersebar. Dalam file tersebut, Abu Bakr al-Baghdadi menegaskan bahwa al-Nusra adalah cabang dari Daulah Islam Irak. “Jabhat al-Nusra dan Daulah Islam Irak adalah kelompok teroris Daulah Islami Irak-Suriah (DAESH)”, tegasnya.
Bersama dengan pengaruh al-Julani di Suriah dan penolakannya atas keputusan al-Baghdadi mengenai persatuan Jabhat al-Nusra dan Daulah Islam Irak. Abu Bakr al-Baghdadi mendeklarasikan perang atas Jabhat al-Nusra. Inilah penyebab terpisahnya al-Baghdadi dari al-Qaeda.
Abu Bakr al-Baghdadi meminta Ayman al-Zawahiri, Pemimpin al-Qaeda, untuk tidak menyerahkan Suriah ke Jabhat al-Nusra. Sehingga al-Baghdadi meluaskan wilayah operasinya hingga Utara dan Timur Damaskus pada tahun 2012-2013.
Menukil dari sumber ISIS, Reuters melaporkan bahwa al-Baghdadi adalah satu-satunya teroris yang tidak membaiat al-Zawahiri pasca kematian Osama bin Laden.
Pemerintah ISIS
29 Juni 2014 al-Baghdadi mengumumkan kekhilafahan Islam. Abu Bakr al-Baghdadi menobatkan diri sebagai pemimpin semua muslim dan menuntut semua kelompok teroris untuk membaiatnya.
Abu Mohammad al-Adnani, Jubir ISIS, dalam rekaman suara menyatakan, nama Daesh berubah menjadi Daulah Islam.
4 Juli 2014, untuk pertama kalinya Abu Bakr al-Baghdadi menampakkan diri ke khalayak umum dan berpidato di masjid di Mosul. Foto-foto pemimpin Daulah Islam bertebaran di dunia maya. Sedangkan pemerintah Irak meragukan foto-foto tersebut karena menurut pemerintah Irak, al-Baghdadi terluka dan sembunyi di Suriah.
April lalu al-Baghdadi juga berpidato untuk menepis isu pro dan kontra kematiannya.
AS Tingkatkan Pengiriman Senjata ke Suriah dan Irak
Meskipun AS mengklaim menarik pasukannya dari Suriah, tapi sebagian sumber media Barat melaporkan negara ini mengirimkan lebih banyak senjata dan alutsista ke negara Arab itu.
Situs Military Times mengutip sumber di angkatan udara AS, melaporkan, pemerintahan Trump mengklaim menarik pasukannya dari Asia Barat dalam koalisi global melawan ISIS yang dipimpin AS, tapi tahun ini justru meningkatkan pengiriman senjata dan alutsista, bahkan lebih besar daripada operasi pembebasan di Mosul dan Raqqa.
Dilaporkan, militer AS telah mengerahkan lebih dari 453 ton senjata dan alutsista ke berbagai daerah di Irak dan Suriah hanya dalam setahun terakhir.
Di Afghanistan, di mana Pentagon mengklaim telah menarik lebih dari 2.000 tentaranya, tahun ini AS justru mengirim lebih dari 122 ton peralatan militer dan logistik ke Afghanistan.
Presiden AS Donald Trump dalam rapat umum persiapan pilpres di Minnesota bulan lalu mengatakan, "AS akan berada di Afghanistan untuk waktu yang singkat. Tetapi kami telah berada di Afghanistan selama lima tahun terakhir dan sekarang saatnya membawa pulang pasukan ke rumahnya masing-masing,".
Banjiri Eropa dengan Pengungsi, Erdogan Ancam Buka Perbatasan
Presiden Turki mengancam akan membuka perbatasan negaranya ke Eropa jika mereka tidak membantu rencana Ankara untuk menciptakan zona aman di wilayah utara negara ini.
Recep Tayyip Erdogan dalam statemen yang disampaikan di Istanbul hari Sabtu (26/10) mendesak dukungan negara-negara Eropa terhadap prakarsa Ankara untuk menciptakan zona aman demi mencegah masuknya kelompok-kelompok bersenjata dari Suriah.
Presiden Turki kembali menyebut kelompok-kelompok Kurdi di Suriah utara sebagai teroris, dan meminta mereka menarik diri dari daerah-daerah zona penyangga keamanan yang disepakati Turki dan Rusia, jika tidak operasi militer akan dilanjutkan.
Invasi militer Turki ke wilayah utara Suriah menyulut kritik internasional yang luas, tapi Erdogan mengklaim operasi militer itu bertujuan untuk mengamankan perbatasan Turki dan masyarakat internasional harus menghormatinya.
Invasi militer Turki ke Suriah yang dimulai sejak 9 Oktober 2019, dengan dalih menumpas terorisme dan membersihkan perbatasan Suriah-Turki.
Rakyat dan pemerintah Suriah, bersama dengan komunitas internasional telah mengutuk invasi militer Turki di wilayahnya.
Mengapa Afghanistan Absen dari Perundingan Damai di Rusia?
Pemerintah Afghanistan absen dari perundingan damai di Moskow, ibu kota Rusia. Juru bicara Kementerian Negara untuk Urusan Perdamaian Najia Anwari mengatakan, Kabul tidak mengirim perwakilan dalam pertemuan kuartet yang diselenggarakan di Rusia.
Dia menambahkan, pemerintah Afghanistan menyambut baik segala bentuk dialog antar rakyat Afghanistan sebagai prinsip, tetapi diharapkan pembicaraan ini akan mengarah pada perundingan damai.
Pertemuan kuartet mengenai perdamaian Afghanistan berlangsung pada hari Jumat, 25 Oktober 2019. Perundingan ini dihadiri oleh para pejabat senior Rusia, Cina, Amerika Serikat dan Pakistan. Para peserta mengevaluasi cara-cara untuk menciptakan perdamaian di Afghanistan. Mereka mengevaluasi transformasi terbaru terkait dengan perdamaian di negara ini.
Absennya pemerintah Afghanistan dari perundingan tersebut merupakan kelanjutan dari kebijakan yang telah diambil pada dua tahun lalu untuk menyikapi pertemuan-pertemuan di Rusia tentang perkembangan perdamaian di Afghanistan.
Dialog antara perwakilan Taliban dengan para pejabat partai Afghanistan telah berlangsung dalam dua babak. Sementara, perundingan-perundingan di Rusia terkait dengan perdamaian Afghanistan yang dihadiri oleh perwakilan beberapa negara juga telah berlangsung, namun pemerintah Kabul tidak mengirim perwakilan resmi dalam perundingan dan dialog tersebut.
Meski dalam satu babak perundingan, pemerintah Afghanistan mengklaim tidak mengirim perwakilan, namun kenyataannya sebuah delegasi dari Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan ikut serta dalam perundingan ini.
Keputusan pemerintah Kabul untuk tidak mengirim perwakilan dalam perundingan kuartet di Moskow, selain merupakan pendekatan Afghanistan sebelumnya yang menentang dialog perdamaian yang dilakukan oleh negara-negara lain, juga berhubungan dengan kondisi saat ini di Afghanistan.
as
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani
Sekarang, rakyat Afghanistan sedang bersiap untuk kedatangan pemerintah baru pasca pengumuman hasil pemilu presiden, sementara Presiden Ashraf Ghani juga sedang berada di ambang masuk ke periode baru, di mana ada kemungkinan dia akan terpilih lagi sebagai Presiden Afghanistan untuk lima tahun ke depan, atau ada orang lain yang akan menjadi pemenang pemilu dan membentuk kabinet baru. Hal ini akan jelas setelah pengumuman akhir hasil pemilu.
Ashraf Ghani sedang menunggu hasil pemilu presiden seperti halnya calon-calon presiden lainnya. Dalam kondisi sekarang ini, tentunya aktivitas semua kementerian di Afghanistan akan berkurang, bahkan mungkin program-program dihentikan hingga jelas tentang hasil pemilu.
Oleh karena itu, keputusan Afghanistan untuk tidak mengirim perwakilan dalam perundingan damai di Rusia, selain merupakan kelanjutan dari pendekatan sebelumnya , juga tidak terlepas dari kondisi politik saat ini di negara tersebut.
Kelompok-kelompok politik Afghanistan juga mendapat protes karena memperpanjang aktivitas pemerintah sekarang pasca berakhirnya batas waktu sah pada lima bulan lalu. Berlanjutnya aktivitas pemerintah Ashraf Ghani tentunya akan dinilai sebagai langkah yang bertentangan dengan konstitusi.
Sumpah Pemuda, Momentum Konsolidasikan Nilai-nilai Pancasila
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan peringatan Hari Sumpah Pemuda harus menjadi momentum memantapkan dan mengkonsolidasikan langkah-langkah nyata dalam membumikan nilai-nilai Pancasila.
"Peringatan Hari Sumpah Pemuda, mengingatkan kita kembali pada 'sejarah kesadaran' anak-anak bangsa pada 91 tahun silam," kata Bambang Soesatyo yang akrab dipanggil Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, seperti dilansir Antaranews.
Menurut dia, kesadaran pemuda-pemudi bangsa yang melahirkan satu kesatuan pemikiran besar dan visi kebangsaan yang jauh melampaui zamannya, hingga bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya pada tahun 1945.
"Serta menjadi landasan bagi Indonesia masa depan yang akan kita songsong bersama," kata Bamsoet.
Dia menilai semangat Sumpah Pemuda harus menjiwai semangat pemuda untuk membangun masa depan bangsa yang semakin baik.
"Saat ini kita hidup di era globalisasi yang ditandai dengan kecepatan dan kemudahan arus informasi dan komunikasi," katanya.
Dia mengatakan lompatan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menembus batas-batas kedaulatan negara. Apa yang terjadi di belahan dunia di mana pun dengan seketika dapat diketahui.
Bamsoet mengatakan, arus informasi dan komunikasi yang semakin mudah dan terbuka itu memberikan banyak peluang bagi kemajuan bangsa namun pada saat yang bersamaan juga membawa ancaman.
Berbagai ancaman tersebut di antaranya ancaman terhadap ideologi Pancasila, ancaman terhadap nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, ancaman terhadap adab sopan santun, ancaman terhadap tradisi dan seni budaya, serta ancaman terhadap warisan kearifan-kearifan lokal bangsa Indonesia.
"Dengan membonceng fenomena globalisasi, nilai-nilai individualisme, liberalisme, dan ekstremisme telah ditransformasikan secara terstruktur, sistematis, dan masif, seolah harus diterima sebagai standar nilai baru yang terbaik dalam pembangunan sistem politik, ekonomi, dan budaya di Indonesia," katanya.
Dia mengajak para pemuda Indonesia untuk berada di garda terdepan dalam membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu selalu menghadirkan nilai-nilai dan keutamaan Pancasila dalam praktik keseharian.
Dia meyakini, melalui semangat Hari Sumpah Pemuda, para anak-anak muda milenial Indonesia akan terus melahirkan pemikiran-pemikiran atau gagasan-gagasan yang bernas untuk mengatasi berbagai tantangan global.
"Dinamika lingkungan strategis global diwarnai kompetisi dan perebutan pengaruh negara-negara besar yang telah menempatkan Indonesia pada pusat kepentingan global. Jika tidak siap dan waspada, Indonesia dapat saja tergilas dalam kompetisi global yang tidak mengenal batas dan waktu," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu menilai Indonesia ke depan membutuhkan generasi muda yang unggul, berkarakter Pancasila, toleran, dan berakhlak mulia karena itu dibutuhkan SDM unggul yang terus belajar, bekerja keras, serta berdedikasi tinggi.
Selain itu, menurut dia, Indonesia membutuhkan generasi muda yang penuh inovasi, mampu membalik ketidakmungkinan menjadi peluang, mampu membuat kelemahan menjadi kekuatan dan keunggulan, mampu membuat keterbatasan menjadi keberlimpahan.
"Saya meyakini, para pemuda kita mampu berkontribusi besar dalam mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dalam periode kedua ini menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia," katanya.
Irak Larang Media Saudi dan AS Beroperasi
Pemerintah Irak melarang media Arab Saudi, Al Arabiya dan Al- Hadas, serta siaran radio AS berbahasa Arab al-Hurra dan Sawa, karena melanggar aturan negaranya.
Badan Komunikasi dan Media Irak sebagai institusi resmi untuk memantau aktivitas media di negara ini menyegel kantor jaringan media al-Hurra di Baghdad.
Dilaporkan, jaringan media Saudi dan AS dibekukan izin operasinya karena meliput aksi protes di Irak.
September lalu, badan komunikasi dan media Irak menangguhkan operasional jaringan al-Hurra selama tiga bulan karena menghina lembaga-lembaga Syiah dan Sunni, dan menuntut permintaan maaf resmi dari mereka.
Televisi Arab Al-Huriah mulai beroperasi tahun 2004 dengan dukungan kementerian Luar Negeri AS.
Irak dilanda protes rakyat yang menuntut pemulihan kondisi ekonomi, terutama pemberantasan korupsi dan peningkatan lapangan kerja.
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi menyampaikan beberapa paket usulan demi meredam aksi massa tersebut dan mengembalikan stabilitas keamanan negara ini.
Berbagai laporan menunjukkan keterlibatan pihak asing dalam memprovokasi aksi protes rakyat Irak.
Mempertanyakan Kejujuran AS untuk Memberantas Daesh
Amerika Serikat, Barat dan sekutunya di kawasan memiliki peran yang tak terbantahkan dalam menciptakan dan mendukung kelompok teroris takfiri Daesh (ISIS) untuk menggulingkan pemerintah sah Suriah.
Setelah Daesh gagal mencapai tujuannya dan AS tidak bisa lagi mengontrol kelompok teroris ini, Washington membentuk apa yang disebut sebagai koalisi internasional anti-Daesh untuk memberantas gerombolan bentukannya itu.
Media Amerika mengutip pejabat Pentagon pada Minggu pagi, 27 Oktober 2019 melaporkan bahwa militer AS berhasil membunuh Pemimpin Daesh Abu Bakar Al-Baghdadi dalam operasi khusus di barat laut Suriah.
Newsweek menyebutkan, operasi pada Sabtu malam dilakukan oleh pasukan khusus AS setelah menerima informasi terperinci tentang tempat persembunyian al-Baghdadi di Provinsi Idlib, Suriah.
Jaringan televisi al-Mayadeen juga melaporkan bahwa al-Baghdadi tewas di desa Barisha di distrik Harem di barat laut Idlib.
Sementara itu, jaringan CNN Amerika mengutip seorang pejabat Pentagon melaporkan bahwa pemimpin Daesh bunuh diri dengan meledakkan rompi bom bunuh diri ketika pasukan Amerika mendekat.
Seorang pejabat Pentagon mengatakan, tes DNA dan biometrik akan memastikan identitas al-Baghdadi, di mana jasadnya berada di tangan pasukan AS.
Setelah operasi selesai, Presiden AS Donald Trump pada Sabtu malam mengomentari operasi ini dalam tweetnya.
"Sesuatu yang sangat besar baru saja terjadi! Gedung Putih kemudian mengumumkan bahwa presiden akan membuat pernyataan utama," tulis Trump pada hari Minggu pukul 9:00 pagi.
Sebenarnya, AS telah menciptakan ruang bagi aktivitas al-Baghdadi sejak negara ini membebaskan gembong teroris ini dari penjara Abu Ghraib pada tahun 2009. Setelah Daesh terbentuk, AS juga memberikan dukungan finansial dan senjata kepada kelompok takfiri ini.
Dengan mengumumkan bahwa AS telah membunuh teroris Daesh yang telah melakukan berbagai kejahatan mengerikan di Suriah dan Irak dan negara-negara lainnya, Washington ingin menjaga rahasia atas perannya dalam menciptakan, mendanai dan mempersenjata kelompok teroris tersebut. Hal itu juga dilakukan menyusul berakhirnya tanggal kadaluwarsa Daesh.
Trump berulang kali mengklaim bahwa AS komitmen untuk melenyapkan Daesh. Klaim ini sepenuhnya bertentangan dengan fakta. Trump tampaknya lupa bahwa dirinya dalam kampanye pemilu presiden 2016 telah berulang kali menyebut pemerintahan Obama sebagai pihak yang menciptakan Daesh.
Faktanya, AS adalah pendiri dan pendukung utama Daesh. Oleh karena itu, Trump mengkritik pemerintahan Obama dan menjadikan isu ini sebagai bahan kampanyenya untuk menarik suara masyarakat Amerika.
Dalam pidato kampanye pada Januari 2016, Trump mengatakan, Barack Obama dan Hillary Clinton adalah orang-orang yang tidak jujur. Mereka membentuk Daesh. Clinton dan Obama menciptakan Daesh.
Setelah berkuasa, Trump berulang kali mengklaim bahwa AS memiliki peran kunci dalam memberantas Daesh melalui pembentukan dan pengarahan koalisi internasional anti-kelompok teroris ini. Klaim ini untuk memalingkan publik dari peran dan dukungannya atas terbentuknya Daesh.
Trump rupanya lupa bahwa AS menggunakan teroris Daesh untuk menggulingkan pemerintah sah Suriah. Namun setelah kelompok teroris ini gagal untuk mencapai tujuan tersebut, dan bahkan AS juga tidak bisa mengontrolnya, maka Washington membentuk apa yang disebut sebagai koalisi internasional anti-Daesh pada tahun 2014.
Setelah mengklaim bahwa Daesh di Suriah telah hancur, Trump menyerukan penarikan pasukan AS dari negara Arab ini. Dia mengeluarkan perintah pemindahan sebagian besar pasukan AS dari Suriah ke Irak sebelum dimulainya agresi militer Turki ke Suriah utara.
Alih-alih memerangi terorisme, pasca meletusnya krisis Suriah pada 2011, AS, Barat dan sekutu Arabnya justru memberikan dukungan finansial dan senjata kepada kelompok-kelompok teroris takfiri termasuk Daesh untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Menurut pakar politik Ivan Ipolitov, tujuan Amerika pada beberapa tahun terakhir adalah memperalat terorisme dan ekstremisme untuk memajukan kebijakan luar negeri negara ini, di mana konsekuensinya adalah melemahnya negara-negara di Asia Barat sehingga semakin tercipta ruang untuk pertumbuhan terorisme dan ekstremisme.
Pendekatan AS di Suriah menunjukkan bahwa sejak tahun 2011-2014, yaitu ketika Daesh menduduki sebagian wilayah Suriah dan sejumlah kota dan wilayah di Irak, AS memberikan dukungan logistik dan finansial kepada kelompok teroris ini.
Sejak Juni 2014, di mana AS membentuk apa yang disebut sebagai koalisi internasional anti-Daesh, tujuan Amerika adalah melindungi Daesh dan mengarahkannya untuk melakukan operasi anti-militer dan pemerintah Suriah serta sekutunya.
Dengan demikian, kejujuran AS untuk memberantas Daesh sepenuhnya dipertanyakan. Hal ini juga terlihat dalam pernyataan Trump bahwa memerangi Daesh di Suriah hanya menguntungkan Iran dan Rusia.
Penduduk Mashhad Tenggelam dalam Duka
Penduduk kota Mashhad di timur laut Republik Islam Iran tenggelam dalam duka mengenang wafatnya Rasulullah Saw dan kesyahidan Imam Hasan Mujtaba as
Tanggal 28 Shafar 11 H, Rasulullah Muhammad Saw wafat pada usia 63 tahun. Beliau dilahirkan 52 tahun sebelum dimulainya tahun Hijriah, di kota Mekah.
Sejak kecil, Muhammad Saw telah kehilangan ayah dan ibunya sehingga diasuh oleh kakek beliau Abdul Muthalib, lalu oleh paman beliau, Abu Thalib.
Sejak muda, Muhammad Saw telah dikenal sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya sehingga dikenal dengan julukan al-Amin.
Pada usia ke-40, beliau ditunjuk Allah Swt untuk menjadi utusan-Nya dalam menyampaikan risalah tauhid, keadilan, dan kasih sayang kepada umat manusia.
Setelah 23 tahun menyampaikan risalah Islam dan berhasil mendirikan pemerintahan Islam di Madinah, akhirnya Rasulullah Saw wafat dan meninggalkan sebuah ajaran agung yang kini tersebar ke berbagai penjuru dunia.