
کمالوندی
Menelisik Konspirasi Terencana Melawan Poros Muqawama di Lebanon dan Irak
Wilayah Asia Barat menyaksikan putaran baru perkembangan, dimana Lebanon dan Irak menjadi pusat transformasi ini. Artikel ini membahas beberapa bukti konspirasi para penentang poros Muqawama dari dalam demonstrasi rakyat di Irak dan Lebanon.
Lebanon telah menyaksikan demonstrasi anti-pemerintah sejak 17 Oktober dan Irak setelah pawai akbar Arbain Imam Husein as. Akar demonstrasi hampir identik di kedua negara. Orang-orang memprotes kemiskinan, pengangguran, dan korupsi pemerintah yang meluas. Di Irak, kurangnya layanan sosial juga merupakan penyebab protes anti-pemerintah. Dengan demikian, demonstrasi di kedua negara ini merupakan respon alami masyarakat terhadap masalah mata pencaharian dan kekurangan sosial. Sementara masyarakat menyerukan peningkatan mata pencaharian dan layanan sosial, mereka juga menekankan perlunya perjuangan serius melawan korupsi pemerintah yang terorganisir dan reformasi sejati.
Aksi demonstrasi di Irak dan Lebanon
Pemerintah dan pejabat di Irak dan Lebanon telah berulang kali menyatakan bahwa mereka akan mengambil langkah serius untuk memenuhi tuntutan rakyat. Di Irak, pemerintah telah mengajukan lima paket reformasi yang diusulkan dan telah disetujui oleh parlemen, tetapi bukan hanya demonstrasi tidak berhenti tetapi mereka beralih ke kekerasan jalanan. Ada banyak bukti bahwa kekerasan jalanan di Irak dan Lebanon adalah rencana yang telah disusun oleh pihak penentang poros Muqawama.
Perkembangan di wilayah Asia Barat tidak sesuai dengan kepentingan Arab Saudi, Amerika Serikat dan rezim Zionis. Arab Saudi telah gagal dalam agresi brutal terhadap Yaman dan terjebak di rawa Yaman. Kebijakan anti-Iran AS belum menghasilkan sesuatu seperti yang diinginkan oleh Washington dan Republik Islam Iran telah menolak untuk bernegosiasi di bawah tekanan dengan Washington.
Sementara rezim Zionis Israel telah mengalami rekor krisis politik, dengan Benjamin Netanyahu yang gagal membentuk kabinet, dan tidak jelas apakah Benny Gantz dapat membentuk kabinet baru. Dalam keadaan seperti itu, kekacauan pada poros Muqawama akan mencegahnya dari memperkuat posisinya di wilayah tersebut serta menciptakan peluang bagi Arab Saudi dan rezim Zionis untuk meringankan masalah mereka.
Situs web Lebanon al-Ahed, dalam sebuah laporan, mengidentifikasi kedutaan besar Arab Saudi dan UEA di Beirut sebagai pendukung utama demonstrasi yang sedang berlangsung di Lebanon. Situs ini menulis, kedutaan-kedutaan besar ini menyediakan uang sebesar 100 dolar setiap harinya, makanan, tenda dan fasilitas lainnya. Sementara kepada anak muda yang menghabiskan malam di tenda atau keluar di jalan-jalan akan diberi uang 150 dolar.
Sementara itu, beberapa outlet media Zionis mengklaim bahwa Hizbullah bertanggung jawab atas masalah ekonomi Lebanon karena mereka membelanjakan uangnya untuk membangun rudal. Laporan-laporan bohong ini muncul ketika poros Muqawama dalam pemilu Mei 2018, kendatipun pengeluaran besar oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, berhasil memenangkan mayoritas absolut 68 kursi dari 128 kursi di parlemen,yang menunjukkan peningkatan dukungan warga Lebanon untuk Hizbullah.
Surat kabar Lebanon al-Akhbar melaporkan rencana kudeta lunak AS, UEA, dan Arab Saudi terhadap pemerintah Adel Abdul-Mahdi di Irak, seraya menulis, "UEA telah menjadi pusat ide melawan pemerintah Irak, dengan tokoh-tokoh seperti Penasihat Keamanan Nasional UEA Tahnoun bin Mohammed Al Nahyann dan Mohammed Dahlan Penasihat Palestina-nya (dikenal karena hubungannya dengan rezim Zionis) bertanggung jawab atas konspirasi ini. Biaya kudeta sekitar 5 juta dolar yang ditanggung oleh Arab Saudi. Kerja lapangannya juga disponsori oleh organisasi masyarakat sipil Irak yang disponsori oleh Kedutaan Besar AS. Masalah penting adalah bahwa jumlah lembaga-lembaga ini mencapai lebih dari lima puluh ribu lembaga dan hanya pada tahun 2019 telah dialokasikan danya sebesar 701 juta dolar."
Surat kabar al-Akhbar Lebanon
Pada saat yang sama, Kedutaan Besar AS memainkan peran penting dalam membentuk organisasi rahasia demonstrasi bulan Oktober. Poin penting adalah bahwa AS menabuh genderah korupsi pemerintah di Irak, padahal telah berada di Irak selama 16 tahun, menjarah puluhan miliar dolar pendapatan minyak dan memainkan peran utama dalam meningkatkan ketidakpuasan rakyat Irak.
Jaringan televisi AS al-Hurra serta televisi Alarabiya dan Alhadath yang berbasis di Arab Saudi, dan sebagian besar jaringan virtual yang didukung asing, memainkan peran penting dalam mengubah demonstrasi damai menjadi kekerasan jalanan. Jaringan al-Hurra merilis film dokumenter yang baru-baru ini menuduh institusi keagamaan seperti Imam Husein as dan Amirul Mukminin as terlibat praktik korupsi dan menargetkan otoritas Irak. Jaringan televisi Amerika al-Hurra juga memprovokasi orang untuk berbenturan dengan pasukan keamanan selama demonstrasi baru-baru ini di Irak, menyebarkan gambar palsu dan memprovokasi masalah ini guna terjadi konflik antara warga dan pasukan keamanan. Jaringan televisi AS al-Hurra telah mengklaim bahwa al-Hashd al-Shaabi dan komandan bagian keamanannya bertanggung jawab untuk menargetkan para pemrotes Irak.
Menanggapi tuduhan itu, Juru Bicara Gerakan al-Nujaba Nasr al-Shamari mengatakan, "Jaringan televisi Amerika al-Hurra telah memainkan peran yang ambisius dan destruktif dalam menyerang orang-orang Irak, contoh terakhir adalah menuduh al-Hashd al-Shaabi dan komandan keamanannya. Tujuan utama dari jaringan-jaringan ini adalah untuk menghancurkan persatuan nasional Irak dan menumbuhkan motif etnis dan agama di antara warga Irak serta untuk membangkitkan kepekaan nasionalis dan etnis terhadap Iran. Menanggapi peran destruktif dari jaringan ini, pemerintah Irak memerintahkan penghentian jaringan Alarabiya, Alhadath dan al-Hurra.
Penyusup domestik telah mencoba dengan berbagai cara untuk mengarahkan demonstrasi rakyat Irak dan Lebanon serta mengalihkan mereka ke kekerasan. Di Lebanon, yang paling penting adalah partai Lebanese Forces, yang dipimpin oleh Samir Geagea, mengorganisir pergerakan orang-orang di jalanan. Samir Geagea didukung oleh Arab Saudi dan UEA. Para penyusup dalam demonstrasi Irak baru-baru ini meliputi berbagai kelompok, terutama Ba'ath, pengikut gerakan Yamani dan gerakan al-Sarkhi, dimana gerakan Yamani dan al-Sarkhi menentang gerakan Syiah saat ini di Irak.
Putri Saddam, Raghad Saddam, berusaha mengidentifikasi kematian demonstrasi baru-baru ini sebagai "martir pahlawan". Para penyusup telah menggunakan jaringan virtual untuk menghasut orang. Karenanya, hoaks di dunia maya menjadi agenda. Di antara rumor ini adalah kebohongan pihak berwenang meninggalkan negara dan menutup perbatasan. Proyek pembunuhan juga merupakan salah satu metode infiltrasi untuk membelokkan demonstrasi rakyat Irak. Dengan cara ini, para penyusup menembaki para pengunjuk rasa dan menggunakan media, baik sosial atau televisi, mereka mencoba menuduh pasukan keamanan, terutama Hashd Shaabi, membunuh para pengunjuk rasa.
Putri Saddam, Raghad Saddam
Poin penting dalam hal ini terkait beberapa gambar yang dirilis oleh televisi Irak dan jejaring sosial independen, jelas bahwa pasukan keamanan dan pengunjuk rasa telah berlindung bersama untuk melindungi diri dari penembakan yang dilakukan para penyusup. Mengingat fungsi para penyusup, pihak marjaiyah Irak telah memperingatkan para pengunjuk rasa tentang peran para penyusup dan bagaimana mereka menunggangi demonstrasi rakyat. Demonstrasi massal di Irak tidak memiliki pemimpin, dan ini telah menyebabkan eksploitasi jaringan sosial dan jaringan televisi serta para penyusup.
Rezim Zionis dan tokoh-tokoh afiliasinya telah berusaha keras untuk menyebarkan Republik Islam Iran sebagai penyebab situasi saat ini di Irak dan menggelar demonstrasi menentang dengan slogan-slogan anti-Iran. Dalam nada yang sama, penulis Israel Idi Cohen menyebut para demonstran Irak sebagai "para revolusioner melawan Persia" dan dalam twitt bohongnya mengklaim kehadiran pasukan yang berafiliasi Iran untuk menekan demonstrasi Irak. Idi Cohen mengklaim dalam sebuah twitt, "Ribuan orang dari brigade Fatemiyoun datang ke Irak untuk menghancurkan demonstrasi." Sementara Republik Islam Iran berkali-kali menekankan pentingnya pemerintah Baghdad menindaklanjuti tuntutan rakyat selain menolak segala bentuk intervensi pihak asing dalam urusan Irak.
Intinya adalah bahwa, sebagaimana yang ditekankan oleh Sekjen Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah bahwa protes telah memiliki beberapa hasil positif, termasuk suara orang-orang telah didengar. Irak dan Lebanon akan melewati fase demonstrasi ini, tetapi peristiwa di Irak, khususnya, telah menunjukkan bahwa yang kalah di arena politik dan militer di wilayah tersebut telah memulai babak baru konfrontasi dalam bentuk tuntutan rakyat. Dan dengan cara ini, mereka bahkan menargetkan norma dan nilai-nilai yang dilembagakan masyarakat, termasuk menghormati marjaiyah Syiah.
Revolusi Islam, Simbol Perlawanan terhadap Arogansi Global
Rakyat Iran pada hari Senin (4/11/2019) akan memperingati Hari Nasional Melawan Arogansi Global. Pada 4 November 1979, mahasiswa Iran menduduki Kedutaan Besar AS (sarang spionase) di Tehran dalam sebuah aksi protes menentang intervensi Washington.
Setiap tahun, rakyat Iran memperingati momen itu sebagai Hari Nasional Melawan Arogansi Global dengan menggelar pawai akbar menyuarakan persatuan nasional dan solidaritas Islam melawan AS sebagai simbol imperialis dunia.
Dalam kamus politik, arogansi bermakna keangkuhan, menguasai pihak lain (hegemoni), menjajah, dan melakukan eksploitasi budaya, politik, dan ekonomi atas bangsa-bangsa lain oleh kekuatan tertentu. Praktik ini membuat negara lain berada di bawah tekanan, bangsa-bangsa dieksploitasi dan dilemahkan.
Amerika memulai babak baru permusuhan dengan Iran pasca kemenangan Revolusi Islam. Beberapa bulan pasca kemenangan Revolusi Islam, Kedutaan AS di Tehran berubah fungsi menjadi pusat spionase dan koordinasi untuk kubu penentang revolusi.
Pasca pendudukan sarang spionase, reaksi pertama yang diambil oleh presiden AS adalah menjatuhkan sanksi ekonomi dan memblokir aset-aset Iran di bank-bank Amerika dan bank asing yang berkantor di negara itu. Washington kemudian memutuskan hubungan diplomatik dengan Tehran.
Dalam tanggapannya, Imam Khomeini ra berkata, "Jika Carter (Jimmy Carter) di masa hidupnya pernah melakukan sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang-orang tertindas, maka itu adalah pemutusan hubungan ini. Hubungan sebuah bangsa dengan sebuah penjarah yang rakus, akan selalu merugikan bangsa tertindas dan menguntungkan penjarah. Kami menganggap pemutusan hubungan ini sebagai sebuah peristiwa baik, karena pemutusan ini adalah bukti atas terputusnya harapan AS dari Iran. Saya berulang kali mengingatkan bahwa hubungan kita dengan AS sama seperti hubungan bangsa tertindas dengan perampok dunia."
Sejak sarang spionase AS diduduki oleh kelompok mahasiswa pengikut garis Imam Khomeini ra, Washington mengambil tindakan politik dan bahkan persiapan serangan militer, mereka mengirim armada kapal perang ke Teluk Persia dan menyatakan siap menyerang Iran kapan pun. Namun semua skenario itu gagal.
Bekas sarang mata-mata Amerika di Tehran.
Daftar permusuhan AS antara lain; melakukan kudeta 28 Mordad (19 Agustus 1953), memaksakan undang-undang kapitulasi untuk memperbudak rakyat Iran, operasi militer di Gurun Tabas, merancang kudeta Nojeh, menerapkan sanksi ekonomi dan politik, memprovokasi dan mendukung rezim Saddam dalam agresi ke Iran, menembak jatuh pesawat sipil Iran dengan 290 penumpang, mengorganisir dan mendukung anasir anti-revolusi untuk merusak keamanan dengan target penggulingan sistem, serta melancarkan Iranphobia dan propaganda bohong tentang Revolusi Islam Iran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Pihak tertentu mengira bahwa permusuhan dengan kita terjadi karena kita yang memulai pertama, kita selalu menunjuk tangan kita ke arah mereka. Karena itu mereka memusuhi kita. Tidak! Ini sebuah dugaan yang salah… bukan kita yang mengawali, mereka yang mulai duluan, mereka memulainya dengan mencela, menyanksi, menuntut, memberikan tempat kepada musuh bangsa Iran, mereka-lah yang memulai."
Sekarang 40 tahun setelah kemenangan Revolusi Islam, pemerintah AS dengan semangat arogansi tetap mengobarkan permusuhan terhadap Iran. Tindakan pertama AS dalam melawan Revolusi Islam adalah menghasut oposisi dan membantu gerakan separatisme di perbatasan Iran. Tidak hanya itu Washington juga mendukung para pengkudeta terhadap revolusi.
Pemerintah AS memanfaatkan media untuk melancarkan propaganda dan fitnah serta memprovokasi orang-orang untuk bangkit. Washington sekarang memanfaatkan instabilitas regional untuk mempertajam kampanye Iranphobia dan membentuk koalisi anti-Iran.
Salah satu metode penting arogansi global untuk melestarikan hegemoninya atas dunia adalah mencegah kemajuan bangsa-bangsa lemah. Dalam hal ini, AS merekrut orang-orang pintar dari negara ketiga atau negara berkembang, serta menerapkan sanksi dan pembatasan internasional.
Demikian juga yang dilakukan terhadap Iran, AS melakukan upaya maksimal untuk mencegah kemajuan bangsa Iran di bidang politik, ekonomi, militer, ilmiah, dan lain sebagainya.
Di bidang ilmiah misalnya, AS mencegah Iran untuk mencapai teknologi modern seperti yang dilakukan di bidang teknologi nuklir, mereka melakukan sabotase untuk mencegah kemajuan bangsa ini.
Pawai akbar memperingati Hari Nasional Melawan Arogansi Global di Tehran tahun 2018.
Seorang ilmuwan politik Amerika, Noam Chomsky mengatakan, "Para pemimpin AS saat ini adalah penguasa yang paling berbahaya dalam sejarah umat manusia. Ungkapan ini mungkin terlalu keras, tetapi menurut saya, Partai Republik saat ini adalah organisasi yang paling berbahaya dalam sejarah umat manusia. Hitler bahkan tidak merencanakan pemusnahan kehidupan manusia di muka bumi."
Bangsa Iran percaya bahwa perang melawan penindasan dan arogansi global adalah bukan gerakan yang ketinggalan zaman, karena AS baik di masa lalu maupun sekarang, tidak pernah berhenti memusuhi Iran dan mereka melakukan apa yang mereka bisa.
Bangsa ini bangkit melawan konspirasi AS dan membuktikan bahwa dengan berpegang pada prinsip dan cita-cita Revolusi Islam, mereka dapat menghalau hegemoni kekuatan-kekuatan global.
Saat ini, para pejabat AS mengkhawatirkan berubahnya Iran menjadi kekuatan utama di wilayah Timur Tengah. Oleh karena itu, mereka berusaha memutarbalikkan fakta dan memperkenalkan Iran sebagai negara perusak stabilitas di kawasan.
Pemerintah AS sedang mengejar tiga opsi kunci untuk melumpuhkan Iran. Opsi pertama, mengurangi kekuatan pertahanan Iran dengan fokus pada kemampuan misil. Di sini, para pejabat AS benar-benar menyadari akan kekuatan pertahanan Iran dan kemampuan rudal-rudal yang dimilikinya.
Opsi kedua, AS sedang menyusun sebuah skenario untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh dan kekuatan regional Iran serta mematahkan gerakan perlawanan.
Pengaruh regional Iran telah terbukti dalam perang menumpas teroris Daesh. AS mulai memahami bahwa Iran memiliki peran strategis dan peran ini telah memperkuat poros perlawanan serta mengalahkan konspirasi Amerika dan rezim Zionis dalam memecah negara-negara regional.
Opsi ketiga, AS sedang meningkatkan perang ekonomi terhadap Iran atau lebih tepatnya melakukan terorisme ekonomi. Sanksi AS bertujuan untuk memperlemah Iran dari dalam, membuat rakyat pesimis, dan memprovokasi mereka untuk bangkit.
Di era pemerintahan Trump, AS menyusun langkah-langkah baru untuk melawan Iran dan salah satunya adalah prakarsa Hanson. Prakarsa ini disusun oleh Grup Studi Keamanan (SSG) pimpinan Jim Hanson dan diserahkan ke Dewan Tinggi Keamanan Nasional AS.
Hanson berbicara tentang penyebab munculnya sebagian protes di Uni Soviet dan merekomendasikan cara yang sama untuk dijalankan di Iran. Dia menuturkan, "Iran membutuhkan gerakan serupa yang bersandar pada tuntutan untuk memperbaiki kualitas hidup rakyatnya dan mengakhiri penumpasan oleh rezim."
Hanson mengusulkan penerapan sanksi yang paling berat terhadap Iran sehingga pendapatan negara ini terkuras. Pada titik ini, Iran hanya punya dua pilihan yaitu menghabiskan pendapatannya untuk kebutuhan rakyat atau membelanjakan uangnya untuk mendukung poros perlawanan.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa pemerintah AS sejak awal kemenangan revolusi telah berusaha untuk menggulingkan sistem Republik Islam.
Namun, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa meredupnya kekuatan AS telah menjadi sebuah realitas yang disepakati oleh para pakar dunia. Menurutnya, AS menderita kekalahan dalam mewujudkan konspirasinya terhadap Iran selama 40 tahun terakhir.
"Pendudukan sarang mata-mata AS oleh mahasiswa merupakan sebuah tamparan bangsa Iran kepada AS," ungkapnya.
Ayatullah Khamenei menjelaskan kekuatan lunak AS dalam artian pemaksaan pandangannya kepada negara lain, sekarang berada pada situasi yang paling lemah dan sejak presiden saat ini berkuasa, keputusan Washington tidak hanya ditentang oleh bangsa-bangsa, tetapi juga oleh pemerintah Eropa, Cina, Rusia, India, Afrika dan Amerika Latin.
"Hari ini satu-satunya negara yang keputusannya tidak bisa dipengaruhi oleh AS adalah Republik Islam Iran dan ini bermakna kekalahan AS," pungkasnya.
Substansi Militer Kekuatan Arogan dan Angkatan Bersenjata Iran dalam Perspektif Rahbar
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam pada hari Rabu, 30 Oktober, hadir di acara wisuda ke-17 dan pelantikan mahasiswa Sekolah Tinggi Perwira Angkatan Darat Iran di Universitas Pertahanan Udara Khatam Al-Anbia. Setelah melihat unit-unit yang berdiri rapih di alun-alun, Pemimpin Besar Revolusi Islam berbicara kepada hadirin tentang sejumlah masalah, termasuk keamanan regional dan perencanaan musuh-musuh untuk membuat kekacauan di beberapa negara kawasan.
Ayatullah Khamenei di Universitas Pertahanan Udara Khatam Al-Anbia
Keamanan dan menjaganya adalah hal pertama yang dibicarakan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam. Beliau menyebut perlindungan keamanan menjadi tanggung jawab suci dan sensitif angkatan bersenjata Republik Islam dan menjelaskan bahwa kerusakan terbesar yang mungkin dapat dilakukan musuh terhadap negara adalah mencabut keamanan negara itu.
Ayatullah Khamenei mengatakan, "Dalam dunia kekuatan arogan hari ini, lebih dari semua adalah Amerika Serikat, dinas-dinas intelijen Barat dengan dukungan dana sebagian negara-negara reaksioner kawasan berusaha menciptakan kekacauan di negara-negara tetangga kita, dekat kita dan negara-negara kawasan ini dengan merusak keamanan. Ini adalah musuh terburuk dan kebencian paling berbahaya terhadap satu bangsa. saya ambil kesempatan di sini, untuk bersimpati dengan negara-negara ini, seperti Irak, seperti Lebanon, yang dalam kesulitan, sehingga dari sini saya mengatakan bahwa prioritas mereka adalah mengobati rasa tidak aman. Rakyat mereka juga harus tahu bahwa [meskipun] mereka memiliki tuntutan dan tuntutan itu benar, tetapi mereka hanya dapat dipenuhi dalam kerangka struktur hukum. Musuh ingin mengganggu struktur hukum. Ketika tidak ada struktur hukum di suatu negara, muncul kekosongan, tidak ada yang bisa dilakukan, tidak ada langkah positif yang bisa dilakukan; mereka telah memikirkan hal yang sama untuk negara kita tercinta; untungnya, bangsa hadir di medan dengan tepat waktu dan waspada, dan Angkatan bersenjata juga hadir dan berhasil menetralkan. Ini adalah solusi bagi semua negara yang mengalami masalah ini."
Ayatullah Khamenei menyebut hal terpenting yang dimiliki sebuah bangsa dan menjadi kunci bagi hal-hal yang lain adalah keamanan. Rahbar kemudian membandingkan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran dengan militer negara-negara arogan. Beliau menyebut perbedaan Angkatan Bersenjata Iran dengan militer kekuatan arogan adalah substantif, alami dan dalam. Menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam, Menurut pemimpin revolusi, sementara tanggung jawab utama militer Iran adalah untuk menjaga keamanan negara, tetapi lihat misi pasukan kekuatan arogan selama satu abad terakhir, jejak kejahatan militer kekuatan arogan dalam seratus tahun terakhir dapat dilihan diseluruh dunia. Militer Inggris di anak benua India, yakni di Pakistan, India dan Bangladesh sekarang, di burma dan negara-negara kecil di Samudera Hindia ... di sebagian utara Afrika ... mereka berbuat kejahatan sedemikian rupa terhadap bangsa-bangsa, sehingga tidak akan pernah terlupakan ... Semua ini tercatat dalam sejarah dan akan tetap ada."
Di bagian lain dari pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam merujuk pada kejahatan tentara Perancis, dengan mengatakan, "Perancis, yang saat suara kajian hak asasi manusia mereka dan tuntutan demokrasi mereka yang memekakkan telinga hingga tulis, telah melakukan begitu banyak kejahatan di utara Afrika, di Aljazair, Maroko, dan di Tunisia.! Di Asia Timur di Vietnam, sebelum Amerika memasuki Vietnam, ... mereka telah melakukan banyak kejahatan... Di Suriah dan Lebanon saat ini, demikianlah sifat militer kekuatan arogan.
Ayatullah Khamenei seraya merujuk pada kekejaman militer AS di dua pemboman nuklir Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, menewaskan 150.000 dan menyebabkan puluhan ribu orang cacat dan teradiasi gelombang nuklirsenjata nuklir diracuni, menambahkan, "Sifat militer kekuatan arogan adalah tentara tanpa agama, tidak bertuhan dan tidak memiliki moralitas, inilah perbedaan pasukan mereka. Ini, tentu saja, beberapa contoh terbatas yang saya berikan. Jika ada yang ingin berbicara tentang kejahatan pasukan arogan dan melampaui seratus tahun yang telah saya katakan - dalam dua ratus tiga ratus tahun - beberapa buku dapat ditulis dan harus ditulis."
Pidato Ayatullah Khamenei di Universitas Pertahanan Udara Khatam Al-Anbia
Pemimpin Revolusi Islam mengangkat pertanyaan tentang dari mana pasukan ini mendapat dukungan dan dari mana kemampuan pasukan ini berasal?
Beliau mengatakan, "Tentara ini bergantung pada negara arogan, yaitu masalahnya bukan pada tentara itu sendiri, tetapi dengan tempat bersandar militer, yaitu sistem arogan. Lihat! Rahasia yang Anda dan saya tekankan, kami ulangi bahwa kami mengandalkan al-Quran, kami menginginkan sistem Islam, ini dia. Ketika manusia jatuh ke dalam sistem tanpa moralitas, tanpa agama, tanpa orientasi yang tepat, inilah hasilnya, tentara menjadi seperti ini. Dukungan pasukan ini yang melakukan semua kejahatan ini adalah kekuatan politik yang memerintah negara-negara ini, mereka mendukung pasukan itu, dan tentara-tentara ini, pada gilirannya, memelihara dan menjaga sistem-sistem itu, inilah sifat alami dari pekerjaan itu."
Pemimpin Besar Revolusi Islam selanjutnya menyinggung kinerja revolusioner Angkatan Bersenjata Iran pada awal kemenangan Revolusi Islam, menghadapi kelompok disintegrasi yang berafiliasi dengan kekuatan asing di awal revolusi, dalam delapan tahun pertahanan suci, di perbatasan pada tahun-tahun setelah kemenangan pertahanan suci dan dalam mendukung front Muqawama. Universitas-universitas perwira Angkatan Bersenjata Republik Islam sebagai lembaga yang menonjol dan penting yang, seiring waktu, memiliki komandan yang setia dan kompeten mampu menciptakan perubahan pada kemampuan internal, organisasi, taktik operasional, konstruksi dan pemikiran serta budaya militer. Sedemikian besar perubahan itu sehingga orientasi anti-agama dari militer selama periode taghut berubah 180 derajat dan mengarah pada orientasi agama, budaya dan Islam. Pemimpin Revolusi Islam menunjukkan tugas masa depan Angkatan Darat Republik Islam Iran dengan ucapannya:
"Ada tugas untuk masa depan. Para hadirin! Lihat, apa arti negara bebas? ... Bangsa yang bebas adalah bangsa yang bebas berkehendak, bertindak bebas serta mengidentifikasi kepentingan sejati dan nasionalnya, dan dengan itu kemandirian kehendak dan kemandirian tindakan, ia menyediakan semua kepentingan itu untuk bangsanya sendiri dan untuk negaranya sendiri ..."
Demi meraih semua hal-hal penting ini, menurut Ayatullah Khamenei, membutuhkan hati nurani dan kesadaran.
"Jika kita tidak memiliki kesadaran, jika kita tidak memiliki visi yang benar, mata terbuka, tidak memiliki kewaspadaan yang diperlukan, tidak mampu mengidentifikasi kepentingan hakiki kita dengan tepat, tidak mengidentifikasi cara yang tepat untuk mencapai kepentingan itu dan tidak mampu mengenali dengan tepat orang yang dapat menanggung beban besar ini, ketika tidak ada kesadaran, seperti manusia yang tidak memiliki mata, ia tidak dapat melihat jalan. Kesadaran bagi sebuah negara, sebuah bangsa dan setiap orang sangat penting. Bila kekhususan ini ada pada satu negara dan satu bangsa, pada waktu itu, bangsa tersebut akan sampai pada hasil yang diinginkan. Kesadaran ini menyebar pada semua rakyat. Dalam sistem Islam, setiap dari kalian harus melihat, memikirkan dan mengenali, mengidentifikasi dan melakukan, merasa punya keweajiban dan tetap waspada jangan sampai musuh mempengaruhi perhitungan pemikiran kalian," ungkap Rahbar.
Menyimpulkan bagian dari pidato ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan bahwa musuh tidak boleh dipercaya dan tidak merasa optimis dengan mereka secara sederhana. Begitu juga tidak boleh mengabaikan pergerakan musuh, harus selalu waspada terhadap rencana dan pergerakan musuh. Jangan menganggap hina musuh dan lemah. Ayatullah Khamenei mengatakan kita harus mengetahui musuh dengan ukurannya sendiri dan mempersiapkan diri untuk membela diri melawan musuh yang menyerang.
Rahbar mengatakan, "Hadirin! Jangan lalai dengan kemenangan. Kemenangan sesuatu yang bernilai dan patut bergembira, tetapi jangan lalai dengan kemenangan."
Beliau menyinggung perang Uhud yang terjadi di masa Nabi Muhammad Saw, dimana kemenangan yang telah diraih berubah menjadi kekalahan akibat kelalaian umat Islam. Kemenangan, menurutnya, harus dipertahankan. Mempertahankan kemenangan berarti menjaga faktor-faktor kemenangan seperti iman, jihad berkesinambungan, usaha terus menerus, persatuan dan sinergi.
Pidato Ayatullah Khamenei di Universitas Pertahanan Udara Khatam Al-Anbia
Di bagian lain pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengingatkan pasukan angkatan bersenjata, "dalam al-Quran di satu tempat disebutkan al-Fitnatu Asyaddu Min al-Qatl, di bagian lain disebutkan al-Fitnatu Akbaru Min al-Qatl. kata Asyadd berarti lebih sulit, sementara Akbar berarti lebih besar. Membunuh adalah sesuatu yang buruk dan tidak diinginkan, tetapi fitnah lebih buruk dari itu. Baiklah. Bila fitnah lebih buruk dari membunuh, maka pasukan keamanan harus mengambil formasi dan ketertiban yang diperlukan dalam menghadapi fitnah. Mereka harus mempertahankan kesiapan mereka sendiri untuk penghasutan. Ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan oleh lembaga-lembaga."
Akhir dari pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei berkenaan dengan masalah harapan akan masa depan. Rahbar menyinggung terwujudnya janji-janji ilahi dalam perang para pemuda mukmin Lebanon dan Palestina dengan rezim Zionis Israel.
Rahbar mengatakan, "Hari ini kita melihat pemenuhan janji ilahi di depan mata kita. Hadirin sekalian! Siapa yang membayangkan bahwa rezim Zionis yang tidak bisa ditangani oleh angkatan bersenjata dari beberapa negara - dalam satu perang, pasukan Zionis Israel mampu mengalahkan kekuatan tiga negara Arab dalam waktu enam hari; dalam sebuah perang lain hanya dalam jangka waktu sekitar 10 hingga 12 hari mereka mampu mengalangkah - pasukan bersenjata yang kuat ini dan tiga pasukan dari tiga negara tidak mampu melawannya, terpaksa mundur dari posisinya oleh para pemuda mukmin Hizbullah dan akhirnya kalah lalu tangan mereka diangkat ke atas sebagai tanda kalah hanya dalam waktu 33 hari! Lebih penting dari ini, pasukan Zionis kalah menghadapi para pemuda penuh dedikasi Palestina di Gaza ... dalam 22 hari, pernah juga kalam dalam 7 hari dan memohon untuk gencatan senjata. Siapa yang membayangkan semua ini? Ketika ada perlawanan, kesabaran, tawakal kepada Allah, ketika meyakini janji-janji Allah, ini yang terjadi... Saya ingin menyampaikan kepada kalian. Pawai akbar Hak Kepulangan yang dilakukan hari-hari ini di Gaza, suatu hari akan berujung pada kembalinya warga Palestina secara pasti ke tanah airnya dan para pemilik tanah ini akan kembali ke tanahnya. Insya Allah."
Brexit Krisis Terbesar Inggris; Dimensi Internal dan Eksternal Baru
Masalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) kini telah menjadi krisis terbesar negara itu sejak abad ke-17 hingga kini. Meskipun pada awalnya tidak sulit untuk diselesaikan, tetapi sekarang memiliki dimensi internal dan eksternal yang sedemikian rumit sehingga tidak hanya terwujudnya Brexit yang tampaknya terlalu mengada-ada, tetapi proyek ini adalah sumber dari perselisihan internal baru, perselisihan dengan Uni Eropa dan telah menjadi dalih untuk intervensi Amerika dalam urusan Inggris.
Kondisi ini mendorong Nigel Farage, pemimpin partai sayap kanan ekstrem Brexit yang oleh para pendukungnya dijuluki "Ayah Angkat Brexit", baru-baru ini memberi peringatan serius tentang friksi yang terjadi dalam masyarakat Inggris soal Brexit dan konsekuensi buruknya. Tentang perselisihan serius soal keluarnya negara ini dari Uni Eropa antara para politisi dan masyarakat biasa, Farage mengatakan, "Inggris telah terlibat dalam perselisihan terbesar sejak perang saudara abad ke-17."
Brexit
Farage merujuk pada perpecahan tajam antara partai yang berkuasa, Partai Konservatif dan partai-partai oposisi, terutama Partai Buruh dan Partai Demokrat Liberal, serta perpecahan antara warga Inggris menjadi dua kelompok terkait Brexit, sementara sejumlah besar anggota parlemen Konservatif memilih bersama wakil-wakil dari partai oposisi dalam voting Majelis Rendah Inggris.
Partai-partai oposisi, terutama Partai Buruh, sekarang menyerukan referendum atau pembatalan Brexit secara mendasar. Tuntutan mereka memicu kemarahan Perdana Menteri Inggris. Sementara itu, pengakuan Nigel Farage sebagai politisi sayap kanan ekstrem akan adanya perpecahan tajam dalam masyarakat Inggris menunjukkan seberapa dalam dan tidak dapat disatukannya perselisihan itu.
Perdana Menteri Konservatif Inggris Boris Johnson dan pendukung garis keras Brexit berpikir bahwa setelah berkuasa ia akan dapat membuka simpul Brexit dan seperti yang dijanjikan, Inggris hingga 31 Oktober 2019, akan meninggalkan Uni Eropa, dengan atau tanpa kesepakatan. Namun perlawanan oposisi dan Majelis Rendah atas keinginan ini, pada akhirnya, menyebabkan kegagalan Johnson untuk mewujudkan janji keluarga Inggris dari Uni Eropa pada 31 Oktober dan, akibatnya, batas waktu tiga bulan baru Uni Eropa untuk Brexit hingga 31 Januari 2020 dan, yang paling penting, Majelis Rendah akan menyelenggarakan pemilu awal pada 12 Desember 2019 itu yang menjadi pertaruhan besar bagi masa depan politik Johnson.
Johnson telah berseteru dengan Majelis Rendah selama beberapa sejak menjabat demi memuluskan keinginannya dan bahkan telah melangkah lebih jauh mendapat izin Ratu Elizabeth untuk meliburkan Majelis Rendah. Tetapi seperti pertandingan gulat, Majelis Rendah selalu dapat mengalahkan setiap teknik yang dilakukan Johnson, sehingga membatalkan semua rencana Perdana Menteri Inggris yang kontroversial untuk memenuhi janjinya meninggalkan Inggris pada 31 Oktober 2019.
Boris Johnson telah berjanji untuk menarik Inggris keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan. Berbicara kepada oposisi di parlemen Inggris tentang pendekatan dalam proses pelaksanaan Brexit, Johnson mengatakan oposisi tidak ingin Brexit berhasil. Mereka terus-menerus menunda ini, yang telah menyebabkan banyak kerusakan pada keluarga dan perekonomian negara.
Tetapi dalam beberapa minggu terakhir, Johnson belum dapat mencapai konsensus bahwa Majelis Rendah akan setuju soal Brexit. Karena itu, di bawah tekanan dari parlemen, ia menyerukan perpanjangan tenggat waktu Brexit dari UE dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengumumkan bahwa UE telah sepakat untuk memperpanjang tenggat waktu untuk pelaksanaan Brexit sampai 31 Januari. Johnson mengatakan dalam sepucuk surat kepada Presiden Dewan Eropa bahwa dia akan setuju untuk memperpanjang batas waktu selama tiga bulan, terlepas dari keinginannya.
Meskipun ia berharap para pejabat Uni Eropa tidak akan setuju dengannya, persetujuan Dewan Eropa untuk perpanjangan tiga bulan pemilihannya mengubah jalannya, dan ia menyerahkan RUU kepada Majelis Rendah dan menuntut dilakukannya pemilu awal. Dengan alasan ini, Johnson terpaksa untuk memperpanjang batas waktu ketika upayanya untuk menarik diri dari Uni Eropa gagal pada 5 Oktober dan parlemen memaksanya untuk meminta Brussels memperpanjang batas waktu untuk mengimplementasikan Brexit.
Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris
Johnson mengusulkan pemilu awal untuk menyingkirkan situasi sulit ini, yang pada awalnya ditentang oleh Majelis Rendah pada 28 Oktober, tetapi akhirnya, setelah banyak pertimbangan, dalam voting yang dilakukan pada 29 Oktober, Johson berhasil memenangkan persetujuan parlemen untuk mengadakan pemilihan awal. Sebenarnya, RUU penyelenggaraan pemilu awal hingga kini telah beberapa kali ditolak di Majelis Rendah, tetapi Perdana Menteri Inggris bersikeras perlunya pemilu awal dan konsultasi maraton akhirnya berhasil mendapatkan suara dari para anggota parlemen untuk dibahas dan RUU berhasil diratifikasi dengan 438 suara setuju dan 20 suara menolak. Kini, salah satu pemilu paling penting dan menentukan dalam sejarah Inggris akan diadakan pada 12 Desember 2019. Dengan demikian, Majelis Rendah Inggis akan dibubarkan setelah RUU ini disetujui di Majelis Tinggi dan hasil pemilu awal akan menentukan komposisi baru Majelis Rendah dan selanjutnya adalah masa depan Brexit.
Johnson menganggap solusi terbarunya adalah menyelenggarakan pemilu awal, sehingga partai Konservatif dapat memenangkan pemilu parlemen awal dengan kemenangan yang menentukan dan dengan terbenuknya parlemen yang sesuai dengan pandangannya, kesepakan Brexit dapat diimplementasikan dan merealisasikan pemisahan Inggris dari Uni Eropa.
Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, dimana penolakan partai ini menyebabkan kegagalan pemerintah Inggris untuk mengadakan pemilu awal beberapa kali, mengatakan, "Kami telah sepakat untuk mengadakan pemilu awal setelah memastikan opsi pemisahan secara sepihak dari Uni Eropa dihilangkan."
Dengan demikian, pemilu awal akan diadakan di Inggris pada 12 Desember, dengan Johnson berharap untuk menang dan membentuk parlemen dengan mayoritas Konservatif demi meratifikasi apa saja yang dibutuhkan terkait Brexit dan mengimplementasikannya tanpa rintangan. Namun, pemilu awal merupakan risiko besar baginya karena jika ia gagal menang, ia akan kehilangan pertaruhan politik dan kehilangan status dan kekuasaan politiknya, seperti Theresa May, mantan Perdana Menteri Inggris.
Di sisi lain, Partai Buruh, yang sekarang memegang jumlah kursi terbesar di Parlemen Inggris setelah Partai Konservatif, berharap untuk memenangkan mayoritas mengingat kegagalan pemerintah dan Partai Konservatif terkait Brexit dan penolakan masyarakat dengan pendekatan Brexit dari partai ini. Kenyataan ini membuat Partai Buruh dapat meraih mayoritas kursi di Majelis Rendah dengan sendirinya dapat memiliki kekuatan politik. Untuk mengumpulkan lebih banyak suara, Partai Buruh telah mengumumkan bahwa salah satu pendekatannya jika partai itu berkuasa adalah menyerahkan nasib Brexit kepada rakyat dengan mengadakan referendum.
Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh Inggris
Selain Inggris, Uni Eropa memiliki pandangan dan kepentingannya sendiri. Brussels ingin mengklarifikasi seluruh hubungan London-UE, termasuk masa depan perdagangan dan hubungan ekonomi, terutama masalah dua perbatasan Irlandia. Terlepas dari keuletan awal Johnson, kesepakatan baru dicapai pada pertengahan Oktober 2019 dalam negosiasi yang kompleks dan terperinci antara kedua belah pihak. Meskipun Majelis Rendah Inggris akhirnya menyetujui kesepakatan itu, ia mengatakan perlu waktu untuk memeriksa detailnya dan Dewan Eropa pada dasarnya setuju untuk memperpanjang waktu keluarnya Inggris dari Uni Eropa hingga 31 Januari 2020.
Meskipun Uni Eropa telah sepakat untuk memperpanjang batas waktu Brexit, hal itu telah menyebabkan peningkatan perselisihan di antara negara-negara anggota UE. Beberapa dari mereka, termasuk Perancis, menginginkan batas waktu dua minggu bagi Inggris untuk melaksanakan Brexit. Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa dalam waktu kurang dari dua minggu, tetapi beberapa negara, seperti Jerman dan Irlandia, menyetujui tenggat waktu tiga bulan untuk London, yang pada akhirnya membuat Jerman dan para mitranya yang menang.
Masalah besar lain dalam krisis Brexit adalah prospek hubungan Inggris dengan AS di era pasca-Brexit, yang kini telah menjadi pertanyaan utama dalam hubungan London-Washington. Presiden AS Donald Trump telah meningkatkan pendekatan intervensionisnya ke Inggris dalam setahun terakhir dan, di samping dukungan langsung untuk Perdana Menteri Boris Johnson, Washington memberikan saran tentang bagaimana dan kapan harus memilih.
Dalam pidato intervensif baru-baru ini, Trump mengatakan bahwa pemilihan pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn untuk posisi perdana menteri Inggris dalam pemilu mendatang adalah buruk. Trump menyebut Perdana Menteri Konservatif Boris Johnson saat ini sebagai "orang yang luar biasa" dan mengklaim bahwa Corbyn akan memimpin Inggris dengan cara yang sangat buruk. Presiden AS telah berulang kali campur tangan dalam urusan dalam negeri Inggris, termasuk masalah meninggalkan Uni Eropa, dan telah berulang kali memuji Johnson.
Trump juga mengkritik perjanjian pemerintahan Johnson dengan Uni Eropa tentang Brexit dan mengatakan, "Bagian dari kesepakatan itu menghambat perdagangan Washington dengan London."
Donald Trump dan Boris Johnson
Trump, seperti Johnson, mendukung penarikan penuh Inggris dari Uni Eropa. Presiden AS yang kontroversial berpendapat bahwa London tidak harus membayar biaya kepada Brussels untuk meninggalkan Uni Eropa.
Terlepas dari keinginan Konservatif Inggris untuk memperluas hubungan dengan Amerika Serikat, Partai Buruh tidak memiliki sikap yang sangat positif dalam hal ini. Jeremy Corbyn menekankan, "Kami tidak akan menjual layanan publik Inggris kepada Donald Trump atau investor Amerika lainnya."
Corbyn mengutip harapan orang Amerika untuk mengendalikan ekonomi Inggris, sektor bisnis dan publik setelah negara itu meninggalkan Uni Eropa. Bagi pemimpin Partai Buruh, ini dipandang sebagai gangguan dalam urusan dalam negeri Inggris dan tanda pendekatan hegemonik Washington. Corbyn mengatakan, "Trump sedang berusaha untuk ikut campur dalam pemilu Inggris sehingga temannya Boris Johnson akan terpilih. Saya mengerti bahwa presiden AS tidak senang dengan prospek terpilihnya Partai Buruh di Inggris."
Trump beranggapan bahwa dengan menegaskan kembali Johnson sebagai perdana menteri baru Inggris setelah pemilu awal, ia akan sepenuhnya sejalan dengan mandatnya dan dapat berurusan dengan Uni Eropa dan melemahkan Eropa bersatu melalui dia.
Jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, Inggris akan menghadapi masalah ekonomi, politik, dan keamanan yang sangat besar. Terutama jika masalah batas antara kedua negara Irlandia tetap belum terselesaikan, dapat diprediksi bahwa Irlandia Utara akan sekali lagi terganggu oleh ketidakstabilan politik dan kekerasan sektarian antara Katolik Republik dan Protestan Kerajaan setelah surut dengan kesepakatan Jumat Agung tahun 1998.
Di sisi ekonomi Brexit tanpa kesepakatan juga akan memiliki konsekuensi serius bagi Inggris. Business Europe, organisasi bisnis terbesar di Eropa, telah memperingatkan dalam laporan terbarunya bahwa Brexit tanpa kesepakatan itu adalah bencana.
Secara keseluruhan, terlepas dari semua perkembangan terakhir, dapat dikatakan bahwa prospek Brexit tetap ambigu, dan hasil pemilu awal tidak hanya akan membentuk situasi hari ini tetapi juga nasib generasi mendatang di Inggris.
Kebohongan AS soal Penumpasan Daesh
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang terkenal dengan keputusan-keputusan kontroversial dan tak terduga. Pada 19 Desember 2018, ia secara mengejutkan mengumumkan penarikan pasukan AS dari Suriah.
Trump mengumumkan kemenangan atas kelompok teroris Daesh dan mengklaim bahwa AS sudah tidak punya alasan lagi untuk bertahan di Suriah.
"Kami sudah mengalahkan Daesh di Suriah dan ini adalah satu-satunya alasan kehadiran kami di sana selama masa pemerintahan saya," kata Trump via akun Twitter-nya. Dalam sebuah tweet lain, Presiden AS menulis, "Setelah kami memperoleh kemenangan bersejarah dalam perang melawan Daesh, sekarang tiba waktunya untuk memulangkan pasukan kami dari Suriah ke rumah."
Gedung Putih dalam sebuah statemen pada 22 Maret 2019, menyatakan basis terakhir Daesh di Suriah sudah dihancurkan.
Namun, klaim Trump tentang kekalahan Daesh dan rencananya menarik pasukan dari Suriah, tidak mendapat sambutan dari dalam negeri dan para sekutu Amerika. Senator Republik, Lindsey Graham menganggap penarikan pasukan AS dari Suriah sebagai kesalahan dan mengatakan, langkah ini akan menambah motivasi Daesh untuk bangkit.
Menurut Profesor Nader Entessar, dosen Universitas Alabama, keputusan AS ini atau lebih tepatnya keputusan pribadi Trump dalam situasi saat ini, benar-benar di luar prediksi dan menimbulkan syok dalam kebijakan luar negeri AS.
Departemen Pertahanan AS pada 7 Agustus 2019 menyatakan Daesh memperkuat kemampuan operasi teror di Irak dan kembali bangkit di Suriah. Laporan Pentagon ini bertentangan dengan statemen Trump mengenai kekalahan Daesh.
Menurut situs resmi Pentagon, laporan Operation Inherent Resolve (OIR) mengatakan bahwa teroris Daesh sedang berpindah tempat di Suriah dan memperkuat posisinya di Irak.
OIR adalah sebuah operasi yang dilakukan militer AS dengan klaim mengalahkan Daesh dan digelar dari 21 Agustus 2016 sampai sekarang. Berdasarkan prediksi OIR, sekitar 14.000 – 18.000 teroris Daesh beroperasi di Irak dan Suriah, lebih dari 3.000 dari mereka adalah petempur asing yang bergabung dengan Daesh.
Trump menyebut Obama sebagai pendiri Daesh.
Utusan Khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey pada Agustus 2019 mengatakan sekitar 15.000 ribu anggota aktif Daesh memiliki kehadiran di Suriah dan Irak.
Meski ada peringatan tentang kebangkitan kembali Daesh, Trump tetap menarik pasukan Amerika dari daerah yang diserang Turki di Suriah Utara pada Oktober lalu. Militer Turki menggelar operasi di Suriah Utara sejak 9 Oktober dengan klaim membersihkan anasir teroris dari perbatasannya dan memulangkan pengungsi Suriah ke negaranya.
Dalam operasi itu, militer Turki ikut menyerang penjara dan kamp-kamp tempat menampung teroris Daesh dan keluarga mereka. Serangan ini memberikan ruang bagi Daesh untuk melarikan diri. Hampir 11.000 teroris Daesh dipenjara di Suriah Utara.
Menurut beberapa laporan, sedikitnya 800 teroris Daesh melarikan diri dari penjara-penjara yang dikendalikan oleh pasukan Kurdi Suriah. Trump secara lahiriyah meminta pasukan Turki dan Kurdi untuk mencegah teroris Daesh melarikan dairi dari Suriah Utara.
"Kami memiliki tahanan Daesh yang paling jahat. Turki dan Kurdi tidak boleh membiarkan mereka melarikan diri. Eropa seharusnya memulangkannya kembali setelah banyak permintaan. Mereka harus melakukannya sekarang. Mereka tidak akan pernah datang atau diizinkan masuk ke Amerika Serikat!," tulis Trump di akun Twitter-nya.
Trump sebenarnya mengambil sikap standar ganda dalam masalah tersebut. Di satu sisi, dia mengklaim bahwa Daesh di Suriah telah musnah dan tidak ada alasan lain untuk mempertahankan kehadiran pasukan AS di negara Arab itu. Sebab, mereka telah bertugas sejak 2014 dengan dalih memerangi terorisme di bawah koalisi internasional anti-Daesh.
Di sisi lain, Trump memperingatkan Ankara dan Kurdi untuk mengawasi para teroris Daesh agar tidak melarikan diri dari penjara-penjara di Suriah Utara dan memulai kembali kegiatan mereka.
Mantan Menteri Pertahanan AS, James Mattis mengatakan jika Washington tidak melanjutkan tekanannya terhadap Daesh di Suriah, kelompok teroris ini akan memulai kembali aktivitasnya dan bangkit kembali.
Abu Bakr al-Baghdadi.
Pada 27 Oktober lalu, media-media Amerika mengutip keterangan para pejabat Washington, menyatakan militer AS telah membunuh pemimpin Daesh Abu Bakr al-Baghdadi dalam sebuah operasi di barat laut Suriah.
Majalah Newsweek melaporkan bahwa operasi itu dilakukan oleh pasukan khusus AS setelah memperoleh informasi akurat tentang tempat persembunyian al-Baghdadi di Provinsi Idlib.
Trump dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada tanggal yang sama, memberikan briefing tentang proses pembunuhan al-Baghdadi. Dia mengatakan tadi malam AS membunuh pemimpin organisasi teroris terbesar di dunia dan ia sendiri memantau pelaksanaan operasi tersebut.
Namun, Trump sama sekali tidak berbicara tentang peran pemerintah AS dalam membentuk kelompok-kelompok teroris seperti Daesh. "Tadi malam, Amerika Serikat membawa pemimpin teroris nomor satu dunia itu ke pengadilan. Abu Bakar al-Baghdadi sudah mati. Dia adalah pendiri dan pemimpin Daesh, organisasi teror paling kejam dan paling buas di dunia," kata Presiden AS.
Trump mulai melakukan propaganda media mengenai kematian al-Baghdadi dan sama seperti para pemimpin Amerika sebelumnya, ia juga berdiri di depan pers dan berusaha menampilkan dirinya sebagai pahlawan. Padahal, Trump pernah berkata Daesh dibentuk oleh pemerintahan Barack Obama.
Selama masa kampanye pilpres 2016, Trump menyebut pemerintahan Obama sebagai aktor pembentuk kelompok teroris Daesh. Jadi, sebenarnya AS adalah pembentuk dan pendukung utama Daesh. Dia mengkritik keras pemerintahan Obama mengenai kemunculan Daesh. Trump dalam kampanye pada Januari 2016 mengatakan, "Mereka (Barack Obama dan Hillary Clinton) adalah orang-orang yang tidak jujur. Hillary bersama Obama telah membentuk Daesh."
Apakah Trump benar-benar lupa mengenai pernyataannya di masa lalu atau sekarang berusaha mengalihkan opini publik Amerika dari persoalan yang dihadapinya seperti isu pemakzulan di Kongres.
AS membebaskan Abu Bakr al-Baghdadi dari penjara Abu Ghraib Irak pada 2009. Keputusan ini membuka peluang baginya untuk memimpin sebuah kelompok teroris-takfiri Daesh, dan kemudian melakukan kejahatan besar-besaran di Suriah, Irak, dan wilayah lain. Sekarang masa pakai al-Baghdadi telah habis dan pasukan AS membunuhnya sehingga rahasia-rahasia yang dimiliknya akan terkubur untuk selamanya.
AS tidak dapat menutupi perannya dalam kemunculan Daesh. Sepak terjang AS di Suriah menunjukkan bahwa Washington benar-benar memperlakukan Daesh sebagai alat. Meski AS selalu mengklaim memerangi terorisme, tetapi perang ini sangat terbatas dan tidak punya misi untuk memusnahkan kelompok teroris.
AS dari 2011 sampai 2014 memberikan dukungan kepada Daesh dan memainkan peran besar dalam penyediaan logistik dan dana. Pada masa Obama, AS hanya berusaha mengontrol kelompok teroris Daesh dan pada 2014, membentuk koalisi internasional anti-Daesh.
Pada masa itu, AS ingin mempertahankan Daesh dalam batas yang bisa dikendalikan sehingga dapat digunakan untuk memerangi militer dan pemerintah Suriah dan sekutunya.
Patroli pasukan AS di sekitar ladang minyak Suriah.
Pemerintah AS sampai sekarang masih mempertahankan pasukannya di Suriah dengan alasan melindungi ladang-ladang minyak negara Arab itu. Menteri Pertahanan AS Mark Esper pada 28 Oktober 2019, mengklaim bahwa kehadiran pasukan AS di Suriah bertujuan untuk melindungi ladang minyak negara itu, karena kami tidak ingin ladang minyak kembali jatuh ke tangan Daesh.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov mengatakan badan-badan pemerintah AS telah menyelundupkan minyak Suriah dan mereka memperoleh pemasukan lebih dari 30 juta dolar dari penyelundupan minyak Suriah.
Meskipun AS mengaku ingin melindungi sumur minyak Suriah agar tidak jatuh ke tangan Daesh, namun Benjamin Hart dalam artikelnya di New York Magazine menulis, “Prioritas pertama kebijakan pemerintahan Trump di Suriah adalah menyita dan menguasai sumber-sumber minyak negara Arab itu.”
Tindakan AS jelas melanggar hukum dan aturan internasional. Mereka tidak hanya melanggar Piagam PBB yaitu menduduki negara lain secara ilegal, tetapi memposisikan dirinya sebagai polisi dunia dan menganggap dirinya bertanggung jawab untuk melindungi instalasi minyak Suriah.
Lalu, lembaga internasional mana yang telah memberikan otorisasi ini kepada AS? Apakah ada permintaan dari pemerintah Damaskus kepada Washington?
AS telah menduduki sebuah negara berdaulat dengan alasan memerangi terorisme dan mencegah kebangkitan Daesh, padahal Trump berulang kali menegaskan bahwa Daesh telah musnah.
Sekarang benar-benar jelas bahwa Daesh dan perang anti-teror hanya alasan AS untuk menempatkan pasukannya dan merusak stabilitas Suriah.
Perlawanan Anti Arogansi Global Perspektif Rahbar
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei pada Ahad (3/11/2019) melakukan pertemuan dengan mahasiswa dan pelajar di Tehran. Pertemuan ini untuk menyambut peringatan Hari Nasional Melawan Arogansi Global yang jatuh pada tanggal 13 Aban atau 4 November 2019.
Pada 4 November 1979, mahasiswa Iran menduduki Kedutaan Besar AS (sarang spionase) di Tehran dalam sebuah aksi protes menentang intervensi Washington. Setiap tahun, rakyat Iran memperingati momen itu sebagai Hari Nasional Melawan Arogansi Global dengan menggelar pawai akbar menyuarakan pekikan anti-Amerika sebagai simbol imperialis dunia.
Di awal pertemuan, Rahbar mengucapkan selamat datang kepada para pelajar dan mahasiswa, serta menyebut mereka sebagai generasi baru yang penuh energi dan pekerja keras.
"Hari ini generasi baru di negara kita memiliki sifat-sifat ini: mereka penuh energi, kekuatan, dan motivasi. Mereka siap memikul setiap tugas yang diserahkan kepadanya. Inilah yang kami saksikan di sebagian besar pemuda di negara ini. Keberadaan kalian kaum muda dan orang-orang terkasih adalah berkah bagi negara. Kalian harus mempertahankan diri di jalan yang lurus karena negara ini membutuhkan kalian," tambahnya.
Ayatullah Khamenei kemudian berbicara tentang Hari Nasional Melawan Arogansi Global dan mengatakan permusuhan Amerika terhadap bangsa Iran adalah kebijakan permanen para pejabat Washington.
"Saya akan memberi tahu kalian bahwa AS tidak pernah berubah sejak bulan Aban tahun 1343 Hijriah Syamsiah. Selama masa itu, rezim yang ditunjuk oleh AS, mengirim Imam yang kita cintai (Imam Khomeini ra) ke pengasingan, mereka tidak pernah berubah sampai Aban 1398 yang merupakan masa sekarang," ungkapnya.
Menurut Rahbar, Amerika tetap Amerika yang sama. Mereka adalah serigala yang sama yang ada pada masa itu, mereka ada di Washington pada saat ini. Kediktatoran global dan internasional yang sama juga ada di AS dewasa ini.
"Di masa itu, AS adalah sebuah diktator internasional yang memiliki pasukan di berbagai belahan dunia. Gendarme dan tentara bayaran regionalnya adalah Mohammad Reza Pahlavi. Di bagian lain dunia, ada individu-individu lain. Saat ini kediktatoran yang sama tetap ada, tetapi dengan metode dan alat yang lebih baru. Tetap dengan sifat serigala yang sama, kediktatoran internasional yang sama, keburukan yang sama, dan tetap arogan yang sama sekali tidak mengenal batas. AS adalah tetap Amerika yang sama. AS hari ini tentu saja telah melemah. Mereka sudah lebih lemah dibandingkan dengan tahun 1343 HS, tetapi juga menjadi lebih buas dan lebih nekad. Inilah Amerika," paparnya.
Ayatullah Khamenei lebih lanjut menuturkan AS selalu memperlihatkan permusuhan terhadap Iran di sepanjang sejarah hubungan Washington-Tehran. Ini bahkan terjadi selama masa rezim despotik. Permusuhannya terhadap Iran sebelum revolusi melibatkan kudeta terhadap Doktor Mossadegh.
Dampak dari kudeta ini, AS secara penuh mengendalikan angkatan bersenjata, minyak, kebijakan, dan budaya bangsa Iran. Pasca kemenangan Revolusi Islam pada 1979, AS melanjutkan permusuhan terhadap rakyat Iran melalui ancaman, sanksi, gangguan, dan infiltrasi.
Rahbar menjelaskan bahwa beberapa orang mendistorsi sejarah, mereka percaya bahwa perselisihan antara Iran dan AS dimulai setelah peristiwa pendudukan sarang spionase AS.
"Konflik antara bangsa Iran dan AS dimulai sejak tanggal 28 Mordad dan bahkan sebelum itu. Pada 28 Mordad, perselisihan mencapai puncaknya. Mereka-lah yang bersikap pengecut dan licik. Lewat kudeta, mereka membuat rakyat Iran sengsara di bawah rezim yang korup dan dependen. Ini bukan masalah yang kecil!
Selama bertahun-tahun, negara kita diinjak-injak oleh rezim boneka Amerika. Jadi, titik awal permusuhan adalah 28 Mordad tahun 1332 HS (Agustus 1953) dan tentu saja, sebelum itu ada konspirasi tertentu juga. Para pejabat AS terjun ke arena dan melancarkan sebuah kudeta di negara merdeka terhadap pemerintahan nasional dan merakyat yang telah mempercayai AS. Washington kemudian memasang sebuah rezim yang korup, jahat, rezim yang menindas, dan kejam.
Pada masa itu bangsa Iran mengambil posisi yang realistis terhadap AS. Lihatlah bahwa Imam Khomeini ra berkata pada tahun 1342 HS – 10 tahun setelah kudeta 28 Mordad – bahwa bangsa Iran tidak membenci siapa pun di dunia lebih dari presiden AS. Dengan kata lain, Imam pada tahun 1342 HS mengenal rakyatnya, dan kondisinya memang seperti itu," kata Ayatullah Khamenei.
Rahbar memandang Revolusi Islam sebagai sebuah gerakan yang bertujuan melawan Amerika. Revolusi Islam di bawah kepemimpinan Imam Khomeini dan dengan partisipasi rakyat, telah menggulingkan rezim monarki despotik dan mendirikan Republik Islam.
"Slogan orang-orang dan kelompok yang turun ke jalan serta menempatkan diri mereka dalam bahaya adalah slogan-slogan anti-Amerika. Selama rentang waktu itu yakni dari 1357 sampai sekarang, AS melakukan apapun yang mereka bisa untuk menunjukkan permusuhannya terhadap bangsa Iran.
Tindakan itu termasuk kudeta, berusaha memecah wilayah Iran, blokade, dan sejenisnya. Kalian melihat bahwa AS telah melakukan apapun yang mereka bisa selama masa itu. AS menunjukkan permusuhannya terhadap bangsa Iran sebanyak yang mereka bisa.
Tentu saja kita juga tidak tinggal diam. Kita juga melakukan apapun yang kita bisa untuk melawan AS. Kita berhasil menyudutkan lawan di atas ring pada kesempatan tertentu dan mereka gagal membela diri. Ini sangat jelas dan seluruh dunia juga melihatnya," tambahnya.
Menurut Ayatullah Khamenei, cara terpenting Republik Islam dalam melawan konspirasi AS adalah menutup jalan baru infiltrasi politik mereka di Iran. Ketika dikatakan bahwa kita tidak boleh bernegosiasi, ini adalah salah satu alat untuk mencegah masuknya AS ke negara ini.
Tentu saja ini sangat menyakitkan bagi Amerika. Para pejabat AS yang sombong dan arogan, membuat para pemimpin negara dan pejabat negara lain merasa berkewajiban untuk duduk dan berbicara dengan mereka. Mereka bersikeras selama bertahun-tahun untuk bernegosiasi dengan para pemimpin Republik Islam dan Iran menolak melakukannya. Ini sangat sulit bagi AS.
Ini menandakan bahwa ada sebuah bangsa dan pemerintah di dunia yang tidak menerima dan menyerah pada kekuatan, arogansi, dan kediktatoran internasional Amerika, dan mereka menolak tunduk.
Larangan negosiasi ini bukan sekadar perilaku yang emosional. Ada logika yang kuat di baliknya yaitu menutup pintu untuk infiltrasi musuh. Ini menunjukkan kekuatan dan wibawa Republik Islam kepada dunia, dan membuat wibawa semu musuh runtuh di hadapan dunia, karena Iran tidak duduk di meja perundingan bersama mereka.
Ayatullah Khamenei menganggap perundingan dengan AS sebagai sebuah kesalahan besar, di mana masalah negara tidak akan terpecahkan. "Kehadiran kita di meja perundingan dan menerima negosiasi akan dianggap bahwa Republik Islam sudah bertekuk lutut. AS ingin mengatakan bahwa mereka akhirnya berhasil membuat Iran bertekuk lutut dengan sanksi berat sampai ia setuju duduk di meja perundingan dengan AS.
"AS ingin mengumumkan ini ke seluruh dunia. Mereka ingin membuktikan bahwa kebijakan tekanan maksimum adalah kebijakan yang benar, karena berhasil membawa Republik Islam ke meja perundingan. Saya memberitahu kalian, AS ingin mengatakan bahwa mereka tidak memberikan konsesi apapun kepada Iran.
Jika para pejabat Iran menunjukkan kenaifan dengan duduk di meja perundingan dengan AS, mereka pasti tidak akan mendapatkan apa-apa. Sanksi maupun tekanan tidak akan berkurang. Segera setelah Iran bernegosiasi dengan AS, tuntutan dan pemaksaan baru akan muncul. Sebagai contoh, mereka akan mendikte bahwa rudal kalian harus seperti ini, kita tidak boleh memiliki rudal dengan jangkauan melebihi 100 atau 150 kilometer.
Hari ini – berkat pertolongan Allah Swt – generasi muda kita membangun rudal yang tepat yang jangkauannya 2.000 kilometer. Dengan jangkauan 2.000 kilometer, mereka mampu mengenai setiap target dengan tingkat kesalahan satu meter. Nah, ini sangat sulit bagi mereka.
AS mengatakan bahwa kita harus menghancurkan rudal ini, jangkauan rudal-rudal kita tidak boleh melebihi 150 kilometer. Mereka mengajukan tuntutan ini. Jika kita menerima persyaratan ini, kita akan hancur. Jika kita menolaknya, ini akan menjadi kisah yang sama seperti yang kalian saksikan.
Mereka akan mulai mengatakan hal yang sama seperti yang mereka katakan hari ini bahwa pihak lain tidak akan memberikan konsesi kepada Anda," pungkas Ayatullah Khamenei.
Imam Askari, Benderang Pelita Kebenaran
Imam Hassan Askari gugur syahid pada tahun 260 Hq (873 M) diracun oleh penguasa lalim ketika itu, tetapi pesan perjuangan menegakkan kebenaran hingga kini terus bersinar terang.
Imam Hasan Askari dilahirkan tahun 232 Hijriah di kota Suci Madinah, dan syahid di Samarra, pada 8 Rabiul Awal tahun 260 Hijriah. Sepanjang hidupnya beliau giat membimbing umat dan menghidupkan serta menjaga ajaran suci Islam.
Imam Hassan Askari sepanjang hidupnya senantiasa memperjuangkan kebenaran dan melawan kezaliman yang terjadi di tengah masyarakat. Meskipun Imam Hasan Askari hidup tidak lebih dari 28 tahun, tapi di usia yang singkat ini telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Islam.
Manusia mulia ini mewariskan karya besar dan penting di bidang tafsir al-Quran, fiqih dan ilmu pengetahuan bagi umat Islam. Di tengah ketatnya pembatasan dan tingginya tekanan dinasti Abbasiyah terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw, Imam Askari masih tetap menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam secara terorganisir untuk menyiapkan kondisi keghaiban Imam Mahdi setelah beliau.
Penguasa Abbasiyah menempuh berbagai cara untuk membatasi gerakan Imam Askari, akan tetapi Allah swt berkehendak lain dan juru selamat akan lahir ke dunia di tengah keluarga Sang Imam. Setelah kelahiran Imam Mahdi as, ayah beliau mulai mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi kondisi sulit di masa-masa mendatang. Imam Askari as di berbagai kesempatan berbicara tentang keadaan di masa keghaiban juru selamat, dan peran berpengaruh Imam Mahdi as dalam memimpin masa depan dunia. Beliau menekankan bahwa putranya akan menciptakan keadilan dan kemakmuran di seluruh penjuru dunia.
Di tengah gencarnya tekanan penguasa lalim terhadap beliau dan pengikutnya ketika itu, Imam Askari berhasil menyebarluaskan nilai-nilai dan pemikiran murni Islam di tengah masyarakat. Pernyataan rasional dan argumentatif Imam Askari dalam menjawab berbagai ketimpangan dan penyimpangan, membuktikan bahwa beliau memiliki program komprehensif untuk menyebarkan kebenaran Islam. Imam Askari aktif menghalau pemikiran-pemikiran sesat yang menyerang masyarakat Islam pada masa itu.
Di antara nilai-nilai luhur Islam adalah memberi perhatian kepada sesama, bekerjasama dalam kebaikan, dan mengabdikan diri untuk masyarakat. Dari berbagai ayat dan riwayat terlihat jelas bahwa tidak ada perbuatan lain – setelah menunaikan kewajiban – seperti berbuat baik dan mengabdi kepada masyarakat, yang akan mendekatkan seseorang kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, para nabi dan imam maksum senantiasa mengabdikan dirinya untuk masyarakat dan membantu mereka dalam kebaikan. Imam Askari as berkata, "Dua perkara yang tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi darinya yaitu, beriman kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama."
Imam Askari as selalu menekankan kepada para pengikutnya untuk bersikap jujur, membersihkan diri dan beramal shaleh. Hal ini beliau lakukan demi menjaga ajaran suci Islam. Imam menyadari sepenuhnya usaha memperdalam dan menyebarkan ajaran Islam terletak pada penerapan nilai-nilai Islam itu sendiri. Karena ketika iman dan amal saling berhubungan dengan kokoh, maka pengaruhnya pun semakin kuat. Oleh karena itu, Imam Askari as menekankan kepada para pengikutnya untuk mengoreksi diri dan tidak memandang remeh dosa.
Dalam perspektif Imam Askari as, para pengikut sejati Ahlul Bait as adalah mereka yang bersikap seperti para pemimpin agamanya dalam menjalankan ajaran Ilahi dan meninggalkan larangannya serta mengabdi kepada sesama. Ketika mendefinisikan kata Syiah, Imam Askari as berkata, "Para pengikut dan Syiah Ali adalah mereka yang memprioritaskan saudara-saudara seiman dari dirinya meskipun ia sendiri butuh."
Memperhatikan pentingnya pengabdian kepada masyarakat, Imam Askari as juga mengingatkan para ulama dan intelektual untuk tidak melupakan tanggung jawab besar itu. Beliau as berkata, "Kelompok ulama dan intelektual pengikut kami yang berusaha memberi pencerahan dan mengatasi masalah para pecinta kami, pada hari kiamat mereka akan tiba di padang mahsyar dengan memakai mahkota kemuliaan dan cahaya mereka menerangi semua tempat dan semua penduduk mahsyar memperoleh manfaat darinya."
Imam Askari as menyerukan kepada umat Islam untuk berakhlak mulia di tengah masyarakat. Beliau berkata, "Allah Swt senantiasa mengingatkan agar bertakwa dan jadilah keindahan bagi kami dengan amalmu. Kami bahagia, jika salah seorang dari kalian bersikap wara dan jujur, menjalankan amanah dan berbuat baik kepada orang lain."
Selain berbuat baik kepada sesama, perintah lain yang sangat ditekankan Islam dalam Quran dan Sunnah Rasul adalah berfikir. Kekuatan pemikiran adalah anugerah Allah Swt yang hanya diberikan kepada manusia. Berbagai kemajuan sains dan teknologi merupakan berkah nikmat akal dan pemikiran. Dengan kemampuan besar ini, manusia mampu menyingkap berbagai rahasia alam semesta.Terkait hal ini, Imam Askari as berkata, "Ibadah bukan dilihat dari banyaknya shalat dan puasa, namun berfikir dan beribadah kepada Tuhan."
Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam Askari as membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membunuhnya. Penguasa dinasti Abbasiyah akhirnya menyusun sebuah skenario untuk membunuh Imam Askari as. Beliau syahid setelah beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun musuhnya. Seorang pembantu Imam Askari berkata, "Ketika beliau terbaring sakit dan sedang melewati detik-detik terakhir dari kehidupannya, beliau teringat bahwa waktu shalat subuh telah tiba. Beliau berkata, ?Aku ingin shalat.' Mendengar itu, aku langsung menggelar sajadah di tempat tidurnya. Abu Muhammad kemudian mengambil wudhu dan shalat subuh terakhir dilakukan dalam keadaan sakit dan selang beberapa saat, ruh beliau menyambut panggilan Tuhan." Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.
Kini para pencinta Ahlul Bait Rasulullah Saw hingga kini terus menziarahi makam Imam Hasan Askari, dan membaca doa di kompleks pemakaman suci, meskipun situasi Samarra rentan terhadap ancaman musuh. Semoga Allah Swt menjadikan kita semua termasuk para peziarah dan pembela haram suci Ahlul Bait Rasulullah Saw. "Ya Allah, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya. Teriring salam bagi Imam Hasan bin Ali (Askari) yang telah menunjukkan jalan menuju agama-Mu, pembawa bendera hidayah, mata air ketakwaan, dan tambang akal, muara hikmah dan rahmah bagi umat. Wahai Imam yang terjaga dari dosa, wahai yang mewarisi ilmu kitab suci (al-Quran) yang dengannya menjadi pembeda antara hak dan batil. Salam bagimu, ya Imam Hasan Askari.
Iran Mulai Tingkatkan Level Pengayaan Uranium 5%
Republik Islam Iran akan meningkatkan level pengayaan uraniumnya menjadi 5% di instalasi nuklir Fordow yang dimulai pada hari Rabu (6/11/2019).
Peningkatan pengayaan uranium tersebut akan dimulai di bawah pengawasan para inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Kabar tersebut disampaikan oleh Kepala Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi pada hari Selasa tak lama setelah Presiden Hassan Rouhani memerintahkan AEOI untuk memulai injeksi gas ke sentrifugal UF6 di Fordow.
Salehi mengatakan, pengayaan uranium 5% dan produksi isotop stabil akan dilakukan di Fordow pada hari Rabu di hadapan inspektur IAEA.
Dia menambahkan, ada 1.044 sentrifugal dipasang di fasilitas pengayaan uranium Fordow, dan beberapa dari mereka akan mulai beroperasi lagi pada hari Rabu.
Kepala Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi
Menurut Kepala AEOI, keputusan telah diambil bahwa tidak akan ada pengayaan uranium 20% di Fordow untuk saat ini, tetapi produksi isotop stabil akan dilakukan di dalam reaktor nuklir ini.
"Ada cukup uranium yang diperkaya 20% yang disimpan di negara ini. Sesuai dengan perjanjian nulklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama), uranium yang diperkaya 20% bisa diproduksi lagi di instalasi tersebut jika reaktor Tehran kehabisan bahan bakar," ujarnya.
Menurut Salehi, IAEA telah diberitahu dalam sebuah surat tentang keputusan Iran untuk mengambil langkah keempat guna menurunkan komitmenya dalam perjanjian nuklir JCPOA.
Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam JCPOA setiap dua bulan sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.
Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.
Sebelumnya, pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan, maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.
Langkah Keempat Iran; Pengayaan Uranium 5 Persen di Fordow
Presiden Republik Islam Iran dalam kerangka implementasi langkah keempat pengurangan komitmen Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), memerintahkan Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) untuk memulai injeksi gas ke sentrifugal UF6 di fasilitas pengayaan uranium Fordow.
Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran pada 6 November dengan berakhirnya kesempatan 2 bulan ketiga Iran kepada pihak-pihak Eropa untuk melaksanakan komitmen JCPOA-nya, karena sampai saat ini belum dilaksanakan, mengeluarkan perintah implementasi langkah keempat untuk tenggat waktu 2 bulan ke depan.
Presiden Republik Islam Iran Hassan Rouhani
Langkah keempat ini sangat penting dari dua sisi; Pertama, sesuai dengan kesepakatan JCPOA, pemasangan 1044 sentrifugal untuk pekerjaan riset di fasilitas pengayaan uranium Fordow, sementara belum akan dilakukan injeksi gas ke mesin-mesin ini.
Sesuai dengan perintah Presiden Republik Islam Iran hari Rabu, 6 November, injeksi gas ke 1.044 mesin sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Fordow akan dilakukan dengan pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang menjadi satu-satunya referensi sah yang memverifikasi JCPOA.
Kedua, bersamaan dengan implementasi langkah keempat, tingkat pengayaan uranium di fasilitas pengayaan uranium Fordow mencapai 5 persen. Tentu saja Iran mampu untuk memperkaya uranium hingga mencapai 20 persen, tapi untuk saat ini tidak dibutuhkan. Sesuai dengan JCPOA, rencananya tingkat pengayaan uranium di Iran adalah 3,67 persen.
Sekaitan dengan hal ini, Ali Akbar Salehi, Ketua Organisasi Energi Atom Iran mengatakan, "Iran dalam kerangka langkah keempat akan memperkaya uranium hingga 5 persen di fasilitas nuklir Fordow, dan bila diperlukan, mungkin saja Iran meningkatkan pengayaan uranium hingga 20 persen, tapi sekarang belum dibutuhkan."
Pemerintah Iran terus melanjutkan langkah demi langkah pengurangan komitmen JCPOA dan bila pihak-pihak Eropa memenuhi komitmen mereka, langkah keempat seperti tiga langkah sebelumnya juga dapat dikembalikan seperti semula.
Menyusul penarikan diri AS dari JCPOA pada 8 Mei 2018, pihak-pihak Eropa juga gagal memenuhi kewajiban mereka dan praktis JCPOA belum dilaksanakan. Melanjutkan situasi ini dan ketidakmampuan Eropa untuk mengimbangi biaya penarikan diri AS dari JCPOA, Iran telah mengajukan serangkaian tindakan, mengutip butir 26 dan 36 JCPOA, menetapkan sejumlah langkah-langkah sebagai agendanya untuk mengembalikan keseimbangan pelaksanaan komitmen dalam perjanjian multilateral.
Respons Iran terhadap terorisme ekonomi AS dan pelanggaran pihak Eropa di JCPOA menunjukkan bahwa tanggapan Iran berbeda, namun yang paling penting dari semuanya, "tekanan maksimum" AS tidak memengaruhi Iran di sektor ekonomi dan politik, bahkan tidak dapat mencegahnya, apalagi membuat gangguan di bidang pengembangan teknologi nuklir damai Iran. Peresmian generasi baru sentrifugal IR6 di Kompleks Pengayaan Natanz menunjukkan kegagalan kebijakan tekanan maksimum AS.
Sentrifugal
Dalam keadaan seperti itu, satu-satunya jalan ke depan untuk tiga negara Eropa pihak JCPOA adalah untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan perjanjian multilateral ini. Karena kehidupan perjanjian semacam itu tergantung pada kepatuhan terhadap komitmen. Kalau tidak, apa pun yang terjadi pada JCPOA, pada langkah awal AS dan selanjutnya Eropa harus disalahkan serta mereka harus segera menjawab kekurangan dan bahaya yang terjadi pada JCPOA.
Baeidinejad: Kegagalan JCPOA Bawa Konsekuensi Buruk
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Inggris Hamid Baeidinejad memperingatkan bahwa kegagalan perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) akan menyebabkan konsekuensi buruk bagi keamanan dunia.
Hal itu disampaikan Baedinejad dalam sebuah wawancara dengan Sky News Network pada hari Selasa (5/11/2019).
Dia mengatakan, pasca penarikan sepihak Amerika Serikat dari JCPOA, negara-negara Eropa yang terlibat dalam kesepakatan ini gagal memenuhi komitmen mereka, namun Iran mengadopsi langkah-langkah untuk menjaga kesepakatan internasional itu.
"Pemerintah Tehran bekerja untuk memastikan bahwa JCPOA tidak sepenuhnya dihapuskan dan agar pihak-pihak lain dalam perjanjian ini kembali untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka," ujarnya.
Baeidinejad menambahkan, Iran mengurangi beberapa kewajibannya dalam pernjanjian JCPOA untuk memperingatkan pihak-pihak lain dalam kesepakatan ini bahwa kesabarannya tidak dapat dipertahankan, dan Tehran juga meminta mereka untuk melaksanakan komitmennya.
Pada hari Selasa, Presiden Iran Hassan Rouhani dalam pidato peresmian Pabrik Inovasi Azadi –yang mendukung perusahaan-perusahaan baru dan berbasis ilmu pengetahuan di Iran– menyinggung kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan-kekuatan dunia, JCPOA.
Dia mengatakan bahwa dirinya akan segera memberikan perintah untuk melakukan langkah keempat guna mengurangi komitmen Iran dalam perjanjian tersebut.
"Langkah keempat Iran akan dimulai besok (Rabu) ketika gas akan disuntikkan ke sentrifugal baru di instalasi nuklir Fordow," ujarnya
Rouhani menegaskan, jika penandatangan lain JCPOA tidak komitmen melaksanakan kewajiban mereka dalam kesepakatan ini, maka mereka juga tidak bisa mengharapkan Iran untuk memenuhi komitmennya.
Iran secara bertahap telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi komitmennya dalam perjanjian JCPOA setiap dua bulan sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan internasional ini pada 8 Mei 2018 dan juga setelah negara-negara Eropa yang telibat dalam perjanjian tersebut gagal memenuhi kepentingan Iran.
Mengacu pada butir 26 dan 36 dari perjanjian JCPOA, Iran telah mulai mengurangi komitmennya dan telah mengambil tiga langkah sejauh ini.
Sebelumnya, pemerintah Tehran telah memperingatkan bahwa jika pihak lain tidak mengambil tindakan praktis untuk memenuhi kepentingan Iran dalam beberapa hari ke depan, maka langkah keempat Iran akan dilaksanakan.