
کمالوندی
Penuturan Doktor Fahimeh Mostafavi Tentang Ayahnya, Imam Khomeini ra (1)
Mohon jelaskan secara singkat tentang kehidupan, pendidikan dan hasil karya Imam Khomeini!
Imam Khomeini lahir di tengah-tengah keluarga pejuang. Dalam usia lima bulan, ayahnya meninggal dunia. Dalam usia enam belas tahun, ibunya meninggal dunia. Beliau diasuh dan dididik oleh bibinya dan kakaknya yang lebih besar. Ketika beliau berusia sembilan belas tahun, beliau berkesimpulan bahwa bila mau mempelajari ilmu, maka harus berada di lingkungan ilmu tersebut. Itulah mengapa beliau kemudian pergi ke Isfahan, Arak, kemudian melanjutkan ke Qom. Imam Khomeini pergi ke Qom ketika usia dua puluh tahun dan dalam usia dua puluh tujuh tahun beliau berhasil menulis bukunya yang pertama Irfan-Akhlak, yakni beliau menulis syarah doa Sahar dan saat ini buku tersebut diajarkan di tingkat tinggi universitas. Dalam usia dua puluh delapan tahun, beliau menulis lebih luas hasil karya; Irfan-Akhlak nya mejadi Misbahul Hidayah Ilal Khilafah wal Wilayah. Kebanyakan buku-buku irfan Imam Khomeini, beliau tulis ketika sebelum berusia empat puluh tahun. Seperti; Chehel Hadis, Serrus Shalat wa Adabus Shalat. Imam Khomeini pada dasarnya mengikuti perintah ayat al-Quran, “Wa Yuzakkihim Wa Yallimuhumul Kitaba Wal Hikmata”. Yakni pertama; beliau membangun dirinya kemudian berkecimpung dalam urusan keilmuan. Beliau melaksanakan perintah Ilahi karena mengenal Allah dan mengenal dirinya dan mengamalkan apa yang diketahuinya. Orang-orang yang mengenal Imam Khomeini dan buku-bukunya dari dekat, mengetahui bahwa antara tulisan, omongan dan perbuatan Imam Khomeini terdapat keselarasan. Dengan model inilah Imam Khomeini menjadi imam dan masyarakat mempercayainya. Buku-buku ushul dan fikih seperti Al-Bai’ dan Makasib Muharrameh dan lain-lainnya beliau tulis setelah berusia empat puluh tahun.
Bagaimana sikap Imam Khomeini terhadap keluarga?
Imam Khomeini di tengah-tengah keluarga benar-benar menjaga semua hak-hak yang ada. Beliau tidak memberikan hak pada dirinya untuk mengeluarkan perintah kepada ibu kami, meski itu hanya sebuah perintah kecil. Di dalam rumah, ibu kami memiliki kebebasan penuh. Untuk keluar rumah juga memiliki kebebasan penuh. Kecuali bila Imam Khomeini memandang tempat yang akan dituju tidak tepat, maka beliau mengingatkannya. Tentunya ibu kami juga tidak tersinggung sama sekali bila mendapat teguran dari suaminya yang sekaligus sebagai partner dan orang yang menyayanginya. Bahkan mengamalkannya. Imam Khomeini di pekan pertama setelah pernikahannya, kepada ibu beliau berkata:
“Aku tidak meminta sesuatu darimu dan aku tidak akan memerintah dan melarangmu. Hanya jangan lakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah, dan lakukan hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. Yakni aku hanya meminta kepadamu menjalankan hukum yang diperintahkan oleh Allah.”
Setelah berabad-abad hak-hak kaum wanita diinjak-injak dan mereka sebagai alat permainan para pelaku kezaliman, Imam Khomeini menampakkan kepada mereka keagungan jiwa, kepribadian dan kemuliaan hakiki mereka. Imam Khomeini senantiasa memerintahkan mereka untuk ikut berpartisipasi secara langsung terkait nasib mereka dan urusan politik-sosial. Beliau mempelajari hubungan yang sehat menurut Islam dengan keluarga dan istri baik dari sisi praktis maupun teori. Beliau telah mewujudkan contoh nyata tentang persamaan dan keadilan, kesepakatan hati dan kerjasama dalam rumah sebagaimana kakeknya Ali bin Abi Thalib as. Beliau benar-benar berpartisipasi dan bekerjasama dengan istrinya dalam menjaga anak-anak. Di waktu-waktu malam, beliau tidur selama dua jam, dan ibu yang menjaga kami, kemudian ibu tidur selama dua jam, dan beliau lantas yang menjaga kami.
Perilaku Imam Khomeini sangat berpengaruh pada kami. Kami di dalam keluarga Imam Khomeini merasakan adanya kekebasan penuh. Dan yang lelaki juga memiliki kebebasan penuh. Antara lelaki dan perempuan tidak saling berhadapan sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertikaian. Bahkan setiap orang menjadi penentu utama terkait urusannya masing-masing dan dia sendiri yang akan bertanggung jawab terkait perbuatannya. Hal ini saya ketahui karena pengaruh pendidikan Imam Khomeini. Karena beliau secara independen sebagai pengambil keputusan urusannya sendiri. Dan ibu kami juga sebagai pengambil keputusan semua urusan yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Nikmat kebebasan ini merupakan hutang budi kami atas pendidikan yang diberikan oleh Imam Khomeini. Setiap lelaki dan perempuan yang menjadi anggota keluarga kami, ia merasa memiliki kebebasan yang sah dan penuh. Masing-masing menghargai hal ini dan tidak berusaha mempersulit yang lainnya sehingga yang lain tidak akan membalas dengan hal yang sama yang membuatnya merasa kesulitan. Itulah mengapa setiap anggota keluarga hidup dengan penuh kepastian dan kebebasan.
Hal-hal yang berkaitan dengan urusan rumah, menjadi tanggung jawab ibu kami. Yang mengawasi masalah dana pengeluaran untuk kebutuhan rumah, sejak awal menjadi tanggung jawab ibu dan Imam Khomeini tidak ikut campur dalam urusan ini. Padahal di zaman itu bapak-bapak sendirilah yang berbelanja untuk kebutuhan rumah. Bahkan ikut mengawasi pembuatan makanan. Namun Imam Khomeini tidak ikut campur dalam urusan ini. Pada hakikatnya, terkadang di tengah-tengah masyarakat ada hal-hal yang dianggap sebagai sebuah undang-undang bagi masyarakat, sementara hal-hal tersebut tidak tertulis dalam undang-undang resmi negara. Di rumah kami juga ada undang-undang yang tidak tertulis dan Imam Khomeini menjaganya. Misalnya; bila Imam Khomeini sesekali mengatakan ingin duduk di tempat tertentu dan ibu kami mengatakan, “Tidak. Seseorang tidak harus duduk di tempat ini!” maka Imam Khomeini langsung mengamalkannya.
Saya tidak pernah melihat Imam Khomeini memerintah istrinya. Penghormatan yang dilakukan Imam Khomeini kepada ibu sangat besar. Selama enam puluh tahun hidup bersama, saya tidak pernah melihat beliau mengatakan pada ibu, “Kasih aku segelas teh!” Saya menyaksikan ibu membawa teh untuk disajikan buat Imam Khomeini, tapi mendapat protes dari Imam. Kepada Imam Khomeini ibu lantas mengatakan, “Saya membawa teh untuk diri saya sendiri.” Imam Khomeini mengatakan:
“Tidak. Saya yang seharusnya menyajikan teh.”
Yang menjadi kebiasaan selama ini, bekerja di dalam rumah merupakan kewajiban bagi istri. Bila seorang istri menginginkannya, maka ia bisa mengerjakannya. Tapi suami tidak berhak mengatakan lakukanlah pekerjaan ini, atau misalnya buatlah makanan untuk makan malam.
Suatu hari ibu saya menceritakan, bagaimana di awal kehidupan mereka berdua, Imam Khomeini mengajari caranya memasak nasi Kateh [nasi yang tanpa dibuang airnya, yakni semacam nasi liwet]. Imam Khomeini berkata:
“Ketika nasi sudah masak, maka cipratkan air ke bagian luar panci. Bila panci bersuara [suara yang timbul karena benturan tetesan air dengan benda panas], maka berarti tidak ada lagi air di dalam panci, dan nasi sudah matang.”
Suatu hari ibu saya ada tamu. Saya tidak tahu, tamunya datang begitu saja ataukah datang tidak tepat waktunya. Bagaimanapun juga tidak ada kesiapan untuk menjamunya. Saya masih ingat, ibu agak panik untuk menyiapkan kue dan buah. Kemudian ayah berkata:
“Sudahlah, pergi sana temui tamu-tamu itu!”
Setelah itu ayah menuju tempat bejana yang dipakai untuk membuat teh yang bahan bakarnya arang dan sangat sulit untuk menyalakannya. Ayah menggerak-gerakkan tempat itu sampai akhirnya menyala. Kemudian membuat teh dan menyiapkan hidangan. Ayah tidak mengizinkan ibu meninggalkan tamu-tamunya karena untuk mengerjakan sesuatu di ruangan lain.
Berkali-kali saya menyaksikan ibu masuk ke dalam ruangan dan duduk di samping ayah. Ayah juga tidak mengatakan, “Tutuplah pintunya!” tapi beliau sendiri bangkit dan menutup pintu tersebut. Bahkan ketika sudah bangkit tidak mengatakan kepada saya, “Tutuplah pintunya.” Suatu hari saya berkata kepada ayah, “Ketika ibu masuk ke ruangan, pada saat itu juga katakanlah kepadanya, tutuplah pintunya!” Ayah mengatakan:
“Saya tidak berhak untuk memerintahnya.”
Meski dalam bentuk permintaan, beliau tidak pernah meminta sesuatu pada ibu. Bila ibu ingin ke ruangan lainnya, beliau tidak akan mengatakan, “Ambilkan juga obatku dari ruangan itu!” Atau ketika mau mandi, beliau mengatakan:
“Saya ada baju?”
Tidak mengatakan, “Kasih aku baju!” sama sekali tidak memerintahkan dan tidak pernah menyerahkan sebuah pekerjaan kepada ibu. Sekali pembantu rumah cuti dan tidak bekerja, ibu membawa hidangan makanan di talam dan meletakkannya di taplak makan. Ayah mengatakan:
“Wah musibah! Farideh! Ibu sedang membawa talam!”
Tentunya masa ini kembali pada masa kanak-kanak saya. Saudara perempuan saya mengatakan, “Kami di rumah banyak bekerja. Tapi ayah sama sekali tidak mengizinkan ibu untuk bekerja.”
Imam Khomeini benar-benar memberikan kebebasan pada ibu sehingga ibu benar-benar nyaman saat makan atau tidur. Misalnya, bila suatu hari ibu lelah, meski Imam Khomeini begitu teratur dan tertib dalam pekerjaan-pekerjaannya, beliau tetap menjaga kondisi ibu dan mengatakan:
“Bila engkau mau, sekarang kita makan, lalu tidur.”
Bila kita; dua atau tiga orang mendatangi Imam Khomeini dan berbincang-bincang di sisi Imam Khomieni, beliau mengatakan:
“Mengapa kalian duduk di sini dan ibu kalian sendirian di halaman? Pergi dan berbincang-bincanglah di sisi ibu kalian!” (Emi Nur Hayati)
Dikutip dari penuturan Fahimeh [Zahra] Mostafavi, anak Imam Khomeini ra.
Sumber: Pa be Pa-ye Aftab; Gofteh-ha va Nagofteh-ha az Zendegi Imam Khomeini ra, 1387, cetakan 6, Moasseseh Nashr-e Panjereh
Peran dan Risalah Wanita; Hubungan Wanita dan Pria (1)
#beritadunia.net Wanita adalah bagian dari keindahan penciptaan manusia. Bagian yang indah ini secara alami dengan sedikit dibarengi rasa malu. Ciri khas [rasa malu] ini adalah bagian yang indah dan lembut dari wujud kemanusiaan. Rasa malu ini telah dicerabut, juga hal-hal yang seharusnya dipenuhi melalui aturan dan undang-undang seperti kebutuhan biologis manusia baik yang ada pada wanita maupun pria. Namun hal ini telah disebarkan di tengah-tengah masyarakat dengan tanpa undang-undang dan aturan. Ini merupakan pengkhianatan paling besar yang dilakukan terutama terhadap wanita dan selanjutnya terhadap umat manusia; wanita maupun pria. Yang melakukan hal ini adalah politik Barat. (pidato dalam pertemuan besar bersama kalangan elit kaum wanita, 13/4/1386)
Iffah dan hijab; nilai dan kepribadian wanita
Kondisi kehormatan dan kesucian diri wanita dan hijab merupakan sesuatu yang membedakan wanita dari pria dalam berinteraksi. Yang memberikan kepribadian manusiawi kepada wanita. Yang memberikan lapangan pekerjaan, perjuangan, studi dan berpikir padanya, dan mengeluarkannya dari hanya sekedar alat pemuas. Yang memberikan nilai kepadanya. Yang memberikan kepribadian kepadanya. Garis ini adalah garis Islam. Garis keimanan.
Wanita Iran, wanita muslimah revolusioner, tidak bisa menyimpang dan berpisah dari garis ini dan jalan yang dipilihnya. (pidato dalam pertemuan bersama menteri dan para mahasiswi marakez Tarbiyat Moallem, 12/2/1363)
Aktivitas sosial dengan adanya percampuran wanita dan pria
Islam telah menentukan batasan dalam berbagai macam aktivitas. Batasan ini bukan terkait pada wanita dan bolehnya dia untuk beraktivitas. Tapi terkait pada percampuran wanita dan pria. Dan Islam sangat sensitif terhadap masalah ini. Islam meyakini bahwa harus ada pembatas antara pria dan wanita di semua tempat; di jalan, di kantor, di kantor perdagangan. Di antara wanita dan pria telah ditentukan sebuah hijab dan batasan. Percampuran wanita dan pria tidak seperti percampuran wanita dengan wanita dan pria dengan pria. Hal ini harus dijaga. Pria harus menjaga, wanita juga harus menjaga. Bila sensitivitas Islam terkait tentang hubungan dan berbagai model percampuran pria dan wanita ini dijaga, maka semua pekerjaan di kancah sosial yang bisa dilakukan oleh kaum pria, juga bisa dilakukan oleh kaum wanita bila mereka memiliki kekuatan dari sisi jasmani, semangat dan kesempatan. (pidato dalam pertemuan bersama kaum wanita Khouzestan, 20/12/1375)
Bolehnya wanita dan pria berbicara dan berpartisipasi dalam kancah sosial dengan menjaga aturan Islam
Untuk mencegah wanita dari terjangkitnya budaya masa rezim despotik, maka infiltrasi anasir-anasir dengan sarana seksualnya yang berakibat pada kefasadan harus kita cegah. Hal terbaik yang harus dilakukan untuk masalah ini adalah menggunakan pakaian yang benar, menghindari dandanan, pertemuan dan pergaulan tertentu di semua lingkungan. Tentunya bukan berarti kami katakan bahwa wanita dengan pria tidak boleh berbicara sama sekali dan jangan keluar ke tengah-tengah masyarakat. Bila seseorang ingin memaknai ucapan ini maka itu adalah sebuah taktik. (wawancara tentang kedudukan wanita di Republik Islam, 4/12/1362)
Kokohnya rumah tangga dan terjaminnya kebahagiaan, hasil tidak adanya percampuran wanita dan pria
Islam sangat memerhatikan masalah rumah tangga. Untuk mencegah kegoncangan pilar-pilar rumah tangga, Islam menilai harus dan wajib menjaga aturan dan batasan di lingkungan sosial. Budaya Islam adalah budaya tidak adanya percampuran wanita dan pria. Islam memperketat masalah ini dengan tujuan menjamin kebahagiaan dan kemajuan kehidupan wanita dan pria. Dan poin ini berseberangan dengan kehendak para penguasa dan kaum feodal penyembah syahwat dunia dimana mereka berusaha mencerabut hijab antara wanita dan pria. (pidato dalam pertemuan bersama para perawat, 20/7/1374)
Menggunakan lingkungan sehat rumah tangga bergantung pada pembatasan dalam berinteraksi
Melihat non mahram hukumnya haram, sementara hijab hukumnya wajib, ini merupakan sebuah mukadimah supaya terwujud adanya lingkungan yang sehat di tengah-tengah masyarakat. Itulah mengapa kami menilai bahwa di dalam masyarakat Islam, harus ada batasan-batasan terkait interaksi wanita dan pria. Bukan karena penghinaan terhadap wanita. Bukan karena menentang kelezatan seksual. Bukan karena menindas kebutuhan biologis. Bahkan sebaliknya. Tepat karena supaya manusia; yakni wanita dan pria menggunakannya di dalam lingkungan sehat rumah tangga. (khutbah shalat Jumat, 18/7/1365)
Interaksi dengan non mahram; sarana kecurigaan dan hasud
Saya selalu menyarankan kepada para lelaki muda bahwa kalian dalam berinteraksi dengan non mahram bahkan dengan mahram, jangan sampai bersikap dan berbicara yang sekiranya memaksa istri kalian bersikap hasud. Saya juga menganjurkan kepada para wanita muda bahwa kalian dalam menghadapi para pria asing, jangan sampai bertindak dan berbicara yang sekiranya akan membangkitkan rasa hasud dan cemburu suami kalian. Hasud ini akan memunculkan kecurigaan dan akan melemahkan pilar-pilar kasih sayang dan membakar dari akarnya. (khutbah nikah, 10/9/1379)
Perlunya penjagaan semua orang, khususnya para wanita dari memamerkan diri
Manusia berada dalam ancaman bahaya. Para pria berada dalam ancaman bahaya. Para wanita berada dalam ancaman bahaya. Para pemuda berada dalam ancaman bahaya. Para lanjut usia berada dalam ancaman bahaya. Orang pandai, orang bodoh, semuanya dalam ancaman bahaya. “Walmukhlishuna Fi Khatharin ‘Adzim” sekarang di manakah mukhlis [orang yang ikhlas]? Kita semua berada di bawah standar ini. Bila kita sampai pada batas standar, telah menjadi orang yang mukhlis, tetap saja masih dalam “khatharin adzim” [bahaya besar]. Baiklah. Kita harus hati-hati. Musuh dunia kita, musuh akhirat kita, musuh kemuliaan kita, musuh pemerintahan Republik Islam kita, menggunakan titik kelemahan kita. Dari rasa syahwat kita, dari rasa marah kita, dari kecintaan kita pada kekuatan, dari kesukaan kita memamerkan diri, kita harus hati-hati. Para wanita juga harus berhati-hati. Para remaja putri juga harus berhati-hati. (pidato dalam pertemuan bersama para pembaca kidung Ahlul Bait, 23/2/1391)
Takabbur dan tidak tawadhu dalam berbicara dengan pria non mahram
Takabbur itu tidak baik bagi semua manusia. Kecuali bagi para wanita di hadapan para pria non mahram. Wanita harus takabbur di hadapan pria non mahram. “Fa La Takhdha’na Bilqauli” wanita ketika berbicara dengan pria non mahram tidak boleh tawadhu. Ini untuk menjaga kemuliaan wanita. Inilah yang diinginkan oleh Islam dan inilah teladan wanita muslimah. (pidato dalam pertemuan bersama kumpulan para wanita, 25/9/1371)
Menghadapi pria tanpa tawadhu
Kitalah yang mengatakan bahwa wanita dengan menjaga pakaian dan hijabnya dengan benar, berarti ia sedang menjaga kemuliaan dirinya. Dia telah mengangkat lebih tinggi dirinya dari batasan yang diinginkan oleh para lelaki bejat dunia – di semua zaman dan tempat senantiasa ada pria yang bejat. Di dalam al-Quran, dikatakan kepada wanita, “Fa La Takhdha’na Bilqauli” (QS. Ahzab, ayat 32) jangan tawadhu. Pembahasannya adalah masalah tawadhu. Wanita dalam menghadapi pria [non mahram] jangan sampai dengan sikap tawadhu. (pidato dalam pertemuan bersama anggota pusat himpunan para wanita, 15/2/1371)
Takabbur [Kesombongan] wanita di hadapan pria non mahram
Sungguh takabbur bagi semua orang hukumnya haram dan termasuk dosa. Kecuali bagi wanita. Takabbur bagi pria hukumnya haram. Tapi bagi wanita hukumnya sunnah. Yakni terkait pada pria non mahram, wanita harus sombong. Wanita harus demikian menghadapinya. Terkadang kesombongan ini ada pada seorang wanita dengan kewibawaanya yang sesuai dengan Islam meskipun katakanlah bahwa ia tidak memakai cadur [pakaian panjang, khas wanita Iran].
Kemuliaan dan kewibawaan wanita di hadapan pria itupun bisa terwujud meski dengan tanpa memakai cadur, dan benar dan ada. (pidato dalam pertemuan bersama menteri dan para direktur kementrian kebudayaan dan bimbingan Islam, 4/9/1371)
Batas antara wanita dan pria; penyembuh sensasi kebutuhan biologis
Islam memiliki cara penyembuhan yang sangat bagus bagi sensasi kebutuhan bioligis wanita dan pria. Yakni menurut kami, menurut saya, penyembuhan ini benar-benar sebuah penyembuhan. Yakni dengan menetapkan batasan antara wanita dan pria. Namun budaya yang datang telah lama mencerabut batasan itu dan bahkan sudah terlupakan. Dengan menerima begitu saja prinsip budaya Eropa, pada dasarnya ingin menafikan fenomena dan efek budaya [Eropa] tersebut, dan itu akan menemui masalah. (wawancara tentang kedudukan wanita di Republik Islam, 4/12/1363) (Emi Nur Hayati)
Sumber: Naghs wa Resalat-e Zan I, Ifaf wa Hejab Dar Sabke Zendegi-e Irani-Eslami
Bargerefteh az bayanat-e Ayatullah al-Udhma Khamenei, Rahbare Moazzam-e Enghelab-e Eslami.
Kebijakan Indonesia di Bidang Kontra-Terorisme Mendapat Pujian
Menurut Kantor Berita ABNA, "Kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa penting untuk diperkuat, utamanya dalam upaya memerangi aksi terorisme dan ekstremisme melalui kerja sama konkret kedua belah pihak", demikian disampaikan Menlu Retno L.P. Marsudi dalam Pertemuan ke-21 ASEAN-European Union Ministerial Meeting (AEMM).
Pada pertemuan tersebut, Menlu RI memimpin pembahasan pada agenda mengenai kerja sama menghadapi tantangan keamanan global, yang menyangkut kontra-terorisme, deradikalisasi, migrasi, dan penyelundupan manusia.
Dalam hal pemberantasan terorisme, Indonesia menekankan 3 (tiga) hal pokok yaitu penguatan kerja sama kontra-terorisme; penguatan kemampuan unit anti teror dan counter cyber terrorism; dan pengarusutamaan pendekatan soft power melalui pendidikan, peningkatan peran perempuan, civil society, serta organisasi kemasyarakatan dan agama.
Pandangan Menlu RI sangat diapresiasi oleh sejumlah Negara Anggota Uni Eropa, terutama terkait penggunaan pendekatan soft power yang menekankan nilai-nilai toleransi dan moderasi di masyarakat. Ke depannya, diharapkan adanya peningkatan kerja sama dalam penyebaran nilai-nilai tersebut, baik melalui kerja sama bilateral maupun regional.
Pada agenda prioritas dan arah ke depan kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa, Indonesia menegaskan pentingnya peningkatan kerja sama maritim, khususnya penanggulangan IUU Fishing, sebagai salah satu isu strategis bersama.
Dalam kaitan ini, Indonesia menggarisbawahi perlunya IUU Fishing dimasukkan sebagai isu kejahatan transnasional mengingat adanya kaitan antara IUU Fishing dengan kegiatan penyelundupan manusia, perdagangan obat terlarang, hingga senjata.
Pertemuan ke-21 AEMM menghasilkan "Bangkok Declaration on Promoting an ASEAN-EU Global Partnership for Shared Strategic Goals" sebagai landasan dan komitmen ASEAN-Uni Eropa dalam memperkuat kerja sama menuju kemitraan strategis di masa datang. ASEAN – UE akan memperingati 40 tahun kemitraan. Tahun depan, ASEAN – UE mempersiapkan Plan of Action untuk 2018 – 2022.
Pertemuan dimaksud dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN dan Uni Eropa serta dipimpin bersama oleh Menteri Luar Negeri Thailand, selaku Country Coordinator kerja sama kemitraan ASEAN-Uni Eropa (2015-2018), dan Menteri Luar Negeri Slovakia, sebagai Presiden Dewan Uni Eropa saat ini.
Di sela-sela Pertemuan ke-21 AEMM, Menlu RI juga melakukan pertemuan dengan Menlu/Ketua Delegasi dari 8 (delapan) Negara Anggota Uni Eropa, yakni Belanda, Denmark, Luxembourg, Latvia, Italia, Lithuania, Perancis dan Polandia.
Delegasi RI pada Pertemuan ke-21 AEMM dipimpin oleh Menlu RI dan didampingi oleh Duta Besar RI di Bangkok, Direktur Polkam ASEAN, serta pejabat/staf dari Direktorat MWAK, PTRI ASEAN, dan KBRI Bangkok.
ICMI Gelar Konferensi Agama dan Kebudayaan
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) bekerja sama dengan Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) menyelenggarakan Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan untuk menyebarkan semangat pluralisme dan toleransi antaragama.
"Walaupun sering dilakukan, dialog antaragama semacam ini harus terus-menerus dilakukan dan melibatkan semua pihak, agar kita semua terbiasa untuk saling mendengarkan," kata Ketua Umum ICMI, Jimly Asshidiqie dalam pembukaan Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan kondisi dunia modern yang sudah terbuka seperti saat ini tidak memungkinkan masing-masing peradaban berjalan dan menyakini keyakinannya sendiri-sendiri.
Jimly menegaskan bahwa harus ada upaya untuk saling mendengarkan, terutama terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
"Pemahaman mengenai nilai kemanusiaan yang universal mampu menghasilkan kemajuan bagi peradaban bangsa dan kemanusiaan. Menangkap pesan universal itulah yang bisa mempersatukan kita," kata dia.
Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan diselenggarakan oleh Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja sama Islam pada 14 hingga 22 Oktober 2016 di Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta.
Konferensi tersebut juga melibatkan akademisi dari Hartford Seminary, Amerika Serikat, yang memiliki latar belakang dari berbagai unsur agama dan keyakinan.
"Kami ingin berdialog sebagai teman dan bisa saling belajar bagaimana Indonesia, yang memiliki komunitas masyarakat sangat beragam, membangun jembatan pemahaman bersama untuk perdamaian," ujar Presiden Hartford Seminary, Heidi Hadsell.
Ketua penyelenggara Konferensi Internasional Agama dan Kebudayaan, Yasril Ananta Baharuddin mempercayai bahwa perdamaian antaragama dapat diwujudkan melalui jalan dialog yang seimbang.
Ketua Koordinasi Bidang Luar Negeri dan Pertahanan dan Keamanan ICMI tersebut mengatakan dengan cara meminimalkan perbedaan yang ada antaragama maka persatuan yang terwujud akan mampu menyumbang perdamaian dunia.
"Karena itu, dalam konferensi ini nanti yang ditonjolkan adalah persamaan dan bukan perbedaan," imbuh Yasril.
Bedanya Jika Ikut Langsung Peringatan Asyura
#beritadunia.net Suara Sayyid Ali Rabbani tiba-tiba tercekat. Sejenak dia terdiam setelah sebelumnya menceritakan bagaimana Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib, tetap mendirikan Shalat secara berjamaah pada malam 10 Asyura. Shalat diikuti oleh anak-anaknya, para ponakannya (anak-anak saudaranya, Imam Hasan) serta beberapa sahabat dan pengikut setianya.
Setelah mengambil nafas yang panjang, Sayyid Ali melanjutkan kisahnya. Malam itu, Imam Husain mengumpulkan seluruh sahabat serta anggota keluarganya di dalam tenda utama. Kala itu, mereka sudah dalam kondisi terkepung oleh puluhan ribu pasukan Yazid bin Muawiyah, dan dalam kondisi kehausan karena akses mereka ke sungai terdekat diboikot.
Imam Husain lalu menyampaikan bahwa besok, peperangan akan terjadi dan akan banyak yang menjemput kematian. Qasim, salah satu putra Imam Hasan yang masih belasan tahun lalu berkata, “Apakah besok aku juga akan syahid?”, Imam Husain menanggapi pertanyaan keponakannya, “Puteraku, bagaimana kematian itu dalam pandanganmu?”. Ia menjawab, “Kematian bagiku, lebih manis dari madu.” Imam Husain lalu menjawab, “Iya, puteraku, besok, kamu juga akan meraih kesyahidanmu.”
Kisah yang disampaikan Sayyid Ali Rabbani ini spontan membuat jemaah yang menghadiri majelis Asyura, menangis tersedu-sedu. Tangis mereka semakin menjadi-jadi ketika narasi dilanjutkan, saat bagaimana ribuan prajurit tanpa perasaan membantai Qasim bin Hasan yang maju ke medan laga seorang diri. Seorang remaja berwajah tampan yang mirip dengan ayahnya, Imam Hasan, cucu Nabi Muhammad Saw, kini tak bernyawa, tergeletak bersimbah darah di Padang Karbala.
Selama hampir satu jam, Sayyid Ali Rabbani membawakan narasi tragedi Karbala. Meski dia berkebangsaan Iran, namun bahasa Indonesianya sangat fasih.
Usai menyelesaikan narasi tragedi Karbala, Sayyid Ali yang merupakan salah satu Qari dari Iran ini, memimpin Doa Ziarah Imam Husain, semacam doa untuk menyatakan kesetiaan terhadap perjuangan Imam Husain, dan menyatakan berpaling dari orang-orang yang memerangi Sang Imam di Karbala, pada 10 Muharram 60 Hijriyah lalu.
Ziarah ini ditutup dengan sujud bersama, sembari memohon kepada Allah Swt, agar bisa mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad Saw dan para keluarganya, termasuk Imam Husain. Muslim Syiah meyakini, para Ahlulbait Nabi Saw yang berjumlah 12 orang, termasuk Imam Husain, kelak akan menemui para peziarahnya dan memberikan mereka syafaat di hari akhir kelak.
Jurnalis Berita Kota Kendari, diperkenankan mengikuti ritual yang digelar di Hotel Qubra, Kendari, Selasa (11/10), yang bertepatan dengan 10 Muharram itu. Acara yang dihadiri sekitar seratusan muslim Syiah dari seluruh Sulawesi Tenggara ini, dibuka sekitar pukul 13.00 dan berakhir tiga jam kemudian.
Meski demikian, ritual ini sempat mendapatkan protes dari puluhan orang yang merupakan aktivis Anti-Syiah. Namun protes mereka tak membuat ritual Asyura di dalam hotel sampai terganggu. Seluruh ritual berjalan dengan lancar dan khidmat dari awal sampai selesai.
Ratusan aparat gabungan Polri dan TNI pun terus melakukan pengamanan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, jumlah jamaah Syiah yang ikut dalam acara itu terbilang sedikit. Itu pun masih terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Ketua DPW Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Sultra, Ustad Nunung Piagi menyesalkan adanya gerakan yang ingin menggagalkan ritual Asyura. “Anda bisa lihat sendiri, bahwa peringatan Asyura ini hanya membacakan narasi tragedi di Karbala dan doa bersama. Apanya yang dipersoalkan? Apa salah jika kami memperingati kesyahidan Imam Husain?” kata Ustad Nunung.
Dia juga mengatakan, sudah seringkali mengundang tokoh atau warga di luar Syiah untuk melihat langsung ritual Asyura, agar mereka bisa langsung tahu dan memahami esensi dari tradisi ini. “Beda kan kalau kita ikut langsung, daripada hanya mendengar-dengar,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPW Ahlul Bait Indonesia (ABI) Sultra, Ir Tachrir mengatakan setiap tahun peringatan Asyura yang digelar komunitas Syiah memang selalu mendapat penentangan dari ormas-ormas tertentu. Itu terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara Syiah dan golongan tersebut dalam beberapa hal, termasuk ritual Asyura.
Ketua Formasi Sultra, Muhammad Ridwan Zainal juga menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya memfasilitasi dialog antarmazhab untuk mendorong toleransi antarsesama. Yang jelas, kata Ridwan, antara Syiah dan Sunni, persamaannya masih jauh lebih banyak dibandingkan perbedaannya.
Sementara di luar hotel, pihak MUI Sultra dan Muhammadiyah juga ikut memberikan penjelasan. Mereka mengatakan, Syiah itu ada yang sesat, dan ada juga yang tidak. IJABI dan ABI, yang merupakan Ormas penggagas Asyura di Kota Kendari, tidak termasuk dalam golongan yang disesatkan. Mereka adalah pengikut Syiah Imamiyah yang diakui sebagai salah satu mazhab resmi dalam Islam.
Juga disebutkan, bahwa ritual Ahlulbait sebenarnya sangat kental dengan tradisi orang Sultra sendiri. Tiang keraton Buton yang berjumlah 12, sebenarnya merujuk pada keyakinan Syiah Imamiyah yang memiliki 12 orang Imam atau pemimpin umat.
Berdasarkan pantauan jurnalis Berita Kota Kendari, pengamanan itu dihadiri Komandan Kodim (Dandim), Letnan Kolonel (Letkol) Kafleri Eko Hermawan serta Kapolres Kendari, AKBP Sigit Hariadi.
Dari penelusuran di internet, tradisi Asyura memang menjadi salah satu ritual besar dalam tradisi Muslim Syiah. Populasi jumlah Muslim Syiah di seluruh dunia diperkirakan mencapai 150 juta sampai 200 juta orang, termasuk 2,5 juta orang di Indonesia. Setiap tahunnya, diperkirakan 20 juta muslim Syiah dari seluruh dunia melakukan ziarah ke makam Imam Husain yang terletak di Karbala, Irak.
Dalam Risalah Amman yang dihadiri ratusan ulama dan para pemimpin negara, disepakati bahwa Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah merupakan bagian dari keanekaragaman mazhab dalam Islam. Dari total pemeluk Syiah, kebanyakan merupakan Syiah Imamiyah dan sisanya adalah Syiah Zaidiyah, yang ajarannya lebih mirip dengan Sunni.
Menurut Prof Dr KH Quraish Shihab, perbedaan mendasar Sunni dan Syiah hanya terletak pada imamah atau kepemimpinan. Syiah hanya mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw, dan dilanjutkan oleh sebelas keturunannya, termasuk Imam Husain. Karena itu, mereka disebut Syiah Ali atau pengikut Imam Ali.
Usut Dugaan Penistaan Agama oleh Ahok, Polri Libatkan Tiga Ahli
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Kementerian Agama menyelenggarakan Dialog Lintas Agama dan Budaya (DLAB) negara-negara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia) di Yogyakarta, 18 – 19 Oktober 2016, diikuti oleh tokoh agama, budaya, akademisi, pejabat dan masyarakat madani dari negara-negara tersebut. Dialog dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Dr. AM. Fachir, sementara welcoming remarks disampaikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Dalam sambutan pembukaannya, Dr. A.M. Fachir antara lain menyampaikan bahwa Indonesia dan negara-negara MIKTA memiliki hubungan bilateral yang erat dan hubungan itu tentu saja semakin kuat melalui kerjasama MIKTA. Sejak terbentuk pada tahun 2013, MIKTA aktif membicarakan beberapa isu seperti perdamaian, keamanan, pengungsi, pemberdayan jender, perdagangan dan ekonomi global. MIKTA juga telah menjalankan berbagai program outreach di bidang kepemudaan dan media.
Ditambahkan, bahwa kerja sama dalam MIKTA sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pelaksanaan Dialog Lintas Agama dan Budaya ini merupakan inisiatif Indonesia dalam upaya mengatasi situasi keamanan global, yaitu terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme.
Lebih lanjut Dr. A.M. Fachir mengharapkan kedepannya kerja sama MIKTA dapat menjadi bridge builder dan consensus makingterhadap beberapa permasalahan yang menjadi perhatian bersama negara MIKTA. MIKTA juga diharapkan menjadi kerja sama yang inklusif yang melibatkan semua pihak tidak hanya Kementerian Luar Negeri.
Sementara itu Sri Sultan Hamengkubuwono X menggaris bawahi bahwa dialog bukanlah kompromi iman, namun untuk mewujudkan empati antarumat agama, dimana benteng perbedaan diubah menjadi jembatan saling pemahaman dan penghormatan.
DLAB negara-negara MIKTA dengan tema "Strengthening solidarity, friendship, and cooperation through interfaith and intercultural dialogue", bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman diantara negara-negara MIKTA dalam meningkatkan pemahaman dan mempromosikan toleransi, perdamaian, moderasi, serta penghormatan di antara masyarakat multi agama dan budaya.
Indonesia sebagai tuan rumah menyampaikan Host Statement/Yogyakarta Message dalam kegiatan ini. Yogyakarta Message berisi pesan perdamaian yang mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan yang memupuk rasa solidaritas dan penghargaan terhadap keragaman, keterbukaan dan tranparansi, baik pada level pemerintah maupun non-pemerintah.
Yogyakarta Message juga mendorong peran aktif pemuda dalam memupuk solidaritas antar umat beragama, mengembangkan jaringan diskusi tentang toleransi, dan melangkah dari berbagai perbedaan guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Indonesia juga menyampaikan komitmennya untuk memberikan Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia kepada pemuda dari negara-negara MIKTA mulai tahun 2017.
MIKTA merupakan Cross Regional Consultative Platform tingkat Menteri Luar Negeri yang dibentuk pada saat pertemuan ke-68 Majelis Umum PBB tanggal 17 September 2013 berdasarkan berbagai persamaan, diantaranya kemampuan ekonomi dan peran di kawasan. MIKTA diharapkan dapat bekerjasama untuk meningkatkan berkontribusi dalam pembangunan komunitas internasional.
Komisi Informasi Desak MUI Buka Laporan Keuangan
#beritadunia.net Menurut Kantor Berita ABNA, Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka laporan keuangannya ke publik. Ketua KIP Abdulhamid Diporamono mengatakan MUI perlu membuka laporan keuangannya karena lembaga itu mendapatkan dana dari pemerintah dan masyarakat.
“Dana dari pemerintah tidak saja didapat langsung dari APBN tapi juga program-program dari beberapa kementerian,” kata Abdulhamid dalam siaran pers yang diterima Tempo, di Jakarta, Ahad 27 Maret 2016.
Abdulhamid menjelaskan dana masyarakat yang masuk ke rekening MUI berasal dari biaya sertifikasi halal. Sertifikasi halal bukan saja untuk produk makanan, minuman, dan kosmetik, tetapi juga semua barang dan jasa. Menurut dia, masyarakat harus mulai kritis terhadap kondisi keuangan nonpemerintah seperti MUI.
Menurut UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Abdulhamid menilai bahwa MUI adalah badan publik. Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai badan publik ini bukan saja lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi juga badan lain atau organisasi nonpemerintah yang sumber dananya berasal daru APBN, APBD, dan sumbangan masyarakat.
Karena itu, MUI, kata dia, wajib menginformasikan program dan laporan keuangannya ke publik dengan mengelola lembaga secara transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. “Badan publik juga tidak boleh menunggu diminta informasinya tapi harus proaktif mengumumkannya ke masyarakat,” ujar Abdulhamid.
Atas dasar itulah, kata dia, KIP mempertanyakan kondisi keuangan MUI saat ini. Abdulhamid menilai tidak ada keterbukaan program dan laporan keuangan di lembaga tersebut secara periodik. Menurut dia, wajar apabila masyarakat mempertanyakan keterbukaan informasi MUI yang ingin mensertifikasi banyak jenis barang. “Jika makin banyak obyek yang disertifikasi maka akan semakin banyak pula uang masuk ke MUI,” tutur dia.
Abdulhamid menilai masyarakat harus kritis mempertanyakan laporan keuangan MIU. Sebab, kata dia, biaya yang dikeluarkan oleh pihak yang disertifikasi, pasti pada akhirnya akan dibebankan kepada masyarakat sebagai konsumen.
Antara Facebook, Israel dan Shimon Peres
Facebook adalah layanan media sosial yang saat ini paling diminati di dunia. Pertama kali didirikan oleh Mark Zuckerberg dan mitranya pada Februari 2004. Berbagai kalangan, termasuk Julian Assange, pendiri situs pembocor kawat intelejen Wikileaks, mengungkapkan bahwa Facebook adalah alat spionase paling dibenci yang dibuat sekarang.
Dewasa ini Facebook memiliki harta karun informasi yang sangat melimpah dari para penggunanya yang memberikan informasi pribadi secara sukarela. Padahal informasi tersebut dipergunakan oleh dinas keamanan dan intelejen AS untuk kepentingan tertentu.
Meskipun jejaring sosial semacam Facebook dipergunakan untuk menjalin hubungan sosial antarindividu dengan yang lain. Tapi, tidak luput dari ancaman bahaya yang mengintai setiap saat. Salah satu alasannya adalah besarnya konten rahasia yang bercampur dengan konten umum di dalamnya. Semua bercampur menjadi satu, dan tidak ada pemisahan antara keduanya.
Berdasarkan data yang dirilis pusat statistik internet global, masyarakat dunia menggunakan 500 miliar menit setiap bulan dari waktunya Facebook. Di kawasan Timur Tengah, Uni Emirat Arab dan Israel merupakan pengguna tertinggi Facebook.
Kini, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg dinobatkan sebagai pemuda terkaya di dunia, dan orang terkaya ke-35 di dunia. Situs Jew or Not Jew memberikan parameter untuk menentukan seorang tokoh dunia, apakah dia Yahudi atau bukan. Situs ini memberikan nilai 13 dari 15 kepada Mark Zuckerberg, yang menunjukkan bahwa pendiri Facebook ini adalah seorang Yahudi. Koran Zionis, Jerusalem Post menempatkan Mark Zuckerberg dalam deretan ranking keempat dari 50 orang Yahudi paling berpengaruh di dunia.
Presiden rezim Zionis ke-9 yang belum lama ini meninggal pernah menyampaikan pujian besar terhadap Facebook. Shimon Peres dalam kunjungannya ke kantor Facebook di California tahun lalu menyebut jejaring sosial ini sebagai media untuk melakukan perubahan sosial. Menurut pengakuan Peres sendiri sebelum meninggal, tujuan kunjungannya ke kantor Facebook untuk menemui pemuda Yahudi yang baik, yaitu Mark Zuckerberg.
Dalam sebuah wawancara langsung dengan Facebook, Peres menjawab berbagai pertanyaan. Salah satunya, apa yang bisa dilakukan Facebook untuk meningkatkan perdamaian di Timur Tengah ? “Kalian bisa meyakinkan masyarakat supaya percaya tidak ada alasan untuk membenci !”, jawabnya.
Titik penting ini menunjukkan posisi Facebook sebagai alat untuk memperluas gerakan perdamaian ala Zionis. Tapi ironisnya, Facebook menutup laman yang berkaitan dengan Palestina, Lebanon, Iran dan gerakan anti-Zionis di dunia. Misalnya, Facebook menutup laman Intifadha Ketiga Palestina yang telah memiliki anggota hampir setengah juta.
Pada September lalu, rezim Zionis meminta Facebook mengirimkan delegasinya ke Israel supaya Tel Aviv bisa mewujudkan tujuannya melalui jejaring sosial itu. Rai Alyoum memberitakan sejak delegasi Facebook tiba di wilayah Palestina pendudukan langsung bertemu dengan menteri intelejen dalam negeri dan urusan peradilan rezim Zionis.
Dalam pertemuan tersebut hadir dua orang perwakilan dari pengadilan dan kepolisian Israel. Facebook menerima seluruh syarat yang diajukan rezim Zionis dan diakhir penandatangan kesepakatan bersama mengenai penguatan kerjasama antara dinas keamanan Israel dan Facebook.
Di akhir pertemuan, menteri kehakiman rezim Zionis yang memimpin delegasi Israel menyatakan, dua jejaring sosial, Facebook dan Twitter menerima permintaan rezim Zionis supaya menghapus konten anti-Israel yang telah dilakukan selama beberapa bulan belakangan ini.
Sebelumnya, Israel membentuk sebuah komite untuk menentukan “Aturan Facebook”. Tujuannya, untuk mengarahkan jejaring sosial ini demi kepentingan rezim Zionis. Dengan aturan ini, Tel Aviv bisa mendikte Facebook untuk menghapus konten yang tidak sesuai dengan kepentingan Israel.
Sebelum penandatangan kesepakatan antara Israel dan Facebook, sudah diprediksi akan ada penutupan secara besar-besaran akun-akun yang dinilai mengancam rezim Zionis. Benar saja, tidak lama setelah penandatangan tersebut, ribuan akun yang berkaitan dengan Palestina ditutup.
Belum lama ini, akun resmi Hamas dan sejumlah tokoh Palestina juga ditutup dari laman Facebook. Hingga kini penutupan akun pribadi dan fan page mengenai Palestina terus berlanjut. Bahkan fan page universitas Palestina seperti Universitas al-Khalil, universitas Al-Najah dan lainnya ditutup.
Tidak hanya itu, Aljazeera baru-baru ini melaporkan empat orang editor kantor berita Shehab dan akun tiga manajer kantor berita Quds dinonaktifkan. Dua kantor berita tersebut selama ini meliput perkembangan terbaru di Palestina pendudukan, dan laman Facebooknya diikuti oleh sekitar lima hingga enam juta orang.
Menyikapi sepak terjang Facebook tersebut, jutaan orang di dunia maya melancarkan kampanye boikot Facebook sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan perusahaan milik Mark Zuckerberg terhadap penutupan akun pro-Palestina.
Salah satu hashtag kampanye boikot Facebook adalah #FBcensorspalestine menjadi hit dalam waktu yang relatif singkat. Hanya dalam waktu dua jam, lebih dari 266 juta orang dari seluruh dunia mengikuti tagar boikot Facebook, dan lebih dari 40.000 orang memberikan komentar di tagar tersebut. Tagar Facebook menyensor Palestina menempati posisi tertinggi kelima di Twitter.
Keberpihakan jejaring sosial semacam Facebook terhadap rezim Zionis tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Lebih dari 10.000 laman milik Israel di dalam Facebook. Sejumlah kalimat seperti “Bunuh orang-orang Palestina” mendekati 3.000 kali terulang di akun milik Israel. Sedangkan kalimat “Usir orang-orang Palestina” terulang sekitar 12.000 kali.
Terkait hal ini, menteri kehakiman rezim Zionis, Ayelet Shaked di laman pribadinya menyerukan pembunuhan massal warga Gaza. Ironisnya, statemen bersifat intimidatif ini tidak disensor oleh Facebook. Pada saat yang sama, jika itu dilakukan oleh orang-orang Palestina, maupun bangsa lainnya terhadap Israel maka Facebook pasti akan memblokirnya.
Contoh lainnya, sebuah akun memposting foto perempuan tua disertai tulisan singkat, “Usia nenek ini lebih tua dari Usia Israel”. Tidak berapa lama setelah diposting, Facebook segera menghapusnya. Foto perempuan tua itu adalah gambar Fatimah Ali salim Abu Husyiah, yang dilahirkan pada tahun 1910 di wilayah Qathana Palestina. Situs Al-Alam melaporkan, manajemen Facebook menjustifikasi keputusan tidak profesionalnya dengan menyebut “konten ini rasis !” yang ditujukan kepada siapa saja yang memposting sesuatu yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim Zionis.
Mark Zuckerberg terkadang mengenakan pakaian dengan penutup kepala khas Yahudi di hadapan khalayak ramai. Kostum tersebut menimbulkan pertanyaan banyak orang mengenai sosok Mark Zuckerberg. Tidak bisa dipungkiri bagaimana ia mengarahkan Facebook untuk kepentingan rezim Zionis.
Jika sedikit menelisik simbol bintang Dawud yang ada di tengah bendera Israel dan slogan “membangun dunia” dalam bendera dan slogan rezim Zionis Israel, kita bisa menilai bagaimana ambisi Zionisme internasional menguasai dunia, dan memfungsikan potensi-potensi besar seperti Facebook yang didirikan oleh anak muda berbakat seperti Mark Zuckerberg.
Pada Februari 2008, Mark Zuckerberg diundang datang ke Jerusalem untuk menghadiri konferensi internasional hari berdirinya rezim Zionis. Tema yang diusung dalam konferensi tersebut adalah “Masa Depan Teknologi di dunia”, termasuk membahas masyarakat Yahudi global dan Israel, serta pengaruhnya di dunia. Pada konferensi tersebut Shimon Peres menyebut Mark Zuckerberg sebagai teknokrat yang mengubah kehidupan dunia yang kita tempati saat ini.
Dalam Bimbingan Imam Husain as (10)
Konsistensi Imam Husain as dan sahabatnya di saat-saat paling sulit dan keridhoan mereka terhadap musibah muncul dari pemahaman mereka terhadap hakikat kehidupan dan kematian. Imam Husain senantiasa berdiri kokoh dan tidak pernah kalah, sehingga menjadi teladan bagi keuletan dan konsistensi dalam menghadapi beragam kesulitan dan perang melawan otoritarianisme.
Istiqomah di jalan Tuhan merupakan kesempurnaan tertinggi manusia. Melalui istiqomah, manusia mampu menegakkan kebenaran dan tidak akan pernah mundur melawan kebatilan. Imam Husain di kebangkitan bersejarahnya menyadarkan sahabat dan keluarganya akan rahasia istiqomah, sehingga mereka mampu memahami dengan benar hakikat istiqomah, menerapkannya dan menjadi manusia sempurna.
Di antara sahabat Imam Husain as adalah Nafi’ bin Hilal. Di hari Asyura dengan membawa busur dan anak panah, ia menyongsong musuh. Ketika anak panahnya habis ia berperang menggunakan pedang dan membantai musuh-musuh Allah. Sambil mengacungkan pedangnya ia bersyair, Agamaku adalah agama Husain bin Ali. Jika hari ini aku terbunuh, maka ini adalah harapanku. Konsisten dan istiqomahnya Nafi’ bin Hilal di peperangan membuat musuh ketakutan dan memaksa komandan pasukan musuh memaki bawahannya. Komandan musuh berteriak, Wahai orang-orang bodah! Apakah kalian tahu tengah berperang dengan siapa. Kalian tengah berperang melawan orang yang haus akan kematian dan pemberani. Oleh karena itu, jangan berperang langsung melawannya.
Kinerja sahabat Imam Husain as tak ubahnya seperti bendera yang berkibar, konsisten dan istiqomah. Habib bin Madhahir, salah satu sahabat Imam Ali as dan saat berperang di Karbala telah berusia 75 tahun. Saat bertempur ia melantunkan syair, Namaku Habib dan ayahku Madhahir. Aku adalah pahlawan di medan perang. Meski jumlah kalian lebih banyak dari kami, namun loyalitas kami lebih besar dari kalian. Kami adalah hujjah lebih ungul dan kebenaran yang nyata dan lebih bertakwa dari kalian.
Habib di medan pertempuran telah membuktikan istiqomah dan konsistennya di jalan kebenaran serta mempersembahkan nyawanya. Ia bertempur dengan gigih hingga mereguk cawan syahadah. Konsistensi Imam Husain as dan sahabatnya di saat paling sulit dan ketika mereka mengadapi musibah besar bersumber dari upaya mereka memperjuangkan kebenaran dan pamahamannya atas realita kehidupan dan kematian.
Air mata manusia yang menangisi Imam Husain as sejatinya termasuk salah satu pilar yang mempertahankan misi beliau dan menyampaikan pesannya kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian, air mata bagi Husain adalah teriakan protes kepada kubu arogan dan zalim. Sebuah kilat dan guntur yang menembak para pendurjana di mana pun dan kapan pun.
Tentang keberadaan Imam Husain as di Karbala diriwayatkan bahwa ketika beliau tiba di padang ini kuda yang beliau tunggangi tiba-tiba berhenti. Kuda itu tetap bergeming dan memaku kendati beliau sudah menarik tali kekangnya kuat-kuat agar beranjak dari tempatnya berdiri. Beliau lalu mencoba menunggangi kuda lain, namun hasilnya tetap sama, kuda kedua itu juga tak menggerakkan kakinya. Karena itu, Imam Husain as nampak mulai curiga sehingga bertanya: “Apakah nama daerah ini?” Orang-orang menjawab: “Qadisiah.”“Adakah nama lain?”, tanya Imam lagi. “Shati' Al-Furat.” “Selain itu ada nama lain lagi?” “Karbala...”
Mendengar jawaban terakhir ini Imam Husain as segera berucap: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan malapetaka.” Imam lalu berseru kepada para pengikutnya: “Kita berhenti disini, karena di sinilah akhir perjalanan kita, di sinilah tempat tumpahnya darah kita, dan di sinilah tempat kita dikebumikan.”
Di tanah itu, Ummu Kaltsum as adik Imam Husain as berkeluh kesah kepada beliau. “Padang sahara terlihat menyeramkan, aku tiba-tiba dicekam ketakutan yang amat besar.” Imam menjawab: “Adikku, dalam perjalanan untuk Perang Siffin, bersama ayahanda kami pernah berhenti di sini. Di sini ayah merebahkan kepalanya ke pangkuan kakakku, Hasan, kemudian tertidur. Aku juga kebetulan ada di sisinya. Begitu terjaga, ayah tiba-tiba menangis sehingga kakakku bertanya mengapa ayah menangis.
“Ayah menjawab: 'Aku bermimpi sahara ini berubah menjadi lautan darah dan Husain tenggelam ke dalamnya sambil berteriak-teriak meminta pertolongan tetapi tak seorangpun mengindahkan teriakannya.' Ayah kemudian bertanya kepadaku: 'Bagaimanakah kalian jika seandainya ini terjadi.' Aku menjawab: 'Tidak ada jalan lain, aku akan sabar.'”
Imam Husain as kemudian berkata: “Sesungguhnya Bani Umayyah telah mencemarkan nama baikku, tetapi aku bersabar. Mereka merampas harta bendaku, aku juga bersabar. Mereka kemudian menuntut darahku, tetapi juga tetap sabar. Demi Allah, mereka akan membunuhku sehingga Allah akan menimpakan kepada mereka kehinaan yang amat sangat dan akan menghunjam kepada mereka pedang yang amat tajam.”
Sementara itu, Ubaidillah bin Ziyad sudah mendapat laporan bahwa Imam Husain as berada di Karbala. Dia mengirim surat kepada beliau berisikan desakan agar beliau membaiat Yazid. Ubaidillah mengancam Imam Husain as pasti akan mati jika tetap menolak memberikan baiat. Imam Husain as membaca surat itu kemudian melemparkannya jauh-jauh sambil berkata kepada kurir Ubaidillah bahwa surat itu tidak akan dibalas oleh beliau. Ubaidillah murka setelah mendengar laporan sang kurir tentang sikap Imam Husain ini. Dipanggilnya Umar bin Sa'ad, orang yang sangat mendambakan jabatan sebagai gubernur di kota Rey. “Cepat pergi!” Seru Ubaidillah kepada Umar. “Habisi Husain, setelah itu datanglah kemari lalu pergilah ke Rey untuk menjabat di sana selama 10 tahun.”
Umar bin Sa'ad meminta waktu satu hari untuk berpikir, dan Ubaidillah pun memberinya kesempatan itu. Umar kemudian berunding dengan teman-temannya. Dia disarankan supaya tidak menerima tugas untuk membunuh cucu Rasul itu. Namun, saran itu tidak meluluhkan hatinya yang sudah dilumuri ambisi untuk bertahta. Maka, dengan memimpin 4.000 pasukan dia bergerak menuju Karbala. Begitu tiba di Karbala, mulai adegan-agedan penganiayaan terjadi terhadap Imam Husain beserta rombongannya. Umar bin Sa'ad bahkan tak segansegan mencegah mereka untuk mendapatkan seteguk air minum.
Hur dan pasukannya bergabung di bawah pasukan pimpinan Umar bin Sa'ad. Umar memerintahkan seseorang bernama Azrah bin Qais. “Cepat datangi Husain, dan tanyakan kepadanya untuk apa datang kemari.” Kata Umar. Azrah kebingungan dan malu karena dia termasuk orang yang mengirim surat kepada Imam Husain as supaya beliau datang ke Kufah. Umar bin Sa'ad kemudian menyuruh beberapa orang lain untuk bertanya seperti itu, tetapi tak ada satupun diantara mereka yang bersedia. Mereka keberatan karena mereka juga seperti Azrah bin Qais; ikut mengundang Imam Husain as tetapi malah berada di barisan pasukan yang memusuhi beliau.
Diriwayatkan bahwa Barir bin Khudair meminta izin Imam Husain as untuk berbicara dengan Umar bin Sa'ad mengenai penggunaan air sungai Furat. Beliau mengizinkannya dan Barir pun pergi mendatangi Umar bin Sa'ad. Di depan Bin Sa'ad Barir langsung duduk tanpa mengucapkan salam. Karena itu Umar bin Sa'ad langsung naik pitam.
“Kenapa kamu tidak mengucapkan salam kepadaku? Bukankah aku ini seorang muslim yang mengenal Allah dan rasul-Nya?”, tegur Ibnu Sa'ad geram. “Kalau kamu memang seorang Muslim,” jawab Barir, “kamu tentu tidak akan keluar untuk memerangi keluarga nabimu, Muhammad bin Abdullah, untuk membunuh mereka, untuk menawan para anggota keluarga mereka. Di saat orang-orang Yahudi dan Nasrani bisa menikmati air sungai Furat, Husain putera Fatimah beserta keluarga dan sahabatnya justru terancam maut akibat kehausan karena kamu mencegah mereka meneguk air sungai tersebut, tetapi di saat yang sama kamu mengaku mengenal Allah dan rasul-Nya.”
Ibnu Sa'ad sejenak menunjukkan kepada kemudian mendongak lagi sambil berkata: “Hai Barir, saya yakin siapapun akan masuk neraka jika memerangi dan membunuh Husain dan kaum kerabatnya. Namun, apa yang bisa aku lakukan nanti untuk ambisiku di Ray? Apakah aku akan membiarkannya jatuh ke tangan orang lain? Demi Allah, hatiku tidak berkenan untuk yang demikian.” Barir kemudian kembali menghadap Imam Husain as dan melaporkan apa yang dikatakan Umar bin Sa'ad. Imam pun berkomentar: “Dia tidak bisa mencapai kekuasaan di Ray. Dia akan terbunuh di tempat tidurnya sendiri.”
Dalam Bimbingan Imam Husein (9)
Dalam al-Quran, izzah atau kemuliaan merupakan sifat terpuji yang menjadi ciri para Nabi, Rasul dan orang-orang yang beriman. Di Karbala, Imam Husein dan pengikutnya memberikan pelajaran penting mengenai martabat dan kehormatan yang dijelaskan dalam al-Quran. Beliau bukan hanya menolak kehinaan yang menjadi slogan utama dalam gerakan Asyura, “Haihat Minna al-dzillah”, lebih dari itu, Imam Husein memberikan contoh mengenai kemuliaan hidup berdasarkan prinsip al-Quran.
Salah satu pelajaran penting dari gerakan Imam Husein adalah kehormatan dan kemerdekaan. Ketika kehinaan rezim fasik melingkar di leher umat Islam saat itu, Imam Husein tidak hanya menyuarakan penolakan terhadap kehinaan, tapi beliau bangkit menyuarakan kemuliaan. Kebangkitan Imam Husein bukan untuk kepentingan dirinya, tapi demi membela ajaran Islam yang telah dihina dan direndahkan oleh orang lalim dan fasik semacam Yazid.
Imam Husein berkata, “…bagaimana Tuhan menjauhkan kami dari kehinaan! Tuhan memerintahkan kami [Ahlul bait] supaya menolak kehinaan. Rasulullah Saw menentang kehinaan, dan orang-orang Mukmin pun mengikutinya. Pakaian bersih dan suci yang kami kenakan tidak akan pernah membiarkan nafas kami berada dalam kelaliman. Lebih baik kami mati mulia, dari pada harus taat kepada orang-orang tercela,”.
Bahkan, ketika titik darah penghabisan, Imam Husein tetap memegang prinsip hidupnya yang menjunjung tinggi kemuliaan. Pada saat puluhan anak panah beracun menancap di dada Imam Husein di hari Asyura, dan beliau sudah tidak bisa duduk di kuda serta melanjutkan pertahanan dirinya, kemuliaan dan kehormatannya tetap terjaga. Imam Husein tidak menyerah menghadapi musuh yang menghadang di depan mata.
Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein di padang Karbala adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaan adalah sebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.
Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam yang senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan. Mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di setiap kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, orang-orang Mukmin sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah, dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.
Imam Husein telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan. Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Meskipun Husein bin Ali telah tiada lebih dari seribu tahun lalu, tapi martabat kemanusiaan dan kemuliaan imannya tetap kekal abadi.
Pada dasarnya, Imam Husein mengajarkan kepada umat manusia tentang pelajaran menjaga kemuliaan hidup. Dalam ideologi Imam Husein, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan bukan kegagalan, tapi ia kemenangan sejati.
Imam Husein gugur syahid dalam membela agama dan berjuang melawan kezaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein telah menghidupkan sifat-sifat mulia kemanusiaan, dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan.
Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit menentang mereka.
Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein berkata,“Ketahuilah, sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman pasti menolaknya.”
Imam Husein mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan umat manusia. Keputusan Imam Husein menolak baiat sangat penting, karena hal itu sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah yang lalim. Penolakan tersebut memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan kepada generasi mendatang.
Imam Husein berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku, dan Tuhan kalian dari serangan kalian."
Ia menolak baiat yang hina, dan memperkenalkan Allah Swt hanya sebagai tempat berlindung. Menurut Imam Husein, seluruh kemuliaan dan kekuatan adalah milik Allah Swt, dan ini adalah puncak martabat kemanusiaan. Imam Husein selalu menghadirkan kemuliaan dan martabat kepada masyarakat, dan ia tidak membiarkan seseorang bertekuk lutut pada kehinaan dan kerendahan.
Akhlak mulia dan perhatian terhadap martabat kemanusiaan dalam mendidik dan memperkuat kemuliaan diri dapat ditemukan di seluruh fase kehidupan Imam Husein. Puncak kemuliaan ini dapat disaksikan bagaimana ia memperlakukan pasukan musuh.
Sikap Imam Husein saat menghadapi pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi adalah bukti keluhuran jiwanya. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah, Imam Husein dan rombongan dihadang oleh pasukan musuh pimpinan Hurr di sekitar Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah. Cuaca panas dan minimnya persediaan air memaksa semua orang untuk berhemat. Dalam situasi seperti ini, pasukan Hurr bertemu kafilah Imam Husein dengan terengah-engah kehausan.
Sebagian orang di kafilah menyarankan kepada Imam Husein as agar memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang pasukan Hurr. Akan tetapi, ia tidak hanya menolak usulan tersebut, tapi juga memerintahkan keluarga dan para sahabatnya untuk memberi air minum kepada pasukan musuh, dan ia bahkan meminta mereka untuk memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan. Bahkan, Imam Husein dengan tangannya sendiri memberi air minum kepada tentara musuh yang kehausan.
Salah seorang tentara Hurr berkisah, “Aku adalah orang terakhir dari pasukan Hurr yang bertemu Husein bin Ali. Aku dicekik rasa haus, bahkan aku tidak sangguh memegang girbah air untuk meminumnya, Husein menyaksikan kondisiku yang lemah, dan ia kemudian dengan tangannya sendiri memberiku minum hingga dahagaku hilang.”
Kebesaran jiwa dan kemuliaan Imam Husein akan tampak jelas ketika kita membandingkannya dengan tindakan pasukan Umar bin Sa'ad di kemudian hari. Mereka tidak hanya menutup aliran air kepada sahabat dan pasukan Imam Husein, tapi juga membungkam tangisan anak-anak yang kehausan.
Salah satu keutamaan kepribadian Imam Husein adalah perhatiannya akan keselamatan seluruh umat manusia. Beliau juga melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan musuh-musuhnya. Pada hari Asyura, ketika Imam Husein sudah dikepung dan genderang perang sudah ditabuh, ia bergegas menuju ke arah pasukan musuh dan memperkenalkan dirinya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan orang-orang yang lalai dan menyadarkan mereka.
Dalam kondisi tersulit sekalipun, Husein bin Ali masih tetap memikirkan keselamatan orang-orang yang memusuhinya dari kesesatan. Apakah mereka tidak tahu siapa Husein? Apakah sebagian dari ribuan tentara itu tidak temasuk orang yang pernah menulis surat kepada Husein bin Ali?
Bukankah sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan mendengar langsung dari Rasulullah yang bersabda, “Husein adalah pemuda penghulu surga.” Tapi, harta, tahta dan kebodohan telah menjadikan mereka buta dan tuli untuk menerima kebenaran.
Sikap Imam Husein membuktikan betapa tinggi pemikirannya. Ia masih mencari cara untuk menyelamatkan orang-orang dari kehancuran dan menolong mereka. Di detik-detik akhir hayatnya, ksatria Karbala tetap berjuang demi membela agama dan kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, kebebasan dan kemerdekaan sejati. Inna lillahi wa Inna ilahi rajiun.