Berbagai berita dari Mesir menunjukkan bahwa pemerintah Abdel Fattah el-Sisi menuai banyak kritikan dari berbagai partai termasuk kubu pro pemerintah. Kinerja el-Sisi yang mengamini langkah rezim Zionis Israel dalam memblokade Jalur Gaza tak urung membuat kubu di negara ini resah.
Dalam hal ini, kubu politik Mesir termasuk partai pendukung pemerintah menuntut upaya segera untuk membuka jalur penyeberangan Rafah dan menyelamatkan warga Palestina dari tragedi, khususnya yang mengancam warga Gaza. Sementara itu, tokoh Palestina di Gaza juga menyatakan bahwa di tahun 2015, jalur penyeberangan Rafah ditutup selama 321 hari dan kondisi ini sejak 2009 hingga kini belum pernah terjadi. Tentu saja hal ini membuat kondisi kemanusiaan dan sosial di Jalur Gaza semakin parah.
Rezim Zionis Israel melalui kebijakan arogan anti warga Palestina tak segan-segan menerapkan beragam strategi anti kemanusiaan terhadap warga tertindas ini, termasuk memblokade wilayah Palestina dan mengubahnya menjadi tahanan massal. Akibat eskalasi blokade Jalur Gaza yang diterapkan sejak 2007, ratusan warga Palestina kehilangan nyawa, sementara sejumlah besar lainnya, khususnya mereka yang sakit berada di ambang kematian. Hal ini menunjukkan berlanjutnya tragedi yang diciptakan Israel bagi warga Gaza. Di sisi lain, sikap Mesir yang mengamini langkah Israel memblokade Gaza secara praktis mengubah wilayah ini sebagai tahanan massal.
Pemerintah Mesir sejak berkuasanya Abdel Fattah el-Sisi, dengan kebijakannya menutup jalur penyeberangan Rafah dan merusak ratusan tunel di wilayah perbatasan dengan dalih keamanan, secara praktis menyempurnakan blokade Jalur Gaza. Disebutkan bahwa pasca penutupan Rafah, tunel Gaza merupakan satu-satunya sumber kehidupan warga Palestina dan jalur untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan dirusaknya tunel tersebut oleh Israel dan Mesir, Gaza di ambang tragedi kemanusiaan karena kelangkaan kebutuhan primer termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Langkah pemerintah Mesir yang menyertai Israel memblokade wilayah Paelstina terjadi di saat beberapa pekan lalu jumlah syuhada Palestina akibat eskalasi kekerasan Israel bertambah menjadi 120 orang. Selama itu, korban luka dan mereka yang ditangkap mencapai ribuan orang.
Kerjasama pemerintah Mesir dan Israel, khususnya pengetatan blokade Gaza dilakukan ketika warga Mesir berulang kali menggelar aksi demo selain mengutuk kebijakan Kairo mengamini langkah Tel Aviv memblokade Gaza, juga mendesak pembatalan perjanjian yang ditandatangani negaranya dengan rezim penjajah al-Quds.
Pergerakan anti Palestina oleh pemerintah Mesir yang bertentangan dengan keinginan rakyat negara ini muncul ketika masyarakat dunia menekankan solidaritas terhadap bangsa Palestina. Selama beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan kebangkitan global mendukung bangsa tertindas Palestina.
Dalam hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berulang kali mendesak Mesir dan Israel membuka seluruh jalur penyeberangan di Gaza dan mencabut pembatasan di jalur penyeberangan sesuai dengan resolusi 1860 Dewan Keamanan. Di resolusi yang dirilis tahun 2009 dan menyusul perang 22 hari Israel di Gaza oleh Dewan Keamanan ditekankan penghentian segera serangan Israel dan peningkatan upaya untuk merealisasikan gencatan senjata permanen serta jaminan bagi pembukaan permanen seluruh jalur penyeberangan.