Sidang Majelis Umum PBB; Peluang Menjelaskan Sikap dan Pandangan soal Perdamaian dan Keamanan Global

Rate this item
(0 votes)
Sidang Majelis Umum PBB; Peluang Menjelaskan Sikap dan Pandangan soal Perdamaian dan Keamanan Global

Majelis Umum PBB melakukan sidang ke-74 dan telah dimulai sejak Selasa lalu, 17 September di kantor pusatnya di New York.

Tahun ini, terlepas dari aksi destruktif AS, Republik Islam Iran dengan partisipasi aktifnya di Majelis Umum PBB, menyatakan sikapnya yang jelas tentang perdamaian dan keamanan global.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif akan melakukan perjalanan ke New York pada hari Senin, 16 September, tetapi pemerintah AS dalam aksi permusuhan menunda pemberian visa kepada delegasi Iran ke New York.

Pidato Hassan Rouhani, Presiden Iran di Sidang Majelis Umum PBB
Para pemimpin dunia memanfaatkan kesempatan Majelis Umum PBB setiap tahun untuk menjelaskan pandangan dan posisi mereka tentang isu-isu global, masalah dan krisis, serta bagaimana mengelola PBB.

Sidang ketujuh puluh empat Majelis Umum PBB tahun ini dimulai ketika pemerintah AS secara sepihak bertindak untuk melemahkan lembaga yang menjadi salah satu simbol utama multilateralisme. Desakan Trump untuk tetap melanjutkan kebijakan unilateralisme telah menciptakan tantangan baru bagi dunia.

Daniel Larison, seorang analis hubungan internasional dalam analisanya yang dipublikasikan dalam The American Conservatif meninjau kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran, seraya menulis, "Ketika Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, ia tampaknya berusaha untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran lagi untuk mencari kesepakatan "yang lebih baik". Hasil dari kebijakan "tekanan maksimum" sampai sekarang sudah jelas, meningkatnya instabilitas di Teluk Persia..."

Komunitas internasional harus mengambil sikap serius terhadap kebijakan unilateralisme AS dan menunjukkan bahwa di dunia sekarang ini, sanksi telah menjadi alat yang tidak efektif dan usang dan bahwa Amerika Serikat tidak dapat mengganggu interaksi antara bangsa-bangsa dan negara.

Faktanya adalah bahwa kebijakan intervensi AS telah menyebabkan perang yang memunculkan bencana seperti konflik bertahun-tahun di Suriah, Irak dan Yaman. Namun para pejabat AS terus menyalahkan Iran atas ketidakamanan dan perang di kawasan itu.

Dalam beberapa pekan terakhir, Amerika Serikat telah berusaha untuk membentuk koalisi dari berbagai negara untuk apa yang disebutnya jaminan keamanan laut di Teluk Persia dan Selat Hormuz. Tetapi tujuan kebijakan itu hanya untuk membuat panas pasar penjualan senjata Teluk Persia dan memerah negara-negara di kawasan Teluk Persia, yang digambarkan Trump sebagai "sapi perah".

Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran menulis di halaman Twitter-nya pada hari Jumat, 20 September, sebagai jawaban atas pernyataan Mike Pompeo, timpalannya dari Amerika Serikat, "Pompeo salah memahami. Bukan Iran yang ingin berperang dengan Amerika Serikat hingga orang Amerika terakhir, tapi Tim B yang ingin berperang dengan Iran hingga orang Amerika terakhir."

"Iran tidak memiliki keinginan untuk berperang, tetapi kami akan dan akan membela rakyat dan negara kami," Tegas Zarif.

Menteri Luar Negeri Iran juga mentweet, "Iran pada tahun 1985 mempresentasikan Rencana Keamanan di Teluk, pada 1997 mempresentasikan Dialog Peradaban, sementara tahun 2013 mempresentasikan Rencana Dunia Melawan Kekerasan, tahun 2014 mempresentasikan Rencana Forum Dialog Regional, 2015 dengan mempresentasikan Rencana Perdamaian Yaman, pada 2017 tidak lupa mempresentasikan Rencana Proses Astana dan pada 2019 Iran akan menghadirkan Pakta Non-Agresi Regional yang menunjukkan Tehran selau berupaya untuk menyelesaikan masalah melalui dialog damai."

Sementara Amerika Serikat tidak pernah mencari perdamaian dan keamanan berkelanjutan di kawasan ini.

Noam Chomsky, pemikir terkenal Amerika Serikat
Noam Chomsky, pemikir terkenal Amerika Serikat mengatakan, "... Amerika Serikat menganggap Iran sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian, padahal dunia percaya bahwa Amerika Serikat adalah ancaman terbesar bagi perdamaian dunia."

Banyak pengamat politik dan lingkaran diplomatik menilai penting kehadiran presiden Iran dan menteri luar negeri serta pidato-pidato delegasi Iran pada sesi sidang Majelis Umum PBB tahun ini dengan mempertimbangkan masalah kawasan dan mengatakan bahwa para pejabat AS akan memberikan perhatian khusus untuk itu.

Read 699 times