Mengapa Bolton Dipecat ?

Rate this item
(0 votes)
Mengapa Bolton Dipecat ?

John Bolton dipecat dari jabatannya sebagai penasihat keamanan nasional Gedung Putih setelah 17 bulan menempati pos penting ini.

Pemecatan Bolton ini menambah daftar panjang pejabat gedung Putih yang diberhentikan oleh Trump. Donald Trump dalam sebuah tweetnya hari Selasa, 10 September mengungkapkan dirinya telah memberi tahu John Bolton pada Senin malam bahwa "pengabdiannya tidak lagi dibutuhkan di Gedung Putih".

Trump bercuit, "Saya dan pihak lain di pemerintahan menentang usulannya. oleh karena itu saya memintanya mengundurkan diri. Saya berterima kasih kepada John Bolton atas pengabdiannya, dan akan memperkenalkan penasihat keamanan nasional baru pekan depan,". Bolton beberapa saat setelah tweet ini mengangkat versi baru pengunduran dirinya. "Saya mengundurkan diri tadi malam, dan Presiden Trump mengatakan kita harus membicarakannya besok," cuitnya.

Juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley memberikan penjelasan mengenai perbedaan sikap antara Trump dan Bolton. Menurutnya, masalah mereka bukan hanya satu, tetapi terjadi perbedaan dalam banyak masalah. Salah satu keberatan Trump terhadap Bolton mengenai hubungannya dengan anggota Kongres AS, dan mencoba untuk memaksakan kebijakan pilihannya kepada Trump. 

Tidak hanya itu, Bolton juga menolak wawancara mengenai pembelaan terhadap kebijakan Trump di Afghanistan dan Rusia dengan saluran televisi selama beberapa pekan terakhir. Akibatnya, Trump merasa bahwa Bolton tidak loyal kepadanya dan ia tidak bersama timnya.

Media AS mengangkat isu pemecatan Bolton dengan mengutip pendapat Trump dan Bolton dalam kasus Afghanistan, Korea Utara, Suriah, Venezuela, dan Iran. Namun, banyak analis melihat pemecatan Bolton bukan sebagai tanda spirit damai" Trump, tetapi tanda kegagalan kebijakan agresif dan unilateralis pemerintah AS secara internasional terhadap negara-negara independen.

John Bolton memulai karirnya sebagai Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih pada 9 April. Penunjukannya oleh Trump disambut hangat pejabat Israel. Bolton, 70 tahun, adalah penasihat keamanan nasional ketiga Donald Trump selama enam bulan masa jabatan kepresidenannya.

Penasihat Trump yang ekstrem ini telah berulangkali menyerukan penggunaan opsi militer, bahkan pemboman terhadap negara-negara oposisi, termasuk Iran. Pasalnya ia  percaya bahwa negara mana pun yang menentang AS harus ditekan melalui aksi militer. John Bolton membujuk Donald Trump supaya lebih fokus terhadap kebijakan ofensifnya. 

Namun, gaya Bolton yang keras dan sikap konfrontatifnya telah mempererat hubungannya dengan sejumlah pejabat senior AS, terutama Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.  Ada banyak alasan untuk penggulingan Bolton, namun, mereka semua berbagi ketidaksepakatan yang tajam dengan Trump tentang masalah kebijakan luar negeri AS. Keduanya, memiliki sikap kontroversial dalam berbagai masalah terutama Iran, Venezuela, dan Afghanistan. Trump juga mengungkapkan bahwa ia dan Bolton memiliki pandangan yang berbeda tentang Korea Utara.

Salah satu friksi antara Trump dan Bolton mengenai masalah proses pembicaraan damai dengan Taliban. CNNNews melaporkan bahwa Trump dan Bolton berselisih tajam dalam masalah Taliban Senin malam, 9 September. Selama kampanye, Trump berjanji akan mengurangi kehadiran militer AS di Afghanistan, tapi Bolton menentang pendekatan pemerintahan Trump tersebut.

Surat kabar Washington Post pada 31 Agustus mengutip pernyataan para pejabat senior AS melaporkan bahwa John Bolton tidak dilibatkan dalam proses perdamaian Afghanistan. Penentangan Bolton terhadap upaya diplomatik untuk mengakhiri perang di Afghanistan memicu kemarahan Trump, yang mendorongnya tidak muncul dalam daftar pembicaraan sensitif mengenai kesepakatan damai dengan Taliban. 

Isu lain yang menjadi perselisihan Trump dengan Bolton mengenai masalah Venezuela. Presiden AS sangat tidak senang dengan pandangan Bolton mengenai negara Amerika Latin yang kaya minyak itu. Trump menilai kebijakannya terhadap pemerintah Venezuela yang berhaluan kiri dan Presiden Nicolas Maduro tidak efektif dan gagal mencapai tujuan Washington, terutama penggulingan Maduro. 

Trump pernah menyatakan salah satu perbedaan pandangannya dengan John Bolton tentang masalah Venezuela dan menurutnya "Bolton keluar dari jalur". Dalam cuitan Twitter pada hari Jumat, 13 September, Trump menegaskan bahwa dirinya memiliki sikap yang lebih keras dari Bolton dalam masalah Venezuela, dan Kuba.

Bolton menyerukan supaya rakyat Venezuela menggulingkan Presiden Venezuela yang sah, Nicolas Maduro. Tapi Maduro  jauh lebih kuat dari John Bolton. Sebelumnya, laporan media mengutip sumber-sumber anonim yang mengatakan bahwa Trump marah terhadap upaya Bolton untuk menyeret Amerika Serikat ke dalam perang dengan Amerika Latin.

Masalah Iran adalah salah satu masalah utama yang menjadi pokok perselisihan antara Trump dan Bolton. Tidak seperti presiden AS, Bolton menuntut asemua saluran diplomatik ditutup. Selama ini, Bolton dikenal sebagai salah satu tokoh oposisi paling keras menentang Republik Islam Iran, dan berulang kali menyerukan tindakan keras terhadap Tehran. Bolton dikenal karena mengadopsi kebijakan ekstremis dan militeristik, terutama terhadap Iran, dan menjadi salah satu perancang dan pendukung penarikan keluar AS dari JCPOA oleh Trump.

John Bolton selalu mengambil sikap paling keras terhadap Iran, baik sebagai dubes AS di PBB di era kepresidenan George W. Bush, maupun di lembaga riset, tapi di sisi lain mendukung penuh kelompok teroris MKO. Pada pertemuan tahunan MKO, Bolton berulangkali menekankan agresi militer dan peluncuran perang untuk menggulingkan Republik Islam Iran.

Dia mengambil pendekatan yang sama dalam pemerintahan Trump sebagai Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, dan sikap kerasnya terhadap Iran mendorong Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memasukkannya sebagai anggota kelompok "B". Sebuah sebutan nama belakang untuk nama kelompok yang terdiri dari Pangeran Saudi Muhammad Bin Salman, Perdana Menteri Zionis Benjamin Netanyahu, yang memiliki sikap yang sangat negatif terhadap Iran.

Kini pemecatan salah satu anggota kunci dari kelompok B, secara alami berarti melemahkan kubu yang yang selama ini melancarkan tekanan keras terhadap Iran. Hal ini telah menyebabkan Trump mengadopsi sikap yang jelas, relatif lembut terhadap Iran, dan kemungkinan akan menurunkan beberapa sanksi demi membuka jalan bagi negosiasi dengan Iran.

Trump mengklaim, "Kami ingin mencapai kesepakatan dengan Iran, tetapi jika itu tidak terjadi, tidak apa-apa, tapi saya yakin Iran ingin mencapai kesepakatan,". Dia juga menekankan bahwa Washington tidak berambisi mengejar target perubahan rezim di Iran.

Mengenai sinyal AS dalam pembicaraan dengan Iran, New York Times menulis, "Trump membutuhkan terobosan dalam kebijakan luar negeri menjelang pemilihan presiden. Tentu saja melalui pejabat berikutnya dalam pemerintahan Trump, seperti Menteri Keuangan Steve Mnuchin dan juru bicara Departemen Luar Negeri AS yang terus mendesak kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran,".

Beberapa media dan analis politik menilai pemecatan Bolton dari tim keamanan nasional Gedung Putih sebagai akhir dari kebijakan keras Trump, dan mereka percaya bahwa pemecatan hubungan kerja ini berdampak signifikan dalam mengurangi ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat.

Bagaimanapun kepergian John Bolton dari lingkaran pembuatan kebijakan politik dan keamanan Gedung Putih memiliki banyak implikasi bagi Trump. Faktanya Bolton menjadi penasihat keamanan nasional kedua yang dipecat selama setahun, yang telah merusak citra Gedung Putih.

Namun, tingginya perpecahan yang tajam antara Trump dan Bolton, menyebabkan presiden AS tidak punya opsi selain memecatnya. Masalah kesepakatan nuklir dan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran telah menyebabkan Washington menjadi semakin terisolasi secara internasional. Tidak lama setelah Trump memecat Bolton, Washington Examiner menulis, "Kebijakan pemerintah AS tentang tekanan maksimum terhadap Iran mulai pudar".

Faktanya, semua saran Bolton kepada Trump, seperti eskalasi sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran, terutama menjadikan masalah ekspor minyak nol, dimasukkannya Pengawal Revolusi Islam dalam daftar kelompok-kelompok teroris, dan peningkatan kehadiran militer AS di Teluk Persia gagal  menekan Iran supaya menyerah atau memberikan konsesi terhadap Washington. Kekecewaan Trump terhadap pendekatan brutal Bolton kepada Iran menunjukkan tanda-tanda beberapa perubahan potensial dalam kebijakannya terhadap Iran.

Read 747 times