Pengangkatan Dubes Baru Rusia untuk NATO

Rate this item
(0 votes)

Hubungan Rusia dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam beberapa tahun ini mengalami berbagai gangguan. Meski dalam kerangka Dewan NATO kedua belah pihak telah berkomitmen untuk bekerjasama dan saling konsultasi di berbagai hal, namun hingga kini ada hambatan penting dalam hubungan dan interaksi mereka. Oleh karena itu, setelah berakhirnya tugas Duta Besar Rusia untuk NATO DmitryOlegovichRogozin, Moskow tidak segera memilih penggantinya.

Kini, pasca absen selama setahun akhirnya pada Rabu (24/10) Presiden Rusia Vladimir Putin memilih Alexander Grushko, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia sebagai Dubes baru Moskow untuk NATO. Grushko termasuk dari pengkritik keras kebijakan NATO.

Pengangkatan Grushko sebagai Dubes baru Rusia untuk NATO dipublikasikan oleh kantor media istana Kremlin pada Rabu di situs kepresidenan negara ini. Alexander Grushko, 57 tahun, menyelesaikan pendidikannya di universitas pemerintah hubungan internasional Moskow yang berada di bawah Departemen Luar Negeri Rusia pada tahun 1977.

Pengangkatan Dubes baru Rusia untuk NATO terjadi ketika hubungan antara Moskow dan NATO selama setahun terakhir mengalami gangguan. Friksi antara NATO dan Rusia selama ini terfokus pada masalah penyebaran sistem pertahanan udara NATO dan Amerika Serikat di Eropa.

Masa tugas Dmitry Rogozin berakhir tahun lalu ketika terjadi kebuntuan perundingan antara Moskow dan NATO tentang rencana penempatan sistem anti-rudal NATO dan AS di Eropa. Tak lama kemudian, Putin mengangkat Rogozin sebagai Deputi Perdana Menteri Rusia Urusan Pertahanan. Dengan demikian kira-kira setahun Moskow tidak mempunyai Dubes di NATO.

Sementara itu, Alexander Grushko selama beberapa bulan terakhir mengkritik sikap NATO tentang berbagai hal. Meski demikian, ia tetap menyatakan harapannya atas dimulainya kembali perundingan antara Rusia dan Barat tentang penyebaran sistem anti-rudal NATO dan AS di Eropa. Grushko juga memperingatkan Barat agar tidak menyia-nyiakan hal itu.

Dubes baru Rusia untuk NATO juga mengkritik organisasi ini yang tidak bergerak selaras dengan upaya masyarakat internasional untuk menciptakan sebuah sistem yang menjamin keamanan global, namun justru berubah menjadi alat untuk melegitimasi keputusan-keputusan sepihaknya.

Grushko mengatakan, "Pemboman NATO terhadap Yugoslavia pada tahun 1999 dan serangan militer negara-negara anggota organisasi ini ke Libya tahun lalu adalah kenyataaan yang menunjukkan bahwa NATO telah berubah menjadi organisasi polisi dunia, dan kelanjutan langkah ini sangat berbahaya."

Ia menambahkan, hal yang berbahaya adalah NATO akan selamanya bertindak di luar hukum internasional. Menurutnya, persoalan itu bagi Rusia merupakan persoalan mendasar. Grushko menegaskan bahwa Rusia hanya akan bekerjasama dengan NATO dalam konteks hukum dan ketika negara-negara anggota organisasi ini komitmen dengan hukum internasional serta menghormati Dewan Keamanan PBB.

Pasca keruntuhan Uni Soviet dan menculnya Rusia sebagai penggantinya, opini publik mengira NATO dan Rusia akan mempunyai hubungan mesra. Namun transformasi selanjutnya khususnya upaya NATO untuk memperluas pengaruhnya di Timur dan menerima keanggotaan sejumlah negara tetangga Rusia dalam organisasi ini menunjukkan bahwa NATO bergerak untuk mengepung Moskow dan memperlemah kekuatannya.

Menurut pandangan Rusia, serangan NATO terhadap Yugoslavia dan Libya, dan penyebaran sistem anti-rudal NATO-AS di Eropa sebagai langkah permusuhan NATO terhadap Moskow dan menyulut konflik di antara kedua belah pihak. (IRIB Indonesia/RA/NA)

Read 1811 times