Islamophobia di Barat (23)

Rate this item
(0 votes)
Islamophobia di Barat (23)

 

Perdana Menteri Irak, Haidar al-Abadi pada 9 Desember 2017 mengumumkan kemenangan atas kelompok teroris Daesh, setelah tiga tahun pertempuran untuk membebaskan daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok teroris itu.

"Pasukan kami sepenuhnya mengendalikan perbatasan Irak-Suriah, dan dengan demikian kami dapat mengumumkan akhir perang melawan Daesh," kata Abadi dalam pidato yang disiarkan televisi nasional Irak.

"Pertempuran kami adalah dengan musuh yang ingin membunuh peradaban kami, tetapi kami telah menang dengan persatuan dan tekad kami," tegasnya.

Abadi kemudian menetapkan tanggal 10 Desember sebagai hari libur nasional untuk dirayakan setiap tahun.

Kekalahan Daesh di Suriah dan Irak bermakna kehancuran salah satu kelompok yang merusak citra Islam di hadapan publik dunia, terutama Barat.

Meski interpretasi menyimpang dan kaku tentang Islam telah lama ditemukan di antara beberapa faham Salafi, namun jika dibandingkan dengan populasi 1,5 miliar Muslim dunia, maka persentase orang-orang yang menafsirkan ajaran Islam secara keliru, sangat sedikit.

Lalu, mengapa segelintir orang dari kaum Muslim di dunia ini tiba-tiba menjadi pusat perhatian dan merusak citra Islam dengan kejahatan yang mereka lalukan.

Kejahatan mereka sebenarnya merupakan sisi lain dari kampanye Islamophobia yang terjadi di Barat. Barat kehilangan musuh utamanya setelah runtuhnya Uni Soviet dan rezim komunis. Selama ini, kebijakan luar negeri, keamanan, dan intervensi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat menemukan pembenaran dengan adanya musuh yang disebut komunisme.

Pasca runtuhnya Uni Soviet, Barat mulai mencari cara untuk menjustifikasi hegemoninya atas dunia. Bahkan filosofi pembentukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sudah tidak bermakna lagi. Di sinilah dimulai upaya untuk mengangkat isu bahaya Islam sebagai pengganti bahaya komunisme.

Lembaga-lembaga think tanks (wadah pemikir) di Eropa dan AS mulai menyusun langkah-langkah menyebarkan ekstremisme dan terorisme di dunia atas nama Islam. Kebijakan Barat menggaungkan isu bahaya Islam sebagai pengganti bahaya komunisme telah memperkuat gerakan-gerakan takfiri di Dunia Islam.

Pemikiran takfiri bersumber dari kelompok Wahabi di Arab Saudi. Negara ini berada di bawah pengaruh dan dominasi Barat. Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, Al Saud berambisi menjadi kekuatan regional dengan cara memborong senjata dari AS dan negara-negara besar Eropa.

Dinas-dinas intelijen Barat khususnya AS dan Inggris – dengan dukungan finansial, politik dan ideologi Wahabi Saudi – mulai melakukan aktivitas di madrasah-madrasah Peshawar di Pakistan, madrasah di negara-negara miskin Afrika, dan bahkan sekolah-sekolah agama milik komunitas Muslim di Eropa.

Langkah ini bertujuan untuk mendidik generasi muda dan masyarakat miskin dengan pemikiran Wahabi, sebuah ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam murni yang menyerukan perdamaian dan keadilan.

Semua orang – bahkan mereka yang tidak mengenal Islam – dengan mempelajari al-Quran, sunnah, dan sirah Rasulullah Saw, akan berkesimpulan bahwa tidak hubungan antara ajaran Islam murni dengan pemikiran ekstrem Wahabi.

Kegiatan Wahabi Saudi yang didukung oleh Barat selama bertahun-tahun telah melahirkan Taliban Afghanistan, kelompok teroris Al Qaeda, Daesh, dan Boko Haram di Afrika, dan kelompok-kelompok takfiri di Asia.

Perlu dicatat bahwa perjalanan waktu akan menyingkap semua skala kejahatan yang dilakukan Taliban di Afghanistan dan kemudian Al Qaeda, serta kelompok-kelompok takfiri di Suriah dan Irak.

Tujuan kelompok takfiri khususnya Daesh melakukan kejahatan keji adalah untuk merusak citra Islam secara serius. Daesh dan kelompok takfiri telah melakukan kejahatan keji selama bertahun-tahun di Irak dan Suriah. Mereka kemudian memanfaatkan media dan internet untuk menegaskan dirinya sebagai kelompok yang tidak segan-segan dalam melakukan kejahatan apapun dan membuat videonya.

Menurut mantan Direktur Biro Investigasi Federal AS (FBI) James Comey, Daesh memiliki pola operasi media sosial yang canggih dan propaganda media mereka sekarang dilakukan dalam 23 bahasa.

Daesh melakukan kejahatan dan pembantaian di setiap daerah yang mereka jamah dengan tujuan menciptakan ketakutan dan teror. Kejahatan paling sederhana yang mereka lakukan adalah pemenggalan kepala.

Membakar korban hidup-hidup, menenggelamkan, melempar dari atap bangunan, meledakkan tubuh korban, perbudakan perempuan, dan pemerkosaan massal merupakan sebagian kecil dari kejahatan yang dilakukan Daesh.

Perilaku yang dilakukan oleh sebuah kelompok yang berusaha mendirikan negara ini benar-benar tidak sejalan dengan akal sehat dan logika. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh sebuah elemen yang ingin membentuk negara adalah menarik simpati masyarakat dan menciptakan rasa aman. Namun Daesh bertindak bertentangan dengan akal.

Daesh justru menebarkan ketakutan dan teror di wilayah yang didudukinya dengan pertumpahan darah. Jelas bahwa dengan perilaku keji ini, mereka sedang menciptakan musuh dan kelompok seperti ini tidak akan bertahan lama. Daesh dengan semua kejahatan ini mengejar tujuan yang sudah digariskan oleh lembaga-lembaga think tanks di Eropa dan Amerika yaitu merusak citra Islam.

Sebagian besar media-media Barat, terutama media Inggris dan Amerika, terus menggunakan istilah Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) sampai menjelang ajal mereka di Suriah dan Irak, dan sangat jarang memakai istilah Daesh. Media-media Barat memiliki penekanan khusus untuk mengaitkan kejahatan Daesh dengan ajaran Islam.

Pengabdian Daesh dalam merusak citra Islam di hadapan publik dunia, tidak pernah dilakukan oleh gerakan mana pun di sepanjang sejarah Islam. Kejahatan ini merupakan sebuah rekayasa Barat yang bertujuan menghancurkan citra Islam dengan melibatkan beberapa negara Arab, termasuk Arab Saudi.

Daesh berhasil dihancurkan di Suriah dan Irak berkat perlawanan tentara dan rakyat di kedua negara tersebut serta dukungan Republik Islam Iran, Hizbullah Lebanon dan Rusia. Namun semua pihak tidak boleh lalai terhadap munculnya gerakan-gerakan takfiri dalam bentuk lain.

Kampanye Islamophobia di Barat semakin intensif dilakukan dari waktu ke waktu. Mereka merasa masih butuh untuk merusak citra Islam dan kaum Muslim. Kebutuhan ini menuntut Barat mencari subjek baru untuk menjustifikasi perusakan citra Islam.

Pemikiran Daesh masih mengancam masyarakat Muslim dan di sini, para ulama dan cendekiawan Muslim perlu meningkatkan upayanya untuk memperkenalkan esensi kelompok tersebut kepada masyarakat Muslim dan non-Muslim. 

Read 591 times