Salah satu momen besar di bulan Dzulhijjah ini adalah pelaksanaan ritual ibadah haji. Ratusan ribu manusia dari berbagai penjuru dunia berkumpul di tanah suci Mekah untuk menunaikan salah satu dari rukun Islam. Mereka tidak dibedakan berdasarkan kelas sosial, ras, etnis, bahasa, atau budaya. Semua jamaah haji datang dengan satu tujuan dan bernaung di bawah panji yang satu, yaitu panji tauhid. Massa yang begitu besar itu bergerak dan berputar mengelilingi Kabah. Mereka adalah orang-orang yang terpanggil untuk berkunjung dan bertamu ke rumah Allah. Karena mereka adalah tamu Allah Swt, maka Dia akan menyuguhkan jamuan yang tak terbilang nikmatnya bagi umat manusia. Jamuan itu adalah kasih sayang dan ampunan Allah Swt yang tak terbatas.
Hal itu tidak lain merupakan realisasi doa Nabi Ibrahim as, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."(QS: Ibrahim: 37).
Sudah berabad-abad lamanya, umat manusia berlomba-lomba untuk menggapai Kabah dan menumpahkan semua keinginan hatinya di hadapan bangunan suci itu. Mereka ingin menikmati keindahan jamuan Ilahi dan mengulang kembali sejarah tegaknya agama tauhid dan pengesaan Tuhan di tanah suci Mekah. Setiap ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt mengandung hikmah tersendiri. Allah Swt tidak pernah sekalipun memerintahkan manusia melakukan suatu perbuatan yang tak bermakna atau tidak mengandung hikmah.
Kongres agung ini juga menyimpan banyak pesan spiritual dan setiap bagian dari manasik haji memiliki filosofi, hikmah, dan makna tersendiri. Hikmah terpenting ibadah haji adalah ekspresi puncak penghambaan kepada Allah Swt dan ini tampak di seluruh ritual haji. Seseorang yang mendapat kesempatan dari Allah Swt untuk menjalankan ibadah haji sesungguhnya mengemban dua tugas dan tanggung jawab. Tugas pertama adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah atau manasik haji. Tugas kedua adalah meningkatkan solidaritas di antara sesama Muslim.
Keselarasan ajaran Ilahi dengan fitrah manusia telah memberi daya tarik tersendiri bagi para pencari kebenaran dan hakikat. Keistimewaan ini adalah indikasi dari kelanggengan dan universalitas syariat Islam. Oleh karena itu, Allah Swt menurunkan syariatnya sesuai dengan tuntutan zaman dan fitrah suci manusia. Seluruh ajaran syariat termasuk ibadah haji senantiasa menjawab kebutuhan-kebutuhan spiritual, material, individual, dan sosial manusia di setiap zaman dan tempat.
Setiap ritual ibadah dalam Islam memiliki sisi keindahan dan kenikmatan, namun dimensi itu tidak akan dicapai kecuali memahami dengan benar seluruh gerak-gerik dalam ibadah itu sendiri. Ibadah haji juga seperti itu. Jamaah haji yang tidak memahami makna filosofis dan nilai-nilai agung yang terkandung dalam ritual haji tidak menutup kemungkinan akan merasakan kehampaan dalam ibadahnya. Sebaliknya, mereka yang mampu menangkap makna dan nilai-nilai tersebut akan semakin bersemangat dan khusyuk dalam melaksanakannya.
Ketika memasuki Mekah dan melihat Kabah umat Islam diajak untuk mengingat nilai-nilai ketakwaan Nabi Ibrahim as beserta keluarganya. Seberat apa pun perintah Allah Swt, bahkan meninggalkan istri di padang tandus dan menyembelih seorang anak sekalipun, tetap dilaksanakan dengan baik oleh Ibrahim. Ketika memakai pakaian ihram yang berwarna putih polos tanpa jahitan dan pernak-pernik umat manusia dari segala penjuru seakan-akan diingatkan bahwa mereka adalah umat yang satu. Mereka semua sama di mata Allah Swt. Satu-satunya yang membedakan hanyalah ketakwaan masing-masing. Dalam ibadah haji, terpapar persamaan atas nama agama, yaitu Islam.
Dalam thawaf saja, seseorang sebenarnya sedang berasyik-masyuk dengan Sang Pencipta. Doa-doanya mendaki langit menerawang angkasa. Hatinya merunduk-runduk, menyerah-pasrah, keharibaan Yang Maha Kuasa. Tak sesaatpun lepas dari doa dan munajat, dengan air mata bercucuran, mengharap anugerah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Haji adalah ibadah yang menyempurnakan kehidupan spiritual umat Islam. Setelah shalat, puasa, dan zakat ditunaikan maka ibadah haji adalah penyempurnanya. Umat Islam dari penjuru dunia berkumpul ditempat yang sama dan pada waktu yang sama. Mereka membawa rasa cinta yang sama, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Haji adalah pertemuan akbar yang dihadiri oleh umat Islam dari segala penjuru dunia. Dengan demikian, haji memberikan kesempatan yang sangat besar bagi umat Islam untuk menggalang persatuan di antara sesamanya, menyatukan tekad dan semangat, dan bersama-sama memikirkan persoalan yang mendera umat Islam.
Apakah ibadah haji hanya terbatas pada gerakan-gerakan lahiriyah dan ritual tahunan umat Islam saja? Dan Muslim tidak membawa perubahan apapun ketika kembali ke negara masing-masing? Tentu saja tidak. Suatu hari seorang ateis, Ibnu Abil Auja bertanya kepada Imam Jakfar Shadiq as bahwa sampai kapan engkau akan berlindung kepada batu itu? Dan menyembah rumah yang terbuat dari batu dan tanah liat? Engkau juga berkeliling di sisinya
Mendengar itu, Imam Jakfar as menjawab, "Ini adalah sebuah rumah, di mana Tuhan menyeru para hamba untuk menyembah-Nya sehingga menguji tingkat kepatuhan dan ketaatan mereka dengan datang ke tempat itu. Oleh karena itu, Tuhan menyeru hambanya untuk mengunjungi rumah itu dan menjadikannya sebagai kiblat untuk orang-orang yang shalat. Kabah adalah poros untuk mencapai keridhaan Tuhan dan jalan untuk mencapai pengampunan. Sebaik-baiknya hamba adalah mereka yang menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Tuhan yang menciptakan jiwa dan raga."
Setiap ritual dalam ibadah haji merupakan kenangan dari perjalanan Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as dan ibundanya Hajar. Sebuah kenangan terhadap perjuangan dan usaha keras mereka, serta kenangan dari sebuah ketakwaan yang agung. Jejak manusia-manusia agung ini setapak demi setapak terpahat dan terukir di hadapan mata jutaan manusia.
Hisyam bin Hakam, salah seorang sahabat Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Aku pernah bertanya kepada beliau tentang filsafat haji dan thawaf di sekeliling Kabah. Beliau menjawab, ‘Allah telah menciptakan hamba-hamba-Nya dan Dia telah memberikan perintah-perintah kepada mereka bagaimana jalan untuk mendapatkan kebaikan agama dan dunia. Dan salah satu cara tersebut adalah dengan menetapkan berkumpulnya manusia dari barat hingga timur (dalam pelaksanaan haji) sehingga mereka bisa saling mengenal antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing bisa saling mengetahui keadaan yang lainnya… Begitu juga, supaya mereka mengenal sunnah, peninggalan-peninggalan, dan berita-berita dari Rasulullah saw, sehingga masyarakat akan senantiasa mengenang dan tidak melupakannya."
Haji juga merupakan sebuah jihad bagi orang-orang yang lemah. Sebuah jihad yang bahkan pria lanjut usia dan wanita renta pun mampu untuk merefleksikan keagungan dan kemegahan umat Islam ini dengan kehadirannya di kongres haji, dan mampu untuk menggoncangkan kubu pertahanan para musuh dengan lingkaran barisan shalat yang mengelilingi rumah Allah secara berlapis-lapis, serta dengan pekikan suara yang mengumandangkan keagungan Allah Swt. (IRIB Indonesia)