Sebuah institut AS dalam laporannya membahas kemampuan pelacakan pesawat tempur Amerika Serikat oleh para pilot Iran dan menilainya sebagai kapabilitas tinggi para pilot Republik Islam Iran. Personil Angkatan Udara Iran mengejutkan militer Amerika Serikat dengan berhasil melacak pesawat tanpa awak Predator.
The Washington Institute for Near East Policy, yang anggotanya adalah kumpulan para tokoh diplomatik dan berpengaruh dalam politik Amerika Serikat, dalam laporannya menyebutkan, pelacakan pesawat tanpa awak MQ-1 milik Angkatan Udara Amerika Serikat oleh pesawat tempur Iran itu membuktikan kemampuan tinggi para pilot militer Iran.
Dua jet tempur Su-25 Frogfoot produksi Rusia yang tidak memiliki radar udara berhasil melacak Predator Amerika Serikat. Lebih menariknya lagi, pesawat Su-25 adalah jenis pesawat untuk serangan darat dan tidak didesain untuk pertempuran udara.
Namun di sisi lain penggunaan Su-25 itu juga sangat tepat. Karena tidak seperti pesawat F-5, F-14, dan F-4 yang dimiliki Iran, Su-25 adalah pesawat yang dirancang untuk terbang rendah dan pelan di medan perang. Penggunaannya untuk melacak dan memburu Predator sangat tepat.
Su-25 dapat terbang lambat sehingga dapat mengekor Predator (yang terbang pada kecepatan sekitar 100 knot) dan menembaknya. Ini tidak mungkin dapat dilakukan dengan jet tempur lebih cepat. Sebagai contoh, pada tahun 2006, jet F-16 Israel yang mengejar drone Ababil milik Hizbullah dekat Haifa terpaksa memperlambat kecepatannya hingga mendekati stall (kurang dari 200 knot) untuk mencegat pesawat tanpa awak itu. Selain itu, sang pilot harus menggunakan helm yang dilengkapi layar yang tersambung dengan rudal Python 4 yang dapat dikontrol langsung oleh pilot hingga menghantam sasaran.
Dalam laporan berjudul "Iran Mengancam Kebebasan Udara Armada Teluk [Persia]" itu disebutkan, "Dengan mempertimbangkan segala sisi, pelacakan di atas Teluk [Persia] itu membuktikan tingginya keterampilan, kontrol dan kerjasama efesien pasukan Angkatan Udara Iran."
Letnan Kolonel Angkatan Udara Amerika Serikat Eddie Boxx, Michael Eisenstadt anggota senior dan Direktur The Washington Institute for Near East Policy, dan Michael Knights seorang spesialis bidang hubungan militer dan keamanan Irak, Iran dan negara-negara Teluk Persia, yang menyusun laporan tersebut juga menilai analisa jangka panjang militer Amerika Serikat yang mengklaim bahwa pasukan udara Iran tidak akan dapat menandingi gerakan pesawat-pesawat Barat ternyata meleset.
Para pakar institut tersebut menegaskan bahwa insiden ini juga memiliki beberapa implikasi penting bagi Amerika Serikat. Secara historis, Amerika Serikat selalu menyambut insiden agresif di perairan dan udara internasional, dan jika penghinaan terbaru ini tidak diselesaikan, maka itu dapat membatasi ruang gerak AS di Teluk [Persia]. Jika insiden ini dibiarkan maka segudang pesawat Amerika RC-135 Rivet Joint, U-2, RQ-4 Global Hawk, dan JSTARS, yang terbang memantau titik-titik konflik di seluruh dunia juga akan terancam.