Ayat ke 77-78
Artinya:
Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: "Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". (7: 77)
Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. (7: 78)
Sebelumnya telah disebutkan mengenai mukjizat Nabi Saleh as yang ditunjukkan terhadap kaumnya Tsamud, yaitu unta betina yang keluar dari sebuat bukit. Unta tersebut meminum air sumur masyarakat, serta memiliki kemampuan memproduksi susu sedemikian banyak. Allah Swt memerintahkan agar unta tersebut jangan diganggu dan disakiti. Tetapi para pemuka kaum dan tokoh-tokoh masyarakat mereka beranggapan bahwa berimannya masyarakat kepada Nabi Saleh justru suatu hal yang berbahaya. Karena itu, mereka menyuruh agar unta betina tersebut dibunuh saja agar mukjizat itu lenyap, dan Nabi Saleh tidak lagi bisa menunjukkan sesuatu bukti kenabiannya kepada masyarakat.
Kemudian, kelompok ini membunuh unta betina itu, lalu dengan congkak dan sombongnya menantang Nabi Saleh as agar membuktikan segala ucapannya terkait turunnya azab Allah. Maka turunlah azab menimpa kaum Tsamud sebagaimana yang dijanjikan tersebut. Sekalipun tidak semua masyarakat memiliki peranan dalam pembunuhan unta tersebut dan hanya orang tertentu saja yang melakukan penyembelihan tersebut, namun diamnya mereka di hadapan perbuatan jahat yang melanggar perintah Allah Swt. Ternyata telah menyebabkan turunnya azab kepada masyarakat secara keseluruhan, azab yang mengakibatkan kehancuran mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sombong dan takabur merupakan merupakan sifat yang berpotensi menyuburkan tindakan-tindakan pembangkangan terhadap berbagai perintah dan larangan Allah Swt.
2. Sikap diam dan rela terhadap sebuah perbuatan jahat dan dosa akan dihitung sebagai bentuk partisipasi dalam melakukan perbuatan dosa dan kejahatan itu dan hal ini juga akan menyebabkan turunnya siksa Allah.
3. Betapa banyak peristiwa alam seperti gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya, sebenarnya merupakan peringatan dan balasan terhadap dosa dan kelalaian kita.
Ayat ke 79
Artinya:
Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat". (7: 79)
Pernyataan Nabi Saleh as ini bisa terjadi sebelum turunnya azab atau sesudahnya. Jika ucapan tersebut disampaikan sebelum diturunkan azab kepada mereka, maka itu berarti semacam penyempurna hujjah atau argumen. Jika setelah turunnya azab, maka itu bisa dianggap sebagai sejenis ucapan perpisahan kepada kaumnya yang keras kepala itu sebelum mereka dihancurkan. Nabi Saleh mengatakan, "Aku telah melaksanakan tugasku. Bahkan dalam kesempatan yang sangat sedikitpun, aku tidak pernah berputus asa memberikan nasehat secara tulus. Tetapi, sayangnya kalian selalu menunjukkan perbuatan yang tidak patut dan kalianpun tidak menjadikan nasehat dan bimbingku sebagai teladan. Kalian memang tidak suka mendengarkan nasehat dan bimbingan ke arah kebaikan".
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam mengajak dan menyeru masyarakat kepada Allah Swt, para nabi selalu menggunakan cara-cara simpatik penuh ketulusan. Mereka tidak pernah menyampaikan risalah Tuhan, dan mengesankan risalah tersebut seperti surat-surat keputusan dan berbagai peraturan formal yang kering tanpa jiwa.
2. Hendaknya kita menjadi orang yang mau menerima nasehat, serta mencintai orang-orang yang memberi nasehat dan bimbingan. Karena sikap tidak peduli terhadap nasehat dan bimbingan bisa menyebabkan kemarahan Allah.
Ayat ke 80-81
Artinya:
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (7: 80)
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (7: 81)
Setelah menyinggung peristiwa Nabi Saleh as dan kaum Tsamud, rangkaian ayat ini juga menceritakan peristiwa yang terjadi pada Nabi Luth as dan kaumnya. Kaum Nabi Luth ini telah jatuh dalam kesesatan. Mereka melakukan perbuatan mesum dan kotor, yaitu perbuatan homoseksual. Perbuatan kotor dan mesum ini merupakan suatu yang biasa dan lumrah di kalangan mereka.
Nabi Luth hidup di zaman Nabi Ibrahim as. Beliau diperintah oleh Nabi Ibrahim untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kaum yang biasa melakukan perbuatan jahat dan kotor ini. Kaum Luth yang sudah biasa melakukan berbagai penyimpangan seksual semacam ini menganggap perbuatan tersebut sebagai suatu yang telah lumrah. Menurut ungkapan al-Quran, belum pernah terjadi perbuatan kotor semacam ini di tengah-tengah kaum manapun di dunia ini. Anehnya dewasa ini, di zaman modern dan peradaban yang serba maju ini, perbuatan kotor tersebut juga tersebar dan biasa dilakukan oleh orang-orang di sejumlah negara Barat, dan hal itu dianggap sebagai peilaku yang legal dan sah.
Nabi Muhammad Saw berkata, "Siapapun yang melakukan perbuatan seksual sesama jenis, ia akan mendapatkan laknat dan kutukan Allah". Sedang menurut hukum Islam, hukuman atas perbuatan kotor dan menyimpang ini adalah hukuman mati, dan hukum ini berlaku baik terhadap pelaku ataupun objeknya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perbuatan homoseksual adalah suatu perbuatan memelanggar fitrah manusia terkait masalah penyaluran syahwat. Perbuatan ini juga dapat dianggap sebagai pelanggaran atas hak asasi laki-laki dan perempuan.
2. Sebuah perbuatan yang kotor dan menyimpang akan jauh lebih berbahaya ketika menjadi tersebar di masyarakat dan dianggap sebagai perbuatan lumrah. Masyarakat seperti itu itu layak untuk menerima berbagai jenis azab dan akibat buruk.
Ayat ke 82
Artinya:
Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri". (7: 82)
Meskipun pernyataan Nabi Luth as itu sangat argumentatif dan logis, tetapi kaum yang sudah berkubang dalam dosa itu sangat congkak. Mereka terus berinisiatif untuk mengusir Nabi Luth dan para pengikutnya. Mereka bukannya memberikan alasan atau menjustifikasi perbuatan mereka dalam melakukan perbuatan kotor tersebut, tapi dengan sombong berkata, "Bila kalian merasa menjadi orang yang sok suci, maka pergilah dari sini dan biarkan kami tinggal disini".
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pada dasarnya perbuatan dosa dan keji sama sekali tidak bisa dijustifikasi atau dilogikakan. Karena itu, umumnya sikap para pendosa dalam menjawab masalah ini adalah mengusir dan mengasingkan orang-orang yang suci tersebut.
2. Apabila kita membiarkan kejelekan dan perbuatan dosa tersebar di dalam masyarakat, maka berarti kita harus bersiap-siap untuk dikeluarkan dari masyarakat dan pada saat yang sama, para pendosa akan berkuasa di dalam masyarakat.