Ayat ke 87
Artinya:
Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (7: 87)
Pada pembahasan ayat yang lalu telah disinggung beberapa nasehat dan teladan yang ditunjukkan oleh Nabi Syu'aib kepada kaumnya. Disebutkan pula bahwa penduduk Madyan telah terbiasa menjual barang dagangan dengan mengurangi takaran dan timbangan serta memakan harta orang lain, sehingga kebobrokan ekonomi telah tersebar di tengah-tengah mereka. Karena itu, Nabi Syu'aib as menyeru umatnya agar bertaubat dan kembali ke jalan Allah serta menjaga hak manusia. Tapi mereka bukannya menerima dan mendengarkan seruan Nabi utusan Allah ini dengan cara memperbaiki dan meluruskan penyimpangan imannya, orang-orang Kafir itu malah mengatakan kepada Nabi Syu'aib, "Apabila yang kau katakan itu benar, maka coba turunkanlah azab Allah kepada kami!"
Pernyataan kaum Kafir itu mempengaruhi keimanan para pengikut Nabi Syu'aib, sehingga mereka pun berkata, "Wahai Nabi Syu'aib! Apabila kita benar-benar berada dalam kebenaran, mengapa Allah Swt tidak menurunkan siksaan kepada mereka ?" Ayat ke-87 surat al-A'raf ini merupakan jawaban kepada kedua kelompok itu, yaitu umat yang beriman kepada Nabi Syuaib dan umat yang mengingkarinya. Dalam ayat itu Allah berfirman bahwa Allah tidak secepat itu menurunkan azab dan siksaan. Dia masih memberi kesempatan bertaubat kepada orang-orang yang telah melakukan kesalahan dan dosa itu. Artinya, terhadap orang yang telah melakukan dosa, Allah tidak langsung menyiksa mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Rahmat dan kasih sayang Allah merupakan pencegah dari turunnya azab dan siksaan-Nya. Karena itu ketika Allah mengakhirkan azab dan siksaan-Nya tidak seharusnya orang-orang Kafir menjadi sombong, dan tidak seharusnya pula orang-orang Mukmin merasa putus asa dari rahmat Allah.
2. Kita harus menyerahkan pengadilan antara orang-orang Kafir dan Mukmin itu kepada Allah karena hanya Allah-lah yang mengetahui segala perbuatan dan pemikiran manusia dan Dia-lah yang berhak mengadili mereka.
Ayat ke 88
Artinya:
Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?" (7: 88)
Ancaman pengusiran dan pengasingan merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh kaum Kafir yang sombong dan penguasa zalim dalam menghadapi para Nabi utusan Allah dan kaum Mukminin. Sebagaimana yang disimak dalam peristiwa Nabi Luth as, orang-orang Kafir yang arogan itu berkata, "Karena kalian orang-orang beriman dan berhati bersih, keluarlah kalian dari kota kami!" Demikian pula yang terjadi pada umat Nabi Syuaib. Para pemuka kaum Kafir penduduk Madyan itu dengan terang-terangan mengatakan kepada kaum Mukmin agar kembali menerima agama jahiliah, jika tidak mereka akan diusir keluar kota Madyan. Nabi Syu'aib as dalam menjawab pernyataan orang-orang Kafir itu mengatakan, " Kami tidak berminat terhadap ajaran kalian, apakah kalian juga akan memaksa kami menerima ajaran kalian?"
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sepanjang sejarah, kelompok arogan dan para pemuka kaum pendosa menjadi musuh para nabi. Karena itu sejarah menunjukkan bahwa tidak ada seorang nabi pun yang menjadi pendukung para penguasa dan raja-raja lalim.
2. Cara yang ditempuh para nabi adalah mengetengahkan logika rasionil dan teladan, tetapi cara yang diambil oleh para penentang agama Ilahi ialah ancaman, paksaan, dan kekerasan.
3. Memaksakan keyakinan adalah cara yang digunakan orang kafir dan penentang ajaran Ilahi, sedang kaum Mukminin adalah orang-orang yang tidak mau dipaksa untuk menerima kehendak orang-orang Kafir.
Ayat ke 89
Artinya:
Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (7: 89)
Dalam menjawab ancaman-ancaman dari kaum Kafir, Nabi Syu'aib as dengan tutur kata yang lembut penuh sopan santun, namun tegas dan kokoh, mengatakan, "Kalian menginginkan kami kembali kepada ajaran kalian, padahal Allah Swt Tuhan kami, telah menyelamatkan kami dari segala penyimpangan dan kebiasaan yang salah, kemudian memberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus. Karena itu apabila kami kembali kepada jalan kalian, berarti seakan seruan dan ajakan kami ke jalan Allah itu bohong dan tidak berdasar sama sekali. Oleh sebab itulah kami tidak berhak untuk keluar dari jalan Allah, lalu kembali kepada jalan kalian. Apalagi Allah tidak pernah memerintahkan perintah semacam itu kepada kami, karena sudah pasti Tuhan tidak akan mengijinkan hal tersebut."
Dengan demikian kami tidak akan bisa berkata bahwa kami beriman kepada Tuhan tetapi pada kenyataannya kami senantiasa bekerjasama dengan kalian. Karena Allah Swt Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu dan tak suatupun yang bisa tersembunyi di mata Allah. Karena itulah kami senantiasa bertawakal dan bersandar diri kepada Allah dalam menghadapi berbagai ancaman kalian. Kami memohon kepada-Nya agar Dia menjadi hakim yang sebaik-baiknya dalam memberikan pengadilan antara kami dan kalian, sehingga terbuka suatu jalan yang menjadi penyelamat bagi kita."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keluar dari jalan yang benar dan lurus, serta cita-cita dan norma-norma agama Ilahi merupakan pelanggaran atas perjanjian dengan Allah. Karena itu orang mukmin tidak akan pernah menjual akidah dan keyakinannya kepada orang lain dengan harga murah.
2. Dalam menghadapi tekanan dan berbagai ancaman dari kaum Kafir yang arogan, kita harus melaksanakan tugas kita dengan baik, kemudian bertawakal dengan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak bertepi.