Ayat ke 97-99
Artinya:
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? (7: 97)
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (7: 98)
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (7: 99)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Allah Swt dalam beberapa kasus telah menimpakan balasan terhadap orang-orang kafir dan zalim ketika mereka masih berada di atas dunia ini. Ayat-ayat yang baru kita dengarkan bacaannya tadi menyebutkan bahwa tak ada seorang pun yang dapat melarikan diri ketika kemurkaan Allah telah datang. Karena itu, para pendosa tidak boleh merasa aman dan mengira bahwa dirinya akan terhindar dari kemurkaan dan kemarahan Allah. Azab Allah akan datang dengan tidak disangka-sangka. Kemarahan Allah tidak mengenal waktu dan bisa datang kapan saja, baik malam, pagi, atau siang; baik ketika manusia tengah tertidur atau terjaga. Setiap saat, azab dan kemurkaan Allah bisa saja turun terhadap para pendosa.
Dalam tiga ayat ini, disebutkan bahwa azab Allah diistilahkan dengan kata makar. Namun, kata "makar" di sini tidaklah berarti tipu daya. Kata "makar" sesungguhnya bermakna "upaya mencari jalan untuk menggagalkan pihak lawan dalam mencapai tujuannya". Dengan demikian, makna kata "makar" dalam ayat ini adalah bahwa Allah Swt menurunkan azab dengan tujuan untuk menggagalkan upaya orang-orang Kafir dalam mencapai tujuan-tujuan sesat mereka.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita tidak boleh menganggap remeh pelaksanaan berbagai kewajiban dan tanggung jawab yang telah diperintahkan Allah. Karena azab Allah Swt tidak hanya untuk kaum-kaum terdahulu, namun bagi setiap umat dari setiap zaman.
2. Setiap manusia tidak boleh menyombongkan kekuasaan, kekuatan teknologi, dan segala fasilitas yang dimilikinya, karena kekuasaan Allah lebih hebat dari segala kekuatan apapun yang ada di muka bumi.
Ayat ke 100
Artinya:
Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (7: 100)
Allah Swt dalam ayat ini memberikan peringatan kepada para penghuni planet bumi saat ini, agar mengambil pelajaran terhadap nasib kaum-kaum sebelum mereka dan agar mereka memikirkan akibat dari segala perbuatan yang mereka lakukan di muka bumi. Allah memperingatkan, "Apakah kalian tidak mengerti bahwa Kami telah membuat orang-orang terdahulu itu tertimpa bencana karena mereka telah melakukan perbuatan dosa? Dosa mereka sedemikian besarnya sehingga hati dan jiwa mereka telah diselimuti oleh kejahatan dan mereka tidak bisa lagi melihat hakikat kebenaran."
Berdasarkan berbagai riwayat Islam, disebutkan bahwa hati manusia bagaikan lembaran-lembaran buku yang masih putih bersih, tetapi dengan adanya perbuatan dosa, lembaran-lembaran tersebut ternodai titik hitam yang akan selalu terlihat. Bila orang tersebut bertaubat atas dosa-dosanya, bintik noda hitam itu menjadi bersih. Namun bila perbuatan dosa itu terus dilakukannya, bintik noda hitam itu akan membesar sehingga akan menutupi seluruh lembaran buku yang putih itu. Kalau sudah demikian, manusia itu tidak akan lagi mampu memahami hakikat, sehingga tidak ada lagi jalan kebahagiaan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia senantiasa membutuhkan teguran, penyadaran, dan peringatan, sehingga dapat terselamatkan dari kelalaian.
2. Dosa memberikan pengaruh negatif terhadap hati manusia, yang secara bertahap bisa mengubah manusia, yaitu dari manusia yang mampu melihat hakikat, menjadi manusia yang buta terhadap hakikat.
Ayat ke 101
Artinya:
Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mata hati orang-orang kafir. (7: 101)
Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Apa yang telah Kami katakan tadi adalah berkaitan dengan kota-kota yang telah didatangi oleh para nabi. Para nabi itu menyeru para penduduk kota-kota tersebut, namun mereka menolak seruan nabi-nabi mereka. Dosa-dosa yang dilakukan oleh penduduk kota-kota itu sedemikian besarnya sehingga menutupi hati mereka dan hal itu membuat mereka tidak mampu memahami hakikat kebenaran agama Allah."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemikiran yang salah dari masyarakat atau penentangan dari mereka tidak boleh menjadi penyebab lemahnya semangat para mubaligh Islam. Karena sepanjang sejarah, kejadian semacam ini akan selalu terulang.
2. Seruan para nabi as senantiasa diiringi dengan dalil dan argumentasi yang logis dan gamblang, tetapi hati orang-orang Kafir tidak sanggup memahami kebenaran tersebut. Karena itu, kita harus waspada agar jangan sampai hati kita menjadi hati yang tidak mampu lagi menerima kebenaran.
Ayat ke 102
Artinya:
Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik. (7: 102)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menyinggung akar keingkaran orang-orang kafir, ayat ini mengatakan, kebanyakan orang-orang kafir itu acuh tak acuh dan tak peduli terhadap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan fitrah mereka. Mereka tidak menghiraukan aturan baik atau buruk yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga mereka akan senantiasa melakukan perbuatan jahat yang bertentangan dengan fitrah suci manusia. Maka sudah barang tentu, orang-orang semacam ini tidak akan mampu menerima kebenaran agama-agama samawi, karena ajaran agama akan dipandangnya sebagai ajaran yang menghalangi berbagai perbuatan jahat dan dosa mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam memberikan ketentuan hukum, terhadap para penentang pun, kita harus bersikap adil. Kita tidak boleh mengatakan bahwa semua orang berperilaku buruk, tetapi kita harus mengatakan bahwa sebagian dari merekalah yang demikian.
2. Kita harus berpegang teguh pada dasar-dasar kemanusiaan dan fitrah, sehingga dapat terhindar dari perbuatan dosa.