Ayat ke 103
Artinya:
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan. (7: 103)
Sejak awal pembahasan surat al-A'raf, telah dipelajari berbagai kisah para nabi utusan Allah Swt, seperti Nabi Hud, Saleh, Luth dan Syu'aib as. Ayat ke-103 ini menjelaskan bahwa setelah berlalunya para nabi tersebut, Allah mengutus Nabi Musa as sebagai utusan-Nya. Tugas pertama yang diperintahkan Allah kepada Nabi Musa ialah memberi petunjuk kepada Fir'aun dan para pemuka Bani Israil dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah. Meskipun dalam melaksanakan tugas dari Allah tersebut Musa as dibekali dengan berbagai dalil yang jelas dan terang serta mukjizat yang hebat yang merupakan tanda-tanda atas kebenaran ajaran yang dibawanya, namun Fir'aun dan para pengikutnya tidak menyambut seruan dan ajakan Nabi Musa as tersebut. Bahkan, Fir'aun menghina Nabi Musa, mencibir mukjizat yang dibawa nabi utusan Allah ini, serta tidak mau menghentikan perbuatan jahatnya.
Dalam kitab suci al-Quran, nama Nabi Musa disebut sebanyak 136 kali. Al-Quran menyebutkan kehidupan Nabi Musa sejak beliau dilahirkan, masa kanak-kanak dan remaja, sampai saat ketika Musa as pergi dari Mesir menuju kota Madyan. Selanjutnya, dalam al-Quran juga diceritakan periode setelah Musa as diangkat sebagai nabi dan menyampaikan ajaran tauhid kepada Raja Fir'aun. Kisah bagaimana Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan oleh Allah dari kejaran Fir'aun serta kisah perilaku umat Nabi Musa, yaitu kaum Bani Israil, semuanya merupakan pembahasan yang sangat menarik dan penuh hikmah yang diabadikan dalam berbagai ayat al-Quran.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berjuang menentang para penguasa zalim merupakan program utama para nabi utusan Allah Swt. Karena usaha untuk membenahi dan meluruskan masyarakat harus dimulai dengan meluruskan pemimpinnya; sebagaimana bila kita ingin membersihkan aliran air sungai, mata airnya dulu yang harus dibersihkan.
2. Kita jangan tertipu oleh gemerlapnya kekuasaan dan kekayaan. Dalam berperilaku, hendaknya kita memikirkan akibat atau hasil akhir dari perbuatan itu, bukan kesenangan sesaat yang malah berujung pada kehancuran.
Ayat ke 104-105
Artinya:
Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam. (7: 104)
Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku". (7: 105)
Fir'aun mengaku sebagai Tuhan dengan mengatakan, "Aku adalah Tuhan yang paling tinggi". Karena itulah Nabi Musa as dalam kontak pertama dengan Fir'aun menegaskan seruannya sebagai berikut, "Aku diutus oleh Tuhan Pencipta alam semesta untuk datang ke hadapanmu. Apa yang kusampaikan ini adalah semata-mata datang dari sisi-Nya. Bukti atas kebenaran kata-kataku ini adalah mukjizat yang engkau lihat ini. Mukjizat ini datang dari Allah dan bukan berasal dari kemampuanku sendiri. Wahai Fir'aun ! Cegahlah tanganmu dari melakukan kejahatan dan kezaliman, lalu bebaskanlah kaum Bani Israil dari cengkramanmu sehingga mereka dapat pergi menyertaiku dan meraih kemerdekaannya."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi utusan Allah tidak akan melakukan dakwah selain seruan dan ajakan kebenaran, dan di jalan kebenaran ini, mereka tidak takut kepada siapapun, sekalipun kepada para penguasa-penguasa zalim.
2. Pembebasan dan penyelamatan umat manusia dari cengkraman para penguasa-penguasa zalim merupakan tujuan utama para nabi.
Ayat ke 106-107
Artinya:
Fir'aun menjawab: "Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar". (7: 106)
Maka Musa menjatuhkan tongkat-nya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. (7: 107)
Para pengikut Fir'aun pada tahap pertama mengatakan, "Mari kita menguji Musa, mungkin dia tidak mampu melakukan perbuatan yang luar biasa sehingga dengan sendirinya gengsinya pasti akan hancur. Akan tetapi, bila ternyata dia mampu mengeluarkan mukjizat tersebut, kita tuduh saja dia tengah melakukan sihir dan membalik mata orang." Karena itu para pengikut Firaun menyuruh Nabi Musa untuk menampilkan mukjizat yang dimilikinya. Seterusnya, Nabi Musa as dengan perintah Allah melemparkan tongkatnya, yang atas kekuasaan Allah, tongkat itu berubah menjadi ular naga yang sangat besar dan menelan ular-ular kecil yang diciptakan oleh para penyihir Fir'aun.
Tongkat Nabi Musa as juga memiliki beberapa mukjizat lainnya, seperti ketika terjadi kekeringan dan musim paceklik, Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke atas sebuah batu cadas, lalu 12 mata air memancar dari batu tersebut. Begitu pula, di saat Nabi Musa dan para pengikutnya hendak menyeberangi Sungai Nil karena dikejar-kejar oleh Fir'aun dan pasukannya, Nabi Musa memukulkan tongkatnya pada air sungai itu, lalu terbelahlah air sungai itu dan terbukalah jalan untuk dilalui oleh Musa as dan pengikutnya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mukjizat merupakan dalil kebenaran nubuwwah dan para nabi utusan Allah Swt harus menampilkan mukjizat tersebut sekalipun mereka tahu bahwa orang-orang seperti Fir'aun tidak akan menerima kebenaran itu.
2. Mukjizat para nabi utusan Allah senantiasa sesuai dengan kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan zamannya. Pada zaman ketika sihir, hypnotis, dan sejenisnya menjadi alat yang penting dalam masyarakat, Allah memberi mukjizat kepada Nabi Musa kemampuan yang mirip dengan sihir dan sulap. Namun sesungguhnya, mukjizat yang dimiliki Nabi Musa itu merupakan suatu bentuk yang nyata dan bukanlah sihir.
Ayat ke 108
Artinya:
Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (7: 108)
Satu lagi mukjizat Nabi Musa as yang beliau perlihatkan di istana Fir'aun adalah tangan beliau yang berwarna putih penuh dengan cahaya. Saat itu, Nabi Musa as memasukkan tangan beliau ke dalam lipatan-lipatan baju beliau dan sewaktu beliau menarik kembali tangan tersebut, tangan beliau tersebut bagaikan mentari yang bersinar putih dan mengeluarkan hawa yang menghangatkan, sehingga membuat orang yang menyaksikan menjadi takjub dan keheranan. Dari kisah ini, kita dapat mengetahui bahwa mukjizat para nabi ada dalam dua bentuk, pertama dalam bentuk yang menakutkan, seperti tongkat yang berubah menjadi naga besar dan ada pula mukjizat yang memberikan rasa harapan, seperti cahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia harus berada dalam posisi antara takut dan penuh harapan kepada Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat satu poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para mubaligh Islam dalam menyampaikan ajaran Ilahi, selain harus menggunakan pernyataan dan logika yang benar, juga harus dibekali pula dengan kekuatan yang dapat digunakan pada saat-saat yang diperlukan. Kekuatan yang dimilikinya itu dapat menunjukkan kemurkaan Allah dan terkadang dapat pula menunjukkan kasih sayang Ilahi.