Ayat ke 117-118
Artinya:
Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. (7: 117)
Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. (7: 118)
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengalahkan Musa AS, Fir'aun mengundang para tukang sihir terkemuka dari berbagai penjuru Mesir. Mereka diundang untuk bertanding ilmu sihir melawan Musa. Fir'aun beranggapan bahwa para ahli sihirnya dapat mengalahkan Musa, sementara para penyihir mengharapkan imbalan yang besar dari Fir'aun.
Setelah tiba hari yang dijanjikan, mereka membawa berbagai peralatan sihir yang mereka miliki, lalu memamerkan kebolehan dan kepiawaian mereka di hadapan masyarakat. Tali-tali yang mereka lemparkan, tiba-tiba berubah menjadi ular-ular besar dan kecil. Masyarakat yang menyaksikan dibuatnya ketakutan. Akan tetapi Nabi Musa as, dengan berbekal tawakal kepada Allah Swt tidak gentar dan berdiri tegar menyaksikan berbagai atraksi para penyihir itu. Lalu dengan perintah Allah, beliau melemparkan yang ada di tangannya. Ayat 117 dan 118 ini menceritakan bahwa tongkat Musa as setelah dilemparkan berubah menjadi ular raksasa yang sesungguhnya yang lalu menelan habis ular-ular besar dan kecil hasil sihiran para penyihir Fir'aun. Dengan demikian kebenaran seruan Musa akan menjadi nyata dan kebatilan takluk.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebatilan dengan berbagai coraknya, selalu bertujuan menipu. Tetapi seberkas sinar kebenaran, akan melenyapkan ribuan tipuan kebatilan.
2. Pada akhirnya, kebenaranlah yang akan muncul sebagai pemenang dan kebatilan akan hancur dan sirna.
Ayat ke 119-120
Artinya:
Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (7: 119)
Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. (7: 120)
Dengan kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir Fir'aun ini, penguasa zalim ini menderita pukulan yang sangat telak. Pertandingan sihir yang diadakan oleh Fir'aun untuk mencegah keimanan masyarakat kepada Musa as, ternyata malah menjadi pukulan berat baginya, dengan berimannya para penyihir kepada Nabi Musa as. Setelah menyaksikan kebenaran, para penyihir yang datang ke istana Fir'aun untuk mendapatkan hadiah, kini melupakan segalanya dan tunduk kepada Nabi Musa as.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika tidak arena keingkaran dan kecongkakan, manusia pasti akan tunduk saat menyaksikan kebenaran.
2. Sujud merupakan simbol penyerahan dan ketundukan yang paling nyata.
Ayat ke 121-123
Artinya:
Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. (7: 121)
"(yaitu) Tuhan Musa dan Harun". (7: 122)
Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini). (7: 123)
Telah kami sebutkan bahwa saat menyaksikan keagungan dan kebesaran mukjizat Nabi Musa as, para penyihir bersimpuh dan bersujud. Mereka menerima bahwa apa yang dilakukan Musa as bukanlah sihir yang membalik mata orang. Tetapi dengan mukjizatnya Musa merubah tongkat menjadi ular yang sesunguhnya. Karena itulah setelah mereka mengangkat kepala dari sujud, lalu menyatakan ikrar bahwa mereka menerima ajaran Musa. Di hadapan Fir'aun dan para hadirin yang menyaksikan pertandingan itu, mereka menyatakan bahwa Musa as adalah Nabi utusan Tuhan, dan kami para penyihir beriman kepada Tuhan Musa yang menciptakan jagat raya ini.
Sementara itu Fir'aun yang tidak menyangka akan menyaksikan keimanan para penyihir, menuduh mereka telah bersekongkol dengan Musa. Fir'aun mengatakan, "Kalian sebelumnya telah menjalin persekongkolan dengan Musa untuk mementaskan pertunjukan ini. Karena itu kalian ikut berdosa bersama Musa. Semua merupakan suatu konspirasi yang telah dirancang sebelumnya."
Lebih jauh Fir'aun menuduh mereka berusaha merebut kekuasaan di negeri ini. Fir'aun mengatakan, "Kalian ingin menjatuhkan kekuasaanku untuk kemudian berkuasa di sini dengan mengusir kami dari negeri kami? Ketahuilah bahwa kalian berhadapan dengan Fir'aun. Aku tidak akan mengijinkan kalian melaksanakan rencana itu. Aku akan menghukum kalian untuk menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama."
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia memiliki kehendak atas diri sendiri. Tidak ada yang bisa memaksa seseorang untuk mengikuti suatu keyakinan tertentu, bahkan lingkungan dan pemerintahan. Contohnya, para penyihir yang berada di bawah kekuasaan Fir'aun, bahkan istri Fir'aun, beriman kepada ajaran Musa.
2. Para penguasa zalim tidak bisa menerima keyakinan yang bertentangan dengan mereka, bahkan beranggapan bahwa rakyat harus meminta izin mereka dalam memilih agama dan keyakinan.
3. Tuduhan merupakan cara paling umum dilakukan penguasa-penguasa zalim. Tanpa menggunakan logika dan argumen, mereka melemparkan tuduhan dan penghinaan terhadap orang-orang yang berpegang teguh kepada kebenaran.
4. Ancaman pembunuhan dan penyiksaan merupakan cara taghut untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.