Ayat ke 38
Artinya:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu". (8: 38)
Salah satu karuniah besar Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yaitu terbukanya pintu dan jalan taubat, sehingga manusia setiap saat dapat merevisi dan kembali ke jalan yang lurus meninggalkan dosa. Bukan saja orang-orang Mukmin yang berdosa, akan tetapi orang-orang Kafir yang tak beriman juga setiap saat dapat bertaubat dan berhenti dari perbuatan jahat dan dosa, dari berbagai penyimpangan pemikiran. Mereka juga mendapat anugerah dan kasih sayang Allah dengan mendapatkan ampunan-Nya.
Orang-orang Kafir setelah bertaubat dan beriman kepada Allah Swt tidak perlu lagi menutupi perbuatan shalat yang dulunya belum pernah dilakukan, sama juga dengan amal ibadah lainnya. Lanjutan dari ayat ini mengatakan, namun apabila mantan orang-orang Kafir itu kembali melakukan perbuatan yang tidak benar dan berdosa, seperti tidak mau melakukan shalat, puasa dan lain sebagainya, maka Allah Swt akan mencatatnya dan kelak akan memberinya balasan dan siksaan yang pedih.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menentukan penilaian terhadap manusia, tolok ukurnya adalah kondisi orang itu saat ini, dan bukan kondisi mereka pada masa lalu.
2. Islam bukan agama ekspansif, akan tetapi agama yang bertujuan memperbaiki dan membimbing orang-orang Kafir dari penyimpangan.
Ayat ke 39
Artinya:
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (8: 39)
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang seruan dan dakwah kepada orang-orang Kafir agar memeluk Islam dan terbukanya jalan taubat bagi mereka untuk kembali kepada jalan yang lurus. Ayat ini mengatakan, apabila mereka tidak mau sadar terhadap jalan yang telah mereka tempuh selama ini, kemudian mereka malah melakukan konspirasi untuk mempermainkan kalian, maka kalian harus menghadapi mereka sehingga fitnah mereka dapat kalian padamkan dan kebenaran tetap berdiri kokoh.
Pada dasarnya tujuan jihad dalam Islam bukan ekspansi teritorial, tetapi dengn tujuan mencabut dan memusnahkan kezaliman dan kejahatan di dunia. Setelah itu menegakkan keadilan dan keamanan, sehingga dengan demikian hukum-hukum Allah dapat dilaksanakan dengan baik. Harapan ini hingga saat ini belum terealisasi. Akan tetapi berdasarkan riwayat-riwayat yang pasti dan kuat dari Nabi Saw, bahwa keadilan akan tegak di tangan seorang lelaki dari keturunan beliau yaitu al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Beliau adalah juru selamat yang akan merealisasikan kedilan tersebut dan kebenaran benar-benar akan berkuasa di muka bumi ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengobar peperangan di dunia adalah orang-orang Musyrik dan Kafir yang dalam rangka melestarikan perwujudan mereka di dunia ini, mereka tidak segan-segan melakukan konspirasi dan fitnah.
2. Selama musuh-musuh terus melancarkan fitnah, maka perintah untuk berjuang tetap ada, dan kita tidak boleh mengalah.
Ayat ke 40
Artinya:
Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (8: 40)
Salah satu bahaya yang mengancam setiap manusia adalah ketidaktenangan dalam berpikir, berakidah dan beramal. Sekalipun sebagian orang setiap hari mencari sebuah kelompok atau partai yang dianggap dapat menyelamatkan dan memenuhi aspirasinya, namun tidak jarang mereka keluar dari kelompok dan partai tersebut. Kemudian mereka pergi kepada kelompok dan partai lain atau dengan ungkapan lain; saat ini menjadi mukmin, namun besok menjadi kafir. Hari ini menjadi orang yang melakukan kebaikan, namun besok menjadi orang yang melakukan kejelekan dan keburukan.
Allah Swt dalam ayat ini berbicara kepada orang-orang Mukmin yang sebenarnya, dengan mengatakan, kelemahan dan kegoncangan akidah semacam ini dapat kita saksikan dalam masyarakat. Tetapi hal ini jangan sampai menjadi suatu hal yang dapat meragukan pemikiranmu dan jalan kebenaranmu. Semestinya kamu harus tetap kuat dan kokoh di jalan kebenaran ini. Ketahuilah bahwa Allah Swt adalah pemimpin kamu, dan Dia akan membantu dan menolongmu. Karena itu janganlah kamu merasa cemas dan kecil hati, Allah senantiasa bersama kamu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sandarkan dirimu hanya kepada Allah, karena betapa banyak orang-orang yang saat ini berada di pihakmu, namun besok mereka akan meninggalkanmu.
2. Allah Swt adalah pemimpin terbaik yang tidak menyerahkan dan mempercayakan kami kepada orang lain. Bahkan Dia tidak pernah melupakan kami dan tidak pula Dia berkeinginan kepada kita guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan-Nya, serta tidak pula segala jerih payah kita Dia tidak membalas dan memberi kita pahala.
Ayat ke 41
Artinya:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (8: 41)
Setelah menyinggung hukum jihad dalam ayat-ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, sesuatu yang kalian peroleh dalam peperangan yang disebut sebagai ghanimah, maka seperlima daripadanya telah ditentukan oleh Allah Swt dan sisanya boleh kalian gunakan. Apabila kalian berperang di jalan Allah, maka berdasarkan hukum dan ketentuan Allah kalian harus melakukannya. Karena mereka berperang untuk Allah dan mereka telah siap mengorbankan jiwa raga mereka di jalan Allah Swt.
Tetapi sayangnya urusan materi dan harta ghanimah telah memperdaya mereka, bahkan orang-orang Mukmin yang mujahid juga dapat dimungkinkan terkena godaan dalam urusan ini. Hati mereka menjadi goncang dalam menghadapi harta ghanimah ini, sehingga mereka tidak mau mengeluarkan seperlima (khumus) yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk Rasulullah guna mengurus pemerintahan Islam, anak-anak yatim yang tidak mampu dan musafir yang kehabisan bekal di perjalanan. Karena itu ayat ini mengatakan:
"Apabila kalian beriman, syarat iman selain berlapang dada, juga tidak tergoda kepada harta benda. Kata ghanimah dari segi bahasa selain bermakna harta rampasan perang juga mencakup segala sesuatu yang diperoleh dari suatu keuntungan. Karena itulah berdasarkan riwayat Ahlul Bayt Nabi as, seorang mukmin wajib mengeluarkan seperlima (khumus) di jalan Allah dari keuntungan yang dia peroleh, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat ini. Meski ayat ini asbab nuzulnya berhubungan dengan ghanimah atau rampasan perang, namun hukumnya umum dan komprehensif. Khususnya di saat Nabi sudah tidak ada dan Imam zamanpun dalam ghaib, maka khumus tersebut harus kita serahkan kepada para ahli fiqih yang adil yang kedudukannya sebagai pengganti Nabi dan Imam makshum di zaman kita ini. Mereka akan menentukan dan menggunakannya sebagai anggaran di jalan Allah."
Ayat ini memberikan contoh mereka yang berhak mendapat khumus ini seperti anak yatim dan seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan. Sementara kata Dzi al-Qurba adalah Ahlul Bait Nabi atau para imam. Oleh karenanya, saham Allah, Rasul dan Imam berhubungan dengan pengurusan pemerintahan Islam, dan uang itu bukan milik pribadi Nabi dan para Imam.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masyarakat yang miskin juga harus diurus dan mendapatkan kebutuhannya dari orang-orang kaya.
2. Perang dan jihad merupakan medan ujian Allah bagi manusia, untuk membedakan siapa gerangan yang mengaku sebagai mumin yang sesungguhnya atau yang bohong dalam pengakuannya.
3. Perang Badar merupakan salah satu contoh adanya bantuan dan pertolongan Allah untuk kemenangan kaum Muslimin.