Memberikan Harta Kepada Safih
 
Allah Swt berfirman, "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. an-Nisa: 5)
 
Satu hal penting dalam ekonomi Islam adalah memperhatikan masalah modal yang dimiliki dan upaya mencegah agar tidak hilang sia-sia. Hal itulah yang membuat sebagian ayat-ayat al-Quran menyinggung masalah ini, termasuk ayat kelima dari surat an-Nisa. Dalam ayat ini, Allah Swt memperingatkan umat Islam agar tidak memberikan hartanya kepada mereka yang belum sepurna akalnya (Safih). Kata Safih dalam ayat ini berarti orang yang belum dewasa baik terkait masalah sosial maupun ekonomi dan masih belum mampu menggunakan modal dan hartanya dengan baik guna memperbaiki urusan dunianya.
 
Dari ayat kelima surat an-Nisa ini juga dipahami bahwa memberi makan sehari-hari mereka yang masih belum mampu mengelola hartanya sendiri tidak boleh berasal dari modal dan asal hartanya, tapi dari keuntungan yang didapat dari modal yang diputar di tangan orang lain.[1]
 
Dengan memperhatikan ayat ini, para tokoh masyarakat atau keluarganya harus bertanggung jawab atas harta mereka yang belum sempurna akalnya ini dan tidak memberikannya langsung kepada mereka. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan seseorang atau lembaga untuk mengelola harta mereka. Tapi bila tidak ada yang mampu melakukannya, maka pemerintah Islam harus turun tangan mengelola harta mereka dan keuntungan darinya diberikan kepada mereka agar kekayaan masyarat dapat terus berputar dan sebagian orang mendapatkan keuntungan dari modalnya.
 
Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.
 
[1] . Mahmud Zamakhsyari, al-Kassyaf 'an Haqaiq Ghawamidh at-Tanzil, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, 1407 Hs, cet 3, jilid 1, hal 471.