Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 37-39

Rate this item
(9 votes)

Ayat ke 37

Artinya:

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Setelah keluar dari lingkungan yang tenang dan penuh kenikmatan, dan turun ke bumi yang penuh jerih payah, Adam memahami kesalahannya akibat tipuan Setan. Karena itu, ia menyesali perbuatannya dan bertekad untuk bertaubat. Namun bagaimana ia harus bertaubat sehingga diterima oleh Allah? Di sini Allah juga tidak melepaskan Adam. Allah mengajarkan beberapa kata dan kalimat untuk melahirkan penyesalan hatinya.

Kalimat-kalimat ini termaktub dalam surat al-A'raf ayat 23 yang artinya, "Keduanya berkata, "Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kami, maka kami benar-benar termasuk orang-orang yang merugi."

Ungkapan-ungkapan seperti ini tidak khusus diajukan kepada Adam. Ungkapan serupa juga datang berkenaan dengan Nabi Yunus dan Musa, sebagaimana al-Quran menyebutkan berkenaan dengan Nabi Musa as, "(Nabi Musa) berkata, "Tuhanku, Sungguh aku menzalimi diriku, maka ampunilah aku." Intinya, agar taubatnya diterima, Nabi Adam menyebutkan nama para pemberi syafaat yang diajarkan Allah Swt. Sebagaimana Jalaluddin Suyuthi menukil banyak riwayat dalam tafsirnya ad-Durul Mantsur bahwa Adam besumpah kepada Allah dengan nama Muhammad dan keluarganya hingga Allah menerima taubatnya.

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas disebutkan, (Saala bihaqqi Muhammadin wa ‘Aliyin wa Fatimah wal Hasani wal Husain) yakni, Adam bersumpah kepada Allah demi hak Muhammad beserta keluarga beliau yang terdekat hingga taubatnya diterima.

"Taubat" menurut bahasa berarti kembali. Sewaktu kata ini dinisbatkan kepada manusia dimaksudkan kembali dari dosa, dan sewaktu dinisbatkan kepada Allah berarti kembalinya rahmat ilahi. Yakni, suatu rahmat yang dicabut oleh Allah lantaran dosa yang diperbuat oleh seseorang, dikembalikan kepadanya sebagai lanjutan kembalinya orang itu dari dosa.

Allah juga "Tawwab" (Maha Penerima Taubat), sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini: (Innallaha tawwabur rahim) artinya, "Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat Maha Penyayang." Allah juga mencintai "Tawwabin" (orang-orang yang bertaubat) seperti disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 222, (Innallaha yuhibbut tawwabin) artinya, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat."

Oleh sebab itu manusia tidak boleh putus asa dari rahmat ilahi, bahkan harus senantiasa sebagai orang yang bertaubat dan memohon ampun. Karena bila hal itu dilakukannya, maka rahmat ilahi senantiasa bersamanya.

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:‎ ‎ ‎
1. Sebagaimana taufik untuk bertaubat berasal dari Allah, cara dan jalan pelaksanaannya pun harus kita ambil dari Allah. Hal ini diajarkan Allah terkait ayat mengenai taubat Adam, kalimat dan kata-kata taubat diajarkan Allah kepadanya.
2. Apabila manusia benar-benar bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya, sebab Dia Maha Penerima taubat.
3. Penerimaan ampunan Allah diikuti dengan rahmat dan kasih sayang, bukan cacian, umpatan dan pencemaran harga diri.
4. Apabila kita merusak taubat dan melakukan dosa, maka janganlah kita berputus asa dari rahmat Allah, sebab Dia Maha Penerima taubat. Apabila kita bertaubat lagi, maka Allah menerima taubat kita lagi.

 

Ayat ke 38-39

Artinya:

Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Adapun orang-orang yang kafir, dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka
itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Kelanjutan dari taubat Adam dan diterimanya taubat tersebut oleh Allah, sekali lagi dijelaskan dengan adanya perintah "Ihbituu yang berarti turunlah". sehingga jangan disangka bahwa taubat akan menyebabkan Adam, kembali ke taman surgawi itu. Ampunan Allah menghilangkan hukuman dosa, adapun akibat-akibat alami dosa tersebut tidak hilang dengan ampunan ilahi. Keluarnya Adam dari taman surgawi adalah akibat alami dari memakan buah terlarang, yang tidak dapat hilang dengan taubat.

Pada intinya, Adam dan isterinya harus keluar dari surga, dan tinggal di bagian lain bumi yang tidak memiliki sarana-sarana seperti itu. Keluarnya Adam dari taman itu mengakibatkan keluarnya keturunannya selama-lamanya. Karena itu, perintah "turunlah" ditujukan kepada semua manusia, tetapi selanjutnya disebutkan hidayah manusia, dimana Allah berfirman, "Aku mengirimkan sarana-sarana hidayah untuk kamu, baik kitab petunjuk maupun rasul petunjuk. Namun manusia menjadi dua kelompok; satu kelompok mengikuti, sedangkan kelompok yang lain mengingkari."

Pada permulaan penciptaan, Allah mengajarkan nama-nama segala sesuatu dan hakikat-hakikat wujud kepada Adam. Allah meletakkan potensi penyerapan ilmu, yang ilmu tersebut menjadi dasar kelebihannya dari para malaikat. Namun pengetahuan dan naluri akal ini tidak menjadi dasar keselamatan dirinya dari rayuan dan godaan setan, dan pada permulaan tersebut Adam tertipu dan tersesat. Lantaran itu, setelah menerima taubatnya dan menetapkannya di Bumi, Allah menyiapkan sarana-sarana petunjuk-Nya sehingga manusia dapat membedakan yang hak dari yang batil dan kebaikan dari kejahatan.

Turunnya wahyu adalah nikmat besar ilahi yang dikaruniakan Allah kepada manusia di samping akal. Meskipun turunnya wahyu dan sarana-sarana hidayah adalah suatu kelaziman bagi Allah, namun hidayah dapat diperoleh dengan ikhtiar manusia, bukan hidayah takwini dan ijbari (paksaan). Karena Allah tidak memaksa manusia untuk menerimanya. Jadi manusia bebas memilih jalannya dan ia dapat mengikuti petunjuk ilahi atau berpaling darinya. Kegelisahan terbesar manusia ialah kegelisahan terhadap masa depannya, baik masa depan di dunia maupun di akhirat.

Perhatian terhadap masa lalu dan umur yang telah terbuang menyebabkan kesedihan dan penyesalan atas hilangnya pelbagai kesempatan dan sarana. Namun setiap orang yang menerima hidayah ilahi, maka Allah pasti menjamin masa depannya dan ia tidak perlu lagi merasa gelisah. Demikian pula ia tidak akan mempersoalkan masa lalunya. Sebab ia berbuat segala sesuatu menurut tugasnya, meski perbuatannya belum mencapai hasil dan belum membuahkan keberhasilan-keberhasilan secara lahiriah.

Di samping mereka yang menerima hidayah ilahi melalui ikhtiar dan berakhir dengan kebaikan, terdapat segolongan manusia yang berpaling dari ayat-ayat ilahi dan mendustakannya atas dasar pengingkaran dan kekufuran. Sebab-sebab hidayah Allah adalah ayat-ayat-Nya yang jelas dan terang. Namun orang yang memandangnya atas dasar kekufuran dan penolakan kebenaran, tidak hanya menolaknya, bahkan mendustakan kebenarannya dan membohongkan kedatangan wahyu tersebut dari Allah Swt.

Akhirnya, pada Hari Kiamat orang-orang seperti ini merupakan korban api neraka. Karena pengingkaran dan pembangkangan merupakan sifat dan perilaku mereka selamanya, maka neraka akan menjadi tempat abadi bagi mereka. Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa Allah juga menyiapkan sebab-sebab hidayah untuk orang-orang kafir, tapi mereka tidak mau menerima hidayah tersebut. Akibatnya api nerakalah yang menjadi bagian mereka untuk selama-lamanya.

Dari dua ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:‎ ‎ ‎
1. Terkadang satu perbuatan salah, akibatnya meliputi satu keturunan dan bangsa. Adam tidak melakukan lebih dari satu kesalahan, namun ia dan keturunannya dikeluarkan dari surga.
2. Allah sama sekali tidak menjauhkan rahmat-Nya dari manusia, meski Adam melanggar. Tapi Allah juga menetapkan jalan taubat dan menyediakan sarana-sarana hidayah baginya.
3. Hidayah ilahi bermula dan bersamaan dengan tinggalnya manusia di muka bumi. Satu-satunya hidayah hakiki ialah yang berasal dari sisi Allah.
4. Ikhtiyar merupakan kekhususan manusia. Manusia tidak dipaksa menerima hidayah. Oleh karena itu, di antara mereka ada yang menjadi kelompok mukmin dan kelompok kafir.
5. Orang-orang yang mendapat hidayah dan petunjuk ilahi berakhir dalam kebahagian hakiki dan jauh dari segala bentuk kegelisahan dan kegoncangan. (IRIB Indonesia)

Read 21928 times