هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (39) وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآَبٍ (40)
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab. (38: 39)
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (38: 40)
Allah Swt telah menganugerahkan kekayaan yang melimpah dan kedudukan yang tinggi kepada Nabi Sulaiman as. Dia kemudian diminta membagikan kekayaan itu kepada fakir-miskin dan berjuang untuk mengatasi kesulitan mereka. Karena Sulaiman seorang nabi, maka ia membagikan anugerah Ilahi kepada fakir-miskin secara adil dan setiap orang menerima sesuai dengan kebutuhannya, bukan penyamarataan.
Meski menikmati kekayaan yang berlimpah dan kedudukan yang tinggi, Nabi Sulaiman as tidak pernah melenceng dari penghambaan Tuhan dan tidak pernah berbuat zalim kepada masyarakat. Oleh karena itu, ia memiliki kedudukan yang dekat di sisi Allah dan tempat kembali yang baik.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di pemerintahan Tuhan, penguasa menganggap apa yang dimilikinya sebagai anugerah Ilahi yang harus digunakan untuk melayani masyarakat.
2. Kepemilikan kekayaan dan harta tidak bertentangan dengan penghambaan kepada Allah dan mencapai kedudukan yang dekat dengan-Nya. Di pemerintahan Tuhan, kemajuan dan perkembangan di sektor materi bukan sesuatu yang bertentangan dengan usaha mencapai kesempurnaan jiwa dan spiritual.
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (41) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (42) وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (43)
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya, “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” (38: 41)
(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (38: 42)
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (38: 43)
Ayat tersebut berbicara tentang kisah Nabi Ayyub as yang menjadi simbol kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan. Berdasarkan ayat ini, Rasulullah Saw diperintahkan untuk menceritakan kehidupan Nabi Ayyub as kepada masyarakat dan mengajak mereka pada kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan hidup.
Menurut berbagai kitab tafsir dan riwayat, Allah melimpahkan nikmat yang sangat banyak kepada Nabi Ayyub dan ia juga seorang hamba yang bersyukur. Namun, Tuhan kemudian mengujinya dengan kesulitan untuk membuktikan bahwa Ayyub akan tetap bersyukur di semua keadaan, baik saat senang maupun susah. Oleh karena itu, harta benda, hasil pertanian, dan ternak milik Ayyub secara perlahan musnah dan ia sendiri juga didera penyakit, di mana anaknya pun menjauhinya karena takut tertular.
Dalam kondisi seperti ini, syaitan menyebarkan kebohongan di tengah masyarakat bahwa Nabi Ayyub menderita kesulitan dan penyakit karena tidak mematuhi perintah Tuhan. Jika ia memang seorang yang baik, tentu tidak akan tertimpa bala yang membuat anaknya pun lari darinya. Masyarakat dan keluarga Ayyub mempercayai berita bohong ini sehingga ia benar-benar menghadapi situasi yang sangat sulit dan tersiksa.
Namun, Nabi Ayyub tidak pernah mengeluh dengan keadaannya dan selalu bersyukur kepada Allah. Suatu hari, ia mengadu kepada Allah dari prasangka buruk masyarakat yang telah termakan rayuan syaitan, tapi ia tidak memohon apa-apa dari Tuhan.
Untuk menyelamatkan Nabi Ayyub dari gunjingan, Allah memberikan kesembuhan kepadanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Ayyub disayang oleh Allah, bukan orang yang dimurkai.
Allah Swt memerintahkan Nabi Ayyub untuk memukul kakinya ke tanah di tempat ia berpijak sehingga mengalir air yang jernih dan sejuk. Setelah air mengalir, Tuhan meminta Ayyub untuk membasuh dirinya dengan air itu dan meminumnya untuk memperoleh kesembuhan.
Nabi Ayyub as berhasil melewati ujian Ilahi ini dengan kemenangan dan Allah pun mengembalikan semua nikmat kepadanya. Allah melimpahkan segala nikmat dan karunianya kepada Ayyub. Ia memperoleh kesembuhan yang sempurna dan anugerah yang melimpah.
Kisah Nabi Ayyub as adalah pelajaran dan ibrah bagi orang-orang yang berakal sehingga manusia tidak boleh sombong dengan apa yang dimilikinya, karena semua itu bisa hilang dalam sekejap.
Kisah ini mengajarkan manusia untuk tidak berputus asa dari karunia dan rahmat Allah Swt dalam kesulitan dan tertimpa penyakit, karena mengangkat kesulitan dan penyakit merupakan pekerjaan yang mudah bagi Allah.
Dari dua tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mempelajari sejarah masa lampau, terutama kisah para nabi adalah sesuatu yang bermanfaat dan penuh muatan pelajaran. Dengan mengetahui kesulitan orang lain, tekad kesabaran dan ketabahan dalam diri kita juga akan menguat.
2. Kesulitan dan musibah akan menjadi sasaran godaan syaitan. Terkadang syaitan ingin menyimpangkan manusia dari jalan lurus lewat sarana kesulitan dan kesusahan hidup.
3. Berdoa adalah sirah para nabi dan manifestasi dari penghambaan dan ketundukan di hadapan Allah Swt. Oleh sebab itu, jangan pernah meninggalkan doa dalam mengatasi kesulitan dan cobaan.
4. Banyaknya anak yang saleh merupakan karunia ilahi.