وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (44)
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya). (38: 44)
Dalam tafsir ayat-ayat sebelumnya tentang Nabi Ayyub as, dimana Allah Swt mengujinya dengan penyakit yang sulit disembuhkan di badannya, sehingga ia kehilangan harta dan anak-anaknya, tapi dalam kondisi yang sulit ini, ia tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah Swt. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat, istri Nabi Ayyub as mulai terpengaruh bisikan setan dan berbicara seaka-akan Allah Swt telah melupakan Ayyub dan untuk menyelamatkan dirinya dari kesulitan dan masalah, ia harus merujuk kepada selain Allah. Nabi Ayyub as sangat menyesali ucapan tersebut dan bersumpah bahwa ketika sembuh dari penyakitnya, ia akan menghukum istrinya.
Namun ketika Nabi Ayyub as sembuh dari penyakitnya lewat pertolongan Allah Swt, ia memutuskan untuk tidak menghukumi istrinya karena telah berkorban dan bersamanya selama masa-masa sulit.
Ayat ini mengatakan, “Allah berfirman kepada Ayyub, ‘Karena engkau telah bersumpah, jangan batalkan sumpahmu agar kehormatan nama Allah dalam sumpah tetap terjaga. Tapi karena ia berhak untuk mendapat ampunan, maka ambillah setangkai gandum atau yang sepertinya lalu pukulkan dengan pelan ke badan istrimu. Dengan demikian, engkau tetap melaksanakan sumpahmu dan istrimu tidak cedera karenanya.”
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana di Hari Kiamat, Allah mengurangi hukuman dikarenakan kebaikan yang dilakukan manusia, di dunia juga Allah Swt menganjurkan untuk meringankan hukuman seseorang, dikarenakan perbuatan baik yang dilakukannya.
2. Nama Allah Swt memiliki kehormatan. Oleh karenanya, ketika bersumpah dengan nama Allah, jangan melanggarnya.
3. Kedekatan dan memiliki hubungan keluarga dengan nabi tidak menjadi penghalang untuk melakukan hukum.
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ (45) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (46) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (47) وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ (48)
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. (38: 45)
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (38: 46)
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (38: 47)
Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. (38: 48)
Kekhususan pertama para nabi yang telah disinggung dalam ayat-ayat ini adalan hamba Allah. Yakni, para nabi sampai pada derajat ini akibat penghambaan yang dilakukannya. Mereka bukan saja dalam ibadah dan penghambaan kepada Allah, tapi dalam seluruh urusan kehidupannya benar-benar berserah diri kepada perintah Allah Swt.
Berbeda dengan manusia biasa yang dalam kehidupannya biasanya mengikuti keingingan dirinya. Bila mereka melakukan sesuatu bertentangan dengan keinginannya, biasanya disertai ketidaksukaan. Sementara para utusan Allah Swt selalu melaksakan keinginan Allah dan mendahulukannya dari keinginan dirinya. Mereka melakukan perintah Allah dengan penuh keinginan dan bangga dengannya.
Jelas, sampai pada derajat ini membutuhkan upaya keras dan perjuangan dalam diri manusia. Mereka yang memiliki kelayakan untuk mendapatkan makam dan derajat risalah dipilih dari orang-orang yang baik.
Selain beribadah dan penghambaan, Allah Swt menyebut para nabi sebagai orang yang memiliki ilmu dan sanubari. Kekuatan untuk memahami yang kuat dalam mengindentifikasi kewajiban dan memanfaatkan segala kemampuan dan fasilitas yang dimilikinya dan pengikutnya untuk memajukan tujuan ilahi. Ini merupakan kekhususan lain para nabi ilahi.
Ayat-ayat ini menekankan untuk mengingat Hari Kiamat dan perannya dalam mensucikan manusia dari segala kebergantungan dan kecenderungan kepada dunia. Begitu juga dalam ayat-ayat ini dua kali mengisyaratkan masalah ini bahwa para nabi berasal dari orang-orang baik dan terpilih.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mempelajari sejarah kaum sebelumnya dan para nabi serta penghormatan kepada para utusan Allah merupakan salah satu cara al-Quran untuk mendidik manusia.
2. Sumber dari segala kesempurnaan para nabi adalah penghambaan. Oleh karenanya, seorang hamba yang benar-benar menghambakan dirinya dihadapan Allah Swt akan disebutkan terlebih dahulu dari seluruh kesempurnaan yang dimilikinya. Dengan kata lain, para nabi akibat penghambaan kepada Allah telah mencapai derajat yang tinggi ini.
3. Menjauhi dunia dan senantiasa memperhatikan akhirat menjadi sarana bagi keterjagaan dan kesucian manusia dari polusi dunia serta memberikan manusia hati yang jernih.