Surat Al-Ahqaf ayat 11-14
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ (11)
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: "Kalau sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: "Ini adalah dusta yang lama". (46: 11)
Di awal dakwah Rasulullah Saw, orang miskin dan para budak lebih cepat menerima seruan beliau dan beriman, karena mereka tidak memiliki harta atau kepentingan ilegal yang terancam. Mereka juga tidak sombong dan congkak dihadapan Rasulullah.
Sikap kelompok lemah dan miskin di masyarakat yang memeluk Islam mendorong para pemuka Mekah menunjukkan respon. Mereka mengatakan, kelompok ini hanya segelintir orang miskin dan tunawisma. Jika ini adalah agama yang benar, maka kita yang memiliki pemahaman lebih tinggi dan kekuatan serta kekayaan lebih besar menjadi orang pertama yang beriman.
Ucapan congkak orang kafir dan di luar logika ini muncul dari kesombongan. Sementara masalah sebenarnya berada dalam diri mereka sendiri, bukan agama Islam. Jika hati mereka tidak ditutupi rasa sombong, jika mereka tidak dimabukkan kekayaan, posisi dan syahwat, jika mereka tidak menganggap lebih unggul dari yang lain, serta seperti orang miskin yang hatinya bersih, mencari kebenaran, maka mereka juga akan cepat beriman.
Oleh karena itu, ayat ini lebih lanjut mengatakan, karena mereka menolak hidayah al-Quran, maka mereka akan mengatakan, al-Quran bukan firman Tuhan dan seperti legenda kuno lainnya, sebuah kata-kata palsu dan tidak berdasar. Mereka menjadikan tudingan terhadap al-Quran untuk menutupi sikapnya yang tidak bersedia beriman.
Dari satu ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang kafir merasa dirinya lebih berakal dan cerdas dari Muslim, dan menganggap agamanya lebih baik dari Islam.
2. Tudingan tak berdasar kepada al-Quran dan Rasulullah, berakar dari kesombongan dan sikap keras kepala, bukan logika dan argumentasi.
وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُصَدِّقٌ لِسَانًا عَرَبِيًّا لِيُنْذِرَ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَبُشْرَى لِلْمُحْسِنِينَ (12)
Dan sebelum Al Quran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (46: 12)
Menyikapi tudingan orang musyrik Mekah terhadap al-Qur'an dan Rasulullah, yang menyebutnya legenda yang tidak memiliki dasar, ayat ini mengatakan, "Salah satu tanda kebenaran Kitab ini adalah penyebutan nama dan karakteristik Rasulullah di Taurat dan Injil. Ayat al-Qur'an juga selaras dengan Taurat dan saling membenarkan. Ini menunjukkan bahwa kitab-kitab ini turun dari satu sumber.
Meski bahasa Taurat adalah Ibrani dan al-Qur'an berbahasa Arab, tapi isi keduanya menyeru manusia untuk menyembah Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya. Tujuan keduanya adalah melawan kezaliman dan memberi peringatan serta kabar gembira kepada manusia saleh.
Dari satu ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penurunan kitab samawi, salah satu sunnah Ilahi sepanjang sejarah untuk memberi petunjuk manusia. Kitab ini saling membenarkan dan satu tujuan, bukan melawan satu sama lain.
2. Kitab samawi manifestasi rahmat Ilahi dan sebuah masyarakat akan mendapat rahmat ini ketika mereka menjadikannya sebagai petunjuk dan penuntun.
3. Iman kepada Tuhan tidak selaras dengan menzalimi orang lain. Iman yang efektif adalah iman yang berujung pada perbuatan baik kepada orang lain.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (13) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (14)
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (46: 13)
Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (46: 14)
Ayat ini menggambarkan wajah sejati orang mukmin, di mana Nabi dan kitab samawi diturunkan untuk mendidik orang-orang seperti ini. Ayat ini mengatakan, orang-orang mukmin yang mengatakan Tuhan kita adalah Allah, dan mereka komitmen di jalan ini. Wajar jika pengakuan ini tidak cukup sekedar di mulut hatu hati, tapi juga harus ditunjukkan di amal perbuatan dan kita berbuat seperti yang diinstruksikan Tuhan serta komitmen di jalan ini. Bukannya karena sejumlah kesulitan, kita kehilangan esensi iman, meninggalkan jalan Tuhan serta berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan dan memenuhi tuntutan hawa nafsu. Menjaga iman sangat sulit dan tidak mungkin tanpa istiqomah, khususnya di masa terbuka peluang lebar untuk melakukan perbuatan maksiat dan dosa.
Allah Swt pastinya akan memberikan pahala kepada orang mukmin di dunia dan akhirat, dan memberi kehidupan tenang di dunia. Orang seperti ini tidak akan takut akan peristiwa mendatang dan juga tidak mengeluh akan peristiwa di masa lalu.
Sebaliknya betapa banyak orang kaya dan kuat yang memiliki kemakmuran dan kemewahan fisik, tapi tidak memiliki ketenangan jiwa dan terkadang mereka harus mengkonsumsi beragam obat dan penenang atau bahkan narkotika untuk menghilangkan stress dan rasa khawatir.
Selain ketenangan jiwa merupakan pahala orang mukmin di dunia, kelak di akhirat Tuhan juga akan menempatkan mereka yang istiqomah di jalan Tuhan surga, tempat yang luas dan waktunya tidak dapat dipahami manusia.
Di sana, penghuni surga hidup kekal dan mendapat nikmat tanpa akhir.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekedar pengungkapan iman di mulut tidaklah cukup, tapi yang lebih penting adalah istiqomah dan konsisten di jalan ini.
2. Mereka yang beriman kepada Tuhan, tidak akan takut kecuali kepada Tuhan.
3. Mengeluh karena masa lalu, hanya milik mereka yang meniti jalan yang salah dan menyesal. Tapi mereka yang senantiasa bergerak di jalan kebenaran tidak akan mengeluhkan masa lalunya dan juga tidak menyesal