لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (14) كَمَثَلِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ذَاقُوا وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (15)
Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (59: 14)
(Mereka adalah) seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih. (59: 15)
Dalam pembahasan sebelumnya dibicarakan mengenai konspirasi kaum Yahudi Madinah terhadap muslimin, serta kerja sama rahasia mereka dengan kaum munafikin. Ayat kali ini melanjutkan pembahasan tersebut dan menyatakan, "Musuh kalian di luarnya bersatu, tapi sejatinya tidak demikian, dan masing-masing mengejar kepentingannya sendiri; Hati mereka tidak bersatu, apalagi mereka juga memiliki konflik yang parah."
Kengerian dan ketakutan yang ditimpakan Allah ke dalam hati orang-orang Yahudi dari kalian, orang-orang yang beriman di Madinah, telah menyebabkan mereka tidak keluar dari balik tembok rumah dan istana mereka dan tidak muncul di medan perang secara langsung, sehingga dengan kehendak Tuhan kamu dapat mengalahkannya. Oleh karena itu, mereka merasakan pahitnya akibat mempercayai orang-orang munafik di dunia, dan azab yang berat menanti mereka di akhirat.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jika orang mukmin melawan musuh agama dengan bertawakkal kepada Tuhan, maka Tuhan akan menempatkan ketakutan dan kengerian di hati musuh, sehingga mereka terpaksa mundur dan menyerah.
2. Aliansi palsu dan pura-pura berbagai kelompok tidak akan bertahan lama. Aliansi dan persatuan sejati didasarkan pada nilai-nilai ilahi dan kemanusiaan yang akan langgeng.
3. Masa lampau adalah penerang masa depan. Nasib umat terdahulu harus menjadi bahan pelajaran generasi mendatang.
كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (16) فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (17)
Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam". (59: 16)
Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. (59: 17)
Seperti dijelaskan dalam Surat al-Anfal ayat 48, di perang Badr yang merupakan konflik pertama antara Muslimin dan musyrikin, setan mendiktekan di hati orang musyrik bahwa jumlah orang muslim sedikit, dan kalian akan menang melawan mereka. Setan mendorong orang musyrik untuk berperang, tapi ketika menyaksikan kekuatan orang Muslim dalam pertempuran, setan mulai mundur dan meninggalkan orang musyrik.
Ayat ini juga membicarakan penipuan setan yang mendiktekan orang-orang yang tengah kesusahan dan kesulitan bahwa dia tidak ada hubungannya dengan Tuhan, maka tinggalkanlah Tuhan agar masalahmu terselesaikan. Namun ketika dia melupakan Tuhan, setan meninggalkannya sendirian dan membuatnya putus asa.
Orang-orang munafik juga menipu orang-orang Yahudi di Madinah seperti ini, dan merekan mengatakan kami mendukung kalian dan yakinlah bahwa kalian akan menang melawan muslimin. Tapi ketika konflik dengan muslimin, mereka membiarkan dan meninggalkan orang Yahudi. Mereka di dunia kalah dari orang mukmin, dan juga di hari kiamat akan mendapat siksa Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting dapat dipetik.
1. Kemunafikan akan membuat manusia memiliki sifat setan, senantiasa menipu orang lain dan melarikan diri dari pertempuran ketika orang lain terjebak di dalamnya.
2. Orang munafik menggunakan takut kepada Tuhan sebagai alasan untuk meninggalkan kerja sama dengan sahabat dan rekannya, serta tidak menolong mereka, dengan harapan dapat menyelamatkan diri saat berbahaya.
3. Bukan hanya setan yang membisikkan bujukannya di hati manusia, tapi orang munafik adalah setan dalam wujud manusia yang menipu orang lain dengan kata-kata manis.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (59: 18)
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (59: 19)
Di akhir ayat yang berkaitan dengan orang Yahudi dan munafik Madinah, al-Quran kepada orang mukmin mengatakan, kalian harus mengambil pelajaran dari nasib mereka, dan jangan melupakan Tuhan sehingga Tuhan akan meninggalkan kalian serta kalian melupakan nilai-nilai kemanusiaan kalian. Jika demikian, kalian akan terjebak di dunia dan hawa nafsunya, di mana akhirnya adalah kerusakan dan maksiat.
Oleh karena itu, perhatikan Tuhan dalam setiap saat. Hindari ketidaktaatan kepada Tuhan pada saat berbuat dosa dan ketahuilah bahwa Tuhan hadir dan mengawasi kalian. Setiap amal kebaikan yang kamu lakukan, ketahuilah bahwa Allah mengetahuinya dan menyimpannya untuk hari kiamat (kebangkitan kalian).
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran berharga yang dapat dipetik.
1. Keharusan dari iman adalah takwa. Tanpa takwa praktis, keyakinan saja tidak cukup.
2. Setiap orang harus memikirkan hari kebangkitannya, dan jangan hanya berharap ahli waris akan melakukan perbuatan baik untuknya.
3. Pikirkan dengan baik amal saleh yang kita persiapkan untuk akhirat kita.
4. Beriman akan ilmu dan pengetahuan Tuhan, serta kehadiran dan pengawasan-Nya adalah sumber takwa. Dan akan mendorong manusia untuk berbuat baik dan menghindari hal-hal yang tidak pantas.
5. Orang yang melupakan Tuhan sejatinya telah melupakan tujuan bijak Tuhan dalam menciptakan manusia. Dan siapa saja yang melupakan tujuan dari penciptaannya akan menjauh dari rasa kemanusiaannya. Manusia seperti ini telah mensia-siakan umur dan potensinya.