Ayat ke 18
Artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). (5: 18)
Pada ayat-ayat terdahulu telah disebutkan bahwa orang-orang Kristen, telah menempatkan Nabi Isa as pada sebuah kedudukan manusia yang luar biasa, bahkan mereka menyebutnya sebagai Tuhan. Sementara ayat ini mengatakan bahwa mereka tidak saja menganggap kenabiannya lebih baik dari nabi-nabi yang lain, tetapi diri mereka sendiri pun disebutnya sebagai lebih baik dari para pengikut agama-agama lainnya. Bahkan mereka berkeyakinan bahwa mereka adalah anak-anak Tuhan dan kekasih-kekasih-Nya, sehingga mereka akan mendapat ampunan dari azab dan siksa.
Yang menarik dalam hal ini adalah bahwa orang-orang Yahudi, juga terjerumus dalam kesalahan semacam ini, dimana mereka mengklaim bahwa hanya mereka sajalah kelompok yang selamat dan bahagia itu. Al-Quran dalam menanggapi kaaim-klaim mereka yang keterlaluan ini mengatakan, Nabi Isa as adalah seorang manusia sebagaimana manusia-manusia lainnya, dan kalian sebagai pengikut beliau juga manusia sebagaimana manusia-manusia lainnya. Tak seorangpun merasa lebih baik daripada yang lainnya, selain takwa dan amal saleh, bahkan ia merupakan unsur yang dapat menyelamatkan mereka di Hari Kiamat, amal saleh dan bukan status.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Diskriminasi dan merasa lebih dari yang lain merupakan keburukan, sekalipun atas nama agama.
2. Berbangga diri dalam urusan agama merupakan salah satu bahaya yang mengancam para pemeluk agama. Karena itu berhati-hatilah terhadap bahaya ini, dan jangan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain, hingga terkena penyakit ujub dan berbangga diri.
3. Pembagian surga dan neraka bukan ditangan kita. Karena hak itu milik Allah Swt semata. Dia akan membalas segala perbuatan manusia dengan siksa dan pahala berdasarkan hikmah dan kasih sayang.
Ayat ke 19
Artinya:
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (5: 19)
Berdasarkan data-data sejarah, Nabi Muhammad Saw dilahirkan pada tahun 570 Masehi, dan tahun 610 beliau diangkat untuk mengemban risalah kenabian. Dengan mencermati hal ini, kira-kira ada 600 tahun tenggat waktu, antara diutusnya Nabi Isa as dan Nabi Muhammad Saw dan pada periode ini tidak diutus seorang Nabi pun. Tapi harus diketahui bahwa bumi tidak pernah sepi dari hujjah dan penyeru agama Allah yang mengajarkan agama Allah kepada manusia. Ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, baik Yahudi maupun Kristen bahwa Nabi Muhammad Saw diutus untuk kalian semua. Bila kalian memiliki pengalaman terhadap para nabi sebelumnya, maka seharusnya kalian lebih cepan beriman kepada Nabi Muhammad Saw dan menerima ajaran yang dibawanya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan diutusnya para nabi menjadi tertutuplah alasan bagi manusia untuk mengatakan tidak tahu.
2. Risalah para nabi berisikan berita gembira bagi setiap amal saleh dan ancaman bagi setiap perbuatan buruk dan dosa.
Ayat ke 20
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain". (5: 20)
Dari ayat ini dan selanjutnya, Allah Swt menerangkan mengenai perbincangan Nabi Musa as dengan kaum Bani Israil yang dimulai dengan menyebutkan nikmat Allah yang khusus dan berharga kepada mereka. Di antara nikmat-nikmat tersebut yaitu pengutusan para nabi di tengah-tengah mereka seperti Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman yang memegang tampuk pemerintahan. Kedua nabi ini berhasil menciptakan kemuliaan dan kekuasaan Bani Israil, namun dikarenakan mereka mengabaikan nikmat-nikmat Allah ini, sehingga pekerjaan mereka melenceng ke suatu tempat, dan berada dibawah cengkraman Firaun serta dijadikan sebagai budak-budaknya. Nabi Musa as dengan mengingat masa lalu yang cemerlang, menyeru kaumnya untuk bergerak dan berhijrah, serta berusaha hingga dapat mengembalikan kekuasaannya yang terdahulu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nikmat Kenabian, pemerintahan dan kebebasan merupakan nikmat-nikmat Allah terbesar dan harus dihargai dan disyukuri.
2. Ambillah contoh dari sejarah. Kaum Bani Israil setelah mendapatkan anugerah Allah dan berkuasa, akhirnya hidup dalam kenikmatan dan ketenangan.
Ayat ke 21-22
Artinya:
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (5: 21)
Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya". (5: 22)
Nabi Musa as meminta kepada Bani Israil agar berjuang dan berupaya untuk bisa memasuki kawasan Syam dan Baitul Maqdis, serta tetap berjuang melawan para penguasa zalim di sana. Adapun mereka yang hidup bertahun-tahun di bawah kekuasaan Firaun dan sedemikian takutnya berbicara bebas, mereka mengatakan, kami bukanlah orang yang bersikap tegas dan kami tidak memiliki keberanian dalam berperang. Namun apabila mereka berhasil dikeluarkan dan tanah suci itu diberikan kepada kami, maka kami pun akan memasuki Baitul Maqdis.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pemeluk agama Ilahi harus bisa membebaskan tempat-tempat suci agama dari cengkeraman para penjahat dan penjajah.
2. Kurangnya introspeksi dan merasa lemah melawan musuh merupakan faktor kegagalan yang telah diupayakan untuk dihilangkan oleh para nabi.