Ayat ke 55-56
Artinya:
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (5: 55)
Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (5: 56)
Dalam riwayat sejarah disebutkan bahwa seorang fakir masuk kedalam masjid dan meminta-minta kepada orang yang ada di sana. Namun tak seorangpun memberikan sesuatu kepadanya. Waktu itu Imam Ali bin Abi Thalib as sedang melakukan shalat dan ketika sedang ruku Imam memberikan cincin-nya kepada orang fakir tersebut. Untuk memuji perbuatan Imam Ali as tersebut, Allah Swt menurunkan ayat ini kepada Nabi Saw. Ammar bin Yasir salah seorang sahabat besar Nabi mengatakan, setelah peristiwa itu dan turunnya ayat ini kepada Nabi, maka Rasulullah Saw mengatakan, "Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka dia juga harus menjadikan Ali sebagai pemimpinnya."
Sudah jelas bahwa kalimat Wala dalam ayat ini adalah bermakna wilayah atau pemimpin, dan bukan bermakna suka atau cinta. Karena cinta berhubungan dengan semua kaum Muslimin dan tidak terbatas pada mereka yang melakukan shalat, kemudian menginfakkan sesuatu dalam keadaan ruku. Selain itu ayat ini menunjukkan langsung kepada pribadi Ali bin Abi Thalib as. Karena peristiwa ini hanya menyangkut perbuatan infak yang beliau lakukan. Penggunaan kalimat Alladzina Aamanuu yang disebutkan dalam bentuk jamak dimaksudkan untuk memberikan penghormatan dan pentingnya masalah ini. Hal serupa dapat ditemukan dalam banyak ayat al-Quran.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam selaian agama berlepas tangan (Bara'at) juga agama Wilayah atau kepemimpinan. Ayat-ayat sebelumnya menerangkan larangan menerima kepemimpinan orang-orang Kafir, sedang ayat ini justru menekankan Wilayah Allah, Rasul dan orang-orang Mukmin yang khusus.
2. Barangsiapa yang termasuk orang beriman, tetapi tidak melakukan shalat dan mengeluarkan zakat, maka mereka tidak berhak memegang segala bentuk kendali kepemimpinan dan memerintah atas orang-orang Mukmin.
3. Shalat bukan penghalang bagi seseorang untuk memberikan bantuan kepada kaum fakir miskin. Ayat ini menyatukan shalat dan zakat.
4. Barangsiapa yang tidak memikirkan nasib orang-orang lemah dan miskin di tengah masyarakat, tidak pantas menjadi pemimpin dalam masyarakat Islam.
5. Apabila orang-orang Mukmin hanya menerima kepemimpinan Allah, Rasul dan para Maksumin, maka sudah pasti akan dapat mengalahkan orang-orang Kafir.
Ayat ke 57-58
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (5: 57)
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (5: 58)
Kedua ayat sebelum ini mengingatkan kaum Mukminin, khususnya mereka yang lemah iman, agar jangan cepat tertarik kepada orang-orang Kafir dan Ahlul Kitab, serta menjalin hubungan wilayah dengan mereka? Dua ayat ini melarang mereka dari melakukan hal tersebut.
Ayat-ayat ini menyatakan, bagaimana bisa kalian berpaling kepada orang-orang Kafir, padahal mereka tidak menerima dasar-dasar pemikiran kalian, sedang mereka selalu mengejek dan mempermainkan agam dan shalat yang menjadi dasar agama kalian. Dengan ungkapan lain, mereka tidak akan melayani kalian untuk beradu dalil dan logika!? Bahkan dengan kelicikan, mereka mempermainkan dan mengejek kesucian Agama dan ibadah kalian.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syarat iman ialah memiliki kecemburuan agama dan menjauhkan diri dari orang-orang yang suka mengejek dan mempermainkan agama.
2. Dengan alasan takut dan kerakusan peribadi, kita tidak boleh menjalin persahabatan dengan orang-orang Kafir. Namun kita harus semata-mata takut kepada Allah dan takut terhadap siksaan-Nya.
3. Orang-orang Kafir sangat khawatir terhadap shalat jamaah yang dilakukan orang-orang Muminin dan berusaha mempermainkan ritual Islam ini. Karena itu kita harus bisa menguatkan mereka.
4. Mengejek dan mengolok-olok adalah tanda ketidakmampuan menggunakan akal sehat. Sedangkan orang-orang yang berakal selalu menjunjung tinggi logika dan dalil.
Ayat ke 59
Artinya:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik? (5: 59)
Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dan orang-orang Mukmin dengan mengatakan, dalam menghadapi ejekan orang-orang Kafir, maka katakanlah kepada mereka, apakah dikarenakan kami beriman kepada Tuhan, kalian melakukan tindakan yang jahat seperti ini kepada kami dan kepada ajaran kami? Padahal kami beriman kepada al-Quran dan juga beriman kepada Taurat dan Injil kalian, sedang kalian sendiri justru acuh tak acuh terhadap kitab suci kalian dan berusaha menyelewengkannya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terhadap para penentang hendaknya kita melakukan dialog dengan cara yang baik. Perselisihan dan kesalahan mereka harus kita ketengahkan dalam bentuk pertanyaan, tidak secara langsung yang bisa menciptakan ketegangan. Sedang di hadapan musuh kita tidak boleh menyerahkan keadilan kepada mereka.
2. Kita tidak boleh meragukan kebenaran agama Islam, sebab permusuhan yang disulut oleh orang-orang kafir tidak memiliki dasar logika atau berpijak pada logika.