Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 60-63

Rate this item
(0 votes)

Ayat ke 60

Artinya:

Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (5: 60)

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebagian Ahli Kitab memiliki hubungan yang lebih baik dengan Musyrikin penyembah patung, daripada dengan kaum Muslimin. Bahkan mereka (Ahli Kitab) suka menghina dan mengejek kaum Mukminin yang tengah melakukan shalat dan ibadah. Ayat ini mengatakan, mereka yang menghina dan mengejek agama dan ritual-ritual kaum Muslimin serta mengganggu mereka, mengapa tidak memandang kehidupan masa lalu orang-orang tua mereka yang sangat memalukan. Akibat pengingkaran mereka terhadap perintah-perintah Ilahi dan mempermainkannya, mereka menerima azab Ilahi dan wajah atau tingkah laku mereka berubah menjadi seperti kera dan babi. Mengapa mereka (Ahli Kitab) tidak mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut dan menghentikan perbuatan jahat mereka?

Sudah jelas bahwa Bani Israil pada zaman Nabi Muhammad Saw tidak diberi azab oleh Allah Swt dengan mengubah wajah mereka menjadi babi atau kera. Akan tetapi, karena kaum Yahudi menganggap mereka semua merupakan kaum yang satu, dan memiliki identitas keagamaan yang khusus, bahkan mereka menisbahkan kebanggaan nenek moyang mereka kepada mereka sendiri. Karena itu al-Quran menujukan kata-katanya kepada mereka, sehingga rasa bangga diri mereka yang tidak pada tempatnya dapat dilenyapkan, dan mempermalukan mereka.

Adapun yang dimaksud dengan kutukan dan murka Allah Swt ialah keterjauhan manusia yang berbuat dosa dari kasih sayang dan rahmat Allah, serta ketertimpaan murka dan balasan amal perbuatan jahat yang sesuai dengan perbuatan itu sendiri.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Keterjauhan dari kemuliaan manusia, dan perubahan menjadi binatang yang dari segi fisik memiliki kemiripan dengan manusia, merupakan salah satu dari siksaan dan azab Allah Swt.

2. Mereka yang terkena kutukan dan murka Allah Swt tidak seharusnya memperoleh kedudukan di kalangan kaum Mukminin.

 

Ayat ke 61-62

Artinya:

Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: "Kami telah beriman", padahal mereka datang kepadamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (daripada kamu) dengan kekafirannya (pula); dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (5: 61)

Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. (5: 62)

Setelah menjelaskan sikap Ahlul Kitab terhadap kaum Mukminin, ayat ini mengatakan, meskipun memiliki sikap dan tingkah laku yang tidak layak, mereka mengaku beriman dan menganggap diri mereka sebagai golongkan Mukminin. Padahal sedikitpun mereka tidak beriman dan hati mereka dipenuhi dengan kekafiran dan keingkaran. Mereka menyusup ke dalam kelompok orang-orang beriman dengan semangat kekafiran dan dengan kondisi seperti itu pulalah mereka keluar. Sekalipun mereka menyembunyikan identitas, tetapi Allah Swt mengetahui keadaan mereka.

Sebaik-baik bukti yang menunjukkan kekufuran mereka ialah kehebatan mereka dalam melakukan dosa, memakan barang dan harta haram, kezaliman, dan berbagai pelangaran. Karena semua perbuatan ini tidak pernah cocok dengan iman. Tentu saja al-Quran tidak menuduh seluruh Ahlul Kitab dan Yahudi dengan kejelekan dan keburukan seperti ini. Karena jelas sekali bahwa sebagian dari mereka adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Menampakkan iman dengan lisan saja tidak cukup. Amal saleh yang menunjukkan iman yang sebenarnya.

2. Meningkatnya penyelewengan akhlak, sosial dan ekonomi, mengakibatkan jatuhnya agama. Sedang kerusakan-kerusakan tersebut bersumber pada syahwat, kekayaan dan kekuasaan.

3. Ciri khusus masyarakat Islam ialah senantiasa berlomba pada kebaikan, sedang ciri khusus masyarakat Kafir ialah kemunafikan dan berlomba dalam kejelekan dan kerusakan.

4. Sejelek-jelek dosa ialah terang-terangan melakukan dosa dan kejahatan, tenggelam dan sudah terbiasa dengan perbuatan dosa.

 

Ayat ke 63

Artinya:

Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (5: 63)

Ayat ini menjelaskan tanggung jawab besar yang ada di pundak para ulama, cerdik pandai dan para pembimbing masyarakat. Ia mengatakan, jika masyarakat berbuat dosa dan kesalahan, akan tetapi mengapa para tokoh dan ulama itu, diam tidak melarang dan bungkam seribu bahasa? Sekedar menjauhkan diri dari dosa tidaklah cukup. Namun hendaknya para pendosa dicegah dari perbutan-perbuatan dosanya. Karena sikap diam di hadapan perbuatan jahat dan dosa, merupakan sejenis dukungan terhadap dosa tersebut, yang bakal menghantarkan manusia kepada balasan dan siksa.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Diam dan sikap tidak perduli, bukan alasan dan tidak akan melepaskan seseorang dari kewajibannya. Bahkan yang demikian itu akan semakin mendorong dan membuka peluang bagi seseorang untuk semakin berani melakukan dosa.

2. Tanggung jawab amar makruf dan nahi mungkar pada tahap pertama merupakan kewajiban para ulama agama.

3. Ilmu pengetahuan akan berharga jika ia ditampakkan dan diarahkan untuk mencegah tingkah laku dan watak-watak jahil.

Read 8916 times