Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 71-74

Rate this item
(0 votes)

Ayat ke 71-72

Artinya:

Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (6: 71)

Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya". Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan. (6: 72)

Sebelumnya telah dibahas tentang orang-orang Musyrik dan para penyembah patung yang selalu mengajak kaum Muslimin yang baru saja beriman untuk kembali kepada kaum dan agama nenek moyang. Mereka juga berusaha menarik Muslimin dari iman dengan cara senantiasa menjelek-jelekkan Nabi dan ajaran Islam.

Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw agar menjawab dengan tegas dan terang-terangan kepada mereka bahkan mempertanyakan keberadaan mereka. Dalam ayat ini ditanyakan kepada mereka, apakah kalian menggantikan posisi Allah Swt dengan pergi menuju sesuatu atau orang lain yang mempunyai kekuasaan? Karena sesungguhnya berpegangan dengannya tidak akan mendatangkan keuntungan apapun bagi kita, bahkan tidak pula membahayakan kita.

Selain itu, orang-orang Muslim ini sebelumnya telah menghabiskan umurnya dengan menyembah patung, namun saat ini mereka telah melangkah lebih jauh dengan meninggalkan penyembahan terhadap sesuatu yang bersifat material. Karena itu kembalinya mereka pada penyembahan patung berarti kembalinya mereka pada kemunduran dan kejumudan, sedikitpun tidak ada perkembangan dan kesempurnaan yang dapat terlihat. Orang-orang Arab jahiliyah digambarkan sebagai orang tersesat yang berjalan di hamparan padang pasir luas, dan mengalami kebingungan. Setelah itu dengan perantaraan setan dan bangsa jin mereka semakin jauh tersesat.

Al-Quran al-Karim justru mengetengahkan perumpamaan dasar keyakinan mereka dan mengatakan, kemurtadan mereka dar tauhid kepada syirik berarti telah mengambil jalan yang gelap dan penuh bahaya. Di sanalah tempat persembunyian bangsa setan dan jin. Di akhir ayat ini mengatakan, hanya satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatan dan kebingungan, yaitu berserah diri dihadapan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Karena itu akhir pekerjaan manusia terhadap Allah Swt adalah mencari keridhaan-Nya merupakan suatu yang penting dalam kebahagiaan manusia.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Patung tidak memiliki nilai, tidak bermanfaat dan tidak dapat mendatangkan bencara. Lalu apa motivasi manusia yang menyembah patung?

2. Segala sesuatu tunduk dan berserah diri kepada Allah Swt. kita pun harus tunduk dan berserah diri dihadapan Allah, sehingga tidak terjadi pada kita kekacauan dan ketidakserasian.

 

Ayat ke 73

Artinya:

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (6: 73)

Dalam ayat-ayat sebelumnya al-Quran menekankan tunduk dan berserah diri dihadapan Allah Swt, serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Maka ayat ini sebagai dalil terhadap masalah ini dan mengatakan, apakah kalian masih tidak menerima bahwa penciptaan dan dimulainya kehidupan jagat raya ini di tangan Allah? Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia pula yang menciptakan Hari Kiamat. Dialah Pencipta jagat raya ini dan Maha Mengetahui tehadap segala sesuatu di Alam ini. Apabila demikian, maka seharusnyalah kalian taat kepada-Nya, sehingga kalian melangkah dalam perjalanan menuju kepada-Nya. Dia menciptakan jagat raya ini berdasarkan kebenaran, pembicaraan-Nya juga benar, lalu akan menghakimi seluruh makhluk di jagat raya ini dengan benar pula.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Penciptaan alam semesta memiliki tujuan yang sangat bijaksana, sedang Allah Swt menciptakan segala makhluk yang ada alam ini berdasarkan kemaslahatan.

2. Hukum dan perintah Allah berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan, maka Kemahakuasaan Allah harus berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan.

 

Ayat ke 74

Artinya:

Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (6: 74)

Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan berbagai keyakinan orang-orang Musyrik Mekah serta jawaban-jawaban Nabi Muhammad Saw kepada mereka, ayat ini berbicara kepada Nabi Saw dan mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa penyembahan patung merupakan cara penduduk Mekah. Pada zaman Nabi Ibrahim as juga terdapat sebagian masyarakat yang menyembah patung, meskipun Nabi Ibrahim pernah berkata kepada pengasuhnya yang secara zahir merupakan pemuka dan tokoh kaumnya, "Bagaimana kalian (tuan) bisa menjadikan patung yang tak bernyawa itu sebagai Tuhan, kemudian patung-patung tersebut kalian sembah? Perbuatan kalian ini justru merupakan penyelewengan dan sesat." Azar merupakan salah satu paman Nabi Ibrahim as bukan ayah beliau tetapi dikarenakan dia mengasuh Nabi Ibrahim maka dia dihukumi seperti ayah bagi beliau as. Hal itulah yang membuat al-Quran menggunakan kata "ab" yang berarti ayah untuk Azar.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Seorang anak tidak harus mengikuti akidah ayahnya, tapi ia harus berperilaku yang benar agar dapat meyakinkan akidahnya yang benar. Bahkan kalau bisa anak harus membimbing mereka kepada jalan yang lurus.

2. Adat istiadat dan keyakinan yang batil harus ditolak, sekalipun telah diyakini secara turun-temurun. Karena tolok ukur kebenaran adalah logika akal sehat, bukan pengalaman atau dilakukan oleh mayoritas.

Read 3194 times