کمالوندی

کمالوندی

 

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Lebanon mengatakan, Amerika Serikat tidak punya hak mencampuri masalah pengiriman bahan bakar ke Lebanon. Menurutnya, Iran siap membangun pembangkit tenaga listrik di Lebanon.

Situs surat kabar Lebanon, Al Akhbar, Jumat (3/9/2021) melaporkan, Dubes Iran di Beirut, Mohammad Jalal Firouznia menuturkan, "Iran tidak akan membiarkan AS menjalankan kebijakan yang membuat rakyat kelaparan, blokade, dan sanksi menindas serta melanggar hukum."
 
Menurut Firouznia, Iran juga tidak akan membiarkan pihak mana pun menghalangi pengiriman bahan bakar ke Lebanon. Ia menegaskan bahwa kapal-kapal Iran pembawa bahan bakar untuk Lebanon akan tiba di tujuan, dan kapal-kapal lain akan segera menyusul.
 
Ia menambahkan, bahan bakar itu dikirim ke Lebanon dalam kerangka transaksi perdagangan legal, dan tidak dibutuhkan pihak lain dalam proses ini.
 
"Sebelumnya Iran sudah mengusulkan kepada Lebanon untuk membangun pembangkit tenaga listrik, namun sampai sekarang belum ada jawaban dari negara itu," pungkasnya. 

 

Pejabat rezim Zionis telah memasukkan pembangunan pemukiman baru di kota Jenin sebagai bagian dari agenda perluasan distrik Zionis di Tepi Barat.

Kantor berita resmi Palestina Wafa pada hari Selasa (31/8/2021) melaporkan, para pejabat Israel mendirikan barak di daerah pegunungan dekat pos pemeriksaan dekat kota barat daya Jenin untuk memulai pembangunan pusat pemukiman baru Zionis.

Setelah menjabat, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berjanji untuk mendukung pemukiman Zionis di seluruh Tepi Barat.

Berdasarkan data Israel, sekitar 650.000 hunian Zionis hadir di permukiman Tepi Barat, termasuk Baitul Mqdis. Padahal, berdasarkan hukum internasional, Tepi Barat dan Baitul Mqdis Timur adalah bagian dari wilayah pendudukan dan semua pembangunan permukiman di sana dinyatakan ilegal.

Menurut Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334, aktivitas pemukiman Israel masuk kategori ilegal. 

Meski demikian, Israel tetap melanjutkan hegemoninya dengan menghancurkan rumah warga Palestina dan membangun pemukiman zionis.

 

Deputi Pasukan Pertahanan Udara Militer Iran mengabarkan kesuksesan uji coba sistem pertahanan udara Mersad-16 generasi baru, di gurun pasir tengah Iran.

“Generasi baru sistem rudal buatan dalam negeri Iran, Mersad-16 sukses menjalani uji coba menembak target di gurun pasir Dasht-e Kavir, tengah Iran,” tulis Fars News, Selasa (31/8/2021).
 
Brigadir Jenderal Mohammad Khoshghalb mengatakan, “Sistem rudal Mersad-16 sepenuhnya buatan dalam negeri, dan didesain menggunakan teknologi canggih untuk menghadapi perang elektronik, serta menghadapi banyak target dalam waktu bersamaan.”
 
Ia menambahkan, sistem rudal Mersad-16 untuk pertama kalinya berada di bawah kendali jaringan terpadu sistem pertahanan Iran, dan digerakan dari pusat komando dan kontrol Hazrat Vali Asr, dengan tujuan pelacakan, identifikasi, pertempuran, dan penghancuran target.
 
Menurut Brigjen Khoshghalb, sistem rudal Mersad-16 memiliki tingkat akselerasi dan kerampingan yang maksimal, sehingga mampu menghancurkan target-target berkecepatan tinggi pada ketinggian rendah seperti berbagai jenis rudal jelajah.
 
Deputi Pasukan Pertahanan Udara Militer Iran menyebut jaringan terpadu berbasis data dan lingkungan sekitar, sepenuhnya aman.
 
“Sistem rudal Mersad-16 mampu mendeteksi semua target dalam berbagai level ketinggian terbang, dan menembaknya dalam waktu cepat, dan dalam waktu singkat bisa mengirim laporan tentang target ke pusat kontrol, sehingga pusat komando dapat menembaknya langsung,” imbuhnya.
 
Brigjen Khoshghalb menegaskan, tidak lama lagi hasil optimalisasi sistem rudal Mersad-16 dalam melumpuhkan target-target berkecepatan tinggi, akan segera dipamerkan.

 

Kementerian Pertahanan Rusia mengabarkan penyelenggaraan manuver militer maritim bersama dengan Iran, Republik Azerbaijan dan Kazakhstan di Laut Kaspia, setelah usai kompetisi Sea Cup.

Menurut keterangan Kemenhan Rusia, Selasa (31/8/2021), manuver militer maritim bersama itu akan digelar awal bulan September 2021 di Laut Kaspia.
 
Situs Jerusalem Post menulis, Rusia, Iran, Republik Azerbaijan dan Kazakhstan akan melibatkan kapal-kapal kecil bersenjata rudal dan artileri dalam manuver gabungan tersebut.
 
Kantor berita Rusia, Novosti mengabarkan, manuver militer maritim bersama Rusia, Iran, Azerbaijan dan Kazakhstan akan digelar segera setelah penutupan kejuaraan militer Sea Cup.
 
Kompetisi militer ini dimenangkan Iran, sementara Kazakhstan dan Rusia masing-masing menempati peringkat dua dan tiga.

 

Pertemuan satu hari di Baghdad diadakan pada 28 Agustus dengan partisipasi sembilan negara: Prancis, Iran, Mesir, Arab Saudi, Turki, Qatar, Yordania, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Ada beberapa poin penting dari pertemuan ini.

Pertama, pertemuan tersebut diadakan di Bagdad dengan tujuan untuk menarik investasi dan bantuan ekonomi. Namun tujuan ini tampaknya tidak tercapai dalam pertemuan Baghdad. Karena para peserta dalam pertemuan tersebut tidak membuat komitmen atau pernyataan apapun mengenai hal ini.

Sebelum pertemuan itu, beberapa analis Irak mengatakan pertemuan itu tidak akan membawa manfaat ekonomi bagi negara ini.

Kedua, tampaknya tujuan sebenarnya yang paling penting dari pertemuan ini adalah untuk menggerakkan kekuatan Mustafa al-Kadhimi dan para pendukungnya.

Al-Kadhimi, yang bekerja keras untuk meningkatkan dukungan di Irak dan memiliki kesempatan pertama untuk menjadi perdana menteri setelah pemilihan umum bulan Oktober, berusaha menunjukkan bahwa dirinya juga mendapat dukungan asing dalam jangka waktu 40 hari hingga pemilu legislatif.

Baca juga: Dukungan Iran atas Keamanan, Independensi dan Integritas Wilayah Irak
Sejatinya, pertemuan Baghdad hanya  bertujuan untuk meningkatkan pamor politik Mustafa al-Kadhimi.

Ketiga, pertemuan itu menunjukkan bahwa Irak sedang berusaha untuk menghidupkan kembali peran regionalnya.

Citra yang ingin dibangun dari pertemuan ini dan pertemuan serupa di Irak adalah bahwa Irak merupakan aktor perdamaian dan mediasi yang berupaya mengurangi ketegangan regional dan perbedaan antarnegara. Pada pertemuan kemarin, Emir Qatar dan Perdana Menteri UEA, serta Presiden Mesir dan Emir Qatar, bertemu dan berbicara, sementara ada perbedaan antara negara-negara ini.

Dengan mengadakan pertemuan semacam itu, al-Kadhimi berusaha menjadikan Irak sebagai pusat dialog regional. Dalam hal ini, semua peserta mengapresiasi inisiatif Irak.

Pertemuan satu hari di Baghdad diadakan pada 28 Agustus dengan partisipasi sembilan negara: Prancis, Iran, Mesir, Arab Saudi, Turki, Qatar, Yordania, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Keempat, isu penting lainnya adalah kehadiran Presiden Prancis Emmanuel Macron di pertemuan Baghdad. Macron adalah satu-satunya pejabat senior Barat yang menghadiri pertemuan Baghdad.

Kehadiran Macron menunjukkan bahwa ia berusaha mendapatkan kembali peran dan posisi Prancis di kawasan Asia Barat. Macron juga melakukan perjalanan ke Lebanon dua kali tahun lalu setelah ledakan 4 Agustus di pelabuhan Beirut, dan bahkan mempresentasikan rencana untuk meringankan krisis Lebanon.

Kelima, para peserta pertemuan Baghdad menekankan perlunya lebih banyak negara di kawasan untuk saling percaya, berdialog antarnegara dan mengurangi perbedaan.

Sementara Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein menyatakan bahwa Suriah tidak diundang karena bakal menimbulkan perselisihan, dan pada saat yang sama, beberapa negara tidak setuju dengan kehadiran Suriah di pertemuan Baghdad.

Pertemuan Baghdad
Ahmed Aboul-Gheit, Sekretaris Jenderal Liga Arab pada pertemuan Baghdad juga menekankan perlunya negara-negara bekerja untuk mengakhiri sektarianisme di kawasan.

Tampaknya pertemuan Baghdad dan berbagai pertemuan serupa dapat memperkuat regionalisme di Asia Barat, dan ini merupakan masalah penting.

 

Badan Intelijen dan Investigasi Federal Irak melaporkan tewasnya beberapa komandan kelompok teroris Daesh di wilayah utara negara itu.

Badan Intelijen dan Investigasi Federal Irak dalam sebuah pernyataan Minggu (29/8/2021) malam mengatakan pasukan Irak pada hari Minggu berhasil melakukan operasi penumpasan teroris, dan berhasil membunuh sejumlah pemimpin kelompok teroris Daesh di provinsi Kirkuk.

Menurut laporan itu, pasukan Irak menargetkan tempat persembunyian kelompok teroris Daesh di Kirkuk, yang menewaskan sejumlah pemimpin kelompok teroris Daesh.

Meski kelompok teroris ISIS berhasil dikalahkan di Irak, sejumlah anggota kelompok teroris ini masih hadir di berbagai pelosok negara ini dan melakukan aksi teroris secara sporadis.

Pada tahun 2014, kelompok teroris Daesh, dengan dukungan keuangan dan militer dari Amerika Serikat dan sekutu Barat dan Arab, termasuk Arab Saudi, menginvasi Irak dan menduduki sebagian besar wilayah utara dan barat negara itu sertamelakukan kejahatan yang tak terhitung jumlahnya.

Irak kemudian meminta Iran untuk membantu Baghdad memerangi teroris.

Pada 17 November 2017, pasukan Irak yang dibantu penasihat Republik Islam Iran, berhasil membebaskan kota Rawa di provinsi Anbar yang merupakan pangkalan terakhir Daesh di Irak.

 

Juru bicara Jihad Islam Palestina, Tariq Salmi menyatakan kelompok-kelompok perlawanan Palestina siap menghadapi langkah baru pihak rezim Zionis, termasuk potensi perang di jalur Gaza.

Tariq Salmi hari Minggu (29/8/2021) mengatakan, "Kelompok perlawanan Palestina bertekad untuk menjaga perimbangan kekuatan dan mematahkan blokade Gaza,".

"Perlawanan Palestina berada dalam garda depan menghadapi rezim Zionis untuk mencabut blokade Gaza," ujar Salmi.

"Rezim Zionis berusaha untuk menggagalkan upaya para mediator, sementara perlawanan berusaha untuk mengimplementasikan kesepakatan yang dicapai," tegasnya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett kepada New York Times sebelum kunjungannya baru-baru ini ke Washington mengatakan, "Tidak mungkin perjanjian damai akan ditandatangani dengan Palestina atau pemerintah Palestina akan dibentuk selama saya menjabat sebagai sebagai perdana menteri,"

 

Seorang veteran tentara sekaligus analis militer rezim Zionis Israel mengakui bahwa Iran tengah menyempurnakan kepungan terhadap Israel di Dataran Tinggi Golan secara perlahan, dan menurutnya Israel tidak punya cara lain selain menerima kenyataan itu.

Ehud Yaari, veteran perwira militer Israel, Senin (30/8/2021) dalam artikelnya di situs N12 menulis, "Iran secara perlahan sedang menempatkan persenjataan di Dataran Tinggi Golan, Suriah yang berbatasan dengan Israel, dan sebelum penempatan persenjataan semacam rudal di Golan dilakukan, kondisi ini tidak pernah terjadi."

Ia menambahkan, "Di Golan, dan wilayah Hauran, selatan Suriah, dan utara Yordania, pasukan pemerintah Suriah bersama Hizbullah Lebanon, dan milisi bersenjata dukungan Iran, memberi dukungan politik kepada Suriah, dan mengepung kota Daraa, kota ini merupakan benteng terakhir pasukan gabungan Suriah, dan pemberontak bersenjata."

Dalam artikel itu, Ehud Yaari menulis, Raja Yordania, Abdullah II juga mengetahui tentang penempatan pasukan Suriah di wilayah Hauran yang sekarang berada di bawah kontrol Iran, dan Hizbullah Lebanon, oleh karena itu kemungkinan terbesarnya adalah Israel akan menerima kondisi saat ini, dan menerima penempatan milisi bersenjata dukungan Iran, di wilayah ini dengan syarat tidak ada penempatan rudal.

Menurutnya, Israel berada dalam situasi sulit karena tidak ingin memulai perang dengan pasukan Suriah, membuat Rusia kecewa atau berjudi dengan kelompok-kelompok pemberontak kawasan. 

 

Anggota Parlemen rezim Zionis Israel atau Knesset mengatakan, kondisi kawasan Asia Barat saat ini berbeda dengan 10 tahun lalu. Menurutnya retorika Amerika Serikat terkait Iran tidak cukup, Washington harus menunjukkan ancaman kredibel terkait masalah nuklir kepada Tehran.

Dalam wawancara dengan Radio 103 FM Israel, Minggu (29/8/2021), Zvi Hauser menuturkan, "Secara umum pertemuan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dengan Presiden AS Joe Biden, sangat bagus. 48 jam berlalu, dan kami tidak menyaksikan gelombang kedua reaksi publik, hal ini saja sudah merupakan indikasi yang sangat baik. Harus diperhatikan bahwa semua yang disampaikan dalam pertemuan rahasia, sangat penting."
 
Menurut Hauser, deklarasi AS terkait Iran dan senjata nuklir sangat penting, tapi tidak cukup hanya dengan mengatakannya saja, harus ada ancaman kredibel untuk Iran dalam masalah nuklir. Menurut saya ini merupakan kesempatan langka di antara semua peluang diplomatik yang ada terkait Iran.
 
Ia menegaskan, "Kami menyaksikan terciptanya sebuah perkembangan di AS dan Israel yang di dalamnya terdapat pemahaman bahwa Timur Tengah di tahun 2021 berbeda dengan tahun 2011. Masih terdapat konflik, tapi kedua pihak berseteru memahami bagaimana caranya mereka menyelesaikan konflik tersebut." 

 

Surat kabar rezim Zionis Israel menulis, seharusnya pengelolaan dunia tidak pernah menjadi tugas Amerika Serikat, dan kekalahan negara itu di Afghanistan akan menjadi perang imperium terakhir AS.

Jerusalem Post (27/8/2021) melaporkan, kekalahan AS di Afghanistan membuktikan bahwa imperium negara ini untuk menguasai dunia sudah mendekati akhir.
 
Dalam artikel yang ditulis Amotz Asa-El disebutkan, era imperium, era paling ambisius, kontradiktif, dan berbiaya mahal AS akan segera berakhir. Apa yang dimulai dengan pendudukan Hawaii dan Filipina, 120 tahun lalu, telah mengubah AS menjadi imperium terkuat sepanjang sejarah dunia, tapi sekarang dari sisi volume, ia telah sampai pada kekeroposan, dari sisi biaya telah menjadi omong kosong, dan dari sisi target telah berubah menjadi sesuatu yang tidak relevan.
 
Ditambahkannya, di saat masyarakat AS tercabik-cabik oleh berbagai masalah mulai dari kontrol senjata, penanganan kesehatan hingga kesejahteraan sosial dan aborsi, mundurnya AS dari imperium dunia menjadi tujuan yang dimiliki dan dijalankan oleh Donald Trump, Barack Obama dan Joe Biden, meski dengan tingkat kecanggungan yang berbeda-beda.
 
Menurut Jerusalem Post, dengan memperhatikan sejarah imperialisme dunia, situasi global dan kode genetik masyarakat AS, saat ini satu-satunya yang bisa dilakukan oleh Paman Sam adalah mundur dari arena internasional.