کمالوندی

کمالوندی

 

Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi dan panglima angkatan bersenjata negara ini telah memerintahkan operasi pencegahan terhadap serangan teroris setelah teror baru-baru ini di provinsi Kirkuk oleh kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS).

Dikutip dari al-Sumaria News, Senin (6/9/2021), kantor PM Irak dan panglima angkatan bersenjata negara ini mengumumkan bahwa pada pertemuan luar biasa Dewan Keamanan Nasional, al-Kadhimi menekankan perlunya penyusunan mekanisme baru untuk mencegah terulangnya insiden keamanan, pengaktifan dinas intelijen dan penciptaan mekanisme koordinasi yang efektif di antara berbagai lembaga keamanan.

PM Irak juga memerintahkan pembentukan Komite Sentral untuk menyelidiki pelanggaran keamanan dan mencegah terulangnya insiden tersebut, serta operasi pencegahan untuk mencegah pembentukan sindikat rahasia teroris.

Provinsi Kirkuk di Irak utara menjadi sasaran serangan teroris Takfiri yang menarget pasukan polisi federal negara ini pada hari Sabtu. Serangan ini merenggut nyawa 12 orang.

Pasukan Irak dan al-Hashd al-Shaabi telah berhasil menghancurkan kelompok teroris Daesh pada November 2017, namun sisa-sisa kelompok teroris Takfiri ini masih melakukan serangan di beberapa bagian Irak dan di perbatasan negara ini.

Pasukan keamanan dan al-Hashd al-Shaabi melakukan operasi pencarian dan pembersihan mingguan di provinsi Kirkuk, Salah al-Din, Diyala, al-Anbar dan Mosul. 

 

Aparat keamanan rezim Zionis Israel menangkap seorang warga Palestina berusia 18 tahun di dekat Haram Ibrahim di kota Hebron, Tepi Barat baru-baru ini.

Menurut laporan Sama News, polisi Israel pada hari Senin (6/9/2021) mengklaim bahwa pemuda Palestina yang ditangkap bermaksud memasuki Haram Ibrahim dengan pisau dan akan melakukan operasi penargetan terhadap aparat keamanan.

Polisi Zionis juga menangkap dua anak Palestina di dekat pintu masuk kamp Jalazone pada Senin pagi dan memasukkan mereka ke penjara.

Sehari sebelumnya, tiga pemuda Palestina juga ditahan oleh pasukan keamanan Israel di dekat kamp Jalazone dan dua lainnya sedang dikejar.

Pusat Studi Tahanan Palestina dalam laporan bulanannya menyebutkan bahwa 310 warga Palestina ditahan oleh pasukan pendudukan pada bulan Agustus 2021. Jumlah tersebut meliputi 33 anak-anak dan sembilan wanita.

Menurut laporan tersebut, sejak awal tahun 2021, jumlah anak Palestina yang ditangkap oleh polisi Zionis telah meningkat menjadi 1000, termasuk penangkapan pada bulan Agustus.

Sekitar 4.400 warga Palestina saat ini ditahan di penjara Israel. Sekitar 600 orang dari jumlah tersebut menghadapi hukuman berat dan 425 berada di bawah penahanan sementara. 

 

Presiden Republik Islam Iran Sabtu (4/9/2021) malam di wawancaranya dengan televisi nasional terkait berbagai isu termasuk ekonomi, menyinggung tekad pemerintah ke-13 untuk mempercepat vaksinasi Corona.

Sayid Ebrahim Raisi di wawancara televisi ini juga menekankan prinsip bahwa keamanan tetangga termasuk keamanan Iran dan mengisyaratkan transformasi Afghanistan. Ia mengatakan, solusi Afghanistan adalah membentuk pemerintahan dengan suara rakyat dan kedaulatan tekad rakyat di negara ini.

Terkait JCPOA, presiden Iran seraya menekanan represi terhadap Tehran tidak akan pernah dibiarkan tanpa jawaban dan Barat berulang kali telah mengalaminya, menjelaskan, negosiasi yang disertai tekanan dan ancaman tidak dapat diterima.

Presiden Iran seraya menjelaskan poin bahwa negosiasi sebuah instrumen diplomatik mengingatkan, “Namun Barat dan AS mengejar perundingan yang dibarengi tekanan, sementara agenda negosiasi pemerintah Iran adalah menjaga kepentingan bangsa Iran dan mencabut total sanksi, serta Iran tidak akan mundur selangkah pun dari agenda ini.”

Negosiasi JCPOA (dok)
JCPOA sebuah kesepakatan multilateral dan disahkan oleh Dewan Keamanan PBB. Oleh karena itu, statemen presiden Iran terkait kesepakatan nuklir ini jelas dan berdasarkan logika internasional.

Lembaga pemikir Amerika, Dewan Atlantik (Atlantic Council) di laporannya setelah pengumuman Biden sebagai pemenang pemilu AS mengaku optimis diplimasi sejati dan interaksi –bukan harapan supaya Iran menyerah sepenuhnya- menjadi kebijakan yang dipilih Gedung Putih terhadap Iran setelah 20 Januari 2021.

Namun demikian Amerika masih tetap melanggar resolusi 2231 dan JCPOA serta melanjutkan kebijakan di pemerintah sebelumnya, Donald Trump.

Yanis Voras, profesor dan pengamat hukum internasional mengatakan, “Amerika bergerak di luar keputusan internasional dan kredibilitas internasional negara ini yang mengklaim sebagai penyeru demokrasi di dunia mengalami kerusakan yang tidak dapat dikompensasi.”

Voras lebih lanjut mengatakan, “Sanksi Barat terhadap berbagai negara khususnya Iran juga melanggar hukum perdagangan bebas dunia dan juga melanggar etika, serta harus secepatnya seluruh sanksi ini dan sanksi terhadap negara lain diakhiri sehingga perdagangan tidak dimanfaatkan sebagai alat bagi penyebaran pengaruh dan kekuatan politik oleh pihak-pihak yang tamak.”

Di sisi lain, Amerika Serikat masih tetap melanggar resolusi 2231 Dewan Keamanan dan juga melanjutkan kebijakan di era Mantan presiden Donald Trump.

JCPOA dalam koridor resolusi 2231 Dewan Keamanan menentukan komitmen dua pihak yang harus dijalankan; Namun Donald Trump yang sejak awal kampanye pemilu presiden menyebut JCPOA sebuah kesepakatan buruk, pada 8 Mei 2018 secara resmi menginstruksikan Amerika keluar dari kesepakatan multilateral ini.

Di sisi lain, kebijakan Eropa saat itu juga dikritik dan mendapat sorotan tajam. Karena Eropa meski menentang unilateralisme Amerika dan pelanggaran sepihak JCPOA oleh Washington, berjanji menjalankan komitmennya dan menjamin kepentingan Iran di JCPOA. Tapi setelah satu tahun Iran bersabar, mereka ternyata tidak menunaikan komitmennya, bahkan mengiringi Amerika Serikat. Sementara mereka menyadari bahwa sanksi yang ada ilegal.

Seperti yang dijelaskan Rahbar, Ayatullah Khamenei, “Iran akan kembali ke komitmen JCPOAnya, saat Amerika mencabut seluruh sanksi secara praktis, bukan sekedar di atas kertas atau ucapan. Dan pencabutan sanksi ini akan diverifikasi oleh Iran.”

 

Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Afghanistan memuji sikap Tehran dalam membela rakyat Afghanistan yang mengedepankan masalah kemanusiaan.

Abdullah Abdullah dalam percakapan telepon dengan menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian hari Minggu (5/9/2021) saat menjelaskan situasi kemanusiaan di Afghanistan, menyerukan pengiriman bantuan kemanusiaan Iran ke Afghanistan.

Kedua belah pihak membahas perlunya memerangi fenomena terorisme yang mengancam kawasan, serta pembentukan pemerintahan yang inklusif dengan partisipasi semua kelompok etnis dan partai.

Kedua belah pihak juga menekankan bahwa rakyat Afghanistanlah yang pada akhirnya harus memutuskan masa depan negara mereka.

 

Wakil Koordinator Militer Iran Laksamana Habibollah Sayyari mengatakan, insan pers adalah tentara yang berada di garis terdepan dalam perang lunak.

"Insan pers adalah pasukan yang berada di garis terdepan dalam perang lunak," kata Sayyari pada hari Senin (6/9/2021) seperti dilansir IRNA.

Dia menegaskan bahwa media telah merefleksikan kekuatan pencegah Republik Islam Iran kepada pihak-pihak asing.

Hal itu disampaikan Sayyari dalam pertemuan khusus para pejabat Budaya dan Hubungan Masyarakat Markas Besar Militer Iran dengan insan media itu.

"Apa yang kita miliki adalah berkah para syuhada dan nilai-nilai Revolusi Islam, dan dengan melestarikan nilai-nilai ini, maka integritas teritorial dan kekuatan Iran akan terjaga," kata Sayyari.

Wakil Koordinator Militer Iran menuturkan, dunia saat ini adalah ledakan informasi dan teknologi, dan media di negara mana pun adalah komponen kekuatan negara.

"Hari ini, dalam hal perang lunak, dominasi dan penguasaan terhadap pikiran dipertaruhkan, dan komponen pertama dalam dominasi ini adalah media," pungkasnya. 

 

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken dan Menteri Pertahanan negara ini, Lloyd Austin Ahad (5/9/2021) sore di kunjungan terpisahnya bertolak ke Teluk Persia untuk bertemu dan berunding dengan pemimpin negara-negara sekutu dan mitranya di kawasan ini.

Kedua pejabat Amerika ini dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin negara kawasan Teluk Persia membahas kemunculan ancaman baru dari Afghanistan.

Keluarnya militer Amerika secara memalukan dari Afghanistan yang menurut klaim Presiden Joe Biden ditujukan untuk melepas negaranya dari keterlibatan di perang yang tak ada akhirnya, menurut perspektif global dan bahkan sekutu Washington sama halnya dengan simbol anjloknya posisi Amerika sebagai kekuatan berpengaruh di dunia.

Kini sekutu Amerika di kawasan termasuk di Teluk Persia mulai meragukan komitmen Washington terhadap janji keamanannya terhadap mitranya.

Oleh karena itu, sepertinya tujuan utama kunjungan menlu dan menhan Amerika ke wilayah ini untuk memberi jaminan kembali kepada sekutu Washington terkait masalah ini bahwa keputusan Biden untuk mengakhiri kehadiran dua dekade militer negara ini di Afghanistan dan lebih fokus pada tantangan keamanan Cina dan Rusia, bukan berarti meninggalkan sekutu dan mitranya di Asia Barat.

Namun begitu diharapkan kedua petinggi Amerika ini, khususnya menlu akan membicarakan isu penerimaan pencari suaka Afghanistan dengan negara-negara seperi Arab Saudi dan juga meminta peran lebih besar Qatar menindaklanjuti krisis Afghanistan.

Amerika Serikat beberapa dekade bercokol di Teluk Persia dengan alasan menjaga keamana sekutunya dan dalam hal ini, pusat komando Armada Kelima AL AS berada di Bahrain.

Biden meski menyebut Cina sebagai prioritas keamanan Amerika, dan mengklaim tengah terlibat konfrontasi dengan tantangan strategis dari Rusia, tapi terkait sampai saat ini belum berbicara mengenai rencana mengakhiri kehadiran pasukan negaranya di kawasan Teluk Persia. Oleh karena itu, sepertinya setelah berakhirnya kehadiran pasukan Amerika di Irak dalam waktu dekat dan juga sejumlah pengurangan di bidang peralatan logistik dan pasukan negara ini di kawasan, Washington masih akan mempertahankan kehadiran pasukannya di Teluk Persia.

Lloyd Austin sebelum bertolak ke Teluk Persia mengatakan bahwa fokus pada ancaman terorisme berarti langkah maksimum terhadap segala bentuk ancaman terhadap rakyat Amerika dari setiap wilayah, bahkan jika Amerika fokus pada tantangan strategis oleh Cina.

Sikap ini sama halnya dengan keinginan Pentagon untuk melanjutkan kehadiran armada lautnya di Teluk Persia serta berlanjutnya aktivitas pangkalan di kawasan ini termasuk pangkalan Amerika di Qatar, Kuwait dan Uni Emirat Arab (UEA).

Meski demikian kehadiran militer tidak mampu menjamin keamanan mitra Washington khususnya Arab Saudi dari ancaman rudal dan drone Yaman.

Meski ada jaminan dari petinggi Washington terkait berlanjutnya komitmen Amerika atas janji keamanannya terhadap mitra dan sekutu regionalnya di Asia Barat khususnya di Teluk Persia, namun faktanya adalah kredibilitas Amerika terpukul setelah skandal penarikan pasukan negara ini dari Afghanistan.

Hal ini menimbulkan pukulan telak bagi Amerika di dunia dan memicu keraguan sekutunya akan posisi negara ini. Laman The Hill terkait hal ini menulis, "Jatuhnya Afghanistan akibat keluarnya pasukan Amerika sebuah tragedi yang dapat menimbulkan dampak pahit bagi kredibilitas Washington di tingkat global, khususnya dalam menghadapi Rusia dan Cina. Dengan keluarnya pasukan AS secara memalukan,atau lebih tepatnya, larinya Amerika dari Afghanistan serta pengakuan Biden akan gagalnya tujuan yang diinginkan AS, gambaran negara ini sebagai sebuah kekuatan dunia yang kredibel yang mampu dipercaya untuk memenuhi janjinya, sepenuhnya rusak."

Henry Kissinger, tokoh politik Amerika mengatakan, "Tidak ada langkah strategis yang dapat diakses di dalam waktu dekat, semisalnya dengan membentuk komitmen resmi baru di kawasan lain dapat mengkompensasi kekalahan ini. Kelalaian Amerika di antara sekutunya telah memicu pesimisme, membuat musuh senang dan pada pengamat menjadi kebingungan."

 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan, Iran telah dan akan tetap bersama dengan rakyat Afghanistan untuk membangun perdamaian dan stabilitas di negara ini.

Hal itu ditegaskan Khatibzadeh dalam jumpa pers mingguan di Tehran pada hari Senin (6/9/2021) ketika menyinggung perkembangan di Afghanistan.

Dia menuturkan, Wakil Khusus untuk Urusan Afghanistan dan Kementerian Luar Negeri negara-negara tetangga telah menghubungi Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian untuk menjelaskan pandangan dan pendapat mereka.

"Iran membantu membangun keamanan di Afghanistan berdasarkan kerangka dan kemauan rakyat negara ini," kata Khatibzadeh.

Jubir Kemlu Iran lebih lanjut menyinggung upaya Taliban untuk mengambil alih Lembah Panjshir di Afghanistan. Dia mengatakan, serangan yang paling keras tadi malam dikecam dan gugurnya para pemimpin Afghanistan juga sangat disayangkan.

Khatibzadeh menuturkan, keterlibatan asing sedang ditinjau dan semua orang harus tahu bahwa sejarah Afghanistan telah menunjukkan bahwa intervensi asing tidak memiliki hasil apapun kecuali kegagalan.

Jubir Kemlu Iran lebih lanjut menggambarkan rakyat Afghanistan sebagai sangat bersemangat dan menuntut kemerdekaan.

"Intervensi asing dikecam. Panjshir harus diselesaikan melalui jalur politik, negosiasi dan mediasi. Tidak seorang pun boleh membiarkan jalan ini mengarah pada perang saudara. Taliban harus memenuhi komitmennya. Laporan yang kami miliki tentang pengepungan Panjshir, pemadaman listrik, membuat penduduk menjadi kelaparan, dan lain-lain, bertentangan dengan hukum internasional," tambahnya.

Khatibzadeh menandaskan, Iran melakukan segala upaya untuk mengakhiri penderitaan rakyat Afghanistan dan mendorong pembentukan pemerintahan yang inklusif.

"Saya ingin mengingatkan secara serius bahwa semua garis merah harus diperhatikan. Iran mengikuti perkembangan di Afghanistan dengan cermat. Lembaga-lembaga internasional bersama dengan negara-negara di kawasan memiliki tugas untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan," tegasnya.

Di bagian akhir pernyataannya, jubir Iran mengatakan, kami akan membantu kelompok-kelompok Afghanistan membangun perdamaian abadi di negara ini.

"Seperti yang dikatakan Rahbar (Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei), perilaku pemerintah masa depan dan kelompok-kelompok yang berkuasa akan menentukan perilaku Iran dan negara-negara internasional terhadap mereka. Semakin mereka bertanggung jawab, maka mereka akan semakin menerima respon yang tepat dari kalangan internasional, negara-negara di kawasan dan Iran," pungkasnya.

 

Respons rudal terbatas Hizbullah, yang menargetkan daerah tak berpenghuni di sekitar situs militer Zionis “Israel” dan tidak menargetkan situs-situs ini secara langsung, membawa beberapa pesan: Gerakan perlawanan tidak tertarik untuk meningkatkan situasi dan memperluas konfrontasi. Perlawanan tidak tertarik untuk melanggar aturan keterlibatan yang mulai berlaku setelah resolusi 2006.
Apakah serangan udara Zionis “Israel” terbaru di Lebanon selatan mengejutkan?

Tel Aviv mengklaim serangan itu merupakan tanggapan terhadap serangan di daerah-daerah pendudukan di Palestina utara dan upaya untuk mematahkan pencegahan panjang yang telah ada selama hampir 15 tahun sejak Resolusi 1701 dikeluarkan pada tahun 2006.

Tapi yang lebih mengejutkan adalah respon rudal Hizbullah dengan latar belakang serangan yang menargetkan wilayah pendudukan di Shebaa Farms dan Upper Galilee.

Jadi, bagaimana semua ini harus ditafsirkan?
Apakah akurat untuk mengatakan bahwa kedua belah pihak, atau salah satu dari mereka, memilih untuk mengubah aturan keterlibatan yang diberlakukan sejak akhir agresi Juli 2006?
Apa cara terbaik untuk menggambarkan situasi saat ini dan bagaimana perkembangannya?

Perlawanan juga tidak takut untuk merespons atau akibatnya jika agresi ini merupakan salah satu bentuk respon musuh, yang tidak jauh dari konsep agresi yang dibatasi atau dikendalikan oleh rules of engagement sampai sekarang.

Perlawanan juga siap menghadapi setiap perubahan yang dibuat Zionis "Israel" dalam aturan keterlibatan atau dalam hal pembatasan konflik atau perselisihan.
Lebih penting lagi mungkin, perlawanan tidak peduli tentang upaya Zionis "Israel" untuk mengeksploitasi situasi di Lebanon sehubungan dengan penurunan ekonomi, keuangan, dan sosial.

Hizbullah memisahkan konflik, bentrokan, dan konfrontasi dengan musuh dari krisis internal di Lebanon.

Namun demikian, Zionis “Israel” adalah kontributor utama memburuknya keadaan karena memandang krisis ekonomi dan keuangan Lebanon sebagai alternatif dari konfrontasi militer yang ditakuti dan menjauhkan diri darinya.

Di sisi lain, apa yang diinginkan Zionis "Israel" dari eskalasi baru-baru ini [serangan udara di wilayah Lebanon] termasuk tujuan militer dan politik taktis.

Secara militer, "Israel" telah berusaha untuk mengungkapkan beberapa ambiguitas, yang berhasil disamarkan oleh Hizbullah: Kemampuan dan senjata baru apa yang dimilikinya? Taktik baru apa yang digunakannya, dalam bertahan atau menyerang? Apa niatnya jika “Israel” melakukan serangan atau jika tidak melakukan serangan?

Zionis "Israel" tidak ingin mentolerir ambiguitas ini tetapi tidak mau terlibat dalam konfrontasi luas untuk mendapatkan jawaban.


Sebaliknya, itu merasakan denyut nadi dengan serangan udara dan artileri terbatas, yang berfokus pada area yang tidak berpenghuni dan tidak menyebabkan kerugian apa pun. Israel juga dengan cepat menunjukkan, sebelum penyelesaian pertukaran rudal dan artileri dengan Lebanon, bahwa mereka tidak tertarik pada konfrontasi yang luas, dan bahwa mereka tidak ingin memperluas keterlibatan atau permusuhan.

Untuk bagiannya, Hizbullah telah menunjukkan apa yang diinginkannya dalam konfrontasi ini dan pembatasan yang dipatuhinya dan pada saat yang sama poin atau tindakan yang tidak diterimanya dan mempertimbangkan perubahan dalam aturan keterlibatan.

Dan dengan keengganan Zionis "Israel" untuk membuat aturan baru keterlibatan, kita dapat menyimpulkan bahwa putaran terakhir eskalasi di selatan telah menuju ke alun-alun ketenangan hati-hati, setelah Zionis "Israel" merasakan bahwa setiap petualangan yang tidak diperhitungkan tidak akan aman pada suatu waktu ketika tampaknya tidak siap untuk menanggung akibatnya.

Sabtu, 04 September 2021 19:48

‘Israel’ Pembunuh Anak-anak Palestina

 

Tidak ada konfrontasi di desa hari itu pada tanggal 23 Juli, tetapi tentara Zionis 'Israel' telah datang ke desa hampir setiap hari dan memprovokasi penduduk setempat, menembakkan tabung gas air mata ke rumah-rumah dan memaki penduduk desa.
“Mama, mama dimana Muhammad?” Omar Tamimi, 3, yang gelisah, berulang kali bertanya kepada ibunya. Berusaha keras untuk tidak menangis di depan anak-anaknya, Bara’a Tamimi, dari desa Nabi Saleh, dekat Ramallah, mencoba menghibur putranya sebelum menangis dan menangis.

Bulan lalu putranya yang lain Muhammad Tamimi, 17, meninggal setelah tentara Zionis 'Israel' menembaknya dari belakang tiga kali dengan peluru tajam. “Kami membawanya ke rumah sakit tetapi dia meninggal kurang dari satu jam setelah dia ditembak. Mereka tidak bisa menyelamatkannya," kata Bara'a kepada Al Jazira.

Tidak ada konfrontasi di desa hari itu pada tanggal 23 Juli, tetapi tentara Zionis 'Israel' telah datang ke desa hampir setiap hari dan memprovokasi penduduk setempat, menembakkan tabung gas air mata ke rumah-rumah dan memaki penduduk desa.

Nabi Saleh adalah rumah bagi sekitar 600 orang, sebagian besar dari klan Tamimi, dan memiliki sejarah aktivisme, termasuk protes Jumat reguler di masa lalu.

 “Muhammad berada di halaman belakang ketika tentara menembakkan gas air mata ke rumah kami, memaksa saya untuk membawa anak-anak kecil lainnya ke kamar dalam rumah untuk keselamatan mereka,” kata Bara'a saat dia mengingat kejadian menjelang pembunuhan Muhammad. .

“Konfrontasi verbal kemudian terjadi antara Muhammad dan tentara sebelum dia kemudian pergi mencari salah satu saudaranya yang menderita kanker di salah satu matanya dan tidak bisa melihat dengan benar. Beberapa saat kemudian saya mendengar tiga tembakan.”

Pada 28 Juli, Muhammad Abu Sara, 11, meninggal karena luka tembak di dada setelah tentara Zionis 'Israel' menembakkan 13 peluru ke mobil ayahnya di desa Palestina Beit Ummar di Tepi Barat selatan.
Sekali lagi, tidak ada bentrokan di desa hari itu.

Tentara Zionis 'Israel' mengatakan kendaraan itu gagal berhenti ketika diperintahkan untuk melakukannya.

Tetapi Defence for Children International-Palestine [DCIP] mengatakan bahwa di bawah hukum internasional, kekuatan mematikan yang disengaja hanya dibenarkan dalam keadaan di mana ada ancaman langsung terhadap kehidupan atau cedera serius.

“Namun, penyelidikan dan bukti yang dikumpulkan oleh DCIP secara teratur menunjukkan bahwa pasukan ‘Israel’ menggunakan kekuatan mematikan terhadap anak-anak Palestina dalam keadaan yang mungkin merupakan pembunuhan di luar proses hukum atau disengaja,” kata DCIP.

Pada hari Selasa, seorang Palestina berusia 15 tahun tewas oleh tembakan langsung 'Israel' di Tepi Barat yang diduduki.

Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan Imad Khaled Saleh Hashash meninggal setelah mengalami luka tembak di kepala. Kematian ketiga anak laki-laki itu termasuk di antara 12 anak yang terbunuh di Tepi Barat yang diduduki 'Israel' tahun ini, menurut Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB [OHCHR]. 67 anak lainnya tewas di Gaza selama serangan Zionis 'Israel' pada bulan Mei.

Menurut DCIP, tujuh anak tewas di Gaza dan Tepi Barat pada tahun 2020.

'Hak Azazi Anak-anak'

Lonjakan jumlah kematian anak ini, dan penggerebekan kantor DCIP di Al Bireh oleh pasukan Zionis 'Israel' pada akhir Juli, membuat pakar hak asasi manusia dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia [OHCHR] menyerukan kepada pemerintah Zionis 'Israel' untuk "segera mengembalikan dokumen rahasia dan peralatan kantor yang disita militernya dari kantor DCIP."

“Kami sangat prihatin dengan campur tangan militer Zionis ‘Israel’ dengan pekerjaan hak asasi manusia dari sebuah LSM yang terkenal dan dihormati,” kata para ahli.

Komputer, hard drive, binder, dan material lainnya diambil dari kantor DCIP selama penggerebekan malam hari.

“Pekerjaan yang sangat diperlukan dari Palestina, Zionis ‘Israel’ dan organisasi masyarakat sipil internasional telah memberikan ukuran akuntabilitas yang sangat dibutuhkan dalam mendokumentasikan dan meneliti tren hak asasi manusia yang putus asa di wilayah Palestina yang diduduki,” kata OHCHR.

DCIP memberikan pelaporan kritis dan dapat diandalkan tentang pola penangkapan, melukai, dan pembunuhan anak-anak Palestina oleh militer Zionis 'Israel' di Tepi Barat yang diduduki, termasuk al-Quds Timur, dan Gaza, organisasi itu menambahkan.

“Semua kehidupan sipil di bawah pendudukan dilindungi oleh hukum internasional. Ini terutama berlaku untuk hak-hak anak,” kata para ahli OHCHR.

 'Serang melalui proxy' DCIP sedang menunggu sidang pengadilan militer pada hari Selasa untuk menentukan apakah file dan peralatan yang disita dari kantor mereka akan dikembalikan.

“Pada hari yang sama militer menggerebek kantor kami, pengacara kami memberi tahu Pengadilan Militer Ofer tentang masalah ini dan mereka menghubungi penasihat hukum militer meminta file dan peralatan dikembalikan pada 16 Agustus,” kata juru bicara DCIP Ayed Abu Eqtaish kepada Al Jazira.

“Penasihat hukum dua kali menolak untuk mengembalikan barang-barang itu dengan mengatakan penyelidikan sedang dilakukan, jadi kami membawa masalah ini ke pengadilan. Ini bukan pertama kalinya kami menjadi sasaran otoritas Zionis 'Israel'.

“Sebelumnya mereka akan menyerang melalui proxy, organisasi pro-‘Israel’ yang mencoba memfitnah kami dan merusak reputasi kami dengan mitra dan donor kami, tetapi itu tidak pernah berhasil,” kata Abu Eqtaish kepada Al Jazira.

Manal Tamimi, seorang aktivis dari keluarga lain dari klan Tamimi Nabi Saleh, mengatakan anak-anak di desa secara teratur menjadi sasaran dan beberapa dari penargetan ini adalah untuk menghukum orang tua mereka karena aktivisme politik mereka.

Suami Manal, Bilal telah secara teratur diserang oleh tentara Zionis 'Israel' karena mendokumentasikan pelanggaran mereka selama bentrokan sebelumnya dengan pemuda Palestina di desa.

Beberapa tahun yang lalu, Manal ditembak di kaki dengan peluru tajam di awal satu demonstrasi.

“Saya diperingatkan di halaman Facebook saya sebelum protes bahwa darah saya akan tumpah hari itu dan pada awal protes saya ditembak di kaki dengan peluru 22, yang menyebabkan tulang patah,” katanya kepada Al Jazira. .

Putranya Osama sebelumnya dipenjara selama sembilan bulan karena diduga ikut serta dalam protes.

Namun, penangkapan dan penahanan putranya Samer beberapa tahun lalu, ketika dia berusia 11 tahun, yang benar-benar membuat stres keluarga.

“Samer dan dua anak laki-laki lain yang seusia ditangkap dari Nabi Saleh dan desa lain,” kata Manal.

“Para prajurit telah datang ke desa, meskipun semuanya tenang dan mereka menculik dua anak laki-laki ketika mereka berada di dekat supermarket dan memasukkan mereka ke dalam jip militer. Saya dan beberapa wanita lain mencoba menghentikan jip secara fisik tetapi kami tidak bisa. Kami kemudian pergi ke pos pemeriksaan militer di pintu masuk desa dan berteriak pada tentara untuk memberi tahu kami di mana anak laki-laki itu berada, tetapi mereka tidak mau. Suami saya dan saya sangat khawatir karena kami tidak tahu di mana dia berada atau apakah dia terluka.”

Samer mengingat pengalamannya yang menakutkan. “Saya ditutup matanya dan diborgol dan dibawa ke pangkalan militer di mana kami semua disuruh duduk di lantai selama enam jam dan diinterogasi,” kata Samer kepada Al Jazira.

Selama waktu ini, tidak ada anak laki-laki yang diberi makanan atau air, dan penutup mata atau borgol mereka juga tidak dilepas.

Samer juga diperlihatkan video oleh tentara ibunya yang memprotes di pos pemeriksaan untuk menakutinya.

Anak-anak itu akhirnya dibebaskan malam itu setelah intervensi oleh pejabat Palestina.

"Tapi sekarang anak saya punya arsip dan dia tidak diizinkan melewati pos pemeriksaan Zionis 'Israel' meskipun dia baru berusia 15 tahun," kata Manal.

Manal mengatakan sekitar 85 anak dari desa telah ditangkap selama bertahun-tahun, 10 di antaranya berusia di bawah 15 tahun.

“Lebih dari 500 penduduk desa juga terluka, dan lima orang tewas.”

Dia mengatakan tentara Zionis di desa mempersulit hidup anak-anak dengan mendirikan pos pemeriksaan rutin dan menghentikan anak-anak pergi ke sekolah, selain pemukulan dan penangkapan.

 

Pusat Rekonsiliasi Rusia di Suriah mengabarkan, sistem pertahanan udara Suriah berhasil menghancurkan 21 rudal dari total 24 rudal yang ditembakan jet-jet tempur rezim Zionis Israel ke wilayah negara ini.

Stasiun televisi Alalam, Sabtu (4/9/2021) melaporkan, menurut keterangan Pusat Rekonsiliasi Rusia di Suriah, pada hari Jumat, 3 September 2021 sekitar pukul 1:30 dinihari empat jet tempur F-15 Israel melalui zona udara Lebanon, menembakan 24 rudal ke beberapa target di Suriah.

Ditambahkannya, sistem pertahanan udara Suriah berhasil menghancurkan 21 rudal dari total 24 rudal yang ditembakan jet tempur Israel itu.

Hari Jumat dinihari, kantor berita Suriah, SANA mengabarkan serangan udara musuh yang berhasil ditangkis sistem pertahanan udara Suriah.

Samapi sekarang Israel terus melancarkan serangan ke markas militer, dan infrastruktur Suriah untuk mendukung kelompok teroris.