کمالوندی

کمالوندی

 

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei pada November 2015, dalam surat keduanya kepada pemuda Barat, mencela dukungan penuh pemerintah Barat kepada Israel sebagai manifestasi terorisme negara yang paling kejam dan menindas.

Teror dan kekerasan telah bertahun-tahun menjadi tantangan penting bagi masyarakat dunia yang mengancam keamanan dan ketenangan mereka. Kejahatan keji Israel di Jalur Gaza selama beberapa pekan lalu menunjukkan betapa destruktif dan berbahayanya fenomena tidak manusiawi ini. Ayatullah Khamenei pada 29 November 2015, setelah insiden teror di Paris dalam suratnya kepada pemuda barat menjelaskan akar dan faktor penyebaran kekerasan dan terorisme di dunia.

Dalam penjelasannya Rahbar menyebut terorisme sebagai penderitaan bersama dunia saat ini, dan menekankan bahwa pendukung dan penyebar utama fenomena ini dalah pemerintah Barat yang melakukan tindakan apa pun untuk meraih ambisinya. Faktanya adalah bahwa badan intelijen dan spionase dari pemerintah-pemerintah ini telah lama menggunakan teror dan kekerasan untuk merealisasikan kebijakan mereka di negara lain. Misalnya, Dinas Intelijen Amerika (CIA) sejauh ini telah melenyapkan puluhan tokoh yang menentang pemerintah Amerika secara langsung atau melalui agennya. Selain itu, pemerintah Eropa dan Amerika pada masa kolonial, setelah menduduki negara-negara lain, menindas rakyat dan menjarah sumber daya mereka dengan kejam dan kekerasan. 

Image Caption
Setelah Perang Dunia Kedua, Amerika, sebagai kekuatan dunia, melakukan banyak perang terhadap negara-negara lain dan membunuh banyak orang yang tidak bersalah. Ayatullah Khamenei dalam pesannya kepada pemuda Barat pada bulan November 2015 terkait serangan seperti ini terhadap negara-negara Islam termasuk Irak dan Afghanistan, yang saat itu berada pada puncak kejayaannya, mengatakan: “Kampanye-kampanye yang terjadi beberapa tahun terakhir terhadap dunia Islam, yang memakan banyak korban, adalah contoh lain dari logika Barat yang kontradiktif. Selain korban jiwa, negara-negara yang dijajah telah kehilangan infrastruktur ekonomi dan industrinya, pergerakan mereka menuju pertumbuhan dan pembangunan telah terhenti atau melambat, dan dalam beberapa kasus mereka telah mundur beberapa dekade..."

Bagian lain dari surat Pemimpin Tertinggi kepada para muda di negara-negara Barat pada bulan November 2015, membahas mengenai stamdar ganda pemerintah Barat mengenai terorisme dan upaya propaganda untuk menyalahkan umat Islam. Dalam hal ini, beliau menegaskan: “Bagaimana mungkin sampah seperti Daesh (ISIS) bisa muncul dari salah satu agama paling bermoral dan manusiawi di dunia, yang dalam teks fundamentalnya menganggap penghilangan nyawa satu manusia sebagai pembunuhan terhadap seluruh umat manusia?"

Islam adalah agama yang penuh belas kasihan, perdamaian dan persaudaraan, dan kekerasan serta pembunuhan terhadap orang-orang tak bersalah tidak mendapat tempat di dalamnya. Namun pemerintah Barat berusaha memberikan landasan bagi terbentuknya sekte-sekte sesat dan militan seperti Daesh dan Al-Qaeda, yang hanya berpenampilan Islami, agar agama surgawi ini tampak penuh kekerasan dan ekstrem.

Pemimpin Revolusi Islam menunjuk pada Wahhabisme sebagai contoh lain dari sekte sesat dan ekstrim ini, dan dalam surat yang ditujukan kepada pemuda Barat, ia menulis: “Dokumen sejarah Muslim dengan jelas menunjukkan bagaimana persinggungan antara kolonialisme dan pemikiran ekstrim dan tertolak, itu pun di hati suku primitif (Badui), menanam benih ekstremisme di wilayah ini." Di sisi lain, pemerintah Barat menganggap gerakan-gerakan pembebasan dan anti-tirani seperti Hamas, Hizbullah Lebanon, Ansarullah Yaman, dan kelompok militan Irak sebagai teroris dan termasuk dalam jajaran Daesh dan Al-Qaeda, untuk mencoreng citra mereka di mata opini publik dunia, dan mempersiapkan dasar untuk mengambil tindakan terhadap kelompok-kelompok rakyat dan Islam ini.

Saat menyimpulkan bagian dari pesannya kepada pemuda Barat, Ayatullah Khamenei berkata, “Selama standar ganda mendominasi politik Barat, dan selama terorisme terbagi menjadi tipe baik dan buruk di mata para pendukungnya yang kuat, dan selama kepentingan pemerintah lebih diutamakan daripada nilai-nilai kemanusiaan dan moral, maka akar kekerasan tidak boleh dicari di tempat lain.”

Namun bagian penting dari surat berharga Ayatullah Khamenei kepada pemuda Barat ini didedikasikan untuk dukungan penuh pemerintah Barat terhadap rezim pendudukan Zionis sebagai manifestasi terorisme negara yang paling kejam dan menindas. Rezim kriminal ini diciptakan dengan bantuan Inggris dan melanjutkan kehidupannya yang tercela dengan dukungan penuh dari Amerika dan pemerintah barat lainnya. Pada dasarnya, terorisme adalah salah satu fondasi utama rezim Zionis, dan rezim berdarah ini tidak akan mampu berdiri dan bertahan tanpa terorisme.

Setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1918, ketika orang-orang Yahudi mulai berimigrasi ke Palestina untuk membentuk negara Yahudi berdasarkan janji "Arthur Balfour", menteri luar negeri Inggris pada saat itu, dan dengan dukungan dari negara ini (Inggris ), segera kelompok teroris mereka terbentuk. Diketahui bahwa kelompok teroris Hagana, Stern, Irgun dan Betar dapat disebutkan di antara mereka. Kelompok teroris yang kejam ini membunuh warga Palestina dan menyerang rumah serta tempat-tempat penting mereka. Dengan terbentuknya pemerintahan Israel pada tahun 1948 dan pembentukan tentara serta sejumlah organisasi mata-mata dan teroris, khususnya Mossad, pembunuhan menjadi lebih luas dan kejam.

Hanya pada tahun ini (1948), Zionis menghancurkan 531 desa Palestina dan menduduki 700 kota dan desa, dan kelompok teroris mereka membunuh 15 ribu diantaranya dengan 70 serangan brutal terhadap rakyat Palestina. Akibat kejahatan tersebut, lebih dari separuh warga Palestina menjadi pengungsi, dan kini jumlah mereka mencapai 7 juta jiwa. Selain itu, sejauh ini sepuluh ribu orang yang tertindas telah syahid dan ribuan dari mereka menghabiskan masa-masa sulit di penjara rezim Zionis.

Gaza
Oleh karena itu, Pemimpin Revolusi Islam bertanya kepada mereka dalam suratnya kepada pemuda Barat tentang tindakan Israel: "Apakah Anda mengetahui adanya kekejaman lain sebesar dan berdimensi seperti ini dan dengan kontinuitas waktu di dunia saat ini?" Dengan gambaran ini, kejahatan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza harus dilihat sebagai kelanjutan dari kebijakan terorisme negara rezim pendudukan ini, namun dengan intensitas yang lebih besar, yang masih disetujui oleh pemerintah Barat yang menganggap diri mereka sebagai pembela hak asasi manusia.

Namun apa yang menyebabkan rezim Zionis terus terang-terangan melanjutkan teror dan kejahatan adalah pembenaran atas tindakan tak tahu malu yang dilakukan oleh media massa Barat, yang sebagian besar berada di tangan atau di bawah pengaruh Zionis. Media-media ini, dengan segala macam trik propagandanya, tidak hanya menyebut pembunuhan dan penggusuran warga Palestina sebagai hak sah kaum Zionis, namun juga menyebut pembelaan dan perlawanan rakyat serta kelompok perlawanan terhadap rezim Zionis sebagai terorisme.

Selama serangan brutal tentara rezim ini terhadap rakyat tertindas di Gaza, media barat juga mengadopsi pendekatan propaganda seperti itu, namun kedalaman dan cakupan kejahatan mereka, terutama pembantaian ribuan anak-anak Palestina yang tidak bersalah, sangatlah dahsyat sehingga mustahil untuk membelanya. Di sisi lain, meluasnya publikasi berita, foto, dan video mengejutkan atas pembantaian brutal ini menyadarkan dunia akan realitas yang terjadi di Palestina dan Gaza, serta siasat media rezim Zionis dalam membela kejahatannya kehilangan warnanya.

Hasil dari kesadaran dan kebangkitan masyarakat dunia ini adalah demonstrasi besar-besaran mereka di berbagai negara, termasuk negara-negara Barat, untuk mendukung rakyat Palestina yang tertindas dan menentang serta mengutuk rezim Zionis. Kesadaran masyarakat dunia mengenai sifat teroris dan kekerasan yang dimiliki rezim ini dapat dianggap sebagai kegagalan besar lainnya dalam bidang media. Dengan cara ini, meskipun rezim Zionis dibela oleh pemerintah Barat, tampaknya seperti yang telah diprediksi oleh Ayatullah Khamenei, tidak ada banyak waktu tersisa untuk berakhirnya kehidupan rezim teroris ini yang singkat namun penuh bencana.

Sabtu, 09 Desember 2023 07:39

Basij Menurut Perspektif Rahbar

 

Rabu lalu (29 November 2023) dalam rangka pekan Basij di Iran, sekelompok anggota Basij bertemu dengan pemimpin Revolusi Islam, Ayatullah Khamenei, di Huseiniyah Imam Khomeini ra.

Dalam pertemuan yang diadakan setiap tahun ini, Ayatullah Khamenei memandang Basij sebagai peninggalan berharga Imam Khomeini ra bagi negara dan mengatakan bahwa Imam ra dengan pandangan ke depannya menyadari kebutuhan mendesak akan sebuah kekuatan besar rakyat untuk kekebalan negara, bangsa dan revolusi. Karena revolusi dan negara adalah milik rakyat dan rakyat mampu mempertahankannya lebih baik dari faktor atau elemen lainnya. Logika Basij adalah untuk memaksimalkan kemungkinan perlawanan negara terhadap segala bahaya dan ancaman. Logika yang sama ada saat ini dan logika ini mutakhir.

Keberadaan Basij diperlukan untuk pertahanan menyeluruh baik material maupun spiritual terhadap identitas nasional, keamanan negara, dan kepentingan rakyat. Beliau percaya bahwa rekam jejak Basij selama 40 tahun menegaskan ketepatan sasaran, pandangan ke depan, dan wawasan Imam, dan menekankan bahwa ada saat-saat di negara ini ketika kehadiran Basij sangat menentukan bagi negara; Contohnya adalah pertahanan suci. Tentu saja, jika tidak ada mobilisasi rakyat (Basij), maka hasil perang pertahanan suci akan berbeda dengan apa yang terjadi...peristiwa pertahanan suci adalah demonstrasi besar otoritas kerakyatan negara ini dalam bentuk mobilisasi.

Image Caption
Ayatullah Khamenei seraya menjelaskan bahwa Basij sebuah budaya dan ideologi, mengisyaratkan sejumlah karakteristik kekuatan rakyat ini, termasuk sifatnyanya kerakyatan, keyakintan dan rasa tanggung jawab, revolusioner dan makna sejati revolusi, menyantuni orang lemah, keras dalam menghadapi kezaliman serta memberi pelayanan kepada semua orang. "Saat banjir datang, Basiji berendam di lumpur setinggi lutut dan untuk membersihkan rumah yang terendam banjir, jangan tanya pemilik rumah siapa nama Anda, apa agama Anda, apa mazhab Anda, apa suku Anda, apa kecenderungan politik Anda, ini semua jangan tanya, dia pergi untuk melakukan pelayanan dan pengabdian... ini penting," papar Rahbar.

Ayatullah Khamenei menganggap ciri terpenting Basij adalah aspek transnasional dan lintas batasnya, yang dalam perkataan Imam Khomeini ra diartikan sebagai inti perlawanan global: “Imam menafsirkannya sebagai "inti perlawanan global”; Inilah Basij; Ini bukan Basij kita, ini adalah Basij itu sendiri, tapi ini budaya yang sama yang merealisasikan pembentukan inti muqawama global. Yakni, sekarang Anda melihat contohnya di wilayah kita sendiri... kelompok perlawanan yang sama yang telah diumumkan oleh Imam... kini tengah menentukan nasib kawasan ini; Nasib kawasan kita ini tengah ditentukan oleh inti perlawanan; Contohnya adalah Badai al-Aqsa.

Pemimpin Revolusi Islam lebih lanjut menunjuk pada kegagalan peta Timur Tengah baru oleh Amerika, yaitu peta geografi politik baru yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dan kepentingan Amerika yang tidak sah. Salah satu tujuan Amerika dalam rencana ini adalah menghancurkan Hizbullah:

“Setelah perang 33 hari, Hizbullah menjadi sepuluh kali lebih kuat. Sekarang saya katakan "sepuluh kali", karena saya berhati-hati; Tapi sebenarnya menjadi lebih kuat dari itu. Mereka ingin menelan Irak, tapi mereka tidak bisa. Kisah Irak adalah kisah yang aneh. Keputusan Amerika adalah mendirikan pemerintahan Amerika di Irak; Mereka menempatkan seorang jenderal Amerika (Jay Garner) sebagai pemimpin... mereka melihat... pekerjaan tidak berjalan dengan baik... mereka menempatkan seorang warga sipil Amerika (Paul Bremer) sebagai pemimpin... mereka melihat hal ini pun gagal, akhirnya mereka menunjuk seorang warga Irak yang bergantung pada mereka (Ghazi Mashal Ajil al-Yawer); Itu tetap gagal dan tidak berlanjut sampai hari ini. Saat ini, inti perlawanan di Irak memasuki isu Palestina dan pemerintah Irak mengambil posisi yang kuat; Artinya, apa yang disebut orang Amerika sebagai “Timur Tengah Baru” berbeda 180 derajat dengan keadaan saat ini. Mereka ingin menelan Irak sekaligus namun tidak bisa, hal itu tidak terjadi. Mereka ingin mengambil alih Suriah, mereka memasukkan proksi mereka atas nama Daesh (ISIS) dan "Front Jabhat al-Nusra" ke dalam kehidupan pemerintah Suriah, selama sekitar sepuluh tahun mereka terus memberikan dukungan, uang (dan) fasilitas, namun mereka gagal. Mereka gagal total [dalam merealisasikan] Timur Tengah baru yang ingin mereka ciptakan.»

Di antara komponen lain dari rencana Amerika yang baru di Timur Tengah, mengakhiri permasalahan Palestina untuk menguntungkan rezim Zionis sehingga tidak ada nama Palestina yang tersisa sama sekali. Namun betapa berbedanya situasi Palestina saat ini dibandingkan 20 tahun lalu. Seperti apa Hamas dua puluh tahun yang lalu, seperti sekarang ini. Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa geografi politik di kawasan sedang mengalami transformasi mendasar, namun bukan untuk kepentingan Amerika, melainkan untuk kepentingan Front Perlawanan.

Image Caption
Ayatullah Khamenei mengatakan, “Ya, peta geografi politik Asia Barat telah diubah, namun menguntungkan perlawanan (muqawama); Perlawanan menang. Imam telah memahami dengan benar, dia telah mendiagnosis dengan benar. Inti perlawanan telah mampu mengubah arah pergerakan untuk kepentingannya.... Peta baru yang secara bertahap menguasai wilayah ini memiliki beberapa ciri. Ciri pertamanya adalah de-Amerikanisasi...yaitu, penolakan terhadap dominasi Amerika atas kawasan."

Rahbar menambahkan, pengingkaran dominasi Amerika di kawasan tidak berarti memutus hubungan politik dan ekonomi antara pemerintah negara-negara di kawasan dengan Amerika, namun semakin hari semakin melemahnya dominasi Amerika. Sebuah strategi dan politik yang dikejar Amerika selama bertahun-tahun yakni kebijakan dominasi atas kawasan, sarana utama kebijakan ini adalah dukungan terhadap rezim Zionis... Sejak satu atau dua dekade yang lalu, mereka mengintensifkan kebijakan ini, mereka pergi ke Afghanistan dan Irak dan ingin menguasai wilayah tersebut dengan mendudukinya, [tetapi] mereka tidak bisa. Saat ini, kebijakan dan orientasi di kawasan ini adalah de-Amerikanisasi. Salah satu tanda jelas yang ada di depan mata kita saat ini adalah operasi Badai al-Aqsa. Benar, Badai al-Aqsa bertentangan dengan rezim Zionis, tapi ini adalah de-Amerikanisasi... Arti sebenarnya adalah Badai Al-Aqsa adalah peristiwa yang bersejarah; Ia berhasil mengacaukan tabel kebijakan Amerika di kawasan ini, dan Insya Allah badai ini terus berlanjut akan menghapus tabel kebijakan Amerika di kawasan... De-Amerikanisasi telah dimulai; “Beberapa negara yang seratus persen tunduk pada kebijakan Amerika sudah mulai menemukan sudut pandang terhadap Amerika, seperti yang Anda lihat dan dengar, dan ini akan terus berlanjut.”

Pemimpin Revolusi Islam ini menganggap ciri lain dari perubahan geografi politik di kawasan ini adalah kekacauan dikotomi yang salah dan dipaksakan seperti Arab dan non-Arab, Syiah dan Sunni, legenda bulan sabit Syiah dan bahayanya penyebaran Syiah di kawasan dan mengatakan;

“Itu adalah hal yang tidak relevan yang mereka kemukakan; Ini cambur aduk. Dalam isu badai Al-Aqsa kali ini dan sebelum badai Al-Aqsa, siapa yang paling banyak membantu warga Palestina? Kaum Syiah melakukannya; Syiah Lebanon, Syiah Irak, Syiah Arab, Syiah non-Arab. Dikotomi-dikotomi ini tercampur aduk dan alih-alih dikotomi yang dipaksakan ini, sebuah dikotomi baru telah mendominasi kawasan ini: dikotomi perlawanan dan ketundukan... "Perlawanan" berarti tidak tunduk pada paksaan, dominasi, dan campur tangan Amerika; Ini adalah perlawanan. Sekarang ada orang yang menolak seratus persen, ada yang delapan puluh persen, ada yang lima puluh persen; Bagaimanapun, aliran dan gerakan perlawanan merupakan arus yang jelas di kawasan saat ini, dan titik baliknya adalah “menyerah”, yang memalukan dan mempermalukan bangsa dan pemerintah."

Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa ciri lain dari rencana (skenario) baru kawasan ini adalah solusi masalah Palestina, dan itu adalah pembentukan kedaulatan Palestina di seluruh tanah Palestina. Kami mengusulkan referendum untuk Palestina. Referendum adalah logika duniawi dan dapat diterima serta beradab bagi pemerintahan Palestina. Jika inti-inti perlawanan ini mengikuti kemauan, tekad dan keinginan mereka dengan sungguh-sungguh, maka hal ini akan tercapai; Tidak ada keraguan tentang hal ini. Pemimpin Revolusi Islam seraya menyebut perkataan beberapa juru bicara dunia bahwa Iran harus membuang orang-orang Yahudi atau Zionis ke laut adalah sebuah kebohongan, dan mengatakan bahwa orang lain atau sebagian orang Arab yang mengatakan hal tersebut, kami tidak mengatakannya. Kami mengatakan, suara adalah suara rakyat. Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan suara rakyat Palestina akan mengambil keputusan.

Pertemuan Basij dengan Rahbar
Ayatullah Khamenei menilai peristiwa Badai al-Aqsa sebagai peristiwa penting dan unik yang menghilangkan nama baik peradaban dan budaya Barat. Baliau berkata: “Tindakan biadab yang dilakukan rezim Zionis… tidak hanya menghilangkan reputasi rezim Zionis itu sendiri, reputasi Amerika… dan beberapa negara terkenal di Eropa, namun juga menghilangkan reputasi peradaban dan budaya Barat.” Kebudayaan dan peradaban Barat adalah peradaban yang sama ketika lima ribu anak syahid dengan bom fosfor, kepala negara tertentu akan berdiri dan mengatakan bahwa Israel sedang membela diri! Apakah ini pembelaan diri? Inilah budaya Barat... Tragedi yang terjadi dalam lima puluh hari terakhir ini merupakan rangkuman kejahatan yang dilakukan rezim Zionis di Palestina selama 75 tahun... Selama tahun-tahun tersebut, mereka selalu melakukan hal ini... pemukiman yang sama yang mereka bangun. Di mana dibangun? Mereka menghancurkan rumah-rumah penduduk, menghancurkan pertanian Palestina, membangun pemukiman Zionis. Jika ada yang melawan, mereka membunuhnya... inilah yang telah mereka lakukan selama 75 tahun. Menurut kami, Badai Al-Aqsa tidak bisa dipadamkan, Insya Allah, dan beri tahu mereka bahwa situasi ini tidak akan berlanjut dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan.”

Di akhir pertemuan tersebut, Ayatullah Khamenei mengatakan, "Bertawakallah kepada Tuhan وَمَن یَتَوَکَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. 65: 3). Semoga Allah Swt melindungi kalian semua.

 

Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan sehari ke Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi pada hari Rabu.

Fokus pembicaraan Putin dengan para pejabat kedua negara Arab ini mengenai hubungan bilateral dan isu-isu internasional, termasuk perang Gaza.

Lawatan sehari Putin ke UEA dan Saudi menjadi kunjungan pertamanya ke negara-negara Asia Barat sejak awal epidemi COVID-19. Sebelumnya Putin mengunjungi UEA dan Arab Saudi pada tahun 2019. Meskipun demikian, Putin secara rutin menghubungi para pemimpin Arab di sela-sela acara internasional lainnya.

Kunjungan Putin ke Asia Barat dan pertemuannya dengan para pemimpin dua negara Arab penting di kawasan ini mengandung pesan dan konsekuensi penting.

Pertama, meskipun ada upaya Barat, terutama Amerika Serikat, untuk mengisolasi Rusia, khususnya Putin di arena internasional, tapi kunjungannya ke dua negara Arab ini menunjukkan bahwa sekutu regional Amerika pun tidak memperhatikan tuntutan Washington.

Faktanya, meskipun ada upaya Barat untuk mengisolasi Putin, terutama dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap presiden Rusia, tapi Putin masih memiliki kehadiran yang efektif di kancah internasional dan perjalanan ke negara lain masih terus berlanjut.

Di satu sisi, penyambutan unik Putin di Uni Emirat Arab menunjukkan pentingnya kunjungan Presiden Rusia ke negara ini bagi Abu Dhabi. Di sisi lain, menunjukkan pengabaian terhadap tuntutan dan peringatan Amerika Serikat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam perluasan hubungan dengan Rusia.

Pada saat yang sama, Saudi juga menyambut hangat Putin, yang menunjukkan pandangan Riyadh terhadap Rusia sebagai negara yang berpengaruh dan efektif di kancah regional dan global.

 


 

Fyodor Lukyanov, Kepala Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Rusia percaya bahwa kunjungan Putin ke dua kekuatan utama Asia Barat tersebut sebagai indikasi yang jelas bahwa Rusia sedang bangkit dari isolasi internasionalnya.

Kunjungan ini sejalan dengan tujuan Rusia untuk memberikan pengaruh di Timur Tengah, sekaligus menunjukkan bahwa UEA dan Arab Saudi, sebagai dua sekutu lama Amerika Serikat, berkeinginan untuk menyeimbangkan kebijakan luar negeri mereka.

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, bersama Rusia, merupakan anggota OPEC+, yang dalam dua tahun terakhir telah mengambil keputusan penting untuk mengurangi jumlah produksi dan ekspor minyaknya, yang bertentangan dengan keinginan dan tujuan Amerika Serikat.

Keputusan negara-negara anggota OPEC+ untuk terus mengurangi pasokan minyak ke pasar dunia sebenarnya merupakan reaksi atas tindakan permusuhan Barat terhadap Rusia.

Uni Eropa, G7 dan beberapa negara blok Barat seperti Australia, yang menetapkan batas harga tertinggi sebesar 60 dolar untuk satu barel minyak Rusia, percaya bahwa hal ini akan signifikan mengurangi pendapatan minyak Rusia, sehingga bisa membuat mesin perang Rusia bangkrut. Namun, faktanya masih jauh panggang dari api. Tindakan pihak Barat ini praktis tidak efektif dan tidak berdampak negatif terhadap kehadiran Rusia di pasar minyak global.

 


 

Selain itu, interaksi negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan Rusia menunjukkan bahwa mereka memiliki keinginan yang jelas untuk memperluas hubungan dengan Moskow dan Beijing, karena menurunnya pengaruh dan otoritas global Amerika menghadapi kekuatan saingan Barat, seperti Rusia dan Cina.

Pada hari Senin, Menteri Energi Arab Saudi, Abdulaziz bin Salman menekankan tingkat kepercayaan dan kerja sama antara Riyadh dan Moskow di bidang kebijakan minyak dan menyebut hubungan antara kedua negara ini sebagai tulang punggung OPEC+.

Dmitry Peskov, Juru Bicara Kremlin mengumumkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Presiden Rusia akan secara khusus membahas masalah konflik antara Israel dan Palestina, serta pengurangan produksi minyak dalam kerangka OPEC+, di mana Rusia sebagai anggotanya.

Palestina menjadi Isu penting dalam kunjungan Putin ke UEA dan Arab Saudi. Mengingat Amerika, sebagai sekutu tanpa syarat Israel, alih-alih berusaha melakukan gencatan senjata dalam perang Gaza, AS justru mengirimkan senjata dan dukungan politik yang menjadi pemicu utama perang tersebut dan menghalangi diadopsinya resolusi tersebut di Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan serangan Israel ke Gaza. 

Kini beberapa negara Arab ingin mencari solusi lain melalui kerja sama kekuatan internasional lainnya, termasuk Rusia, untuk memaksa rezim Zionis melakukan gencatan senjata dalam perang berdarah di Gaza.

Sejak awal perang Gaza, Vladimir Putin telah berulang kali mengkritik Israel dan mengutuk bencana kemanusiaan di Gaza serta menyerukan pembentukan negara merdeka Palestina.

 

Meskipun fenomena migrasi terbalik sudah dimulai sejak lama, fenomena ini semakin meningkat seiring dengan terjadinya perang terhadap Gaza.

64 hari telah berlalu sejak perang brutal rezim Zionis terhadap Jalur Gaza.

Salah satu akibat nyata perang terhadap rezim Zionis adalah semakin intensifnya gelombang migrasi balik dari Wilayah Pendudukan.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh media-media Zionis, jumlah orang yang meninggalkan Wilayah Pendudukan Palestina sejak dimulainya operasi Badai Al-Aqsa telah mencapai setengah juta orang.

Hal penting lainnya adalah tidak satupun dari orang-orang yang meninggalkan Wilayah Pendudukan ini yang kembali.

Migrasi terbalik dimulai sebelum dimulainya perang Gaza pada 7 Oktober.

Layanan Imigrasi Portugal mengumumkan bahwa 21.000 warga Israel telah mengajukan permohonan kewarganegaraan sejak awal tahun ini.

Statistik dan angka itu justru menempatkan mereka di peringkat pertama permintaan imigrasi ke Portugal dibandingkan warga negara lain.

Sebelum terjadinya operasi Badai Al-Aqsa, faktor utama di balik migrasi balik dari wilayah yang diduduki adalah banyaknya masalah dan tantangan ekonomi, tapi setelah Badai Al-Aqsa, faktor keamanan juga menjadi faktor tambahan.

Perang telah menyebabkan ketidakamanan yang meluas di wilayah-wilayah pendudukan, sementara masalah ekonomi juga meningkat secara signifikan, terutama pengangguran yang meningkat.

Pasca operasi Badai Al-Aqsa, situasi ekonomi semakin memburuk sehingga jumlah pengangguran di Wilayah Pendudukan hampir mencapai satu juta.

Meskipun fenomena migrasi terbalik sudah dimulai sejak lama, fenomena ini semakin meningkat seiring dengan terjadinya perang terhadap Gaza.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Tenaga Kerja Zionis mengumumkan dalam pernyataan resmi bahwa 760.000 warga Zionis kehilangan pekerjaan pada hari ke-26 sejak dimulainya operasi Badai Al-Aqsa.

Sebuah statistik yang tentunya terus meningkat hingga saat ini.

Kini, selain masalah ekonomi dan penghidupan, keamanan berisiko di permukiman Zionis juga telah terungkap, dan penduduk di wilayah yang diduduki bukan hanya tidak menikmati kesejahteraan ekonomi, tapi juga karena ketakutan terus-menerus terhadap rudal perlawanan, membuat mereka semakin bertekad untuk meninggalkan tanah yang diduduki.

Salah satu kata kunci yang sedang tren di pencarian Google warga Israel adalah kata “keluar dari Israel” dan mencari cara terkait dengannya.

Persoalan lainnya adalah, selain migrasi, para imigran juga ingin memperoleh kewarganegaraan negara lain.

Oleh karena itu, kekhawatiran utama warga Zionis dalam situasi saat ini adalah mencari negara asing untuk menerima kewarganegaraan dan paspornya.

Yang terpenting, para imigran memilih negara-negara Eropa sebagai tujuan migrasi mereka.

Menteri Israel Minta Para Pemuda Zionis Tak Terburu-buru Migrasi
Statistik resmi di Wilayah Pendudukan menunjukkan bahwa jumlah permintaan warga Zionis untuk mendapatkan kewarganegaraan Portugal, Jerman dan Polandia meningkat.

Kantor Uni Eropa di Tel Aviv mengakui adanya tren peningkatan kecenderungan warga Zionis untuk bermigrasi ke negara-negara anggota UE.

Kaum zionis
Berdasarkan kondisi ini, hari ini (Sabtu, 09/12/2023), kabinet rezim Zionis harus memikirkan rencana untuk mencegah migrasi terbalik dan kembalinya imigran, sebuah masalah yang kemungkinan besar tidak akan memberikan hasil yang diinginkan Tel Aviv dalam jangka pendek.

 

Malaysia mendukung penuh seruan Sekretari Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres agar Dewan Keamanan PBB segera mengatasi situasi gawat di Gaza dan segera mendeklarasikan gencatan senjata kemanusiaan.

Situs Antara mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri (KLN) Malaysia Sabtu melaporkan serangan tanpa ampun, pertumpahan darah dan kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan terhadap warga sipil tak bersalah, terutama anak-anak di Gaza, harus dihentikan.

Malaysia memuji Sekjen PBB yang membawa persoalan tersebut menjadi perhatian Dewan Keamanan PBB, yang berada dalam mandatnya berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB, karena melihat  kekejaman yang berlanjut di Gaza jelas menjadi ancaman terhadap  perdamaian dan keamanan internasional.

Pasal 99 Piagam PBB terakhir kali diminta Sekjen PBB pada 1989. Seruan Sekjen PBB Antonio Guterres menunjukkan gravitasi situasi terkini di Gaza.

Komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, bertanggung jawab mengambil segala langkah guna mencegah terus berlanjutnya kekejaman dan mengakhiri malapetaka penderitaan kemanusiaan serta  perusakan fisik di Gaza.

Kegagalan bertindak secara kolektif dan cepat akan mengikis kepercayaan dan keyakinan dari komunitas internasional terhadap kredibilitas Dewan Keamanan PBB dan sistem multilateral secara keseluruhan, kata Malaysia.

Dewan Keamanan PBB, menurut keterangan itu, harus memutuskan apakah ingin tetap lumpuh, karena siklus polarisasi politik, atau mengambil jalan moral dan etika dengan memprioritaskan perlindungan warga sipil tidak berdosa, serta menghormati dan patuh terhadap hukum internasional seperti dimandatkan oleh Piagam PBB.

Wisma Putra menegaskan Malaysia tidak akan menyerah kepada keyakinan tegas yang dianut banyak negara di dunia, bahwa rakyat Palestina berhak merdeka dan menjadi negara berdaulat berdasarkan perbatasan pra-1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

 

Gerakan Perlawanan Islam Lebanon kembali menargetkan pangkalan militer rezim Zionis di wilayah pendudukan dengan rudal.​

Menurut Al Jazeera, Hizbullah Lebanon dalam sebuah pernyataan hari Jumat (8/12/2023) mengumumkan bahwa pasukan perlawanan Islam Lebanon menargetkan pangkalan militer Israel, Ramiyah dengan rudal.​

Menurut laporan ini, serangan rudal Hizbullah tersebut menyebabkan sejumlah tentara rezim Zionis tewas dan terluka.

Di sisi lain, bersamaan dengan serangan Hizbullah di Lebanon, sirine peringatan berbunyi di pangkalan militer Israel Malkiyeh yang berada di dekat perbatasan dengan Lebanon.

Sementara itu, rezim Zionis melakukan dua kali pengeboman di sekitar desa Eita al-Shaab di bagian tengah Lebanon selatan.

Gerakan Hizbullah Lebanon juga mengkonfirmasi gugurnya tiga anggotanya pada Jumat malam. akibat serangan rezim Zionis.

Sehari sebelumnya, Hizbullah menargetkan enam pangkalan militer rezim Zionis, termasuk pangkalan Al-Abad.

Selama beberapa hari terakhir, Hizbullah Lebanon telah menargetkan posisi militer rezim Zionis di utara wilayah pendudukan sebagai bentuk reaksi atas berlanjutnya kejahatan Israel di Jalur Gaza

 

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menjalin kontak telpon untuk membahas perkembangan politik dan lapangan terkini di Palestina dan kelanjutan serangan brutal rezim Zionis di Jalur Gaza.​

Menlu Iran Hossein Amirabdollahian dan Kepala Biro Politik Hamas membahas gerakan diplomasi terkini negara-negara Islam dan Arab, terutama Republik Islam Iran di kancah internasional dalam mendukung rakyat Palestina.

Amirabdollahian mengapresiasi tindakan Sekjen PBB dalam korespondensi dengan Dewan Keamanan berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB, dan menggambarkannya sebagai tindakan langka dan berharga untuk membangun perdamaian dan keamanan di dunia.

Menlu Iran menyebutkan krisis Gaza sebagai salah satu topik penting pembicaraan antara Presiden Iran dan Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan terbaru mereka.

Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas dalam kontak telpon dengan Amirabdollahian menyampaikan terima kasih kepada Republik Islam Iran atas posisinya yang jelas dan tegas dalam mendukung bangsa Palestina, dan upaya diplomatik ekstensif Tehran di kancah regional dan internasional untuk mengakhiri kejahatan rezim Zionis terhadap bangsa Palestina. 

ia juga menyampaikan situasi terkini di Gaza, dan mengungkapkan berlanjutnya kejahatan keji dan pembunuhan warga sipil oleh rezim Zionis terhadap orang-orang Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.

Ismail Haniyeh menekankan, "Dengan pertolongan Allah swt, perlawanan akan terus berlanjut sampai kejahatan Zionis dihentikan dan pendudukan Palestina sepenuhnya dihapuskan,".

 

Demonstrasi anti-Zionis terus berlanjut di berbagai kota di negara-negara Eropa, termasuk Inggris dan Italia, untuk mendukung rakyat tertindas di Jalur Gaza.​

Kantor berita Iranpress hari Sabtu melaporkan, bersamaan dengan serangan brutal rezim Zionis di Gaza, jalan-jalan di London menjadi arena aksi demonstrasi anti-Zionis.

Berbagai kelompok masyarakat berpartisipasi dalam demonstrasi anti-Zionis di Inggris.

Pada aksi anti-Zionis terbaru di London, para mahasiswa mengutuk kejahatan rezim Zionis di Gaza dengan melakukan protes di depan kantor Perdana Menteri Inggris.

Dalam percakapan dengan reporter Iranpress, para mahasiswa menekankan bhawa dunia sedang menyaksikan genosida warga Palestina di Gaza, dan Inggris serta Amerika Serikat terlibat dalam kejahatan ini.

Para mahasiswa ini juga menyerukan boikot terhadap produk-produk Israel dan menekankan pembentukan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.

Selain di Inggris, pendukung Palestina di berbagai kota di Italia juga seharusnya turun ke jalan pada hari Sabtu dan mengutuk kejahatan rezim Zionis di Jalur Gaza.​

Amerika Serikat kembali menunjukkan dukungan membabi buta terhadap rezim Zionis dengan memveto resolusi Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza. Fakta ini menampilkan posisi Amerika yang berperan langsung dalam pembunuhan warga Palestina di Gaza.

 

Pertahanan udara Irak menembak jatuh empat drone di wilayah utara Erbil.

Al Jazeera melaporkan, seorang pejabat keamanan di Kurdistan Irak hari Sabtu (9/12/2023) mengatakan, "Drone ini ditembak jatuh sebelum memasuki area bandara Erbil dan pangkalan militer AS,".

Menurut laporan ini, sejauh ini tidak ada individu atau kelompok yang mengaku bertanggung jawab drone tersebut. 

Sebelumnya, perlawanan Islam Irak telah menargetkan pangkalan militer AS di Suriah dan Irak dengan serangan drone, roket dan rudal.

Perlawanan Islam di Irak telah mengambil tindakan ini menyusul keterlibatan Amerika Serikat dalam pembunuhan warga Gaza yang tidak bersalah oleh rezim Zionis.

Perlawanan Islam Irak menganggap Amerika Serikat bertanggung jawab atas serangan rezim Zionis di Jalur Gaza dan telah menekankan dalam beberapa pernyataan bahwa mereka akan menargetkan pangkalan-pangkalan Amerika selama serangan rezim Zionis terus melanjutkan serangan terhadap orang-orang Palestina di Gaza.

 

Media rezim Zionis mengumumkan bahwa helikopter Apache Israel secara keliru menargetkan tentara Zionis di Gaza.

Yedioth Ahronoth hari Sabtu (9/12/2023) melaporkan pasukan darat rezim Zionis telah meminta bantuan udara dari helikopter Apache Israel untuk menargetkan pejuang perlawanan yang ditempatkan di dekat mereka, namun helikopter Zionis justru menargetkan sebuah bangunan yang menjadi tempat berkumpulnya pasukan Israel.

Menurut laporan ini,militer Israel sedang menyelidiki insiden tersebut.

Selama beberapa hari terakhir, sebuah helikopter perang Zionis secara keliru menembaki sebuah rumah di Jalur Gaza di mana beberapa tentara Zionis berlindung, dan salah satu tentaranya tewas.

Sejak awal perang Gaza, puluhan tentara Zionis tewas atau terluka, tapi militer Israel mencoba menyensor masalah ini karena takut menghadapi tuntutan dari keluarga mereka yang terbunuh.