
کمالوندی
Tawanan Karbala Digiring ke Syam
Pada hari kesebelas Muharam, Umar bin Saad mengeluarkan perintah untuk meninggalkan Karbala menuju Kufah. Para wanita dinaikkan ke atas unta-unta yang tidak tertutup. Para keluarga Nabi ini ditawan layaknya para tawanan kafir. Mereka dibiarkand alam kondisi sulit dan penut penderitaan yang berat.
Saat bergerak dari Karbala, Umar bin Saad memerintahkan untuk mengarahkan para tawanan ke medan pertempuran. Qais bin Qurrah mengatakan, "Aku tak akan pernah melupakan bagaimana kondisi Zainab putri Fatimah as saat melihat jasad Husein yang tak berkepala dan tersungkur di atas tanah. Jeritannya begitu menyayat."
Imam Sajjad as berkata, "Saat aku memandang jasad para syuhada yang tersungkur di atas tanah dan tiada seorang pun dari mereka yang bersedia menguburkannya, dadaku penuh sesak dan rasa berat yang tak terhingga telah melingkupiku hingga hampir saja jiwaku melayang. Saat mengetahui keadaanku, bibiku Zainab menenangkanku supaya aku sabar menghadapi semuanya."
Tiada cara bagiku ‘tuk tak pergi dan tak meninggalkanmu,
Wahai tubuh yang tercabik-cabik, kuserahkan dirimu pada-Nya.
Imam Ali Zainal Abidin Syahid
Tanggal 12 Muharam tahun 95 Hijriah (dalam sebuah riwayat), Imam Ali Zainal Abidin, putra Imam Husain as, yang terkenal dengan nama Imam Sajjad, gugur syahid. Imam Sajjad adalah salah satu saksi peristiwa Karbala. Saat itu, beliau sakit keras sehingga tidak bisa ikut bertarung melawan pasukan Yazid. Setelah gugur syahidnya Imam Husein di Karbala, tampuk imamah diambil alih oleh Imam Sajjad as.
Sepanjang hidupnya, Imam Sajjad selalu berjuang menyebarkan ajaran Islam yang hakiki dan menyampaikan pesan perjuangan Karbala. Imam Sajjad dikenal sebagai orang yang sangat rajin beribadah dan bermunajat kepada Allah. Doa-doa indah yang sering beliau ucapkan, dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul "Sahifah Sajjadiah".
Revolusi Asyura, Manifestasi Kemuliaan
Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaanadalahsebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, tidak terkalahkan, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaan dan kegagahannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.
Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan, mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di semua kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, mereka sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.
Imam Husein as telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan.Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Husein bin Ali as menerima kematian merah sehingga martabat kemanusiaan dan kemuliaan iman tetap kekal abadi. Pada dasarnya, Husein as mengajarkan umat manusia tentang pelajaran pengenalan diri dan kemudian menjaga mutiara kemanusiaan itu. Dalam ideologi Imam Husein as, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan adalah bukan kekalahan, tapi ia kemenangan sejati.
Imam Husein as gugur dalam membela agama dan berjuang melawan kedzaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein as telah menghidupkan sifat sifat mulia kemanusiaan dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan. Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti, Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Akan tetapi, Imam Husein as bangkit menentang mereka.
Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein as berkata,“Ketahuilah! Sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman menolaknya.”Imam Husein as mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan kepada umat manusia. Sang Pencipta, Rasul Saw, dan semua orang Mukmin tidak menerima kehidupan yang hina.
Keputusan Imam Husein as menolak baiat sangat penting karena – sebagaimana kita ketahui – menerima usulan baiat sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah. Dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Imam Husein as. Ia telah memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan diri kepada generasi mendatang. Imam Husein as berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari serangan kalian."
Ia menolak baiat yang hina dan memperkenalkan Allah Swt sebagai tempatberlindung dan berkata bahwa seluruh kemuliaan dan kekuatan adalah milik Allah Swt, dan ini adalah puncak martabat kemanusiaan.Imam Husein as selalu menghadirkan kemuliaan dan martabat kepada masyarakat dan ia tidak membiarkan seseorang menyerah pada kehinaan dan kerendahan.
Dikisahkan bahwa seseorang dari kaum Ansar datang menemui Imam Husein as untuk meminta bantuan finansial. Ia lalu berkata kepada tamunya itu, “Wahai saudara Ansar! Jagalah harga dirimu dengan tidak menjelaskan permintaan itu dan tuliskan keperluanmu dalam secarik kertas.” Orang Ansar itu kemudian mengambil secarik kertas dan menulis, “Wahai Abu Abdillah! Aku terlilit utang 500 dinar pada seseorang dan ia sekarang ingin mengambil uangnya, aku ingin engkau berbicara dengannya agar ia memberiku waktu.”
Setelah Imam Husein as membaca pesan itu, ia mengambil sebuah kantong yang berisi 1.000 dinar dan menyerahkan kepada orang Ansar tersebut dan berkata, “Gunakanlah 500 dinar ini untuk melunasi utangmu dan sisanya untuk keperluan hidupmu dan jangan pernah memohon sesuatu kecuali kepada salah satu dari tiga orang ini; manusia yang taat agama atau pemilik marwah dan atau pemilik nasab yang mulia.Insan yang taat akan memenuhi kebutuhanmu demi menyelamatkan agamamu, sedangkan pemilik marwah merasa malu jika tidak menyanggupi permintaanmu, sementara pemilik nasab mulia ia tahu bahwa engkau telah mempertaruhkan harga dirimu dengan permintaan itu, jadi ia tidak tega membiarkanmu pergi tanpa memenuhi keperluanmu.”
Akhlak mulia dan perhatian kepada martabat kemanusiaan dalam mendidik dan memperkuat kemuliaan diri dapat ditemukan di seluruh fase kehidupan Imam Husein as. Puncak kemuliaan ini dapat disaksikan bagaimana ia memperlakukan pasukan musuh. Sikap Imam Husein as saat menghadapi pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi adalah bukti keluhuran jiwanya. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah, Imam Husein as dan rombongan dihadang oleh pasukan musuh pimpinan Hurr di sekitar Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah. Cuaca panas dan minimnya persediaan air memaksa semua orang untuk berhemat. Dalam situasi seperti ini, pasukan Hurrbertemu kafilah Imam Husein as dengan terengah-engah kehausan.
Sebagian orang di kafilah menyarankan kepada Imam Husein as agar memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang pasukan Hurr. Akan tetapi, ia tidak hanya menolak usulan tersebut, tapi juga memerintahkan keluarga dan para sahabatnya untuk memberi air minum kepada pasukan musuh dan ia bahkan meminta mereka untuk memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan.Imam Husein as bahkan dengan tangannya sendiri memberi air minum kepada tentara musuh yang kehausan.
Salah seorang tentara Hurr berkisah, “Aku adalah orang terakhir dari pasukan Hurr yang bertemu Husein bin Ali. Aku dicekik rasa haus dan bahkan aku tidak sangguh memegang girbah air untuk meminumnya, Husein menyaksikan kondisiku yang lemah dan ia kemudian dengan tangannya sendiri memberiku minum hingga dahagaku hilang.”Kebesaran jiwa dan kemuliaan Imam Husein as akan tampak jelas ketika kita membandingkannya dengan tindakan pasukan Umar bin Sa'ad di kemudian hari. Mereka tidak hanya menutup aliran air kepada sahabat dan pasukan Imam Husein as, tapi juga membungkam tangisan anak-anak yang kehausan.
Salah satu keutamaan kepribadian Imam Husein as adalah perhatiannya akan keselamatan seluruh umat manusia. Sejalan dengan misi ini, ia sudah melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan musuh-musuhnya.Pada hari Asyura, ketika Imam Husein as sudah dikepung dan genderang perang sudah ditabuh,ia bergegas menuju ke arah pasukan musuh dan memperkenalkan dirinya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan orang-orang yang lalai dan menyadarkan mereka.Meskipun mereka mengenal baik Husein bin Ali as, namundengan mendengar nama kakeknya, Rasulullah Saw dan Ibunya, Fatimah Zahra as, mungkin mereka akan meninggalkan kecongkakan dan permusuhannya.
Dalam kondisi tersulit sekalipun, Husein bin Ali masih tetap memikirkan penyelamatan orang-orang yang memusuhinya. Apakah mereka tidak tahu siapa Husein? Apakah 4.000 pasukan itu tidak temasuk orang yang pernah menulis surat kepada Husein bin Ali? Bukankah sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan mendengar langsung dari Rasulullah yang bersabda, “Husein adalah pemuda penghulu surga.” Tapi, harta, tahta dan kebodohan telah menjadikan mereka buta dan tuli untuk menerima kebenaran.
Sikap Imam Husein as membuktikan betapa tingginya pemikirannya. Ia masih mencari cara untuk menyelamatkan orang-orang dari kehancuran dan menolong mereka. Di detik-detik terakhir Asyura, ksatria Karbala berjuang seorang diri untuk membela agama dan kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, kebebasan dan kemerdekaan.Ia sudah berjuang maksimal untuk membangkitkan martabat kemanusiaan mereka. Saat pasukan Umar bin Sa'admendekati kemah keluarga Imam Husein as, ia berteriak lantang, “Celakalah kalian wahai pengikut Abu Sufyan! Kalau memang kalian tidak punya agama, tidak takut akan hari pembalasan, paling tidak jadilah orang-orang yang bebas di dunia ini!”
Tasua, Bukti Cinta dan Pengabdian
Hari ini, kita sedang berada di salah satu hari agung mengenang perjuangan Imam Husein. Sembilan Muharam, satu hari sebelum puncak tragedi Karbala. Hari dan malam 9 Muharam, menjadi bukti kecintaan dan pengabdian para pengikut setia Imam Husein. Di hari ini, kita mengenang perjuangan Abbas yang mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi membela Imam Husein.
Terkait hari Tasua, Imam Sadiq berkata, “Tasua adalah hari ketika Imam Husein dan pengikut setianya dikepung. Pasukan Musuh membentuk lingkaran mengepung mereka dari berbagai arah. Ibnu Marjanah dan Umar bin Saad beserta pasukannya bersuka cita di hari itu. Tapi, Imam Husein dan pengikutnya yang diridhai Allah swt, tidak bisa menghitung dan meyakinkan orang-orang yang tidak bersedia menjadi pengikut Husein.”
Sejarah mencatat episode tragis peristiwa 9 Muharam. Umar bin Saad berteriak memberi komando kepada pasukan Kufah. “Wahai pasukan Tuhan bergeraklah, dan kemenangan bersama kalian !”. Kemudian ia bersama pasukannya menuju ke arah pengikut Imam Husein setelah shalat Asar.
Ketika itu, Abbas berkata kepada Imam Husein. “Wahai saudaraku, musuh telah bergerak menuju ke arah kita.” Lalu dengan lemah lembut Imam Husein menjawab. “Wahai Abbas, saudaraku. Segeralah tunggangi kuda, dan temuilah mereka. Tanyakan apa yang terjadi, dan untuk apa datang ke sini ?”.
Mendengar perintah Imam Husein, Abbas langsung menaiki kudanya dan bergerak menuju ke arah pasukan musuh didampingi dua puluh orang, di antaranya adalah Zuhair bin Qain dan Habib bin Mazahir.
Ketika berhadapan dengan pasukan musuh, Abbas bertanya kepada mereka. “Apa yang terjadi dan apa yang kalian inginkan ?” tanya Abbas. Mereka menjawab, “Atas instruksi Amir, kalian berbaiat atau kami perangi!”. Lalu Abbas kembali berkata, “Jangan tergesa-gesa hingga aku sampaikan pesan kalian ini kepada Abu Abdillah,”.
Kemudian, Abbas bergegas menuju ke arah Imam Husein untuk menyampaikan pesan dari pihak musuh. Setibanya di sana, Abbas langsung mengutarakan usulan Umar bin Saad kepada Imam Husein.
Mendengar pesan yang disampaikan saudaranya itu, Imam Husein memerintahkan Abbas untuk kembali menemui pasukan musuh. “Kembalilah temui mereka, jika bisa ajaklah mereka untuk menahan diri dan menunda pertempuran hingga besok pagi.Sebab, malam ini aku ingin shalat dan bermunajat kepada Allah swt, dan memohon ampunan-Nya.Allah swt menyukai hambanya yang shalat, membaca kitab-Nya, berdoa dan memohon ampunan,”.
Tanggal sembilan Muharam merekam peristiwa besar sepanjang sejarah menjelang hari Asyura. Ada kecemasan, perhatian, pengabdian dan pengorbanan dari para pengikut Husein. Mereka menunjukkan bukti kecintaannya kepada kebenaran yang dibawa Imam Husein.
Para pengikut Imam Husein tidak berada di wilayah abu-abu. Mereka tahu hitam dan putih. Mereka tahu betul di mana kebenaran berada, dan kejahatan terletak di sebelah mana. Tidak hanya itu, mereka juga siap mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi membela kebenaran.
Memasuki malam, para pengikut Imam Husein tetap setia bersama pemimpinnya. Kesetiaan mereka lahir dari kecintaan terhadap kebenaran yang dibawa Imam Husein. Dengan kesadaran tinggi mereka berkorban dan mengabdi membela Imam Husein meski harus menghadapi ribuan pedang, panah dan tombak yang siap menghujam tubuhnya.
Kecintaan mereka kepada Imam Husein tidak bisa diberangus oleh pedang. Bahkan mereka bangga syahid bersama Al Husein. Cinta dan pengorbanan mereka manifestasi dari jiwa yang besar, dan ilmu yang menghunjam. Karbala, jantung kecintaan terhadap Imam Husein.
Syarat pertama bergerak menempuh jalan kebenaran adalah melepaskan ketergantungan dan keterikatan duniawi. Orang-orang yang terikat dan tergantung kepada selain Allah, tidak mampu memahami tujuan agung. Kebesaran jiwa ditentukan oleh bagaimana ia bisa melepaskan segala bentuk keterikatan dan ketergantungannya kepada seluruh ikatan yang membelenggu kehidupannya.
Imam Husein memberikan kebebasan kepada para pengikutnya untuk bersamanya atau meninggalkan dirinya menuju rumah mereka masing-masing. Bahkan di malam Asyura, Imam Husein memberikan kebebasan kepada para pengikutnya. Tapi dengan kesadaran tinggi, mereka mengikuti Imam Husein dan syahid di padang Karbala. Mereka adalah contoh-orang-orang yang telah memutus ketergantungan dengan dunia, bahkan dengan nyawa mereka sendiri, demi mencapai tujuan mulia; syahid demi membela kebenaran!.
Di malam Asyura, Imam Husein berkata kepada para pengikutnya, “Aku tidak memiliki sahabat yang paling setia, selain para pengikutku. Aku tidak mengenal orang yang lebih baik dari mereka, dan tidak ada keluarga yang lebih pengasih dari Ahlul Baitku. Allah swt menjadikan kalian sebagai penolongku.Sadarilah, aku sudah tidak berharap dari masyarakat (Kufah). Ketahuilah, aku bisa melepaskan Baiat kalian dariku, dan aku memberikan izin kepada kalian untuk meninggalkan tempat berbahaya sejak malam ini untuk kalian menempuh perjalanan jauh. Menebarlah ke desa dan kota hingga Tuhan menyelamatkan kalian. Mereka hanya menghendaki diriku, dan tidak ada urusan dengan kalian.”
Setelah Imam Husein selesai berpidato, seluruh pengikutnya menyatakan tetap setia dengan kecintaan dan pengorbanan penuh. Di antara mereka, Abbas bin Ali menjadi orang pertama yang menyatakan sumpah setia kepada Imam Husein. Setelah Abbas, para pemuda Ahlul Bait menyatakan kesetiaannya kepada pemimpin mereka satu persatu, kemudian diikuti yang lain.
Salah satu poin yang paling menarik dari peristiwa Asyura adalah interaksi antara Imam dan pengikutnya. Hubungan mereka dibangun dari fondasi keimanan kepada Allah swt yang kokoh. Oleh karena itu, dalam kondisi paling sulit sekalipun, para pengikut Imam Husein tetap setia mendampingi pemimpinnya hingga titik darah penghabisan.
Ketika ditanya oleh Sayidah Zainab, apakah Imam Husein sudah menguji para pengikutnya. Imam Husein menjawab, “Demi Tuhan, aku telah mengujinya. Mereka lebih tegar dari gurun. Laksana gunung, tidak bisa ditembus. Mereka pencinta kematian; mereka bak anak-anak menyusui yangmembutuhkan kasih sayang ibu, dan haus air susunya.”
Imam Husein dalam setiap keadaan senantiasa memuji para pengikut setianya, dan menyebut mereka sebagai sahabat terbaik sepanjang sejarah. Di malam Asyura,bahkan para remaja dengan gagah berani, seperti Qasim bin Hassan meyakini kematian lebih manis dibandingkan madu, dan menyambutnya tanpa ragu.
Keagungan juga ditampilkan Abbas yang membela Imam Husain hingga syahid. Abbaslah yang membawa air untuk anak-anak dan perempuan yang kehausan, meski harus menembus barikade musuh yang sangat kuat. Mereka adalah para ksatria yang mengorbankan dirinya demi membela kebenaran. Padang Karbala menjadi buktinya!
Imam Sajjad Pelanjut Asyura
Tanggal 12 Muharam merupakan hari syahadah Imam Sajjad as. Dua hari pasca peringatan Asyura. Imam Sajjad as sebagai saksi mata pembantaian Karbala setelah peristiwa itu bertanggung jawab memimpin umat Islam. Beliau adalah Ali bin al-Husein as yang lebih dikenal dengan panggilan Sajjad. Pada peristiwa Karbala, beliau ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai salah satu orang yang hidup demi melanjutkan pesan Asyura.
Sebagaimana telah diketahui, Imam Sajjad as adalah anak Imam Husein as yang lahir pada tahun 36 Hijriah. Beliau hidup hingga usia 57 tahun. Periode penting dalam hidup beliau dimulai di masa Imamah-nya pasca syahadah Imam Husein as. Ketika peristiwa Karbala terjadi, beliau dalam keadaan sakit. Itulah mengapa beliau waktu itu tidak pergi ke medan perang.
Hamid bin Muslim, sejarawan Karbala menulis, “Di hari Asyura, pasca kesyahidan Imam Husein as, pasukan Yazid mendatangi Ali bin Husein as yang tengah berada di atas pembaringan karena sakit. Mereka mendapat perintah untuk membunuh seluruh laki-laki dari keluarga Imam Husein as. Kedatangan mereka dengan niat membunuhnya. Tapi ketika melihatnya dalam kondisi sakit, mereka kemudian membiarkannya. Jelas di balik penyakit beliau di hari Asyura tersimpan rahasia ilahi, agar dapat melanjutkan jalan ayahnya.”
Pasca tragedi Karbala dan kesyahidan Imam Husein as, kondisi masyarakat Islam memasuki periode sensitif. Dari satu sisi, pelbagai dimensi kebangkitan Imam Husein as harus dijelaskan kepada masyarakat, sekaligus menghadapi propaganda bohong Bani Umayah. Sementara dari sisi lain, perjuangan melawan penyimpangan akidah dan moral harus dilakukan demi menegakkan nilai-nilai agama.
Dalam kondisi yang demikian, Imam Sajjad as menjalankan pelbagai programnya dengan mengatur skala prioritas. Pada awalnya, beliau menerapkan program jangka pendek untuk menenangkan kondisi penuh ketegangan pasca syahadah ayahnya. Dalam program ini, beliau menyampaikan pidato mencerahkan akan kebenaran jalan dan tujuan Imam Husein as. Sementara untuk program jangka panjang, beliau berusaha memperkaya pemikiran dan akhlak masyarakat Islam dengan mengajarkan ajaran murni Islam disertai prinsip-prinsip akidah.
Dalam peristiwa pasca Asyura disebutkan, pada 12 Muharam 61 Hijriah, rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari perempuan dan anak-anak tiba di kota Kufah. Di antara tawanan itu ada dua pribadi agung; pertama Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab as. Keberadaan keduanya mampu menenangkan para tawanan Karbala. Ketika rombongan memasuki kota Kufah, sudah banyak orang berkumpul di sana. Imam Sajjad as memanfaatkan kesempatan ini dengan menyampaikan pidatonya.
Beliau berkata, “Wahai warga Kufah! Saya Ali anak Husein. Anak dari orang yang kalian hancurkan kehormatannya. Ingat bahwa Allah Swt menyebutkan kebaikan kami Ahlul Bait. Kemenangan, keadilan dan ketakwaan bersama kami, sementara kesesatan dan kehancuran berada pada musuh kami. Apakah kalian tidak menulis surat berisi baiat kepada ayahku? Tapi kalian licik setelah itu dan bangkit menentangnya. Betapa perilaku dan pikiran kalian sangat buruk. Bila Rasulullah berkata mengapa kalian membunuh keturunanku, menghancurkan kehormatanku dan bukan umatku, bagaimana rupa kalian menangis di hadapannya?”
Di lain waktu, ketika tiba di Syam (Suriah saat ini), pusat kekuasaan Yazid, beliau menyampaikan pidato. Sedemikian tegas pidato yang disampaikan, sehingga pemerintah Bani Umayah menghadapi kondisi yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Pidato beliau sangat mempengaruhi opini masyarakat waktu itu. Pidato Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab as di istana Yazid mampu menyadarkan masyarakat, sehingga sebagian orang setelah mendengar langsung bangkit memrotes Yazid.
Dalam pidatonya, beliau berkata, “Wahai warga Syam! Barang siapa yang mengenalku, berarti telah mengenalku. Tapi mereka yang tidak tahu siapa saya, perlu mengetahui bahwa saya putra dari sanjungan kalian. Pribadi yang paling baik dalam menunaikan haji. Putra dari orang yang pergi Mi’raj bersama Jibril dan shalat bersama para malaikat. Ia sang penerima wahyu. Saya putra wanita terbaik di dua dunia, Fathimah az-Zahra as. Saya putra orang yang syahid berlumuran darah di tanah Karbala.”
Ketika pidatonya sampai pada ucapan tersebut, masyarakat yang mendengarnya sangat terpengaruh, sehingga sebagian berteriak sedih. Pidato yang menjelaskan hakikat dirinya mampu membangkitkan kebencian masyarakat kepada Bani Umayah. Yazid yang menyaksikan kondisi berubah dari yang diinginkannya sangat khawatir. Untuk menghentikan pidato Imam Sajjad as dan mengubah keadaan, ia memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan azan.
Ketika mendengar suara azan, Imam Sajjad as diam mendengarkannya. Ketika ucapan muazin sampai pada kalimat “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, dengan segera Imam Sajjad as menatap Yazid. Beliau berkata, “Apakah Nabi yang disebutkan dalam azan itu kakekku atau kakekmu? Bila engkau menjawab itu adalah kakekku, semua orang tahu bahwa engkau telah berdusta. Dan bila engkau mengatakan itu adalah kakekmu, lalu apa dosa ayahku yang merupakan cucu Nabi Saw, sehingga kau bunuh, hartanya kau rampas dan istrinya kau tawan? Betapa celakanya engkau di Hari Kiamat!”
Disebutkan bahwa Ahlul Bait Imam Husein as di pertemuan itu membawakan kidung kesedihan tentang Imam Husein as dan syuhada Karbala. Yazid yang berusaha memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan popularitasnya ternyata harus menerima kenyataan yang lain. Tapi tetap saja berusaha untuk membohongi masyarakat. Yazid mengubah strateginya dengan mencoba mendekat para tawanan dan memberikan penghormatannya kepada mereka.
Yazid jelas takut masyarakat bangkit melawan kekuasaannya. Oleh karenanya ia berusaha menenangkan para tawanan. Menurutnya, apa yang dilakukannya dapat menutupi dosanya. Untuk itu ia menerima permintaan para tawanan membacakan kidung kesedihan tentang Imam Husein as dan syuhada Karbala.
Yazid mempersiapkan sebuah tempat bernama Dar al-Hijarah. Para tawanan selama sepekan berada di sana membacakan kidung kesedihan. Masyarakat mulai berdatangan dan perlahan-lahan masyarakat semakin tahu akan hakikat kebangkitan Imam Husein as. Yazid semakin ketakutan menyaksikan apa yang terjadi. Ia terpaksa memindahkan para tawanan ke Madinah.
Di Madinah, Imam Sajjad as kembali melaksanakan tanggung jawab yang diembannya. Masyarakat Madinah menyambut mereka. Di tengah masyarakat Madinah, Imam Sajjad as naik ke mimbar dan menyampaikan pidatonya.
Setelah mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt, beliau berkata, “Wahai warga Madinah! Allah Swt menguji kami dengan musibah yang agung. Tidak ada musibah yang dapat menyamainya. Wahai warga Madinah! Siapa yang hatinya dapat bergembira ketika mendengar tragedi besar ini? Hati siapa yang tidak sedih setelah mengetahui kesyahidan Husein bin Ali as? Mata siapa yang tidak menangis? Kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari musibah luar biasa ini. Kami mengorbankan jiwa di jalan Allah demi menghadapi segala musibah. Karena kami tahu Allah akan membalas semuanya.”(
Sejenak Bersama Al-Quran: Taubat Penyelamat Manusia
Taubat Penyelamat Manusia
Allah Swt berfirman:
“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS. Yunus: 98)
Sekalipun surat Yunus menjelaskan secara detil tentang sejarah Nabi Nuh dan Musa as, tapi surat ini tetap dinamakan surat Yunus. Padahal dalam surat ini hanya memuat kisah kaum Nabi Yunus as yang bertaubat dan itupun disinggung hanya dalam satu ayat. Walaupun demikian, penamaan surat ini dengan surat Yunus mungkin disebabkan pentingnya apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Yunus as. Karena pada akhirnya bertaubat dan Allah Swt menerima taubat mereka.
Imam Shadiq as berkata, “Nabi Yunus as berdakwah kepada kaumnya sejak usia 30 hingga 63 tahun, tapi hanya dua orang yang beriman kepada apa yang dibawanya. Nabi Yunus as kemudian melaknat mereka lalu pergi meninggalkan kaumnya. Satu dari dua orang yang beriman kepada beliau adalah seorang bijaksana dan berilmu. Ketika menyaksikan Nabi Yunus as melaknat kaumnya dan pergi meninggalkan mereka, ia naik ke tempat yang agak tinggi dan memperingatkan mereka. Warga yang mendengar ucapannya menyadari kesalahan yang selama ini dilakukan dan dengan petunjuknya mereka bergerak ke luar kota. Mereka berusaha menjaga jarak dengan anak-anaknya lalu mulai bermunajat kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, hingga Allah Swt menerima taubat mereka. Nabi Yunus as kembali ke kota itu, tapi menemukan warganya tidak binasa. Beliau terkejut dan bertanya apa yang terjadi. Mereka menjelaskan kepada Nabi Yunus as apa yang terjadi sepeninggalnya.”[1]
Benar, sekalipun manusia telah berada di bibir jurang, tapi ia masih dapat menolong dirinya sendiri. Karena iman dan taubat pada waktunya dapat menyelamatkan manusia dari kemurkaan ilahi dan membatalkan azab, sekaligus menjadikan manusia bahagia.
Dalam sejarah kaum nabi-nabi terdahulu yang mendustakan ucapan mereka hanya kaum Nabi Yunus as yang bertaubat pada waktunya lalu beriman kepada apa yang diajarkannya, sehingga dapat selamat dari azab ilahi.
Sumber: Mohsen Qaraati, Daghayeghi ba Quran, Tehran, Markaz Farhanggi Darsha-i az Quran, 1388 Hs, cet 1.
Iran Dukung PBB dan Rusia Tumpas Teroris di Suriah
Wakil Menteri Luar Negeri Iran urusan Arab dan Afrika menyatakan aksi terpenting yang harus diambil di Suriah adalah mengontrol perbatasan tetangga negara ini, dan keseriusan untuk memberantas terorisme sebagai pertimbangan penting dalam proses politik.
Hossein Amir Abdolahian dalam wawancara dengan wartawan IRIB menyikapi pertemuan menteri luar negeri AS, Rusia, Arab Saudi dan Turki di Wina yang membahas krisis Suriah yang digelar hari Jumat (23/10).
“Kini semua pihak harus mendukung penguatan proses politik di Suriah. Sebab pada akhirnya rakyat negara inilah yang akan menentukan masa depan negerinya,“ ujar wakil Menlu Iran Urusan Arab dan Afrika, hari Jumat.
“Sejumlah negara hingga saat ini memainkan peran negatif di Suriah dengan memperkuat terorisme, dan kini kita harus memikirkan peran konstruktif di Suriah,“ tegas Abdolahian.
Iran, tutur Abdolahian, mendukung langkah PBB dan aksi Rusia dalam menumpas teroris di Suriah.
Menurutnya, Iran melakukan lobi dengan Uni Eropa, negara-negara regional dan menegaskan urgensi memusatkan solusi politik yang realistis di Suriah.(
Jubir Kemlu Iran Kecam Serangan Bom di Pakistan
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran mengecam serangan bom di Provinsi Sindh, Pakistan.
Marzieh Afkham dalam statemennya mengecam pemboman di Provinsi Sindh Pakistan yang menewaskan lebih dari 30 orang. Demikian dilaporkan kantor diplomasi media Kemlu Iran, Sabtu (24/10/2015).
Ia mengucapkan belasungkawa kepada pemerintah dan rakyat Pakistan terutama kepada para keluarga korban serangan tersebut.
Afkham menyebut para pelaku serangan bom di Provinsi Sindh sebagai musuh bangsa Pakistan dan umat Islam.
Jubir Kemlu Iran lebih lanjut mengungkapkan harapan para pelaku teror tersebut dapat ditangkap dan diadili atas kejahatannya.
Pada Kamis malam, ledakan bom terjadi ketika jemaah Muslim Syiah Pakistan sedang menunaikan shalat Maghrib di Provinsi Balochistan.
Aksi tersebut setidaknya menewaskan 10 orang, dan menciderai 13 lainnya, termasuk anak-anak
Kelompok teroris Lashkar-e-Jhangvi mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Lashkar-e-Jhangvi telah berulangkali melancarkan aksi teror terhadap Muslim Syiah Pakistan, terutama di bulan Muharam.
Pada hari Jumat kembali terjadi serangan bom di hari duka Tasua, 9 Muharam, di Provinsi Sindh yang merenggut nyawa setidaknya 20 orang.
Jumlah Penasihat Militer Iran di Suriah Ditambah
Pejabat Humas Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengabarkan peningkatan jumlah penasihat militer Iran di Suriah menyusul babak baru trasformasi di medan tempur untuk memberantas kelompok-kelompok teroris Takfiri di negara Arab itu.
Brigadir Jenderal Ramadhan Sharif dalam wawancara dengan FNA, Sabtu (24/10/2015) membantah isu kematian 15 pasukan IRGC di Suriah.
Ia mengatakan, pada Kamis dan Jumat, dua anggota pasukan Ansar gugur syahid.
Brigjen Sharif lebih lanjut mengucapkan belasungkawa kepada keluarga-keluarga Syuhada yang gugur dalam peperangan melawan teroris.
Pasukan Iran Siap Hadapi Ancaman di Setiap Titik dan Kapan pun Juga
Deputi sumber daya manusia Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran, Brigjen Mohammad Hassan Baqeri menyatakan, “Pasukan angkatan bersenjata di semua sektor darat, udara dan laut, memiliki kemampuan memadai untuk menjawab segala bentuk ancaman di semua titik.”
Kantor berita IRNA melaporkan, Baqeri pada Sabtu malam (24/10/2015) mengatakan, “Menyusul upaya dan kerja keras para pejuang Islam, Angkatan Bersenjata Republik Islam lebih siap dari kapan pun.”
Baqeri mengatakan, “Pasukan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, dengan instruksi dari Panglima Besar (Rahbar), siap untuk melaksanakan tugasnya di setiap titik dan kapan pun juga dalam menghadapi ancaman musuh dengan sebaik-baik dan ini merupakan titik kekuatan Angkatan Bersenjata Iran.”
Pejabat militer Iran ini mengatakan, “Setan besar Amerika Serikat dan pihak-pihak dependennya telah mengerahkan semua yang mereka miliki untuk menghadang kebangkitan Islam dan sekarang ISIS dengan dukungan kaum imperialis, ingin mencoreng citra Islam di mana itu semua tidak lebih dari ilusi.”